cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 763 Documents
ANALISIS BIOAKTIF TANAMAN MANGROVE YANG EFEKTIF MEREDUKSI PENYAKIT BAKTERI PADA BUDI DAYA UDANG WINDU Emma Suryati; Gunarto Gunarto; Sulaeman Sulaeman
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (888.392 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.97-104

Abstract

Usaha penanggulangan penyakit pada komoditas perikanan pantai dewasa ini lebih diarahkan pada usaha diagnosis yang tepat dan cepat serta mencegah penggunaan vaksin serta pengelolaan mutu lingkungan melalui bioremediasi. Tanaman mangrove merupakan salah satu biota penyusun ekosistem pesisir pantai yang berfungsi sebagai tempat berlindung larva ikan dan biota lain serta sebagai penahan ombak dan angin, mereduksi kekeruhan, menstabilkan kandungan nitrat dan fosfat di dalam air, serta dapat menekan pertumbuhan populasi bakteri tertentu. Pemanfaatan bioaktif mangrove untuk mereduksi penyakit pada budi daya udang, perlu dianalisis untuk mengetahui jenis serta bioaktif mangrove yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lainnya. Metode analisis dilakukan dengan identifikasi jenis, ekstraksi, pemisahan, pemurnian senyawa aktif serta elusidasi struktur untuk mencari bahan aktif dan strukturnya terutama sebagai senyawa penuntun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan spesies tanaman mangrove yang efektif sebagai bakterisida. Fraksi yang paling aktif menghambat pertumbuhan bakteri yaitu fraksi air, EtOAC neutral, EtOAC asam. Hasil identifikasi isolat bioaktif tanaman mangrove antara lain Exoecaria agalocha yaitu Cyclohexasiloxane, Acanthus ilicifolius yaitu 2-methyl piperazin, Osbornia octodonta yaitu 2 heptanamin-6 methyl-amino-6 methylen, Avicenia yaitu Cyclopentasiloxane, Euphatorium inulifolium yaitu n-decane/isodecane, Carbera manghas yaitu Furanon gamma-Crotonolactone dan Soneratia caseolaris yaitu L-galactopyranosida.The effort of diseases controlling in fisheries commodity is emphasized to the accurate and rapid diagnosis as well as the use of vaccine and management of environment through bioremediation. Mangrove, one of the components of coastal ecosystems, has functions as shelters of many larvae, wave and wind prevention. The other functions are to reduce the turbidity, to stabilize nitrate and phosphate in the water and to inhibit the population growth of certain bacteria. The analysis of active component and structure of mangrove bioactive as lead compound was conducted by identification, extraction, isolation, purification, and structure elucidation method. The results showed that eight species of mangrove have been identified to show the activity as bactericide. The fractions showing the strong inhibition to the bacteria are water fraction, ethyl acetate neutral and ethyl acetate acid fraction. The identified bioactive compounds from mangroves are Cyclohexasiloxane isolated from Exoecaria agalocha, 2-methyl piperazin isolated from Acanthus ilicifolius, 2 heptanamin-6 methyl-amino-6 methylen isolated from Osbornia octodonta, Cyclopentasiloxane isolated from Avicenia, n-decane/ isodecane isolated from Euphatorium inulifolium, Furanon gamma-Crotonolactone isolated from Carbera manghas and L- galactopyranosida from Soneratia caseolaris.
KARAKTERISTIK GENOTIPE HIBRIDA HUNA BIRU (Cherax albertisii) DENGAN HUNA CAPITMERAH (Cherax quadricarinatus) Irin Iriana Kusmini; Estu Nugroho; Alimuddin Alimuddin; Mulyasari Mulyasari
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.554 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.2.2010.191-197

Abstract

Pada pengelolaan induk di hatchery sering terjadi silang dalam (inbreeding) yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan keragaman genetik. Salah satu program untuk meningkatkan keragaman genetik adalah dengan hibridisasi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik turunan persilangan antara huna biru Cherax albertisii dengan huna capitmerah Cherax quadricarinatus. Metode penelitian menggunakan analisis RAPD (Randomly Amplified Polymorphism DNA). Hasil penelitian menunjukkan nilai heterozigositas hibrida lebih tinggi (0,187-0,290) dibanding nonhibrida (0,0997-0,2211). Hibridisasi antara jantan huna capitmerah dengan betina huna biru (RA) menghasilkan nilai heterozigositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan persilangan antara betina huna capitmerah dengan jantan huna biru (AR).Management of fish broodstock in hatchery can reduced genetic variation. One program that can be conducted to increase the genetic variation is hibridization. The aim of this research was to find out genetic variation (heterozigosity) of the offspring of Cherax albertisii-Cherax quadricarinatus hybrid. The methods used in this research was RAPD analysis (Random Amplified Polymorphism DNA). The result showed that heterozigosity value of hybrid (0.187-0.290) was higher than that of non hybrid (0.0997-0.2211). Hybridization of redclaw male with blue crayfish female (RA) gave better result in heterozigosity value and genetic distance than that of redclaw female with blue crayfish male (AR).
PERFORMANSI BIOLOGIS CALON INDUK PATIN JAMBAL (Pangasius djambal) PADA VOLUME BAK DAN CARA AERASI BERBEDA Taufik Ahmad; Rusmansyah Rusmansyah; Sutrisno Sutrisno
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.682 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.63-71

Abstract

Ikan patin jambal merupakan ikan lokal yang memiliki nilai lebih, dalam rasa dan warna daging. Namun ikan ini sudah mulai jarang ditemukan dari perairan umum Jawa. Upaya pemijahan patin jambal di hatcheri telah dimulai sejak tahun 1980-an, namun kesulitan memperoleh induk menghambat kelanjutan produksi massal benih. Penelitian ini bertujuan memperoleh ukuran minimal tangki dan cara pengaliran air untuk wadah yang dapat mengakomodir secara maksimal kebutuhan biologis dalam upaya produksi induk patin jambal. Tangki yang digunakan berjumlah 4 buah berbentuk bulat untuk menjamin aliran air maksimal. Dua tangki diisi air sebanyak 10 m3 dan dua lainnya 20 m3, kedalaman air sama, yaitu 130 cm. Pada tiap ukuran tangki, dengan memanfaatkan gaya gravitasi air dialirkan ke dalam satu tangki dari bawah sedang ke dalam tangki satu lagi air dialirkan dari atas, masing-masing debit 0,6—1,0 L/detik. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan ulangan mengacu pada jumlah ekor ikan yang hidup pada masing-masing kolam di akhir penelitian (pseudo replicate). Calon induk berbobot 1,5 kg dan belum pernah memijah ditebar dengan komposisi 7 betina 3 jantan pada tangki 10 m3 serta 15 betina dan 5 jantan pada tangki 20 m3. Pakan diberikan tiap hari sebanyak 3% bobot biomassa. Calon induk yang dipelihara dalam tangki 20 m3 dengan aliran dari bawah bertambah 0,610%/hari-1, lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan tangki lainnya. Untuk perkembangan gonad, jumlah calon induk yang mencapai TKG IV dalam tangki 20 m3, 4 jantan 1 betina, dengan aliran air di bawah lebih banyak dari yang dalam tangki lain. Terbukti bahwa tangki volume 20 m3 dan aliran air di dasar cocok bagi upaya produksi induk patin jambal pada komposisi 15 betina dan 5 jantan.Patin jambal is one of Indonesia indigenous species which is threatened to extinction in Java open water due to development progress as well as over fishing. Further mass production of patin jambal seeds in hatchery faces the unsustainable supply of spawner. Tank size and aeration technique are suspected to affect patin jambal spawner production in captivity since the fish is a riverine species. The experiment aims at providing a suitable environment for such a fish to grow to be productive spawners. Four circular concrete tanks are used to assure maximum water circulation; two tanks were filled with 10 m3 and the other with 20 m3 fresh surface water at equal depth, 130 cm. The surface water was gravitationally flowed from the surface into 2 tanks and from the bottom into 2 other tanks at 0.6-1.0 L sec-1. The fish weighted 1.5 kg each was stocked at 7 female and 3 male into each of 10 m3 tank and at 15 females and 5 males into each of 20 m3 tank.  The experimental units were arranged in a completely randomized design with pseudo replication. The fish fed commercial artificial diet at 3% of biomass weight a day. Fish in the 20 m3 tank equipped with bottom water inlet gained weight 0.601 % day-1 and consequently grew faster (P<0.05) than fish in the other tanks.  Fish in the same tank was also biologically mature faster than fish in the other tanks; four males and one male were found to reach gonad maturity stage IV which was not found in the other tanks. Obviously, a 20 m3 concrete tank equipped with bottom water inlet is suitable for patin jambal spawner production at 15 females to 5 males ratio.
KARAKTERISASI DAN EVALUASI POPULASI ABALON Haliotis squamata SECARA MOLEKULER, MORFOMETRIK, DAN BIOLOGI Gusti Ngurah Permana; Rudhy Gustiano; Ibnu Rusdi; Fitriyah Husnul Khotimah; Bambang Susanto; Dedi Duryadi Solihin
Jurnal Riset Akuakultur Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (852.148 KB) | DOI: 10.15578/jra.12.2.2017.111-119

Abstract

Abalon merupakan salah satu komoditas penting gastropoda laut. Tingginya permintaan abalon ini mengakibatkan menipisnya stok di alam. Oleh karena itu, upaya keberhasilan budidaya abalon perlu didukung oleh jenis unggul. Indikasi awal suatu jenis unggul dapat dilakukan dengan menganalisis potensi genetik yang dimiliki. Penelitian ini dilakukan dengan analisis gen 16S rRNA, karakter morfolologi, dan biologi dianalisis secara deskriptif dengan metode kajian pustaka. Hasil yang diperoleh menunjukkan keragaman inter populasi Haliotis squamata mendeteksi adanya tujuh haplotipe yang terbagi dalam dua kelompok. Penyertaan H. diversicolor sebagai outgroup dalam pengujian memperlihatkan bahwa populasi H. squamata dari Pulau Bali dan beberapa lokasi di Pulau Jawa berada dalam satu kelompok yang terpisah dengan outgroup. Hasil ini kongruen dengan analisis morfometrik terdapat perkembangan pertumbuhan cangkang yang asimetri pada populasi Banten. Pertumbuhan asimetri merupakan indikasi spesifik untuk populasi Banten atau merupakan gejala abnormalitas yang dapat diakibatkan oleh faktor penurunan kualitas genetik atau lingkungan. Karakter biologi terlihat proporsi daging dan gonad berbeda pada populasi Banten dengan indikasi adanya pertumbuhan asimetri. Rasio gonad dan daging populasi Banyuwangi berbeda nyata (P<0,05) dengan populasi lainnya.Abalone is arguably one of the highly valued and sought-after marine gastropods. However, the over-exploitation of this species has exhausted its wild stock. To overcome this challenge, the culture technique and management of this species must be established and continually improved. One of the ways is through producing superior broodstocks. An initial assessment of a genetically superior broodstock can be done using the potential genetic analysis. This recent research employed the analysis to study the species’ 16S rRNA gene. To complement the study, the morphometric and biological characteristics of the species were analyzed descriptively with the aid of scientific literature. The results showed that the interpopulation diversity of Haliotis squamata was detected by the presence of seven haplotypes divided into two groups. The inclusion of H. diversicolor as an outgroup within the test showed that the populations of abalone in Bali and several other sites in Java were genetically separated from the outgroup. This finding can be backed up with the result of the morphometric analysis where there was asymmetric shell growth in Banten abalone population. This asymmetric growth is considered as a symptom of abnormality caused by genetic or environmental degradation factors. The biological characteristics showed the different ratios of meat and gonad in the Banten population due to the asymmetric growth. Banyuwangi population was significantly different (P<0.05) from other populations in terms of meat and gonad ratios.
BUDIDAYA RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii SECARA TERINTEGRASI DENGAN IKAN KERAPU DI TELUK GERUPUK KABUPATEN LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania; Ketut Sugama
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.408 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.1.2014.125-134

Abstract

Budidaya ikan laut dalam keramba jaring apung menghasilkan banyak sisa pakan dan feses yang dapat meningkatkan kandungan nutrien berupa nitrogen dan fosfat perairan. Pemanfaatan nutrien tersebut dapat dilakukan melalui budidaya rumput laut di sekitar keramba ikan laut. Pengamatan pertumbuhan dan laju pertumbuhan spesifik terhadap dua varietas rumput laut (Kappaphycus alvarezii var. Maumere dan Tambalang) telah dilakukan di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah untuk satu siklus musim tanam pada bulan September-Oktober 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa performansi pertumbuhan rumput laut yang terintegrasi dengan keramba ikan laut sangat baik. Laju pertumbuhan spesifik terbesar ditemukan pada varian Maumere yaitu berkisar antara 4,26%-4,68%/hari dibandingkan dengan varian Tambalang yaitu berkisar antara 3,90%-4,20%/hari. Secara umum melalui sistem budidaya multi-tropik terintegrasi (IMTA) ini, peningkatan produksi rumput laut dapat mencapai 74% dibandingkan dengan sistem monokultur. Model IMTA sangat relevan dengan program ekonomi biru Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendukung pengembangan perikanan budidaya yang berkelanjutan.
APLIKASI INSEMINASI BUATAN PADA UDANG WINDU, Penaeus monodon ALAM MENGGUNAKAN SUMBER DAN JUMLAH SPERMATOFOR YANG BERBEDA Samuel Lante; Asda Laining
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 3 (2016): (September 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.153 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.3.2016.271-280

Abstract

Salah satu kendala utama dalam domestikasi udang windu adalah rendahnya tingkat perkawinan secara alami dalam wadah budidaya. Hal yang sama terjadi pada udang windu alam yang digunakan di unit pembenihan. Salah satu upaya untuk mendapatkan telur fertil adalah melalui inseminasi buatan (IB). Inseminasi buatan merupakan teknik mentransfer spermatofor dari induk jantan dengan cara memasukkannya ke dalam telikum udang betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi udang windu betina alam pasca-inseminasi menggunakan sumber dan jumlah spermatofor induk jantan alam yang berbeda. Penelitian dilakukan dua tahap yaitu 1) IB menggunakan spermatofor induk jantan dari perairan Sulawesi Selatan (SS) dan spermatofor induk jantan dari Aceh (SA) dan 2) IB menggunakan jumlah spermatofor berbeda yaitu satu spermatofor (S-1) dan dua spermatofor (S-2) pada udang windu betina alam. Inseminasi spermatofor dilakukan pada induk udang windu betina setelah dua hari moulting. Hasil yang diperoleh pada IB tahap pertama menunjukkan bahwa daya tetas telur udang windu betina alam lokal tidak dipengaruhi oleh sumber (lokasi) asal udang jantan, di mana daya tetas telur relatif sama pada kedua perlakuan, yaitu 61,6% pada SS dan 61,7% pada SA. IB pada tahap kedua menunjukkan bahwa daya tetas telur fertil yang diperoleh pada S-2 sebesar 40,5%; lebih rendah dari S-1 sebesar 44%.One of the main constraints in the domestication of black tiger shrimp is very low natural mating in the tank. Similar condition have been happened in commercial hatcheries. An effort to improve the eggs fertility is through artificial insemination (AI). This study aimed to know reproductive performance of wild black tiger shrimp after insemination with different sources and numbers of spermatophore. This study consisted of two trials.The first one was AI using spermatophores of wild male obtained from two different locations, namely from South Sulawesi (SS) and Aceh (SA). The second trial was AI using different numbers of spermatophore namely one spermatophore (S-1) and two spermatophores (S-2). AI was applied to the females at two days post-moulting. The results of the first trial showed that the hatching rate (HR) was not affected by the source of the male which was 61.6% for SS and 61.7% for SA. The second trial indicated that female inseminated S-2 had lower HR than S-1 (40.5% vs 44%).
PEMELIHARAAN BENIH IKAN KLON ( Amphiprion ocellaris ) DENGAN SISTEM PENGELOLAAN AIR YANG BERBEDA Ketut Maha Setiawati; Jhon Harianto Hutapea
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (62.332 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.2.2011.243-252

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pergantian air yang sesuai untuk pemeliharaan benih ikan klon. Perlakuan yang diuji adalah sistem pergantian air yang berbeda: air mengalir (A), semi statis (B), dan resirkulasi (C). Perlakuan dengan 3 kali ulangan. Wadah yang digunakan berupa 9 buah akuarium dengan volume 30 L. Hewan uji yang digunakan adalah benih ikan klon dengan ukuran panjang total 2,6 ± 0,2 cm. Kepadatan benih ikan 20 ekor/akuarium. Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dan Artemia dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari. Variabel yang diamati kualitas air (suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, PO4, NH3, NO2, NO3, pertumbuhan, sintasan, dan jumlah bakteri pada masing-masing perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan B semua ikan uji mati pada hari ke-10 dan hari ke-23 pemeliharaan karena tingginya kandungan amonia dan bakteri Vibrio spp., sedangkan pada perlakuan A dan C dapat menunjang kehidupan benih ikan klon. Sintasan pada perlakuan A (63,3% ± 7,64%) lebih tinggi daripada perlakuan C (35% ± 5%).
INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR BUDIDAYA LAUT TERINTEGRASI DI PERAIRAN TELUK EKAS, NUSA TENGGARA BARAT: ASPEK PENTING BUDIDAYA RUMPUT LAUT I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (768.003 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.1.2015.141-152

Abstract

Kualitas perairan merupakan salah satu aspek penting dalam perikanan budidaya. Perubahan yang terjadi pada kondisi kimia atau fisik perairan dapat menyebabkan dampak negatif terhadap pertumbuhan biota budidaya. Data kualitas air hasil program pemantauan selama enam bulan di lokasi penelitian telah dianalisis untuk melihat kisaran indeks kualitas air dan sebaran nutrien yang terjadi di sekitar unit budidaya laut terintegrasi berbasis integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) di Teluk Ekas Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengamatan dilakukan pada bulan Juni-November 2014, sebanyak 13 titik pengamatan yang disebar secara diagonal dengan pusat keramba jaring apung ikan laut. Seluruh data dianalisis secara spasial dan temporal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas air di lokasi penelitian tergolong kategori sedang-baik. Bulan Juli merupakan bulan dengan nilai indeks yang baik dengan kategori sedang-sangat baik (50-83); sedangkan bulan September memiliki nilai indeks yang relatif rendah dengan kategori buruk sedang (33-60). Berdasarkan sebaran nutrien (amonium, nitrat, dan orto-fosfat) menunjukkan fluktuasi secara spasial dan temporal. Konsentrasi nutrien umumnya tersedia dengan baik pada jarak 60 m dari KJA. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi kualitas perairan dan ketersediaan nutrien untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas budidaya rumput laut dengan sistem IMTA.
KERAGAAN BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus) YANG DITEBAR SECARA LANGSUNG DI KOLAM PADA UMUR BERBEDA Didik Ariyanto; Evi Tahapari; Sularto Sularto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.189 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.159-170

Abstract

Budidaya ikan patin siam mengalami perkembangan yang cukup pesat sejakkeberhasilan pemijahan buatan pada tahun 1981. Pada pelaksanaannya, pembenihan ikan patin siam dilakukan secara indoor hatchery. Dalam sistem tersebut, dibutuhkan nauplii Artemia sebagai pakan awal larva ikan patin siam yang dilanjutkan dengan pemberian Moina dan Daphnia beku serta cacing darah (Tubifex) sebelum pemberian pakan buatan. Hal ini mengakibatkan adanya ketergantungan usaha pembenihan ikan patin siam terhadap pasokan beberapa jenis pakan alami tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan ikan patin siam yang ditebar di kolam pendederan pada umur yang berbeda. Sasaran yang akan dicapai adalah menghilangkan ketergantungan pembenihan ikan patin siam terhadap pasokan beberapa jenis pakan larva ikan patin siam dan disubstitusi dengan pakan alami yang ada di kolam. Pada percobaan ini, larva patin siam ditebar pada umur 5, 10, dan 15 hari setelah menetas. Larva ditebar di kolam pendederan seluas 200 m2 dengan kepadatan 100 ekor/m2. Pemeliharaan dilakukan selama 2 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih ikan patin siam yang ditebar di kolam pada umur 5 hari setelah menetas mempunyai laju pertumbuhan spesifik sebesar 11,12% lebih baik daripada benih ikan patin siam yang ditebar pada umur 10 dan 15 hari setelah menetas, yaitu sebesar 8,41% dan 8,65%. Namun demikian, bobot individu (9,81-12,32 g), biomassa panen (118,77-141,91 kg) serta sintasan (54,53%-71,49%) pada akhir percobaan tidak berbeda nyata.
VARIASI MORFOMETRIK DAN ALLOZYME CALON INDUK RAJUNGAN, Portunus pelagicus DARI BEBERAPA PERAIRAN DI INDONESIA Gusti Ngurah Permana; Sari Budi Moria; Haryanti Haryanti; Bambang Susanto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (912.771 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.2.2006.235-244

Abstract

Sampel diambil dari empat populasi rajungan yang berbeda yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variasi morfometrik dan allozyme dari calon induk rajungan. Hasil yang diperoleh yaitu variasi genetik rata-rata keempat populasi sangat rendah (0,0025). Rajungan dari Jawa Tengah dan Bali mempunyai nilai heterosigositas tertinggi yaitu 0,004 sedangkan populasi Sulawesi Selatan dan Jawa Timur (0,001). Jarak genetik populasi Jawa Timur dan Bali (0,0013), kemudian Jawa Tengah (0,0016), dan Sulawesi Selatan (0,002). Uji analisis komponen utama (Principal component analysis, PCA), menunjukkan bahwa secara morfometrik rajungan jantan dan betina yang berasal dari populasi Cilacap-Jawa Tengah dan P. Saugi-Sulawesi Selatan dapat membentuk satu sub populasi yang sama, sebaliknya populasi asal Negara-Bali membentuk sub populasi tersendiri. Korelasi yang erat antara nisbah panjang dan lebar karapas terhadap bobot tubuh ditemukan pada populasi P. Saugi-Sulawesi Selatan dan Cilacap-Jawa Tengah sebaliknya pada populasi Negara-Bali mempunyai korelasi yang rendah.Samples were collected from South Sulawesi, Central Java, East Java, and Bali. Genetic variation from allozyme was consistently low in all populations (0.0025) This research aimed to know morphometric and allozyme variation of Swimming Blue Crab, Portunus pelagicus from Indonesian waters. Population from Central Java and Bali had the highest heterozigosity value (0.004) compare to those from South Sulawesi and East Java (0.001). Sample cluster according to the pair’s genetic distance showe that East Java and Bali population has the smallest value (0.0013). By contrast, the largest value was observed in Central Java (0.0016) and South Sulawesi population (0.002). Principal Component Analysis showed that morphometrically male and female swimming blue crabs from Saugi and Cilacap population can build one identical subpopulation On the other hand population originated from Negara made a separate subpopulation There high correlation between carapace length and width ratio on population of P. Saugi-South Sulawesi and Cilacap-Central Java, on the other hand, Negara-Bali population had a low correlation.

Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue