cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana
ISSN : -     EISSN : 25976893     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Pidana.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 4: November 2018" : 20 Documents clear
Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Dengan Cara Penggranatan (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Polda Aceh) Julia Ningsih; Nurhafifah Nurhafifah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.232 KB)

Abstract

Pembunuhan dengan rencana lebih dahulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia. Terjadinya pembunuhan juga tidak terlepas dari kontrol sosial masyarakat, baik terhadap pelaku maupun terhadap korban pembunuhan sehingga tidak memberi peluang untuk berkembangnya kejahatan ini, apalagi terhadap pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu, ancaman hukumannya lebih berat dari pembunuhan biasa karena adanya unsur yang direncanakan terlebih dahulu (Pasal 340 KUHP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan penyidikan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dengan penggranatan. Untuk menjelaskan hambatan pelaksanaan penyidikan terahadap pelaku tindak pidana berencana dengan penggranatan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian keperpustakaan dan metode penelitian lapangan untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara mengkaji dan mempelajari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), buku teks lainnya serta makalah lain yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses penyidikan tindak pidana pembunuhan dengan menggunakan granat dilakukan dengan cara menggunakan penyidikan Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan cara daktiloskopi, Penyidikan terhadap saksi dan terhadap terdakwa. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penyidikan diantaranya faktor interen pada dasarnya pihak kepolisian tidak banyak menemukan kesulitan-kesulitan baik didalam melakukan penangkapan maupun dalam melakukan proses pelaksanaan penyidikan. Faktor eksternal yang dapat ditemui oleh penyidik adalah cara dalam memberikan pengertian terhadap masyarakat dalam kawasan Tempat Kejadian Perkara (TKP) tindak pidana, kesulitan dalam menghadirkan saksi-saksi dikarenakan banyaknya saksi yang harus dihadirkan. Disarankan pelaksanaan penyidikan dilakukan dengan koordinasi berbagi pihak untuk mempercepat proses penyidikan dan menetapkan tersangka dalam perkara tersebut.
Penerapan Hukum Terhadap Penjual Minuman Tuak Yang Diatur Dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat Ahmad Ari Sambo; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.513 KB)

Abstract

Minuman tuak termasuk kedalam khamar, yang dimaksud khamar adalah minuman yang memabukkan dan/atau mengandung alkohol dengan kadar 2% atau lebih, Pasal 16 Setiap Orang yang dengan sengaja memproduksi, menyimpan/ menimbun, menjual atau memasukkan Khamar, masing-masing diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 60 kali atau denda paling banyak 600 gram emas murni atau penjara paling lama 60 bulan. Namun kenyataannya, apa yang terjadi di Subulussalam masih banyak ditemukan kasus penjualan minuman tuak yang perkaranya tidak diselesaikan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Tujuan penulisan ini untuk menjelaskan mengapa pidana terhadap penjualan minuman tuak belum diterapkan, faktor penyebab masih banyaknya penjualan minuman tuak, serta upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Subulussalam. Data diperoleh melalui Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan sumber data secara teoritis: buku-buku, doktrin, jurnal hukum, dan peraturan undang-undang yang berlaku, sedangkan penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer: melalui wawancara dengan responden maupun informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku penjualan minuman tuak belum pernah dijatuhi pidana yang sesuai dangan Qanun Aceh mengenai Khamar, karena para pelaku merupakan tulang punggung keluarga maka diberi peringatan dan teguran saja. Faktor masih banyaknya penjualan minuman tuak dikarenakan faktor ekonomi dan lingkungan yang mendukung. Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah diantaranya sosialisasi diwilayah kota, kecamatan bahkan desa, serta melakukan rajia terhadap penjual minuman tuak. Diharapkan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah melakukan peningkatan razia yang intensif diwilayah kota Subulussalam dan desa-desa yang masih aktif dalam melakukan penjualan minuman tuak.
Disparitas Putusan Pidana Tambahan Terhadap Perampasan Barang Bukti Milik Pihak Ketiga Dalam Tindak Pidana Kehutanan Cut Anggiya Fitri; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (573.691 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya disparitas putusan pidana tambahan terhadap perampasan barang bukti milik pihak ketiga dalam tindak pidana kehutanan, serta untuk mengetahui pertimbangan hakim mengembalikan dan merampas barang bukti milik pihak ketiga dalam tindak pidana kehutanan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang menggunakan data sekunder sebagai sumber utama, yaitu mengacu pada putusan pengadilan, buku-buku, dan peraturan perundang-undangan, serta dilengkapi dengan data primer yaitu wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disparitas putusan pidana tambahan terhadap perampasan barang bukti milik pihak ketiga terjadi karena substansi Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak jelas atau tegas, adanya perbedaan penafsiran hakim terhadap bunyi Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, adanya kebebasan hakim berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan persepsi hakim tentang keadilan yang berbeda. Hakim mengembalikan barang bukti milik pihak ketiga karena pihak ketiga tidak mempunyai hubungan sebab akibat dengan tindak pidana, dan hakim merampas barang bukti milik pihak ketiga karena hakim memandang ketentuan Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bersifat imperatif (harus dilaksanakan). Disarankan agar pembuat kebijakan hendaknya mempertegas substansi Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran hakim terhadap bunyi pasal tersebut.
Kajian Viktimologi Terhadap Korban Tindak Pidana Pencabulan Di Tempat Umum (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Polsek Syiah Kuala) Nellyta Afrila Sari; Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (573.878 KB)

