Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Pidana.
Articles
20 Documents
Search results for
, issue
"Vol 2, No 2: Mei 2018"
:
20 Documents
clear
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Pedofilia
Nur Humaira;
Tarmizi Tarmizi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (235.981 KB)
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan bentuk-bentuk dan upaya-upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pedofilia dalam tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa serta menjelaskan faktor-faktor penghambat dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pedofilia. Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian lapangan digunakan untuk memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan, dan penelitian kepustakaan guna kelengkapan data sekunder dengan cara menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, teori-teori yang ada hubungannya dengan pedofilia yang mengalami kasus kekerasan seksual. Berdasarkan hasil penelitian, bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap anak itu ada beberapa bentuk diantaranya adalah pelayanan medis, pengawasan, dan lain sebagainya. Kemudian bentuk bentuk perlindungan tersebut dilakukan oleh berbagai upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi maraknya kejahatan seksual yang terjadi. namun di dalam upaya-upaya pemerintah mewujudkan perlindungan hukum tersebut, pemerintah masih mendapatkan hambatan-hambatan dalam proses pemenuhan perlindungan tersebut. Adapun hambatan-hambatan yang di dapatkan saat ini seperti pelayanan medis yang kurang maksimal artinya dalam hal ini korban belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, bantuan hukum yang jarang diberikan dikarenakan pemerintah atau lembaga swasta lainnya kurang memperhatikan korban kekerasan seksual seperti korban pedofilia ini. Disarankan kepada pemerintah melalui institusi penegak hukum ataupun lembaga-lembaga pemerintah dapat memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban seperti rehabilitasi, pelayananan medis dan korban harus ditangani secara baik sampai masa pemulihan serta pemerintah haruslah lebih proaktif lagi dalam hal melihat persoalan-persoalan korban kekerasan seksual ini atau lebih kepada perspektif korban yang harus dilindungi.
Tinjauan Kriminologis Terhadap Penipuan Lowongan Kerja Melalui Facebook
Rezky Afriansyah;
Adi Hermansyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (248.026 KB)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana ini dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Tindak pidana ini dilakukan dengan media elektronik khususnya media sosial seperti jejaring sosial, salah satunya adalah facebook yang sedang marak di masyarakat. Meski pun perbuatan tersebut telah ada ancaman hukumannya, namun di wilayah hukum Kepolisian Resor Lhokseumawe tindak pidana tersebut masih terjadi dan menimbulkan akibat hukum. Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan faktor apa yang menyebabkan terjadinya penipuan lowongan kerja melalui facebook, upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya penipuan lowongan kerja melalui facebook, dan hambatan yang dihadapi dalam menanggulangi penipuan lowongan kerja melalui facebook. Dalam penulisan artikel ini, dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan menghasilkan data sekunder, yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku, peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian sebelumnya, sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan melakukan wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penipuan lowongan kerja melalui facebook adalah faktor lingkungan tempat mereka tinggal, lingkungan bermain atau bergaul serta bersosialisasi dengan orang lain, faktor ekonomi, faktor lingkungan keluarga, dan faktor facebook. Upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan penyuluhan yang bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat betapa bahayanya sisi gelap dari facebook apabila disalahgunakan, dan untuk memberikan himbauan kepada masyarakat agar tidak terpengaruh dengan informasi lowongan pekerjaan yang belum jelas kebenarannya serta penanganan yang dilakukan oleh aparatur negara berupa penegakan hukum dengan menjatuhkan hukuman kepada pelaku. Hambatan yang dihadapi antara lain kesulitan mendeteksi kejahatan komputer, barang bukti mudah dihilangkan/dimusnahkan, serta wilayah hukum yang berbeda antara korban dan pelaku. Disarankan pihak kepolisian dalam menangani tindak pidana penipuan lowongan kerja melalui facebook harus lebih terstruktur agar setiap proses yang dilakukan tidak menyalahi prosedur serta lebih gencar melakukan penyuluhan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan jejaring sosial facebook.
