cover
Contact Name
Andi Suwirta
Contact Email
aspensi@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
sosiohumanika@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
SOSIOHUMANIKA
Published by Minda Masagi Press
ISSN : 19790112     EISSN : -     DOI : -
This journal, with ISSN 1979-0112, was firstly published on May 20, 2008, in the context to commemorate the National Awakening Day in Indonesia. The SOSIOHUMANIKA journal has been organized and published by Minda Masagi Press, a publishing house owned by ASPENSI (the Association of Indonesian Scholars of History Education) in Bandung, West Java, Indonesia. The SOSIOHUMANIKA journal is published every May and November. The SOSIOHUMANIKA journal is devoted, but not limited to, Social Sciences education, Humanities education, and any new development and advancement in the field of Humanities and Social Sciences education. The scope of our journal includes: (1) Language and literature education; (2) Social sciences education; (3) Sports and health education; (4) Economy and business education; (5) Science, Technology and Society in education; (6) Political and Social Engineering in education; and (7) Visual arts, dance, music, and design education.
Arjuna Subject : -
Articles 208 Documents
Civic Competencies in Teacher Development among Normal Schools Tantengco, Nerissa S; Martin, Evangeline L
SOSIOHUMANIKA Vol 10, No 1 (2017)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: Schools, which cater for children from different cultural backgrounds and cultural heterogeneity, should be regarded as an opportunity venue to emphasize citizenship education. In the context of nation-state in a regional and to contribute to shaping the discourse on emerging ASEAN (Association of South East Asian Nations) identity, a research on competencies in Civic Education is being proposed. With the advent of ASEAN Integration in 2015, South East Asian nations, specially the Philippines, must develop and prepare policy based curriculums and pedagogical approaches appropriate to the level of competencies of students. The research, using the qualitative method, focuses on how competencies of teachers in selected Normal Schools in Civic Education are being developed. This article shows that Civic Education, as a subject, should integrate human rights and peace education, so as to determine how to blend together the particular and the universal, the national and the international, and the individual and the society. A need to support youth-led initiatives and partnerships with civil society is also needed. A need in maintaining stakeholders and actors to be open to different, but effective venues and solutions. Refocusing the minds of the students by stressing that citizens must be aware of their rights and they must also exercise them responsibly to a self-governing, free, and just society.KEW WORD: Citizenship Education; Civic Competencies; Teacher Development; Normal Schools; Civil Society. RESUME: “Kompetensi Kewarganegaraan dalam Pengembangan Guru di Sekolah-sekolah Keguruan”. Sekolah, yang diperuntukkan bagi anak-anak dari berbagai latar belakang budaya dan heterogenitas budaya, harus dianggap sebagai wahana untuk menekankan pendidikan kewarganegaraan. Dalam konteks negara-bangsa di suatu kawasan dan untuk berkontribusi dalam membentuk wacana tentang identitas ASEAN (Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara) yang baru, sebuah penelitian tentang kompetensi dalam Pendidikan Kewarganegaraan telah dan sedang diajukan. Dengan dimulainya Integrasi ASEAN pada tahun 2015, negara-negara Asia Tenggara, khususnya Filipina, harus mengembangkan dan menyiapkan kurikulum berbasis kebijakan dan pendekatan pedagogis yang sesuai dengan tingkat kompetensi siswa. Penelitian ini, dengan menggunakan metode kualitatif, berfokus pada bagaimana kompetensi guru di Sekolah Keguruan yang dipilih dalam Pendidikan Kewarganegaraan sedang dikembangkan. Artikel ini menunjukan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai subjek, harus mengintegrasikan pendidikan hak asasi manusia dan perdamaian, untuk menentukan bagaimana memadukan antara yang khusus dan yang universal, nasional dan internasional, serta individu dan masyarakat. Kebutuhan untuk mendukung prakarsa dan kemitraan yang dipimpin pemuda dengan masyarakat sipil juga dibutuhkan. Kebutuhan untuk mempertahankan pemangku kepentingan dan individu agar terbuka terhadap berbagai tempat dan solusi yang berbeda namun efektif. Memfokuskan kembali pikiran para siswa yang menekankan bahwa warga negara harus menyadari hak-hak mereka sendiri dan mereka harus menjalankannya secara bertanggung jawab dalam sebuah pemerintahan yang mandiri, bebas, dan adil.KATA KUNCI: Pendidikan Kewarganegaraan; Kompetensi Warganegara; Pengembangan Guru; Sekolah Keguruan; Masyarakat Madani.  About the Authors: Nerissa S. Tantengco, Ph.D. is a Full Professor VI in the College of Teacher Development, Faculty of Behavioral and Social Sciences PNU (Philippine Normal University) in Manila, Philippines. Evangeline L. Martin, Ed.D. is currently an Associate Professor IV in the College of Teacher Development, Faculty of Behavioral and Social Sciences PNU in Manila, Philippines. Corresponding authors: tantengco.ns@pnu.edu.phHow to cite this article? Tantengco, Nerissa S. & Evangeline L. Martin. (2017). “Civic Competencies in Teacher Development among Normal Schools” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.10(1) May, pp.1-18. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press owned by ASPENSI, ISSN 1979-0112. Chronicle of the article: Accepted (August 15, 2016); Revised (December 30, 2016); and Published (May 30, 2017).
A Comparative Analysis of the Views of Zimbabwean Rural and Urban Adolescents on Children’s Household Work Mushoriwa, T.D.; Chitsamatanga, B.B.; Mbokochena, E
SOSIOHUMANIKA Vol 6, No 2 (2013)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: It is important to study children’s views on the household work they perform, because the studies, for example J.J. Goodnow (1996), have again and again demonstrated that the way children are brought up directly impacts on their future lives. How children are treated and the work that they are expected to accomplish in the home have a bearing on almost all aspects of their development. This article presents the results of a study on the views of rural and urban adolescents on children’s household work. Specifically, the study-tapped adolescents’ views regarding the age at which children should begin household work, the value of children’s household work, and whether children should be remunerated for doing household work. A total of 200 adolescents were involved in this study. Data were collected from the respondents through a questionnaire supplemented by interviews. A crosstab was used to report results in percentages. Generally, there was support for children’s household work, especially from rural respondents. The majority of the respondents felt that children should begin household work between 8 and 10 years and that they should not be paid for such work. The study recommended, among other things, that both rural and urban children should help with household chores, but they should be afforded opportunities to study and to play.KEY WORD: Household work, views of rural and urban adolescents, comparative analysis, Zimbabwean society, and study and play. RESUME: Artikel ini berjudul “Sebuah Analisis Perbandingan tentang Pandangan Remaja Pedesaan dan Perkotaan di Zimbabwe Mengenai Pekerjaan Anak dalam Rumah Tangga”. Sangat penting untuk mempelajari pandangan anak-anak pada pekerjaan rumah tangga mereka, karena studi-studi, misalnya J.J. Goodnow (1996), telah berulang kali menunjukkan bahwa cara anak-anak yang dibesarkan secara langsung berdampak pada kehidupan masa depan mereka. Bagaimana anak-anak diperlakukan dan pekerjaan yang harus mereka capai di rumah memiliki pengaruh pada hampir semua aspek perkembangan mereka. Artikel ini menyajikan hasil studi tentang pandangan remaja pedesaan dan perkotaan pada pekerjaan anak di rumah tangga mereka. Secara khusus, studi ini bertumpu pada pandangan remaja mengenai usia berapa anak-anak harus mulai bekerja dalam rumah tangga, nilai pekerjaan rumah tangga anak, dan apakah anak-anak harus dibayar untuk melakukan pekerjaan rumah tangga mereka. Sebanyak 200 remaja terlibat dalam penelitian ini. Data dikumpulkan dari responden melalui kuesioner yang dilengkapi dengan wawancara. Sebuah tabel silang digunakan untuk melaporkan hasil dalam persentase. Umumnya, ada dukungan untuk pekerjaan anak-anak dalam rumah tangga, terutama dari responden pedesaan. Mayoritas responden merasa bahwa anak-anak harus mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangga antara usia 8 dan 10 tahun dan bahwa mereka tidak harus dibayar untuk pekerjaan tersebut. Studi ini merekomendasikan, antara lain, bahwa anak-anak, baik di pedesaan maupun di perkotaan, harus membantu pekerjaan rumah tangga, tetapi mereka harus diberikan kesempatan untuk belajar dan bermain.KATA KUNCI: Pekerjaan rumah tangga, pandangan remaja pedesaan dan perkotaan, analisis komparatif, masyarakat Zimbabwe, serta belajar dan bermain.    About the Authors: Prof. Dr. T.D. Mushoriwa is a Lecturer at the Faculty of Education UFH (University of Fort Hare), Alice Campus 5700, South Africa; B.B. Chitsamatanga is a Lecturer at the Faculty of Education UFH; and E. Mbokochena is a Lecturer at the Women’s University in South Africa. The corresponding author is: Tmushoriwa@ufh.ac.zaHow to cite this article? Mushoriwa, T.D., B.B. Chitsamatanga & E. Mbokochena. (2013). “A Comparative Analysis of the Views of Zimbabwean Rural and Urban Adolescents on Children’s Household Work” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.6, No.2 [November], pp.117-124. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press owned by ASPENSI, ISSN 1979-0112. Chronicle of article: Accepted (September 5, 2013); Revised (October 9, 2013); and Published (November 20, 2013).    
