cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 763 Documents
KARAKTERISTIK LAHAN TAMBAK EKSISTING DI KECAMATAN PULAU DERAWAN KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Hasnawi Hasnawi; Andi Indra Jaya Asaad; Akhmad Mustafa
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1118.483 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.4.2015.593-607

Abstract

Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur memiliki potensi lahan tambak yang cukup luas terutama di Kecamatan Pulau Derawan. Lahan tambak yang ada (eksisting) di Kecamatan Pulau Derawan terletak di sepanjang pesisir pantai yang umumnya dibangun pada lahan bekas hutan mangrove yang merupakan pulau-pulau (Delta Berau) dan hanya sebagian kecil saja yang berada di daratan utama. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik lahan tambak yang ada secara spasial. Metode survei diaplikasikan padakawasan pertambakan di Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau. Parameter yang digunakan dalam menganalisis karakteristik lahan tambak adalah: kondisi tanah, kualitas air, topografi, hidrologi, dan iklim.Analisis spasial dengan penginderaan jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan metode geostatistik kriging digunakan dalam menggambarkan karakteristik lahan tambak yang ada di Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa topografi tambak relatif landai dan elevasi tidak terlalu tinggi, tanah tergolong tanah sulfat masam, kualitas air secara umum mendukung budidaya di tambak, dan curah hujan tergolong tinggi. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan untukdasar pengelolaan lahan tambak guna meningkatkan produktivitas tambak yang berkelanjutan, serta dapat menjadi acuan pemerintah Kabupaten Berau dalam penentuan Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir. 
TINGKAT PENYERAPAN NITROGEN DAN FOSFOR PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT BERBASIS IMTA (INTEGRATED MULTI-TROPHIC AQUACULTURE) DI TELUK GERUPUK, LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT Erna Yuniarsih; Kukuh Nirmala; I Nyoman Radiarta
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.07 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.3.2014.487-500

Abstract

Pengembangan budidaya laut berbasis IMTA (Integrated Multi-Trophic Aquaculture) merupakan suatu metode yang dirancang untuk mengatasi masalah lingkungan yang terkait dengan penggunaan pakan pada kegiatan akuakultur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor pada budidaya rumput laut berbasis IMTA di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah. Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum dibudidayakan dengan metode rawai (long line). Pengamatan terhadap rumput laut dan kondisi perairan dilakukan setiap 15 hari; mulai hari ke-0 sampai hari ke-45. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor antara dua jenis rumput laut yang dibudidayakan. Total penyerapan nitrogen rumput laut K. alvarezii di lokasi IMTA mencapai 86,95 ton N/ha/tahun atau lebih tinggi 24,6% dibandingkan dengan E. spinosum yang mencapai 69,78 ton N/ha/tahun. Sedangkan untuk tingkat penyerapan fosfor, K. alvarezii mencapai 20,56 ton P/ha/tahun atau lebih tinggi 136,7% dibandingkan dengan E. spinosum yang hanya mencapai 8,69 ton P/ha/tahun. Berdasarkan luasan kawasan potensial budidaya rumput laut di Teluk Gerupuk, maka potensi penyerapan nitrogen dan fosfor untuk rumput laut K. alvarezii di kawasan ini masing-masing mencapai 27.996,93 ton N/tahun dan 6.619,16 ton P/tahun. Sedangkan untuk E. spinosum potensi penyerapan nitrogen dan fosfor masing-masing mencapai 22.470,02 ton N/tahun dan 2.796,82 ton P/tahun. Penerapan budidaya rumput laut berbasis IMTA secara jelas memberikan keuntungan ekonomi dan ekologi dengan adanya peningkatan biomassa dan perbaikan kondisi lingkungan budidaya.
RESPON UDANG WINDU ( Penaeus monodon Fabr.) TERHADAP ANTIGEN WSSV YANG DIINAKTIVASI DENGAN FORMALDEHID Melta Rini Fahmi; Martin B. Malole
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 1 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.828 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.1.2007.77-86