Abstract

Dalam Pasal 289 KUHP dikatakan, barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesususilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Hasil penelitian menjelaskan bahwa alasan para korban tidak melakukan pengaduan dalam proses pengaduan korban ke para penyidik, yaitu: kejadian tersebut merupakan aib, korban takut ceritanya tidak dipercayai oleh orang-orang termasuk aparat hukum, proses hukum yang setengah-setengah/berhenti ditengah jalan, korban merasa khawatir akan adanya ancaman dikemudian hari, korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban, korban menyepelekan/memandang sebelah mata terhadap aparat hukum. Penyidik hanya mendapatkan bukti dari keterangan warga setempat dan bukan korban yang merupakan saksi terjadinya peristiwa kasus tersebut, sehingga penyidik mengalami kesulitan dalam melakukan penyidikan. Dengan alasan ini maka korban tidak ada yang melapor ke pihak yang berwajib. Proses viktimisasi terhadap korban terjadi dengan dua modus, yaitu korban di ikuti oleh pelaku pengendara bermotor dan langsung melancarkan aksinya, dan pelaku sengaja memamerkan alat vital nya dihadapan korban untuk mencari kepuasan. Dampak dari viktimisasi terhadap korban yaitu seperti trauma fisik, stress, malu, minder atau kurangnya rasa percaya diri. Diharapkan adanya upaya penanggulangan yang dilakukan oleh aparat hukum, yaitu, Meningkatkan upaya sosialisasi kepada masyarakat dan penjelasan akan pentingnya melakukan pencegahan terhadap tindak pidana percabulan dan dampak hukum yang akan diberikan kepada pelaku tindak pidana percabulan (upaya preventif). Memberikan hukuman yang sesuai dan memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana pencabulan. Dan bagi para korban agar dapat melaporkan kejahatan yang dialaminya kepada yang berwajib agar dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia (upaya refresif).
Tindak Pidana Tidak Melaporkan Adanya Tindak Pidana Narkotika Golongan I Bukan Tanaman Dan Penerapan Hukumnya (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kota Langsa) Fajarul Imam; Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.629 KB)

Abstract

Ketentuan Pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika mengatur setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. Namun pada kenyataannya di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kota Langsa masih ada yang melakukan tindak pidana dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika golongan I bukan tanaman dan penerapan hukumnya. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan alasan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika golongan I bukan tanaman serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara yang bervariasi terhadap terdakwa yang melanggar Pasal 131 Undang-Undang Narkotika.Data diperoleh melaluipenelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari buku-buku dan undang-undang yang ada hubungannya dengan judul artikel ini. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan cara mewawancarai responden dan informan. Diketahui dari hasil penelitianbahwa alasan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku karena hakim menilai bahwa perbuatan pelaku dianggaptidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba inilah yang dijadikan alasan kuat bagi hakim untuk menghukum pelaku.Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara yang bervariasi terhadap terdakwa  dilihat dari fakta-fakta dipersidangan, pada kasus ini disparitas yang terjadi karena terpidana T.Nur Chalis terlibat dalam kasus ini yang dimana pelakunya hanya pemakai berbeda dengan Samsul Kamal dan Afni Nurita yang kasusnya melibatkan Pengedar sekaligus pemakai sehingga hakim memutuskan hukuman keduanya lebih berat dari T.Nur Chalis.Diharapkan kepada hakim untuk lebih bijaksana dalam menentukan hal-hal yang memberatkan bagi pelaku, karena pada kasus ini hakim hanya melihat satu faktor pemberat dalam menghukum pelaku. Diharapkan juga kepada seluruh instansi penegak hukum agar lebih maksimal dalam melakukan upaya penanggulangan terhadap tindak pidana ini dengan aktif melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum terkait adanya aturan dalam Undang-Undang Narkotika.
Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Untuk Dijadikan Jaminan Kredit (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Tamiang) Riva Desriana; Mukhlis Mukhlis
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.172 KB)

Abstract

Pasal 263 ayat (1) disebutkan, bahwa: “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.” Namun kenyataannya masih terjadi tindak pidana pemalsuan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya pemalsuan Surat yang dijadikan jaminan kredit ke bank oleh PNS, modus operandi pemalsuan yang dilakukan oleh PNS, upaya penanggulangan terhadap tindak pidana pemalsuan surat. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari literatur peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim yang berlaku dan sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden.Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan yang dilakukan oleh PNS yaitu faktor kekuasaan, kepercayaan, lingkungan dan ekonomi. Modus operandi pemalsuan dilakukan dengan memalsukan tanda tangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan dokumen persyarat kredit yaitu: SK 100, SK 80, SK Terakhir, Kartu Taspen, Kartu Pegawai, Surat Kuasa Pemotongan Gaji, Rincian Gaji 3 Bulan Terakhir, Buku Nikah dan NPWP. Pemalsuan dokumen tersebut dilakukan terdakwa dengan menggunakan jasa pengetikan komputer. Upaya Penanggulangan Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat dapat dilakukan dengan Upaya Preventif dan Upaya Represif. Upaya Preventif dilakukan dengan investigasi dan verifikasi berkas dokumen kredit sesuat PTO sehingga tercapainya prudent banking. Upaya Represif dilakukan dengan cara restrukturisasi atau pengajuan tuntutan hukum jika terindikasi penyimpangan atau fraud. Disarankan kepada PNS untuk tidakmelakukan perbuatan yang melanggar hukum tersebut dengan memamfaatkan kekuasaannya selaku PNS termasuk memanfaatkan jabatan karena dapat menjatuhkan harkat dan martabat PNS. Disarankan kepada pihak bank untuk menjalankan prinsip prudent banking (kebijakan perbankan). Jika data yang dipalsukan tersebut dapat diketahui lebih awal melalui tahapan investigasi dan verifikasi.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Aplikasi Streaming “Bigo Live” Dalam Konten Pornografi Cut Sarah Nadia; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.258 KB)

Abstract

Penelitian ini diadakan bertujuan untuk mengetahui perbuatan pornografi terhadap pelaku penggunaan aplikasi streaming bigo live memenuhi unsur tindak pidana pornografi dalam UU ITE dan UU Pornografi dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pornografi terhadap penyalahgunaan aplikasi streaming bigo live dalam UU Pornografi dan UU ITE. Penelitian ini menggunakan metode normative, dimana data-data diperoleh dengan studi kepustakaan/data sekunder, yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku, peraturan perundang-undangan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa perbuatan yang ditampilkan penyiar dalam aplikasi streaming bigo live termasuk dalam muatan yang melanggar kesusilaan dan dapat dikelompokkan dalam tindak pidana pornografi, yang mana aksi yang ditampilkan penyiar dalam apikasi bigo live memenuhi unsur-unsur pornografi yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, dan Pasal 27 Ayat (1) UU ITE sebagai pelanggaran terhadap penyiar yang mempertontonkan unsur pornografi. Pertanggungjawaban pelaku dalam UU ITE dan UU Pornografi didasarkan pada asas culpabilitas “tidak dipidana apabila tidak terdapat kesalahan”. Namun hal ini pelaku penyalahgunaan bigo live telah memenuhi unsur kesalahan sehingga pelaku dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana padanya. Disarankan kepada pemerintah untuk dapat memperhatikan media sosial yang disalahgunakan masyarakat dan harus memberikan sanksi tegas bagi para pengguna aplikasi bigo live yang melakukan siaran yang mengandung unsur pornografi.
Pelanggaran Terhadap Qanun Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Besar) Maulidin Maulidin; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.1 KB)

Abstract

Sarang Burung Walet adalah hasil Burung Walet yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak Burung Walet baik yang berada dalam habitat alami maupun di habitat buatan/penangkaran yang potensinya cukup besar diwilayah Kabupaten Aceh Besar dan diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah. Tujuan penulisan artikel ini adalah menjelaskan pelanggaran terhadap Qanun Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pajak Sarang Burung Walet di Aceh Besar, faktor penghambat terhadap pelanggaran pemungutan pajak sarang burung walet dan serta upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan pemungutan pajak sarang burung walet di Kabupaten Aceh Besar. Metode yang dilakukan menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku teks, peraturan perundang-undangan. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian dari penulisan artikel ini diketahui bahwa penyelenggaraan pajak sarang burung walet dikabupaten Aceh Besar terdapat wajib pajak yang menunggak pembayaran pajak. Dimana setiap orang yang memeliki usaha sarang burung walet dalam Kabupaten Aceh Besar sudah semestinya membayar iuran pajak usaha sarang burung walet. Hal ini akan menambah manfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat yang berkelanjutan. Disarankan seharusnya dalalm proses penanganan pemungutan pajak sarang burung walet, Diperlukan partisipasi instansi-instansi terkait tidak hanya ada di dalam pelaksanaan penertiban. Hal inidapat membantu penertiban pajak sarang burung walet sesuaidengan tujuan yang ingin dicapai dan selaku instansi yang bertanggung jawab Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah membentuk tim lapangan untuk memberikan sosialisasi kepada pemilik usaha-usaha sarang burung walet di Kabupaten Aceh Besar, agar dapat membayar pajak serta menghimbau pemilik sarang burung walet akan denda yang dikenakan apabila tidak dapat membayar pajak dengan tepat waktu.
Pemenuhan Hak-Hak Tersangka Dalam Pemeriksaan Terhadap Tindak Pidana Pencurian (Suatu Penelitian di Polresta Banda Aceh) M. Firman Ikhsan; Nurhafifah Nurhafifah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.398 KB)

Abstract

Ketentuan Pasal 50 sampai 68 Bab IV Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP mengharuskan setiap penegak hukum untuk menghargai hak-hak yang melekat pada tersangka khususnya Pasal 50 ayat (1) dan (2) tentang hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan. Namun pada kenyataannya di Polresta Banda Aceh masih ditemukan oknum penyidik yang melanggar ketentuan tersebut, mulai dari tidak dilakukannya pemeriksaan ketika sudah dilakukan penahanan dan juga adanya tindak kekerasan yang terjadi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pemenuhan hak-hak tersangka ketika pemeriksaan dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian sudah dipenuhi atau tidak dan upaya yang dilakukan oleh pihak yang dirugikan jika terjadi penyimpangan dalam proses pemeriksaan. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari buku-buku dan Undang-Undang yang ada hubungannya dengan judul artikel ini. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan cara mewawancarai responden dan informan. Diketahui dari hasil penelitian bahwa pemenuhan hak-hak tersangka dalam proses pemeriksaan ditingkat penyidik kepolisian belum seluruhnya terpenuhi karena masih ada hal-hal yang tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh peraturan Perundang-Undangan. Tidak langsung dilakukannya pemeriksaan setelah dilakukan penahanan dimana ketidaksabaran, dalam melakukan interogasi awal saat penyidikan tersangka sering tidak jujur, tidak sopan  dengan polisi sehingga membuat emosi secara perkataan maupun sampai terjadi kontak fisik dengan tersangka. Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan jika terjadi penyimpangan dalam proses pemeriksaan secara aturan yang ada dijelaskan jika diketahui terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota polri maka dapat dikenai hukuman, Bidang profesi dan pengamanan kepolisian daerah Aceh dapat melakukan upaya pendisiplinan terhadap anggota polri yang melanggar disiplin dan kode etik. Diharapkan kepada Polisi yang mempunyai tugas dan fungsi melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan memberikan sepenuhnya hak-hak yang diatur dalam KUHAP terhadap seseorang yang belum tentu bersalah saat dilakukan pemeriksaan. Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Aceh (Bid. Propam Polda Aceh) juga harus lebih tegas dalam memproses setiap kasus indisipliner yang dilakukan oleh oknum Polisi.
Penegakan Hukum Terhadap Perusakan Yang Mengakibatkan Terganggunya Fungsi Jalan (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) Hafas Novriansyah; Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.276 KB)

Abstract

Pasal 12 (1) jo. Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dan atau ruang milik jalan”, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”, dalam kenyataannya, di Kota Banda Aceh masih terdapat kegiatan yang mengakibatkan terganggu fungsi jalan, dan terhadap pelaku belum dilakukan penegakan hukum. Tujuan penelitian dan penulisan artikel ini, untuk menjelaskan; faktor penyebab terjadinya perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan; upaya penegakan hukum terhadap pelaku perusakan jalan, dan hambatan kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pelaku perusakan jalan di Kota Banda Aceh. Perolehan data dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan cara menggunakan metode penelitian hukum empiris atau metode penelitian lapangan (field research) untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh dengan melakukan teknik pengumpulan data observasi, kuesioner, dan wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian terhadap tiga permasalahan yang telah teridentifikasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa; pertama faktor penyebab terjadinya perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan, dilatarbelakangi oleh kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum, kesengajaan, kealpaan, dan pengaruh lingkungan sosial dalam masyarakat, upaya penegakan hukum terhadap pelaku perusakan jalan di Kota Banda Aceh, dapat dilakukan dengan menerapkan upaya penegakan hukum seperti upaya penegakan hukum preventif, kuratif, rehabilitatif, dan upaya penegakan hukum represif, dan kedua hambatan kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pelaku perusakan jalan di Kota Banda Aceh dapat ditemui dari segi sumber daya manusia (SDM), fasilitas, sarana, prasarana, dan alokasi anggaran. Disarankan untuk melakukan penindakan yang tegas dan nyata dalam rangka menangani faktor penyebab terjadinya perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM, fasilitas, sarana, dan prasarana, serta meningkatkan dan mengoptimalkan alokasi anggaran.

Page 1 of 2 | Total Record : 20