The Rights Protection of Domestic Servant: A Case Study in the City of Bandung, Indonesia Komalasari, Kokom; Saripudin, Didin
SOSIOHUMANIKA Vol 1, No 2 (2008)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Pekerjaan pembantu rumah tangga mirip dengan imej tentang “jongos” yang harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada majikan. Pembantu rumah tangga, dengan demikian, merupakan pekerjaan yang rentan terhadap pelanggaran hak-hak pekerja. Namun hal ini tidak mengurangi ketertarikan para wanita dengan latar pendidikan yang rendah untuk terlibat dalam sektor kerja tersebut dikarenakan ianya tidak memerlukan kemampuan khusus dan modal uang. Selain itu, kesempatan untuk masuk dalam sektor ini juga terbuka luas seiring dengan perkembangan peran ganda wanita dan ketersediaan agen penyalur pembantu rumah tangga. Agen ini idealnya berpartisipasi dalam memberikan pengetahuan dan perlindungan kepada hak-hak pembantu rumah tangga dan menciptakan komitmen untuk melaksanakan kewajiban dalam hubungan kerja dengan majikan mereka. Berdasarkan studi kasus pada Yayayasan Sosial Purna Karya di kota Bandung, ditemukan beberapa fakta social, misalnya, bahwa (1) para pembantu rumah tangga memiliki latar belakang sosial dan ekonomi yang rendah; (2) kondisi lingkungan kerja tidak mencukupi bagi keselamatan social, kesehatan, jam kerja dan penghasilan; (3) agen penyalur pembantu rumah tangga memang dirasakan ada manfaatnya; serta (4) hingga saat ini belum ada perundangan khusus yang melindungi hak pembantu rumah tangga.Kata-kata kunci: pembantu rumah tangga, agen penyalur tenaga kerja, serta hak , kewajiban dan perlindungan pekerja.   About the Authors: Kokom Komalasari, M.Pd. is a Lecturer at the Department of Civic Education FPIPS Indonesia University of Education (UPI) in Bandung. She was born in Tasikmalaya, West Java, on October 1, 1972. She earned her B.A.Hons. in Education (S.Pd.) from IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Bandung in 1995; and Master of Education (M.Pd.) degree from UPI in Bandung in 1999. Her M.Pd. thesis focused on the correlation between learning process and law awarness. For academic purposes, she can be contacted at: komsari36@yahoo.co.id Didin Saripudin, M.Si. is a Lecturer at the Department of History Education FPIPS UPI in Bandung. He was born in Sukabumi, West Java, on May 6th, 1970. He earned his B.A.Hons. in Education (S.Pd.) from IKIP Bandung in 1995; and Master of Sociogy-Anthropology (M.Si.) degree from UNPAD (University of Padjadjaran) Bandung in 2003. He has written some books, such as Mobilitas dan Perubahan Sosial (Bandung: Masagi Foundation, 2005); and Masyarakat dan Pendidikan: Perspektif Sosiologi (Bangi: Penerbit UKM, 2008, co-author with Abdul Razaq Ahmad). For academic purposes, he can be contacted at: saripudinupi@yahoo.comHow to cite this article? Komalasari, Kokom & Didin Saripudin. (2008). “The Rights Protection of Domestic Servant: A Case Study in the City of Bandung, Indonesia” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.1, No.2 [November], pp.353-364. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, UPI Bandung, and UMS Kota Kinabalu, Malaysia, ISSN 1979-0112.Chronicle of the article: Accepted (July 22, 2008); Revised (September 25, 2008); and Published (November 20, 2008).
Menjadikan Lembaga Pendidikan sebagai Wadah Pembinaan Bahasa Daerah: Kajian terhadap Pembinaan Bahasa Sunda di Lembaga Pendidikan Kota Bandung Nurjanah, Nunuy
SOSIOHUMANIKA Vol 7, No 2 (2014)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RESUME: Penelitian ini mendeskripsikan kebijakan lembaga pendidikan terhadap pelajaran bahasa Sunda di Kota Bandung; penggunaan bahasa Sunda oleh guru/dosen di lembaga pendidikan Kota Bandung; penggunaan bahasa Sunda oleh siswa/mahasiswa di lembaga pendidikan Kota Bandung; serta penyelenggaraan pelajaran bahasa Sunda di lembaga pendidikan Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Subjek penelitiannya adalah Kepala Sekolah/Rektor/Dekan, Guru/Dosen, Siswa/Mahasiswa, dan lapisan masyarakat (orang tua siswa/mahasiswa). Hasil pembahasan menunjukkan: (1) Pelaksanaan pelajaran bahasa Sunda di Kota Bandung secara umum telah terlaksana; (2) Penguasaan dan penggunaan bahasa Sunda oleh guru/dosen di lembaga pendidikan Kota Bandung adalah 90%, baik; (3) Penguasaan dan penggunaan bahasa Sunda oleh siswa/mahasiswa di lembaga pendidikan Kota Bandung hanya 45% yang menguasai dengan baik; serta (4) Partisipasi masyarakat dalam pembelajaran bahasa, sastera, dan budaya Sunda memberikan sumbangan dana bagi pengadaan sarana pengajaran bahasa daerah.KATA KUNCI: Kebijakan pendidikan, penggunaan bahasa, pelajaran bahasa Sunda, masyarakat Sunda, dan lembaga pendidikan. ABSTRACT: “Making the Educational Institution as Medium for Developing the Local Language: A Study on Developing the Sundanese Language at the Educational Institution in Bandung City”. This study describes about the policy of educational institution towards the lessons of Sundanese language in Bandung; the use of Sundanese language by teachers/lecturers at the educational institutions in Bandung; the use of Sundanese language by pupil/student at the educational institutions in Bandung; and implementation of Sundanese language lessons at the educational institutions in Bandung. This study uses descriptive method. Research subjects are the Principal/Rector/Dean, Teacher/Lecturer, Student, and the community (parents’ students). The results of the study show: (1) the implementation of Sundanese language lessons in Bandung has generally been accomplished; (2) the Sundanese language acquisition and used by teachers/lecturers at the educational institutions Bandung are 90%, good; and (3) the acquisition and use of Sundanese languages by students at the educational institutions in Bandung are only 45%, not so good; and (4) the community participation in language learning, literature, and culture of Sundanese is to contribute funds for the provision of language teaching facilities.KEY WORD: Education policy, use of language, Sundanese language lesson, Sundanese community, and educational institution.About the Author: Dr. Nunuy Nurjanah adalah Dosen Senior di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI (Universitas Pendidikan Indonesia), Jalan Dr. Setiabudhi No.229 Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Alamat emel: nunuynurjanah81@yahoo.co.idHow to cite this article? Nurjanah, Nunuy. (2014). “Menjadikan Lembaga Pendidikan sebagai Wadah Pembinaan Bahasa Daerah: Kajian terhadap Pembinaan Bahasa Sunda di Lembaga Pendidikan Kota Bandung” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.7(2) November, pp.269-278. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, ISSN 1979-0112. Chronicle of the article: Accepted (May 6, 2014); Revised (August 31, 2014); and Published (November 20, 2014).
Sejarah Pemikiran Pandang ke Timur Semasa Era Tun Abdul Razak Iqbal, Uqbah
SOSIOHUMANIKA Vol 8, No 2 (2015)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RESUME: Kajian ini menganalisis sejarah pemikiran “Pandang ke Timur” di Malaysia antara tahun 1970 hingga 1976. Ia merupakan tempoh pentadbiran Tun Abdul Razak. Kaedah kajian yang digunakan adalah berdasarkan penelitian terhadap sumber-sumber yang diperolehi di Perpustakaan dan Arkib Negara Malaysia. Dalam tempoh lebih satu dekad selepas tahun 1945, tidak terdapat hubungan bilateral secara rasmi antara Jepun dan Persekutuan Tanah Melayu, kerana Tanah Melayu di bawah pendudukan British semula. Hubungan bilateral secara rasmi antara Persekutuan Tanah Melayu dengan Jepun hanya bermula apabila Kishi Nobosuke melawat Persekutuan Tanah Melayu pada tarikh 24 dan 25 November 1957. Hubungan ekonomi Malaysia dan Jepun diteruskan semasa zaman pentadbiran Tun Abdul Razak, apabila Bantuan Pembangunan Rasmi atau ODA (Official Development Assistance) Jepun disalurkan ke Malaysia bagi membiayai sebahagian besar projek pembangunan negara. Pemikiran “Pandang ke Timur” dilihat tidak mungkin lenyap selepas Perang Dunia II (1939-1945) sehingga tempoh pentadbiran Tun Hussein Onn, suatu jarak masa panjang selama 34 tahun. Semasa Tun Dr. Mahathir Mohamad meneruskan kesinambungan pemikiran “Pandang ke Timur”, yang membawa kepada pembentukan “Dasar Pandang ke Timur”, pelaburan Jepun di negara ini telahpun berkembang pesat dengan Jepun muncul sebagai rakan dagang utama Malaysia. Ini membawa kepada kepentingan kajian berkenaan dilakukan, kerana tiada kajian sebelumnya yang pernah merungkai sejarah pemikiran “Pandang ke Timur” semasa zaman pentadbiran Tun Abdul Razak. KATA KUNCI: Ekonomi, Jepun, pemikiran “Pandang ke Timur”, Malaysia, hubungan bilateral, pentadbiran Tun Abdul Razak, dan rakan dagang utama. ABSTRACT: “The History of the Look to the East’s Idea during the Era of Tun Abdul Razak”. This study analyzes the history of the “Look to the East” idea in Malaysia between 1970 to 1976. It is the period of Tun Abdul Razak administration. The method used in this study is based on the method of observation of the resources available at the Library and the National Archives of Malaysia. Over a decade after 1945, there were no official bilateral relations between Japan and the Federation of Malaya, due to Malaya under British occupation again. Official bilateral relation between the Federation of Malaya and Japan only starts when Kishi Nobosuke visit the Federation of Malaya on 24 and 25 November 1957. Malaysia and Japan economic relations continued during the administration of Tun Abdul Razak, when Japan’s Official Development Assistance (ODA) channeled to Malaysia to finance the bulk of the countrys development projects. The “Look to the East” idea seen unlikely to fade after the Second World War (1939-1945) until the period of Tun Hussein Onn administration, a long time period for 34 years. When Tun Dr. Mahathir Mohamad continued the “Look to the East” idea, that led to the formation of the “Look to the East Policy”, Japanese investment in the country has grown with Japan emerged as Malaysia’s major trading partner. This leads to the importance of this study, due to there are no previous study tracing the history of the “Look to the East” idea during the administration of Tun Abdul Razak.KEY WORD: Economics, Japan, idea of “Look to the East”, Malaysia, bilateral relation, administration of Tun Abdul Razak, and major trading partner.About the Author: Dr. Uqbah Iqbal ialah Penyelidik di Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia), Kampus UKM, 43650 Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia. Bagi urusan sebarang akademik, penulis boleh dihubungi dengan alamat emel: uqbah@siswa.ukm.edu.myHow to cite this article? Iqbal, Uqbah. (2015). “Sejarah Pemikiran Pandang ke Timur Semasa Era Tun Abdul Razak” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.8(2) November, pp.205-216. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press and UNIPA Surabaya, ISSN 1979-0112. Chronicle of the article: Accepted (August 31, 2015); Revised (October 5, 2015); and Published (November 30, 2015).
The Utilization of Information and Communication Technology among Islamic Secondary School Teachers in Malaysia Rashid, Adnan Abd
SOSIOHUMANIKA Vol 4, No 2 (2011)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: Malaysia has implemented the first computer system in 1966. Since then, the government – through Ministry of Education – has introduced various initiatives to facilitate the adoption and diffusion of Information and Communication Technology (ICT). In line with the Vision 2020, Ministry of Education has draft ways so as to integrate ICT into education system. Malaysian government has invested millions of Ringgit for the usage of ICT in education. The investments include the building of computer labs, supplying of PCs, and related peripherals, training of teachers, and development of instructional material. The research will concentrate on the utilization, self-efficacy, integration, and satisfactory level of the Islamic Religious Secondary School teachers of Malaysia. Although there are only 55 of such schools but these schools are actually a sought after schools by parents due to its capability of producing leaders academically as well as spiritually. The study will deal with issues such as self-efficacy, utilization, and training needs/provided as well as the integration of ICT in teaching and learning. The analysis is adopting principle component analysis to determine the predictors of the underlying variables as well the use of Structural Equation Modeling (SEM) to strengthen the analysis. Key words: Information and communication technology, K-economy, teachers of Malaysia, and competences in teaching and learning.About the Author: Assoc. Prof. Dr. Adnan Abd Rashid is Senior Lecturer at the Institute of Education IIUM (International Islamic University of Malaysia), Jalan Gombak, 53100 Kuala Lumpur, Malaysia. He can be reached at: adnan@iiu.edu.my and arashid@isesco.org.maHow to cite this article? Rashid, Adnan Abd. (2011). “The Utilization of Information and Communication Technology among Islamic Secondary School Teachers in Malaysia” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.4, No.2 [November], pp.145-158. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press owned by ASPENSI, ISSN 1979-0112. Chronicle of article: Accepted (September 15, 2011); Revised (October 20, 2011); and Published (November 20, 2011).    
Keterlibatan Simbol Tradisi sebagai Stimulus bagi Anak-anak dalam Proses Mempelajari Budaya Bali Julianto, I Nyoman Larry; Sachari, Agus
SOSIOHUMANIKA Vol 9, No 2 (2016)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RESUME: Memahami simbol tradisi (aksara Bali), sebagai bagian dari budaya Bali, sangatlah penting, karena ketika pengetahuan budaya Bali semakin memudar, maka bayangan “kehancuran” budaya Bali semakin dekat. Masalahnya adalah adanya kesulitan “memindahkan” pengetahuan budaya Bali kepada generasi sekarang melalui sebuah media. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep pemanfaatan keterlibatan dari simbol tradisi sebagai elemen proses komunikasi, melalui sebuah “video game”. Fungsi “video game” dalam konsep ini adalah sebagai media kreatif yang mampu memberikan stimulus dalam upaya untuk meningkatkan minat siswa SD (Sekolah Dasar) dalam mempelajari budaya Bali. Melalui metode penelitian kualitatif dengan pendekatan wacana dalam eksperimen penelitian ini diperoleh karakteristik sebuah konsep “video game” yang mampu memberikan motivasi secara implisit kepada anak-anak dalam proses menikmati media komunikasi visual. Dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa dengan terwujudnya sebuah konsep, logika narasi, dan strategi visual sebuah “video game” yang mampu mengubah jalan pikiran anak-anak, mengakibatkan terjadinya respon dari stimulus yang dihasilkan pada visualisasi konsep “video game”. Adapun tolok ukur keberhasilan dari konsep yang divisualisasikan kedalam “video game” tersebut, yakni terbukti anak-anak berupaya untuk berinteraksi langsung dengan para pelaku budaya yang sebenarnya, setelah mereka menikmati situasi dan kondisi berinteraksi dalam beberapa waktu dengan “video game” yang diberi judul “Belajar Budaya Bali”.KATA KUNCI: Simbol Tradisi; Video Game; Stimulus; Anak-anak; Budaya Bali. ABSTRACT: “The Involvement of Tradition Symbol as Stimulus for Children in the Process of Learning Balinese Culture”. Understanding symbol of tradition (Balinese script) as part of Balinese culture is very important, because when knowledge of Balinese culture faded, then shadow of “destruction” of Balinese culture is getting closer. The problem is difficulty of “transferring” knowledge of Balinese culture to the current generation through a medium. This research aims to find the concept of utilization of the involvement of tradition symbol as element of communication process, through a video game. The function of video game, in this concept, is a creative medium that is capable of providing the stimulus in an effort to increase the interest of Elementary School students to learn the Balinese culture. Through qualitative research method with discourse approach in experiment of this research, obtained the characteristics of a video game concept that could motivate children implicitly in the process of enjoying the visual communication media. From the result of this research, it can be stated that with the realization of a concept, the logic narration, and visual strategy of a video game that is able to change the state of mind of children, resulted in a response from the stimulus which is generated on the visualization of video games concept. The benchmark of success of the concept, which is visualized into a video game, is that children attempted to interact directly with the real cultural actors, after they enjoy situation and condition interact in some time with a video game entitled “Learning Balinese Culture”. KEY WORD: Symbol of Tradition; Video Game; Stimulus; Children; Balinese Culture.  About the Authors: I Nyoman Larry Julianto adalah Dosen di Program Studi Desain Komunikasi Visual ISI (Institut Seni Indonesia), Jalan Nusa Indah, Denpasar 80235, Bali, Indonesia. Dr. Agus Sachari adalah Dosen di Program Studi Desain Produk ITB (Institut Teknologi Bandung), Jalan Ganesha No.10 Tamansari, Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Alamat emel penulis: larry_smartdesign@ymail.comHow to cite this article? Julianto, I Nyoman Larry & Agus Sachari. (2016). “Keterlibatan Simbol Tradisi sebagai Stimulus bagi Anak-anak dalam Proses Mempelajari Budaya Bali” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.9(2) November, pp.249-268. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press and UPI Bandung, ISSN 1979-0112. Chronicle of the article: Accepted (January 30, 2016); Revised (July 30, 2016); and Published (November 30, 2016).
Karakter Budaya Sains Asli dan Karakter Budaya Sains Modern pada Pelajar Sekolah Menengah Atas di Sumatera Barat, Indonesia Har, Erman
SOSIOHUMANIKA Vol 6, No 1 (2013)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RESUME: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap KBSA (Karakter Budaya Sains Asli) dan KBSM (Karakter Budaya Sains Modern), membandingkan KBSA dan KBSM berdasarkan jenis kelamin dan lokasi sekolah pelajar SMA (Sekolah Menengah Atas), serta melihat sumbangan KBSM terhadap KBSA pada para pelajar SMA di Sumatera Barat, Indonesia. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random, sebanyak 324 orang telah dapat memberikan respons sebagai sampel penelitian yang berasal dari empat zona dengan jumlah sampel ditentukan secara “proporsional sampling”. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analisis inferensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KBSA pelajar SMA, baik di kota maupun di pinggir kota, berada pada tahap yang sederhana. Manakala KBSM pelajar SMA, baik di kota maupun di pinggir kota, berada pada tahap yang tinggi. Uji-t terhadap KBSM antara pelajar lelaki dengan pelajar perempuan yang berada di kota tidak terdapat perbedaan yang signifikan; sedangkan KBSM antara pelajar lelaki dengan  pelajar perempuan yang berada di pinggir kota terdapat perbedaan yang signifikan. KBSA antara pelajar lelaki dengan pelajar perempuan yang berada di kota terdapat perbedaan yang signifikan. Manakala KBSA antara pelajar lelaki dengan pelajar perempuan yang berada di pinggir kota juga terdapat perbedaan yang signifikan. Analisis regresi berganda menunjukkan terdapat sumbangan yang signifikan KBSM terhadap KBSA. Oleh sebab itu, perlu penekanan terhadap KBSM dalam muatan kurikulum sains di SMA.KATA KUNCI: Karakter budaya sains asli, karakter budaya sains modern, pelajar SMA, Sumatera Barat, dan kurikulum sains. ABSTRACT: This article entitled “Cultural Characters of Original Science and Modern Science at the Senior High School’s Students in West Sumatera, Indonesia”. The aims of study are to determine the stage of CCOS (Cultural Character of Original Science) and CCMS (Cultural Character of Modern Science), to compare them based on gender and location of SHS (Senior High School)’s students, as well as to see the contribution of CCMS towards CCOS at the students in West Sumatera, Indonesia. Method used by taking random sample, a total of 324 people have been able to respond as the study sample came from four zone determined by the number of samples in proportional. Data analysis is descriptive and inferential. Research findings showed that CCOS of SHS students in the city as well as in the outskirts are at a moderate level. While CCMS of SHS students in the city as well as in the outskirts are at a high level. The CCMS t-test between male students with female students residing in the city, there is no significant difference; while CCMS among male students with female students in the suburban, there is a significant difference. The CCOS among male students with female students residing in the city, there is a significant difference. While CCOS between male students with female students in the suburbs, there is a significant difference. Multiple regression analysis showed that there is a significant contribution of CCMS towards CCOS. Therefore, it is necessary to emphasis CCMS in the science curriculum at the SHS.KEY WORD: Cultural character of original science, cultural character of modern science, senior high school’s student, West Sumatera, and science curriculum.About the Author: Dr. Erman Har adalah Dosen Senior di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UBH (Universitas Bung Hatta) di Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Alamat emel: mr.ermanhar@yahoo.comHow to cite this article? Har, Erman. (2013). “Karakter Budaya Sains Asli dan Karakter Budaya Sains Modern pada Pelajar Sekolah Menengah Atas di Sumatera Barat, Indonesia” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.6, No.1 [Mei], pp.13-26. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press owned by ASPENSI, ISSN 1979-0112. Chronicle of article: Accepted (March 3, 2013); Revised (April 5, 2013); and Published (May 20, 2013).    
Nasionalisme dan Persoalan Identiti Politik di Sempadan: Kajian Kes Komuniti Murut Bantul, Daerah Nabawan, Sabah Othman, Zaini
SOSIOHUMANIKA Vol 1, No 1 (2008)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: In today’s age of information, the issue of national identity and a nation’s security seems to be at stake and frequently challenged in various manners. The process of globalization has generated massive degree of openness that straddles national boundaries and thus takes its toll on national identity and security. Contemporary scholars such as Robertson (1992), Giddens (1990) and Ohmae (1995) reiterate that the phenomenon of globalization has brought up some kind of community with diverse socio-cultural backgrounds. As the world is becoming integrated, nationalism is said to be on the decline. To dwell on this argument, this article seeks to analyze the feeling of nationalism among the community in border areas of Sabah (Malaysia) and Kalimantan Timur (Indonesia). Focusing on the Murut community in a village called Bantul in Nabawan, Sabah, the writer undertakes to assess the community’s sense of values, norms and political self-identity with respect to nationalism in Malaysia. In doing so, this study was done by focusing and examining the historical socio-political stage of ethnic identity formation in Sabah through casual effect factors from its early stages until to date. This study concludes that ethnic identity at the border, if not carefully guarded would likely emerge as a political threat to the national stability.Key words: nationalism, ethnic identity, globalization, border culture and social integration in Sabah, Malaysia.About the Author: Zaini Othman, M.A. ialah Pensyarah Hubungan Antarabangsa di Sekolah Sains Sosial UMS (Universiti Malaysia Sabah). Beliau dilahirkan di Pasir Mas, Kelantan pada 27hb April 1967. Memperolehi ijazah pertama dalam bidang Sains Politik dari UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia) Bangi, pada tahun 1991; dan ijazah Sarjana (M.A.) dari University of Manchester, United Kingdom (1993-1995) dalam jurusan Pembangunan Politik & Ekonomi Politik Antarabangsa. Antara hasil penulisan beliau ialah Kenegaraan Malaysia (Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 2005); Demokrasi, Kepimpinan & Keselamatan dalam Politik Malaysia (Bangi: Penerbit UKM, 2006); “Barisan Nasional dan Persoalan Hegemoni Politik” dalam Jebat: Jurnal Jabatan Sejarah (Bangi: FSSK-UKM, 2003); dan “Elections in Democratic Hegemonic State” dalam JATI: Jurnal Ilmu Sosial (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2007). Beliau juga telah membentang dan menyertai pelbagai seminar, samada di peringkat domestik ataupun antarabangsa. Bersabit kepentingan akademik, beliau boleh dihubungi dengan alamat e-mail: zo@ums.edu.my atau znothman@yahoo.comHow to cite this article? Othman, Zaini. (2008). “Nasionalisme dan Persoalan Identiti Politik di Sempadan: Kajian Kes Komuniti Murut Bantul, Daerah Nabawan, Sabah” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.1, No.1 [Mei]. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, UPI Bandung, and UMS Kota Kinabalu, Malaysia, ISSN 1979-0112, pp.141-166.Chronicle of the article: Accepted (January 10, 2008); Revised (April 10, 2008); and Published (May 20, 2008).
Diplomasi dan Ekspedisi Militer Belanda terhadap Tiga Kerajaan Lokal di Sulawesi Selatan, 1824-1860 Latif, Abd
SOSIOHUMANIKA Vol 7, No 2 (2014)
Publisher : ASPENSI in Bandung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RESUME: Pada pertengahan tahun 1824, Belanda tidak puas melihat Bone menjadi satu-satunya pemegang hegemoni politik di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, pada Juli 1824, Gubernur Jenderal Belanda, yang berkedudukan di Batavia (sekarang Jakarta), datang ke Makassar untuk bermusyawarah dengan raja-raja di Sulawesi Selatan untuk menetapkan struktur politik baru yang sebelumnya telah dirancang secara sepihak oleh Belanda. Dalam rancangan itu, Belanda diletakkan di atas puncak struktur politik, sedangkan Bone dan kerajaan-kerajaan lokal lainnya berada di bawahnya. Kajian ini menggunakan analisis isi terhadap manuskrip lokal yang disebut “lontaraq” dan analisis terhadap beberapa sumber kedua. Kajian ini menemukan bahwa Sidenreng yang terletak di tengah Sulawesi Selatan, Gowa, dan kerajaan-kerajaan yang terletak di selatan Makassar menyetujui rancangan struktur politik, yang diputuskan dalam Kontrak Bungaya yang Diperbaharui pada 27 Agustus 1824. Kontrak Bungaya yang Diperbaharui ini memberi kesempatan kepada Sidenreng, Gowa, dan kerajaan-kerajaan kecil di selatan Makassar untuk menarik diri (merdeka) dari pengaruh politik Bone. Sebaliknya, Raja Bone, Raja Tanete, dan Raja Suppa tidak menyetujui Kontrak Bungaya yang Diperbaharui, karena kontrak itu berakibat pada berkurangnya pengaruh politik Bone terhadap semua kerajaan lokal di Sulawesi Selatan. Kata Kunci: Diplomasi, Kontrak Bungaya yang Diperbaharui, struktur politik, diplomasi, ekspedisi militer Belanda, kerajaan lokal, dan Sulawesi Selatan. ABSTRACT: “The Dutch Diplomacy and Military Expedition against the Three Local Kingdoms in South Sulawesi, 1824-1860”. In mid-1824, the Dutch was unhappy to see Bone became the sole political hegemony in South Sulawesi. Therefore, in July 1824, the Governor-General of the Netherlands, located in Batavia (now Jakarta), came to Makassar for consultation with the kings of the South Sulawesi to establish the new political structures that have previously been designed unilaterally by the Dutch. In the draft, the Dutch was placed as top of the political structure, while Bone and other local kingdoms beneath it. This study uses a content analysis of local manuscripts called "lontaraq" and analysis of some secondary sources. This study found that Sidenreng located in the center of South Sulawesi, Gowa, and kingdoms located in the southern Makassar approve the draft of political structure that be decided under the Bungaya Contract which was renewed on August 27, 1824. This revised Bungaya Contract gave an opportunity to Sidenreng, Gowa, and small kingdoms in the south of Makassar to withdraw (free) from the political influence of Bone. Instead, King of Bone, King of Tanete, and King of Suppa did not approve the renewed Bungaya Contract, because the contract resulted in minimising the political influence of Bone to all the local kingdoms in South Sulawesi.KEY WORD: Diplomacy, renewed Bungaya Contract, political structure, diplomacy, Netherlands military expedition, local kingdom, and South Sulawesi.About the Author: Dr. Abd Latif adalah Dosen di Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UNHAS (Universitas Hasanuddin) Makassar, Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Untuk kepentingan akademik, penulis bisa dihubungi dengan alamat e-mail: latifunhas@hotmail.com How to cite this article? Latif, Abd. (2014). “Diplomasi dan Ekspedisi Militer Belanda terhadap Tiga Kerajaan Lokal di Sulawesi Selatan, 1824-1860” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.7(2) November, pp.159-174. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, UNHAS Makassar, and UNIPA Surabaya, ISSN 1979-0112. Chronicle of the article: Accepted (May 27, 2014); Revised (August 27, 2014); and Published (November 20, 2014).

Page 9 of 21 | Total Record : 208