Kekuatan Alat Bukti Keterangan Saksi Anak Dalam Pembuktian Perkara Pidana
Saiful Anwar;
Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (247.21 KB)
Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur bahwa anak yang belum berumur 18 tahun dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam ketentuan tersebut tidak dijelaskan secara signifikan mengenai batasan umur anak yang boleh disumpah untuk memberikan kesaksian yang sah. Namun dalam pelaksanaannya hakim menentukan batasan umur anak dapat disumpah atau tidak disumpah yang berdampak terhadap penilaian hakim dalam pembuktian suatu perkara pidana. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan kekuatan keterangan saksi anak sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pidana, dan menjelaskan karakteristik kasus yang melibatkan kesaksian anak dalam perkara pidana, menjelaskan perlindungan hukum terhadap anak yang memberikan kesaksian dalam perkara pidana. Metode penelitian artikel ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Data sekunder diperoleh dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku, serta artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian kekuatan keterangan saksi anak sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pidana dapat diterima sebagai alat bukti yang sah dilihat dari batasan umur untuk disumpah (diatas 15 tahun) atau tidak disumpah (dibawah 15 tahun), tidak dilakukan pembagian karakteristik perkara baik itu pidana biasa maupun pidana khusus namun terdapat beberapa perbedaannya dalam memperoleh keterangan dari anak saksi atau sebagai saksi korban, perlindungan saksi anak yang menyebutkan jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun social belum terlaksana sepenuhnya. Disarankan kepada pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No.11 Tahun 2012 mengenai batasan umur saksi anak yang disumpah, kepada lembaga terkait untuk melakukan pendampingan kepada saksi anak tanpa membuat pembatasan terhadap tindak pidana biasa dan khusus, Supaya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dapat meningkatkan dalam proses kinerja dalam upaya perlindungan saksi anak.
Penanggulangan Tindak Pidana Desersi Yang Dilakukan Oleh Anggota Prajurit TNI AD
Dedi Wijaya;
Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (254.594 KB)
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor penyebab anggota prajurit TNI AD melakukan tindak pidana desersi. Menjelaskan upaya penanggulangan tindak pidana desersi TNI yang dilakukan oleh anggota prajurit TNI AD. Data dalam penulisan ini melalui penelitian kepustakaan berupa membaca referensi dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, artikel pada surat kabar, Media Internet, sementara penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan. Data tersebut kemudian di analisis dan disusun secara deskriptif untuk menjelaskan permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, faktor penyebab terjadinya tindak pidana desersi yaitu faktor mental (psikologi), faktor keluarga, faktor tidak bisa mengelola keuangan dengan baik (faktor ekonomi), faktor pergaulan (lingkungan). Upaya penanggulangan terhadap pelaku tindak pidana desersi terdiri dari upaya preventif berupa pengawasan serta penyuluhan hukum tentang kewajiban dan larangan yang berlaku di lingkungan TNI AD yang sifatnya secara terus-menerus dan berkelanjutan. Upaya represif berupa penjatuhan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun sampai paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan serta penjatuhan pidana tambahan pemecatan apabila melakukan pengulangan tindak pidana desersi. Disarankan kepada setiap anggota prajurit TNI AD agar dapat memahami serta memapatuhi isi dari Sumpah Prajurit, Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI sebagai pedoman sikap dan berprilaku seorang anggota prajurit TNI AD. Kepada setiap satuan TNI AD wajib mengadakan evaluasi faktor penyebab terjadinya tindak pidana desersi secara bertahap dan menyeluruh serta pengawasan internal sebagai salah satu fungsi komando TNI AD. Menindak secara tegas siapa pun anggota TNI AD yang terlibat perkara tindak pidana dengan ketetentuan hukum yang berlaku.
Tindak Pidana Penyalahgunaan Pengangkutan Dan Niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Jenis Minyak Tanah Di Simeulue
Rini Anggriani M;
Adi Hermansyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (251.393 KB)
Tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak bersubsidi jenis minyak tanah, diatur dalam ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, perbuatan pengangkutan, pendistribusian, penampungan, penimbunan hingga penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM). Pasal 55 UU No.22 Tahun 2001 menyebutkan bahwa: “Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidikan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).” Namun pada kenyataannya masih ada masyarakat yang melakukan penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak tanah bersubsidi. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah, serta menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menangulangi terjadinya penyalahgunaan pengangkutan dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah. Data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, literatur-literatur yang ada hubungannya dengan masalah dibahas. Penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara mewawancarai para responden dan informan. Hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi jenis minyak tanah yaitu faktor ekonomi, faktor mudahnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM), dan faktor kurangnya pengawasan dari BPH Migas. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana penyalahgunaan dan niaga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah adalah upaya preventif dan represif. Saran dari artikel ini adalah, Diharapkan kepada pihak BPH migas dan pihak kepolisian untuk meningkatkan razia-razia ditempat yang rawan terjadi tindak pidana serta memasang spanduk ditempat rawan terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan distribusi BBM yang berisi tentang himbauan kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam rangka upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan distribusi BBM.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran Parkir Di Badan Jalan
Mirza Zulian Syahputra;
Nurhafifah Nurhafifah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (274.845 KB)
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui dan menjelaskan penyebab terjadinya pelanggaran parkir, untuk mengetahui dan menjelaskan upaya yang dilakukan dalam penanggulangan pelanggaran parkir, serta mengetahui dan menjelaskan faktor penghambat dalam penanggulangan pelanggaran parkir. Data dalam penulisan artikel ini berupa data penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dari hasil wawancara serta data sekunder melalui serangkaian kegiatan membaca, mengutip dan menelaah perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa walaupun aturan dalam undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan sudah diterapkan, masih banyak pelaku pelanggaran parkir yang melakukan pelanggaran, penyebabnya yaitu karena masih ada sebagian masyarakat yang lalai dengan rambu lalu lintas serta maraknya penyalahgunaan lahan parkir. Hambatan yang dihadapi dalam penerapan sanksi pidana tersebut adalah sosialisasi yang belum maksimal, belum tersedianya lahan parkir yang cukup dan rendahnya kesadaran dari pelaku pelanggaran untuk mematuhi aturan yang ada. Upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi pelanggaran parkir tersebut adalah meningkatkan sosialisasi melalui rambu lalu lintas dan selebaran dan secara bertahap memperluas lahan parkir. Disarankan kepada Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh untuk dapat memberi sanksi tegas dan penertiban secara keseluruhan terhadap para pengemudi kendaraan khusunya kendaraan roda empat agar aturan tersebut benar-benar direalisasikan.
Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Terhadap Pelaku Khalwat
Rizky Aditya A;
Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (283.776 KB)
Tujuan Penulisan artikel ini untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan main hakim sendiri, menjelaskan alasan tindakan main hakim sendiri tidak diproses ke dalam sistem peradilan pidana, dan menjelaskan upaya penanggulangan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku khalwat. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan main hakim sendiri adalah sikap egois dan emosi memuncak dari masyarakat yang tidak dapat dikendalikan saat mengetahui adanya tindakan khalwat serta pelaku khalwat dianggap telah melakukan pencemaran atau pelecehan nama Gampong tersebut. Alasan tindakan main hakim sendiri tidak diproses kedalam sistem peradilan pidana karena korban sudah terlanjur malu karena kedapatan melakukan perbuatan yang dilarang dalam masyarakat dan tidak ingin melanjutkan kasus ini kepada pihak Kepolisian. Upaya penangggulangan main hakim sendiri terhadap pelaku khalwat ialah dengan dilakukannya sosialisasi atau himbauan tentang peraturan-peraturan yang berlaku di Gampong sebagai langkah konkret untuk meminimalisir tindakan yang melanggar serta dapat mencoreng dan mencemarkan nama Gampong. Disarankan kepada pihak berwajib maupun aparatur Gampong untuk terus melakukan upaya sosialisasi yang lebih optimal agar kedepannya kasus main hakim sendiri terhadap pelaku jarimah khalwat maupun kasus lainnya tidak terulang, dan kepada warga yang melakukan tindakan main hakim sendiri sebaiknya diberikan peringatan, teguran, serta diproses secara hukum oleh pihak Kepolisian tanpa harus menunggu adanya laporan dari korban.
Kajian Yuridis Putusan Hakim Yang Bertentangan Dengan Surat Dakwaan Dalam Perkara Narkotika
Siti Wilda Lisma;
Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (243.794 KB)
Berdasarkan ketentuan Pasal 182 Ayat (4) KUHAP seorang Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa haruslah memperhatikan 2 (dua) hal yaitu memutuskan sesuai dengan apa yang didakwakan oleh penuntut umum dan segala yang terbukti dalam persidangan atau berupa sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Akan tetapi pada kenyataannya masih adanya putusan hakim yang dijatuhkan diluar dari dakwaan penuntut umum. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui mengapa hakim menjatuhkan putusan yang tidak di dakwakan jaksa penuntut umum dan untuk mengetahui akibat hukum dari penjatuhan putusan diluar dakwaan tersebut dikaji dari aspek kurangnya barang bukti dan penerapan pasal dalam surat dakwaan yang dianggap terlalu memberatkan. Metode yang dilakukan menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang diperoleh dari buku-buku teks, peraturan perundang-undangan dan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menujukkan bahwa alasan hakim menjatuhkan putusan diluar dakwaan adalah karena rasa keadilan, dimana terhadap Putusan Nomor 132/Pid.Sus/2014/PN-BNA Hakim berpendapat bahwa jumlah barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan dianggap terlalu sedikit untuk dijatuhkan hukuman dengan menggunakan Pasal 114 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan menurut Hakim unsur Pasal 127 yaitu unsur penyalahgunaan Narkotikan Bagi Diri Sendiri dirasa lebih cocok untuk untuk diterapkan terhadap terdakwa. Dalam perkara ini jaksa dianggap kurang cermat dalam menerapkan unsur pasal yang tepat terhadap kasus narkotika tersebut. Akibat hukum dari penjatuhan putusan tersebut adalah terdakwa tetap di jatuhkan hukuman penjara dikarenakan seseorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana tidak mungkin untuk dilepaskan. Disarankan kepada hakim dalam menjatuhkan putusan haruslah memperhatikan surat dakwaan yang didakwakan oleh penuntut umum dan aturan mengenai tatacara pengambilan keputusan sebagai mana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penerapan Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 Terhadap Tindak Pidana Pengutipan Uang Tanpa Izin Dari Dinas Sosial Di Jalan Raya
Siti Farahsyah Addurunnafis;
Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (224.996 KB)
Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan faktor penyebab ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengutipan Uang dan Barang dijalan raya Kota Banda Aceh tidak berjalan sebagaimana ketentuan, faktor penghambat Dinas Sosial dalam menanganai pengutip uang dan Upaya Penanggulangannya. Data dalam penulisan artikel ini diperoleh secara yuridis empiris yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau penelitian terhadap data sekunder dan meneliti dilapangan atau penelitian terhadap data primer. Penelitian Lapangan dilakukan dengan cara melalui wawancara responden dan informan, penelitian kepustakaan dilakukan dengan menelaah buku-buku dan peraturan perundang-undangan. Keseluruhan data kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan utama Undang-Undng Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengutipan Uang dan Barang tidak berjalan sebagaimana mestinya karena faktor kegiatan pengutipan uang tersebut sudah dianggap biasa oleh pelaku, lambatnya pejabat yang berwenang dalam melakukan pendataan dan dalam menangani pengutip uang, masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan hukum, adanya rasa tidak ingin repot dari pelaku atau masyarakat dalam melakukan pengurusan surat izin, faktor datangnya pelaku penngutip uang dari luar Kota Banda Aceh serta faktor adanya pengutipan uang demi kepentingan pribadi.Disarankan kepada Dinas Sosial untuk lebih sering melakukan sosialisasi atas eksistensi Undang-Undang tersebut dan untuk segera memilih Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang selama ini kosong dan terbatas jumlahnya.
Tindak Pidana Memperniagakan Satwa Yang Dilindungi Jenis Landak Dan Penegakan Hukumnya
Rudika Zulkumar;
Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (315.464 KB)
Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk “menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup”, pelanggaran ketentuan ini diancam dengan pidana dalam Pasal 40 ayat (2) “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Namun kenyataannya masih terdapat tindak pidana memperniagakan satwa yang dilindungi seperti jenis landak dan beberapa kasus diproses diluar pengadilan yang terjadi di Kabupaten Aceh Barat. Hasil penelitian menunjukkan Faktor penyebab terjadinya tindak pidana memperniagakan satwa landak ialah faktor ekonomi, adanya kesempatan, lemahnya penegakan hukum serta masyarakat tidak mengetahui bahwa landak adalah satwa yang dilindungi. Alasan beberapa kasus tindak pidana memperniagakan satwa landak diproses diluar pengadilan karena kurangnya koordinasi antara pihak terkait dalam hal ini BKSDA dan Kepolisian dengan masyarakat, mengutamakan perlindungan satwa, serta kesulitan dalam penyelidikan. Upaya menanggulangi tindak pidana memperniagakan satwa landak melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya serta melakukan patroli rutin di daerah yang diduga kuat sering terjadinya tindak pidana memperniagakan satwa yang dilindungi. Disarankan kepada pihak BKSDA, Kepolisian agar meningkatkan kinerja dalam menanggulangi tindak pidana, menjalin kerjasama dengan lembaga atau LSM terkait dalam menanggulangi tindak pidana memperniagakan satwa yang dilindungi serta lebih sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan aktif melakukan patroli rutin.