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon udang windu (Penaeus monodon) terhadap pemberian antigen virus WSSV (White Spot Syndrome Virus) yang diinaktifkan dengan menggunakan formaldehid. Penelitian dibagi menjadi dua tahapan, tahapan pertama yaitu menentukan nilai VID50 (Virus Infective Doze) dengan Rancangan Acak Lengkap, tahap kedua untuk melihat pengaruh pemberian virus WSSV yang diinaktifkan dengan formaldehid terhadap respon imunitas, tingkah laku, dan tingkat sintasan. Pada tahap kedua penelitian dilakukan secara faktorial, faktor yang digunakan adalah konsentrasi virus terdiri atas 2 level serta konsentrasi formaldehid yang terdiri atas 3 level. Masing-masing kombinasi di atas dibuat sebanyak 6 kali, yang digunakan untuk 3 kelompok penelitian yaitu kelompok tanpa diuji tantang, diuji tantang dilakukan setelah 14 hari, dan uji tantang dilakukan setelah 21 hari, dilaksanakan sebanyak 2 kali ulangan. Untuk semua kelompok percobaan respons udang paling sensitif berupa berenang ke permukaan terjadi setelah 1 jam perlakuan diberikan, diikuti oleh penurunan aktivitas dan penurunan nafsu makan. Tingkat kerusakan organ paling tinggi terdapat pada kelompok penelitian ke-2 (uji tantang setelah 14 hari). Untuk kelompok 1 (divaksinasi) kondisi organ hampir normal, hal ini menandakan virus berhasil dilemahkan dan mampu memacu timbulnya antibodi. Tingkat sintasan udang lebih tinggi setelah diuji tantang dibandingkan yang tidak divaksinasi.The purpose of the research was to determine response of black tiger shrimp (Penaeus monodon) toward formaldehyde inactivated White Spot Syndrome Virus (WSSV).The study was divided into two phases, the first phase was to determine the VID50 (Virus Infective Doze) using Completely Randomize Design, the second phase was to determine of effectiveness of inactive WSSV antigen on the immune response of Penaeus monodon, behavior and pathological respond of Penaeus monodon larvae. VID50 value determined during research was 10-5. The second research was carried using factorial design. The factors involved two levels of virus and three levels of formaldehyde concentration, with two replicates and three groups. The results indicated that for all experiment groups, the most sensitive response of shrimp were swimming to the surface at 1 hours after treatment, following by decreased activity and anorexia. The highest degree of organ damage was found on 2 group experiment (challence test group after 14 days). Organ condition for group 1 (vaccination) almost normal, indicated that virus has been able to stimulate immune response. Degree of survival was increase after challenged test rather than non vaccinated.
AKTIVITAS ENZIM KOMERSIAL, EKSTRAK KASAR ENZIM DARI VISCERA KEONG MAS (Pila polita), ABALON (Haliotis asinina), DAN BEKICOT (Achatina fulica) UNTUK LISIS JARINGAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA KULTUR PROTOPLAS Sri Redjeki Hesti Mulyaningrum; Emma Suryati
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1079.612 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.313-321

Abstract

Dalam usaha perbaikan kualitas bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii dilakukan kultur protoplas dengan isolasi protoplas menggunakan enzim. Untuk mendapatkan sumber enzim yang ekonomis sebagai alternatif pengganti enzim komersial dan untuk mengetahui perbandingan konsentrasi enzim komersial yang optimum agar menghasilkan jumlah protoplas yang maksimum, dilakukan karakterisasi terhadap enzim dari berbagai sumber. Aktivitas ekstrak kasar enzim dari viscera bekicot (Achatina fulica) tidak berbeda nyata dengan enzim komersial (P>0,05) dengan aktivitas sebesar 0,729 unit/mL; enzim komersial 0,354 unit/mL; ekstrak kasar enzim dari viscera keong mas (Pila polita) 0,048 unit/mL; dan ekstrak kasar enzim dari viscera abalon (Haliotis asinina) 0,014 unit/mL. Perbandingan enzim komersial yang optimum adalah 2:1 menghasilkan protoplas sebanyak 1,26 x 108 sel/mL; kemudian 1:2 dengan jumlah protoplas 1,22 x 108 sel/mL; perbandingan 1:1 menghasilkan protoplas sebanyak 8,36 x 107 sel/mL; perbandingan 0:1 menghasilkan protoplas sebanyak 6,33 x 107 sel/mL; dan perbandingan 1:0 menghasilkan protoplas sebanyak 9,55 x 106 sel/mL. Rumput laut asal Takalar memiliki protoplas dengan kepadatan tertinggi sebesar 3,7 x 108 sel/mL.Effort to improve the quality of seaweed seed Kappaphycus alvarezii has been done by protoplast culture with protoplast isolation using enzyme. To find out economical enzyme sources as alternatives to substitute the expensive commercial enzyme and to determine the optimum concentration ratio of commercial enzyme to produce maximum amount of protoplast, characterization was executed to several potential sources. Activity of crude extract enzyme from viscera of garden snail (Achatina fulica) was not significantly different with commercial enzyme (P>0.05) it was 0.729 unit/mL, commercial enzyme 0.354 unit/mL activity; crude extract enzyme from viscera of golden snail (Pila polita) 0.048 unit/mL activity and crude extract enzyme from viscera of abalone (Haliotis asinina) 0.014 unit/mL activity. Optimum ratio of commercial enzyme was 2:1, it resulted protoplast up to 1.26 x 108 cell/mL, then ratio of 1:2 resulted protoplast up to 1.22 x 108 cell/mL, ratio of 1:1 resulted protoplast up to 8.36 x 107 cell/mL, ratio of 0:1 resulted protoplast up to 6.33 x 107 cell/mL and ratio of 1:0 resulted protoplast up to 9.55 x 106 cell/mL. The highest density of protoplast gained by seaweed from Takalar reached 3.7 x 108 cell/mL.
PRODUKSI ENZIM SELULASE DARI BAKTERI TS2b YANG DIISOLASI DARI RUMPUT LAUT DAN PEMANFAATANNYA DALAM MENGHIDROLISIS KULIT UBI KAYU DAN DAUN UBI KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN Irma Irma Melati; Mulyasari Mulyasari; Mas Tri Djoko Sunarno; Maria Bintang; Titin Kurniasih
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.672 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.263-270

Abstract

Upaya untuk mendapatkan bahan baku pakan alternatif masih perlu dilakukanmengingat makin meningkatnya harga pakan ikan. Salah satu bahan yang berpotensi untuk dimanfaatkan adalah kulit ubi kayu (KUK) dan daun ubi kayu (DUK). Tingginya kadar serat kasar khususnya selulosa dalam bahan baku tersebut, menjadi kendala dalam upaya pemanfaatannya. Penggunaan enzim selulase dapat menjadi alternatif untuk menangani masalah tersebut. Kemampuan komplek enzim selulase dari bakteri selulolitik dalam mendegradasi selulosa sangat beragam. Tujuan penelitian ini adalah memproduksi dan memanfaatkan enzim selulase dari bakteri yang diisolasi dari rumput laut untuk menghidrolisis KUK, DUK, dan selulosa murni (Carboxymethyl Cellulose). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu: pertama adalah produksi optimum enzim selulase dari bakteri TS2b dengan waktu inkubasi 24, 48, 72, 78, dan 96 jam dan kedua adalah tahap untuk mengetahui kemampuan enzim selulase bakteri TS2b dalam menghidrolisis KUK, DUK, dan Carboxymethyl Cellulose (CMC) (in vitro). Parameter yang diamati adalah aktivitas enzim selulase berdasarkan modifikasi metode Miller dan kadar gula pereduksi (glukosa) berdasarkan metode DNS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum untuk produksi enzim selulase terjadi pada jam ke-78 yaitu sebesar 0,0214 U/mL dengan kadar glukosa yang dilepaskan sebesar 0,0231 mg/L. Daya hidrolisis enzim selulase tertinggi diperoleh pada substrat KUK dengan aktivitas enzim selulase dan kadar gula pereduksi yang dilepaskan berturutturut sebesar 0,0179 U/mL dan 0,9701 mg/L; sedangkan daya hidrolisis terendah diperoleh pada substrat DUK dengan aktivitas selulase sebesar 0,0015 U/mL dan kadar gula pereduksi yang dilepaskan sebesar 0,0787 mg/L. Enzim selulase isolat TS2b mempunyai kemampuan menghidrolisis substrat KUK dengan baik, tapi kurang efektif untuk menghidrolisis CMC dan DUK.
SELEKSI BAKTERI PROBIOTIK UNTUK BIOKONTROL VIBRIOSIS PADA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon MENGGUNAKAN CARA KULTUR BERSAMA Widanarni Widanarni; I. Tepu; Sukenda Sukenda; Mia Setiawati
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 1 (2009): (April 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (880.757 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.1.2009.95-105

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bakteri probiotik yang mampu menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi mengggunakan metode kultur bersama. Sebanyak 51 isolat kandidat probiotik berhasil diisolasi dari larva udang dan lingkungan pemeliharaannya di Balai Pengembangan Benih Ikan Air Payau dan Udang (BPBILAPU), Pangandaran serta hatcheri udang PT Biru Laut Khatulistiwa dan tambak udang intensif di Lampung. Dari total isolat tersebut setelah diseleksi secara in vitro menggunakan metode kultur bersama dipilih 3 isolat kandidat probiotik yang paling potensial dalam menekan atau menghambat pertumbuhan V. harveyi MR 5399 RfR yakni 1Ub, P20Bf, dan 10a. Ketiga isolat tersebut selanjutnya digunakan pada uji patogenisitas dan uji tantang pada larva udang windu. Hasil uji patogenisitas dengan konsentrasi bakteri 106 CFU/mL menunjukkan bahwa ketiga isolat tersebut tidak bersifat patogen pada larva udang windu. Hasil uji tantang pada larva udang juga menunjukkan bahwa ketiga isolat tersebut mampu meningkatkan sintasan larva udang windu. Nilai sintasan larva pada perlakuan yang selain diinfeksi dengan V. harveyi MR5399 RfR juga ditambah probiotik 1Ub, P20Bf, dan 10a masing-masing adalah 90,0%; 86,7%; dan 78,3% sedangkan pada perlakuan yang hanya diinfeksi dengan V. harveyi MR5399 RfR tanpa probiotik nilai sintasannya hanya mencapai 73,3%. Populasi bakteri V. harveyi pada perlakuan dengan penambahan bakteri probiotik lebih rendah dibanding perlakuan tanpa probiotik, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya kompetisi antara bakteri V. harveyi dengan 1Ub.This research was aimed to obtain probiotic bacteria that can be used to inhibit the growth of Vibrio harveyi using co-culture method. This method succeeded in isolating 51 probiotic bacteria candidates from shrimp larva and their rearing environment in Balai Pengembangan Benih Ikan Laut Payau dan Udang (BPBILAPU), Pangandaran and shrimp hatchery of PT Biru Laut Khatulistiwa and intensively managed shrimp pond in Lampung. After in vitro selection of the total isolates using co-culture method, three most potential probiotic bacteria candidates in inhibiting or suppressing growth of V. harveyi MR 5399 RfR bacteria were chosen. The three isolates were then used in pathogenicity and challenge test in tiger shrimp larva. Results of pathogenicity test at the concentration of 106 CFU/mL bacteria showed that the three isolates were not pathogen to tiger shrimp larvae. Challenge test results in shrimp larvae also showed that the three isolates could increase survival rates of tiger shrimp larva. Larva survival rate value of treatment using V. harveyi MR5399 RfR with 1Ub, P20Bf, dan 10a probiotic were 90.0%, 86.7% dan 78.3%, respectively; whereas infection treatment merely using V. harveyi MR5399 RfR without probiotic only gave 73.3% survival rate. V. harveyi population in treatment with addition of probiotic bacteria were lower than that of without probiotic. This suggested the existence of possible competition between V. harveyi and 1Ub bacteria.
PENGARUH STARVASI RANSUM PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN, SINTASAN, DAN PRODUKSI UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM WADAH TERKONTROL Suwardi Tahe
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1283.453 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.401-412

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengurangan ransum pakan secara periodik terhadap pertumbuhan, sintasan, produksi, rasio konversi pakan, dan efisiensi pakan pada pemeliharaan udang vanamei dalam wadah terkontrol. Penelitian dilakukan menggunakan 12 akuarium berukuran 50 cm x 75 cm x 60 cm dan dilengkapi dengan sistem aerasi. Hewan uji adalah pascalarva udang vanamei dengan bobot awal rata-rata 0,18 ± 0,02 g yang ditebar dengan kepadatan 50 ekor/akuarium. Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan yang masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah starvasi (pemuasaan) melalui pengurangan ransum pakan secara periodik yaitu A) pengurangan ransum pakan 75%, B) pengurangan ransum pakan 50%, C) pengurangan ransum pakan 25%, dan D) kontrol (tanpa pengurangan ransum pakan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan ransum pakan secara periodik tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap pertambahan bobot biomassa, laju pertumbuhan harian, sintasan, produksi, dan rasio konversi pakan serta mampu meningkatkan efisiensi pakan sekitar 16,04%—21,97%. Penghematan penggunaan pakan untuk udang vanamei dapat dilakukan dengan pengurangan ransum pakan hingga 75% bobot biomassa/minggu.The aim of this study was to know the effect of starvation period by a gradual decrease in feed amounts on the growth, survival rate, productivity, food conversion ration (FCR), and food efficiency rate of white leg shrimp (Litopenaeus vannamei) in controlled containers. Twelve of 50 cm x 75 cm x 60 cm aquaria with aeration systems were used in this experiment. In each aquarium, we stocked 50 post larvae (PL) with average weight of 0.18 ± 0.02 g. Four treatments, comprising, A) a 75% decrease in feed, B) a 50% decrease in feed, C) a 25% decrease in feed, and D) control (without feed reduction) with three replications were employed in the experiment following complete randomized design (DSG). The results showed that a gradual decrease in feed amounts had no significant influence on the increase of the body weight, daily growth rates, survival rates, production, and FCR of the shrimp. The results offer the possibility of increasing feed efficiency up to about 16.04% to 21.97%. It is recommended that the efficiency of feeding rate of white leg shrimp can be obtained through a decrease of feed amount up to 75%.
INFEKSI PENYAKIT IKAN BANGGAI CARDINAL (Pterapogon kauderni) DALAM RANTAI PERDAGANGAN Devita Tetra Adriany; Isti Koesharyani
Jurnal Riset Akuakultur Vol 12, No 3 (2017): (September 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.626 KB) | DOI: 10.15578/jra.12.3.2017.283-294

Abstract

Banggai cardinal (Pterapogon kauderni) merupakan ikan hias endemik dari perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah dan mulai dieksploitasi sejak tahun 1980. Ikan hias ini banyak diekspor ke berbagai negara. Namun, dengan banyaknya kasus infeksi penyakit seperti bakteri dan virus Banggai Cardinal Iridovirus (BCIV), sehingga permintaan ikan hias asal Indonesia ini menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelusuri dan menginventarisasi alur kejadian infeksi penyakit pada rantai perdagangan ikan hias Banggai Cardinal mulai dari hasil tangkapan nelayan, pengumpul, dan eksportir. Analisis dilakukan dengan mengambil sampel ikan masing-masing 15 ekor dari setiap rantai perdagangan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan parasit, jamur, bakteri, dan analisis virus BCIV. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel ikan dari semua rantai perdagangan nelayan penangkap, pengumpul, dan eksportir tidak ditemukan infeksi parasit dan jamur. Sementara, pada infeksi bakteri diperoleh tujuh jenis bakteri yang terdapat di semua rantai perdagangan dan Vibrio alginolyticus merupakan bakteri dominan yang diperoleh dan bersifat patogen. Infeksi virus BCIV terdapat di tingkat pengumpul di Luwuk dengan prevalensi 86,67% dan di tingkat eksportir di Bali dan Manado masing-masing dengan prevalensi 20% dan 50%. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan pelaku usaha ikan hias dapat mencegah terjadinya infeksi penyakit tersebut agar dapat bersaing dalam pemasaran dengan menghasilkan produk ikan hias Indonesia yang mempunyai kualitas terbaik di dunia.Banggai cardinal fish is an ornamental fish endemic to the Banggai Islands, Central Sulawesi. It has been exploited since 1980’s. Banggai Cardinal fish has been export to various countries. However, with many cases of infectious diseases such as bacteria and virus Banggai Cardinal Iridovirus (BCIV), the demand for Banggai Cardinal from Indonesia is declining. The purpose of this study is to trace and inventorize the flow of disease infections in the trade chain of ornamental fish from fisherman, to collectors, and exporters. The analysis was done by taking samples of 15 fish from each trade chain. Observations included examination of parasites, fungi, bacteria, and BCIV analysis. The results showed that no parasite and fungus infecting the fish in all trades chains. Seven bacteria species have been indentified from the fish samples from all trades chains and Vibrio alginolyticus was the common pathogenic bacteria species infecting the fish. Infection of BCIV was found in one of collectors’ warehouse in Luwuk with the prevalence of 86.67% and at the exporters in Bali and Manado with the prevalence rate of 20% and 50% respectively. Based on the present results, we suggest that exporters must exercise a rigorous prevention program of the disease in order to be able to compete in the ornamental fish world market.
PENGARUH FERMENTASI MENGGUNAKAN Trichoderma viride DAN Phanerochaete chrysosporium SERTA GABUNGAN KEDUANYA TERHADAP KOMPOSISI NUTRIEN TEPUNG JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN Irma Melati; Mulyasari Mulyasari; Zafril Imran Azwar
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 1 (2012): (April 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (78.057 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.1.2012.41-47

Abstract

Ketergantungan dunia akuakultur terhadap bungkil kedelai sangat besar. Dalam formulasi pakan ikan pemakaian bungkil kedelai bisa mencapai 30%. Padahal hampir sebagian besar bungkil kedelai masih mengandalkan impor sehingga harga pakan ikan mahal. Jagung berpotensi sebagai alternatif pengganti bungkil kedelai. Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan adalah masih rendahnya nilai nutrien jagung dibandingkan bungkil kedelai. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh fermentasi menggunakan Trichoderma viride dan Phanerochaete chrysosporium serta gabungan keduanya (1:1) terhadap komposisi nutrien tepung jagung. Proses fermentasi dilakukan selama lima hari dengan dosis 10% (v/b) dan diinkubasi pada suhu ruang (30oC). Parameter yang diukur yaitu kadar nutrien tepung jagung meliputi kadar air, protein, lemak, abu serat kasar, dan BETN. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi menggunakan T. viride, P. chrysosporium, dan gabungan keduanya sangat mempengaruhi nilai nutrien tepung jagung yaitu peningkatan kadar protein (54,18%-131,45%); lemak (25,18%-228,58%); dan abu (1,61%-2,31%); serta penurunan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Peningkatan protein paling tinggi diperoleh pada tepung jagung yang difermentasi menggunakan gabungan T. viride dan Phanerochaete chrysosporium yaitu sebesar 131,45% (dari 7,25% menjadi 16,78%).
VAKSINASI IKAN TILAPIA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN VAKSIN MONOVALEN DAN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA DAN STREPTOCOCCOSIS Desy Sugiani; Sukenda Sukenda; Enang Harris; Angela Mariana Lusiastuti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.955 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.2.2013.230-239

Abstract

Peningkatan respon antibodi pascavaksinasi dengan antigen tunggal dan campuran dari bakterin Aeromonas hydrophila and Streptococcus agalactiae diharapkan dapat meningkatkan daya tahan ikan tilapia (Oreochromis niloticus) terhadap penyakit Motile Aeromonas Septicemia/MAS dan Streptococcosis. Sediaan vaksin disiapkan dengan metode pembuatan dan formula yang berbeda, proses inaktifasi dilakukan dengan menambahkan 3% Neutral Buffer Formalin (NBF 10%) pada biakan bakteri dalam media tumbuh BHI dan TSB. Vaksinasi diberikan melalui injeksi intraperitoneal dengan sediaan vaksin monovalen A. hydrophila, monovalen S. agalactiae, dan bivalen A. hydrophila + S. agalactiae (Sel utuh, produk ektraselular/ECP, crude supernatan, campuran sel utuh + ECP, dan broth). Uji tantang dilakukan menggunakan dosis LD50 infeksi tunggal maupun ko-infeksi dari bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae. Efektivitas dan keampuhan vaksin tersebut dihitung berdasarkan nilai RPS (Relative Percent Survival) dan hasil respon hematologi. Titer antibodi dapat terdeteksi setelah satu minggu pemeliharaan pasca vaksinasi. Nilai titer antar perlakuan vaksin bivalen berbeda nyata (P<0.05) dengan vaksin monovalen dan kontrol. Nilai RPS vaksin bivalen (campuran sel utuh + ECP) mencapai 100 untuk uji tantang dengan A. hydrophila dan 56,7 pada uji tantang ko-infeksi. Vaksin monovalen A. hydrophila maupun S. agalactiae hanya mampu memproteksi terhadap bakteri homolog, tidak terjadi proteksi silang di antara keduanya.

Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue