cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 763 Documents
EVALUASI RESPONS PERTUMBUHAN DAN NILAI HERITABILITAS IKAN NILA MERAH F-2 HASIL SELEKSI FAMILI PADA TAMBAK BERSALINITAS TINGGI Adam Robisalmi; Priadi Setyawan; Bambang Gunadi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 3 (2015): (September 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.816 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.3.2015.313-323

Abstract

Dalam rangka peningkatan produksi ikan nila, maka dilakukan kegiatan pembentukan ikan nila toleran salinitas tinggi strain nila merah yang tumbuh cepat di perairan payau. Kegiatan perbaikan genetik pada ikan nila merah ini dilakukan melalui jalur seleksi famili. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan bobot dan mengetahui heritabilitas nyata ikan nila merah F-2 di tambak. Pembenihan dilakukan di air tawar menggunakan metode pemijahan secara fullsib dengan perbandingan induk jantan dan betina1:1. Jumlah famili yang dipelihara sampai pembesaran di tambak adalah 16 famili. Sebelum penebaran di tambak, benih ikan nila merah diaklimatisasi dengan air laut sebanyak 5 salinitas 25 ppt. Kegiatan uji respons seleksi dilakukan di tambak bersalinitas 25-45 ppt selama tiga bulan. Selama pembesaran populasi jantan dan betina dipelihara secara terpisah. Parameter yang diamati adalah: pertumbuhan, nilai heritabilitas nyata, dan respons seleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi F-2 ikan nila merah seleksi mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding populasi F-2 kontrol. Nilai pertumbuhan bobot mutlak populasi jantan sebesar 100,37±7,43 g dengan laju pertumbuhan spesifik 1,44% bobot/hari dan pertumbuhan bobot mutlak populasi betina 80,85±3,62 g dengan pertumbuhan spesifik 1,5% bobot/hari. Nilai selisih bobot seleksi dengan kontrol pada populasi jantan 19,23 g dan betina 17,57 g. Nilai heritabilitas nyata yang diperoleh populasi F-2 ikan nila merah jantan dan betina sebesar 0,34 dan 0,41 dengan respons seleksi 18,10% dan 21,70%.
PENGEMBANGAN TEKNIK DIAGNOSA PENYAKIT EPIZOOTIC ULCERATIVE SYNDROME (EUS) PADA IKAN MELALUI PENDEKATAN GEJALA KLINIS, ISOLASI PATOGEN, HISTOPATOLOGIS Ade Nurdin; Khumaira Puspasari; Eka Nurdian; Tina Y. Asri; Taukhid Taukhid
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.305 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.257-267

Abstract

Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS) adalah penyakit pada ikan yang disebabkan oleh infeksi jamur parasitik Aphanomyces invadans. Penelitian ini bertujuan untuk mendiagnosa patogen penyebab penyakit EUS melalui perpaduan 3 (tiga) basis pendekatan, yaitu: (1) gejala klinis, (2), isolasi patogen, dan (3) histopatologis. Sebanyak 30 ekor ikan uji diinfeksi spora jamur A. invadans secara buatan sebanyak 100 spora/ekor ikan melalui penyuntikan secara intra muskular (IM), dan 30 ekor lainnya diinjeksi dengan phosphate buffered saline (PBS) sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala klinis yang muncul adalah timbulnya bercak-bercak merah pada tubuh ikan, selanjutnya berkembang menjadi ulser (ulcer) karena invasi hifa cendawan ke dalam otot/daging ikan. Hasil isolasi jamur dari ulser ditemukan adanya hifa aseptat dengan diameter 7,5-10,0 μm; memproduksi zoospora primer berbentuk cluster achloyd dan zoospora sekunder berbentuk biflagellata. Secara histopatologis ditemukan adanya invasi hifa dan sel granuloma (mycotic dermatitis granulomatosis).
PENGARUH PERBEDAAN WAKTU APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR DAN SINTASAN PASCA LARVA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Muliani Muliani; Nurbaya Nurbaya; Muharijadi Atmomarsono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 1 (2010): (April 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.691 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.1.2010.91-102

Abstract

Penelitian ditujukan untuk mengetahui pengaruh waktu pemberian probiotik yang berbeda terhadap perubahan kualitas air dan sintasan udang windu dalam skala laboratorium. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Basah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP), Maros menggunakan 21 buah akuarium berukuran 40 cm x 30 cm x 27 cm yang diisi tanah tambak setebal 10 cm dan air laut salinitas 28 ppt sebanyak 15 L serta 30 ekor pascalarva udang windu. Probiotik yang digunakan adalah kombinasi BL542+BT951+MY1112 dengan perlakuan; (A) aplikasi probiotik pada awal sampai akhir penelitian; (B) aplikasi probiotik pada minggu ke-II sampai akhir penelitian; (C) aplikasi probiotik pada minggu ke-IV sampai akhir penelitian; (D) aplikasi probiotik pada minggu ke-VI sampai akhir penelitian; (E) aplikasi probiotik pada minggu ke-VIII sampai akhir penelitian; (F) aplikasi probiotik pada minggu ke X sampai akhir penelitian; (G) kontrol (tanpa probiotik), masing-masing diulang 3 kali. Penelitian berlangsung selama 12 minggu. Pengamatan parameter kualitas air dilakukan setiap 2 minggu yang meliputi; total bakteri, total Vibrio spp., BOT, NH3-N, NO2-N, NO3-N, PO4-P. Sedangkan pengamatan sintasan udang windu dilakukan pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi probiotik pada minggu ke-IV dapat menekan konsentrasi BOT dan NH3-N, menurunkan total Vibrio sp. sehingga berdampak kepada peningkatan sintasan udang windu
PERFORMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL, GENETICALLY MALE DAN YY PADA FASE PENDEDERAN PERTAMA Odang Carman; Aulia Saputra; Alimuddin Alimuddin; Maskur Maskur; Dian R Herdianto; Ratu Siti Aliah; Komar Sumantadinata; Tristiana Yuniarti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 1 (2009): (April 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.049 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.1.2009.33-38

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji performa ikan nila hasil sex reversal (SRV), genetically male tilapia (GMT), dan YY pada fase pendederan pertama di akuarium. Benih ikan dipelihara selama 22 hari, dari umur 6 hari hingga 28 hari. Parameter yang diamati meliputi tingkat sintasan, persentase ikan jantan, laju pertumbuhan, dan biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat sintasan tidak berbeda (P>0,05) antar ketiga kelompok ikan dan kontrol (KN), berkisar antara 85,30%--86,20%. Persentase ikan jantan antara SRV (94,5% ± 1,32%) vs. GMT (93,8% ± 1,25%) dan GMT vs. YY (90,2% ± 1,83%) tidak berbeda (P>0,05), sedangkan antara SRV lebih tinggi daripada YY (P<0,05). Persentase ikan jantan pada ketiga kelompok ikan tersebut lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan KN (56,9% ± 3,62%). Pertumbuhan ikan YY dan GMT lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan ikan SRV dan kontrol (KN). Bobot rata-rata ikan YY pada akhir penelitian mencapai 485 mg, ikan GMT 456 mg, ikan SRV 379 mg dan kontrol 342 mg. Produksi biomassa ikan YY, GMT, dan SRV masing-masing sebesar 41,3%; 32,9%; dan 10,3% lebih tinggi dibandingkan dengan KN. Dengan performa yang tinggi dan pertimbangan teknis di lapangan, benih GMT merupakan alternatif yang baik untuk dibudidayakan dalam rangka meningkatkan produksi ikan nila.The experiment was conducted to determine the performance of sex reversed (SRV), genetically male tilapia (GMT), and YY tilapia on first nursery phase in aquarium. Fry were reared for 22 days, from 6 to 28 days-old. Survival rate, percentage of male fish, growth rate and biomass were observed. The result of the study showed that survival rate among fish group and control were similar (P>0.05), ranged from 85.30%-86.20%. Percentage of male fish between SRV (94.5% ± 1.32%) versus GMT (93.8% ± 1.25%) and GMT versus YY (90.2% ± 1.83%) were also similar (P>0.05), while SRV is higher than YY (P<0.05). Percentage of male fish in the three fish groups was higher than that of control (56.9% ± 3.62%). Growth of YY fish and GMT were higher compared to SRV and control fish (KN). The mean weight of YY fish at the end of the experiment reached 476 mg, GMT fish 447 mg, SRV fish 379 mg and control 342 mg. Biomass of YY, GMT and SRV fish were respectively higher by 41.3%, 32.9%, and 10.3% compared to control. With high performance and technical consideration in farm, GMT fish can be a potential alternative to be cultured in fish farm in order to increase aquaculture production of nile tilapia.
KARAKTERISASI EMPAT POPULASI IKAN GURAMI (Osphronemus goramy Lac.) DAN PERSILANGANNYA BERDASARKAN METODE TRUSS MORFOMETRIKS Suharyanto Suharyanto; Rita Febrianti; Sularto Sularto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (545.575 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.2.2016.125-135

Abstract

Tahap awal yang dilakukan dalam rangka pembentukan populasi ikan gurami cepat tumbuh adalah koleksi dan karakterisasi populasi-populasi ikan gurami yang akan digunakan sebagai sumber genetik pembentukan varietas tersebut. Kegiatan ini dilakukan untuk mengevaluasi keragaman morfologi dan hubungan kekerabatan empat populasi ikan gurami, yaitu Jambi (J), Kalimantan Selatan (K), Majalengka (M), dan Tasikmalaya (T). Metode truss morfometrik digunakan untuk karakterisasi morfologi dilanjutkan dengan analisis komponen utama (principal component analysis) dan analisis pengelompokan (cluster analysis). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa diagram pencar populasi ikan gurami tanpa melihat jenis kelamin menunjukkan adanya pengelompokan populasi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama adalah persilangan JxM dan MxK, sedangkan kelompok kedua terdiri atas persilangan JxK, KxJ, TxJ, KxM, MxJ, KxT, galur murni KxK, JxJ, MxM, dan TxT. Hal tersebut terjadi pula pada populasi jantan. Populasi betina menunjukkan JxK dan MxK terpisah berdasarkan karakter A2 (dahi-pangkal sirip punggung) dan A3 (pangkal sirip punggung-pangkal sirip perut). Indeks kesamaan tertinggi dalam 12 populasi diperoleh pada populasi Jambi dan Majalengka berturut-turut sebesar 94,00% dan 92,00%; sedangkan indeks kesamaan terendah diperoleh pada populasi TJ sebesar 72,00%. Ikan gurami ukuran konsumsi terdapat empat kelompok besar berdasarkan bentuk badannya. Dua kelompok pada galur murni menunjukkan populasi galur murni Kalimantan, Majalengka, dan Tasikmalaya kekerabatannya dekat, akan tetapi dengan Jambi memiliki kekerabatan yang jauh. Dua kelompok lainnya pada populasi persilangan, yaitu: persilangan JxM dan MxK dan kelompok lainnya adalah persilangan KxJ, KxM, JxK, TxJ, MxJ, dan KxT. Populasi galur murni dan persilangan memiliki jarak genetik yang jauh, sehingga populasi galur murni dan persilangan itu berbeda.The first step in breeding program towards generating fast-growing strain of giant gourami is the collection and characterization of giant gourami populations have been used as a genetic source. Giant gourami had been collected from South Kalimantan, Jambi, Majalengka, and Tasikmalaya. The aim of this experiment was to determine the morphological diversity among these collected populations using truss morphometric method. Principal component analysis followed by cluster analysis were used to identify the pattern of morphological variability among populations and varieties. The results showed that dendrogram populations of giant gourami regardless of gender showed a grouping of some of the population into two groups: the first group was J×M and M×K crosses, while the second population consisted of: Jambi Kalimantan (J×K), Kalimantan Jambi (K×J), Tasikmalaya Jambi (T×J), Kalimantan Majalengka (K×M), Majalengka Jambi (M×J), Kalimantan Tasikmalaya (K×T), purebred Kalimantan (K×K), Jambi (J×J), Majalengka (M×M), and Tasikmalaya (T×T). This was true for the male population. Female population showed J×K and M×K apart, the difference lies in the character of the forehead-base of the dorsal fin (A2) and the base of the dorsal fin-fin base stomach (A3). The highest similarity index was found Jambi (94.00%) Majalengka (92.00%) populations, while the lowest similarity index was T×J (72.00%). At market size of the consumption of giant gourami there are four major groups, based on the shape of the body. Two groups on pure strains showed a population of pure lines Kalimantan, Majalengka, and Tasikmalaya close kinship, but Jambi had a distant kinship. Two other groups in the population crosses, namely: cross J×M and M×K and the other group was a cross K×J, M×K, J×K, T×J, M×J, and K×T. The population of pure lines and crosses had a genetic distance away, so that the population of pure lines and crosses were different.
PENGARUH KEPADATAN TERHADAP SINTASAN, PERTUMBUHAN, DAN GAMBARAN DARAH BENIH IKAN BETUTU Oxyeleotris marmorata Tri Heru Prihadi; Adang Saputra; Gleni Hasan Huwoyon; Brata Pantjara
Jurnal Riset Akuakultur Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.643 KB) | DOI: 10.15578/jra.12.4.2017.341-350

Abstract

Ikan betutu Oxyeleotris marmorata merupakan ikan lokal potensial menjadi komoditas budidaya. Performa pertumbuhan dan sintasan dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan padat tebar. Tujuan penelitian adalah menentukan padat tebar yang menghasilkan sintasan dan pertumbuhan tinggi, serta respons fisiologis terbaik. Kolam yang digunakan berukuran 2 m x 1 m x 1 m dan diisi air 1 m3. Perlakuan yang diuji adalah kepadatan 50 ekor/m3, 100 ekor/m3, dan 150 ekor/m3. Ukuran benih yang digunakan 4,24 ± 0,58 cm dengan bobot 2,74 ± 0,45 g. Selama 60 hari masa pemeliharaan, pakan yang diberikan adalah cacing sutra Tubifex sp. secara sekenyangnya. Hasil penelitian menunjukkan sintasan benih ikan betutu yang dipelihara pada berbagai padat tebar tidak berbeda secara nyata, pertumbuhan spesifik panjang (1,50 ± 0,37%/hari) dan bobot total benih ikan betutu (1,95 ± 0,32%/hari) tertinggi, dan perubah respons fisiologis berupa gambaran darah paling stabil dicapai pada padat tebar 50 ekor/m3, serta biomassa tertinggi dicapai pada kepadatan 150/m3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk melakukan pendederan ikan betutu secara terkontrol.Sand goby, Oxyeleotris marmorata is a potential fish species for aquaculture in Indonesia. However, the growth performance and survival rate of the fish seed are still low. Such challenges could be solved through the optimization of stocking density of the fish. The research objective was to determine the optimal stocking density to produce high growth and survival rate, as well as the best physiological response. The ponds used in this experiment were 2 m x 1 m x 1 m in size (water volume: 1 m3). The stocking density treatments were 50, 100, and 150 individual/m3. The initial fish length average was 4.24 ± 0.58 cm, with the initial body weight average of 2.74 ± 0.45 g. During 60 days of rearing period, the fish were fed with Tubifex sp. ad libitum. The results showed that the survival rates on different stocking densities were not significantly different. The highest specific growth on length (1.50 ± 0.37%/day) and body weight total (1.95 ± 0.32%/day) and the most stable physiological response related to its hematological parameters were achieved by seed stocked at 50 individuals/m3. The best biomass total was achieved by seed stocked at 150 individuals/m3. The result of this study could be applied as basic information to culture sand goby in a controlled environment.
TOKSISITAS SERTA POTENSI BIOAKUMULASI DAN BIOELIMINASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN PADA IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Imam Taufik; Eri Setiadi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 1 (2012): (April 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (80.031 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.1.2012.131-143

Abstract

Penggunaan insektisida endosulfan dalam bidang pertanian berpotensi untuk mencemari sumberdaya dan lingkungan perikanan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui toksisitas serta potensi bioakumulasi dan bioeliminasi insektisida endosulfan pada ikan mas. Hewan uji adalah ikan mas berukuran panjang total 3,65 ± 0,247 cm dengan bobot badan 0,81±0,098 g/ekor, bahan uji berupa formulasi insektisida dengan bahan aktif endosulfan 350 g/L. Dilakukan uji toksisitas letal (LC50) dengan metode bioassay untuk waktu pemaparan 24, 48, 72, dan 96 jam; uji bioakumulasi dengan cara memaparkan ikan mas dalam larutan endosulfan pada konsentrasi 0%,10%, 30%, dan 50% dari nilai LC50-96 jam; uji bioeliminasi untuk waktu pemaparan dalam air bersih selama 5, 10, dan 15 hari. Analisis konsentrasi endosulfan dalam air dan ikan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan gas kromatografi (GC). Hasil menunjukkan bahwa: insektisida endosulfan bersifat sangat toksik terhadap ikan mas dengan nilai LC50-96 jam sebesar 2,42 (2,20-2,65) µg/L; bioakumulasi meningkat dengan bertambahnya konsentrasi dan waktu pemaparan hingga mencapai steady state; semakin tinggi konsentrasi endosulfan dalam air maka nilai biokonsentrasi faktor (BCF) akan semakin rendah dan nilai bioeliminasi endosulfan dalam tubuh ikan mas sebesar 0,24% per jam.
KARAKTERISTIK, KESESUAIAN, DAN PENGELOLAAN LAHAN BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR Utojo Utojo; Hasnawi Hasnawi; Mudian Paena
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.717 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.2.2013.311-324

Abstract

Kabupaten Gresik memiliki lahan budidaya tambak yang sangat luas. Lahan tersebut sebagian besar adalah tambak yang bersalinitas rendah (0,14-5,04 ppt), memiliki derajat kemasaman (pH) yang tinggi (8,08-10,34), dan berada jauh dari laut. Hanya lahan yang berada di dekat laut yang bersalinitas payau (10,71-19,97 ppt). Komoditas budidayanya antara lain udang vaname, udang windu, bandeng, nila, dan tawes. Umumnya tambak tersebut dikelola secara tradisional dan produktivitasnya rendah. Oleh karena itu, informasi mengenai karakteristik, kesesuaian, pengelolaan lahan dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tambak di daerah tersebut. Dalam penelitian ini, penentuan kesesuaian lahan dengan analisis spasial, menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis sangat penting. Topografi lahan umumnya relatif datar dan elevasinya rendah, sebagian berupa rawa dan kawasan tambak sebagian besar berasal dari konversi sawah dengan vegetasi didominasi oleh Sonneratia sp. dan Avicennia sp. Tanah tambak di Kabupaten Gresik tergolong tanah aluvial non sulfat masam yang tidak memiliki potensi kemasaman tanah yang tinggi. Sumber air laut untuk tambak tergolong agak keruh dan salinitas air tambak cukup bervariasi sebagai akibat dari sumber air tawar yang berasal dari Sungai Bengawan Solo dan air hujan. Curah hujan di Kabupaten Gresik sebesar 2.245 mm/tahun di mana curah hujan yang rendah dijumpai pada bulan Juni sampai Desember. Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa luas tambak udang vaname yang ada di Kabupaten Gresik saat ini 31.939 ha, yang tergolong sangat sesuai (kelas S1) 799 ha dan yang cukup sesuai (kelas S2) 31.140 ha. Luas tambak ikan bandeng yang ada di Kabupaten Gresik saat ini 31.940 ha, yang tergolong sangat sesuai (kelas S1) 1.420 ha dan yang cukup sesuai (kelas S2) 30.520 ha. Saluran irigasi tambak mutlak diperlukan untuk memudahkan dalam remediasi tanah dan air melalui pengeringan, perendaman, pembilasan dan pengapuran serta pergantian air. Lokasi yang sesuai dengan komoditas budidaya, dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan sintasan komoditas yang dibudidayakan.
APLIKASI PROBIOTIK Aeromonas sobria A3-51 UNTUK REKAYASA NUTRISI DAN IMUNOMODULASI PERIFITON PAKAN ALAMI IKAN TILAPIA Agus Irianto; Ning Iriyanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 1 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.888 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.1.2011.93-101

Abstract

Probiotik Aeromonas sobria A3-51 terbukti telah mampu menekan insiden infeksi Aeromonas hydrophila dan A. salmonicida pada berbagai jenis ikan in vitro. Aplikasi melalui pakan mengalami banyak kendala oleh sebab itu dicari metode alternatif dengan menggunakannya untuk memanipulasi komponen mikroba penyusun perifiton pakan alami ikan pada substrat bambu. Dari penelitian yang dilakukan terbukti A. sobria A3-51 mampu mempengaruhi karakter biofilm perifiton serta mikroba pada lingkungan perairan ketika dilakukan di kolam tanah. Faktor lingkungan cukup berpengaruh pada kualitas air seperti penetrasi sinar matahari, pH, dan suhu. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa protein perifiton cukup tinggi mencapai 22,88%-27,90% sehingga potensial digunakan sebagai bahan pakan pengganti. Adapun dari aspek imunitas, terbukti A. sobria A3-51 mampu menghambat pertumbuhan beragam bakteri Gram-negatif patogen ikan. Ketika dilakukan pengujian secara in vitro terhadap ikan tilapia, hasil belum menunjukkan bukti bahwa perifiton mampu meningkatkan derajat imun ikan tilapia berdasarkan gambaran darah
PENYIMPANAN ROTIFERA INSTAN (Brachionus rotundiformis) PADA SUHU YANG BERBEDA DENGAN PEMBERIAN PAKAN MIKROALGA KONSENTRAT Erlania Erlania; Fifi Widjaja; Enan Mulyana Adiwilaga
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.524 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.2.2010.287-297

Abstract

Keberhasilan kegiatan budidaya perikanan harus ditunjang dengan ketersediaan benih yang berkesinambungan. Oleh karena itu, diperlukan juga ketersediaan pakan alami larva berupa rotifera (Brachionus rotundiformis). Desain percobaan berupa rancangan faktorial dengan dua faktor dan lima ulangan diaplikasikan dalam penelitian ini. Sebagai perlakuan berupa suhu ruang penyimpanan (suhu kamar, suhu ruang AC, dan suhu refrigerator/lemari es) dan pakan mikroalga konsentrat (monospesies dan multispesies). Bakteri probiotik juga digunakan sebagai pengontrol kualitas air. Spesies mikroalga yang digunakan adalah Nannochloropsis sp., Dunaliella sp., Isochrysis sp., dan Pavlova sp. Parameter yang diukur adalah kelimpahan rotifera dan parameter kualitas air media kultur (pH, salinitas, DO, dan NH3). Analisis data terdiri atas analisis regresi, analisis ragam, dan uji keparalelan. Hasil pengukuran parameter kualitas air selama penyimpanan menunjukkan kondisi media yang relatif stabil dan merupakan kisaran optimum bagi pertumbuhan B. rotundiformis. Kelimpahan maksimum tertinggi dari B. rotundiformis baik pada perlakuan pakan monospesies maupun multispesies alga adalah pada suhu kamar. Dari interaksi kedua perlakuan, diperoleh kelimpahan akhir tertinggi pada suhu ruang AC–pakan multispesies. Hal ini menunjukkan bahwa rotifera dapat disimpan lebih lama pada suhu ruang AC dengan pemberian pakan multispesies alga.The success of any aquaculture practices should be supported by sustainable supply of fish fry. Therefore, the availability of rotifers (Brachionus rotundiformis) as natural feed for fish larvae is required. The research was arranged in factorial design with two treatments and five replications. Treatments consisted of different room storage temperatures (refrigerator, room temperature, and room with air conditioner/AC) and microalgae concentrate added as rotifer feed (monospecies and multispecies algae). Probiotic bacteria was used to control water quality. Mikroalgae species consisted of Nannochloropsis sp., Dunaliella sp., Isochrysis sp., and Pavlova sp. Parameters measured were rotifer density and water quality of rotifer media (pH, salinity, DO, and NH3). Data analysis included regression analysis, analysis of varians and parallel testing. The results of water quality parameters during rotifer storage showed that media conditions were relatively stable and optimal for B. rotundiformis growth. The result of treatments interaction showed that the highest maximum density of rotifer at the end of the research was achieved by rotifer stored in air conditioned room fed with multispecies algae. This showed that rotifers can be stored longer in room storage with AC and fed by multispecies algae.

Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue