Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Jurnal Hukum Samudra Keadilan merupakan jurnal ilmiah di bidang ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Samudra, guna penyebarluasan kajian konseptual dan hasil penelitian. Jurnal Hukum Samudra Keadilan terbit dua kali dalam setahun (Januari-Juni dan Juli-Desember). Jurnal Hukum samudra Keadilan ditujukan untuk kalangan pakar, akademisi, praktisi, penyelenggara negara, LSM, serta pemerhati hukum.
Articles
254 Documents
KEEFEKTIFAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN ACEH BARAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM BENCANA
Budi Handoyo
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 1 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i1.1177
Article 4 of West Aceh Qanun No.13 of 2011 about Disaster Management says that the implementation of disaster management aims to provide protection to the public from the threat of disaster, aligning the legislation that already exists, ensure the implementation of disaster management in a planned, integrated, coordinated, and comprehensive, appreciate the local culture, building and public participation. However, in practice the function structure, substance and legal culture in disaster management has not been effective because it is still faced with mIany obstacles that affect the effectiveness. The implementation of disaster management in Aceh Barat District have not been fully implemented yet effective considering the functioning of the three elements of the legal system became a major element of disaster management.In fact, if all three elements of a functioning legal system with another implementation of disaster management can be effective as effective as can be seen in the alignment of the substance elements Qanun No.13 of 2012 on the disaster management with other legislation.Effective functioning legal culture provide an understanding of the legal community as integration through community participation and socialization legislation implemented through institutional legal authorities.Factors which become obstacles in the disaster relief efforts in Aceh Barat District include inadequate institutional performance and disaster management officials, the low awareness of disaster risk and low understanding of both the law and public administration officials to the disaster rules
KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA PERMOHONAN PERNYATAN PAILIT
Serlika Aprita
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 1 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i1.1178
Salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan pemecahan saat ini setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 97 Tahun 1999 Tentang Pembentukkan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Dualisme kewenangan mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan Negeri mengakibatkan timbulnya permasalahan mengenai yurisdiksi mengadili suatu perkara. Permasalahan kekuasaan atau yurisdiksi mengadili timbul disebapkan berbagai faktor satu diantaranya faktor instansi peradilan yang membedakan eksistensi antara peradilan banding dan peradilan kasasi sebagai peradilan yang lebih tinggi (superior court) berhadapan dengan peradilan tingkat pertama (inferior court). Jenis penelitian dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum normatif. Dalam rangka pengembangan kompetensi atau wewenang Pengadilan Niaga di era globalisasi, maka diperlukan konsep yang matang untuk mempersiapkan perluasan kompetensi absolut dari Pengadilan Niaga agar Pengadilan Niaga dapat dipercaya dan kredibel di mata pencari keadilan, selain itu pula diperlukam pengakuan atas keberadaan dan eksistensi Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan wewenang yang dimiliki Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit melalui adanya pengaturan mengenai kekhususan hukum acara Pengadilan Niaga, dikarenakan hukum acara yang selama ini digunakan dalam pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga masih menggunakan ketentuan Herziene Indonesisch Reglement atau Rechreglement Buitengewesten (HIR/R.BG). Untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pihak ketiga (penggugat), yang perkara perdatanya dimenangkan di Pengadilan Negeri perlu dibuat mekanisme hukum acara tentang penghentian eksekusi putusan Pengadilan Negeri sehubungan dengan adanya putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan debitor pailit
DILEMATIKA HUKUM KEDUDUKAN ANAK SEBAGAI OUTSOURCING MENURUT HUKUM KETENAGAKERJAAN
Novi Quintena Rahayu
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 1 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i1.1275
Perlindungan anak yang bekerja masih menjadi dilema tersendiri dalam setiap daerah. Pemenuhan hak anak yang diatur dalam berbagai regulasi justru menyulitkan pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan hak anak. Terlepas adanya larangan maupun diperbolehkannya anak bekerja menurut peraturan perundang-undangan, permasalahan paling sering terjadi dalam kaitannya dengan pemenuhan hak anak salah satunya adalah terkait bobot kerja dan pengupahan yang tidak sesuai. Kajian ini hendak mendalami permasalahan kedudukan anak sebagai outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan dan realisasi pemerintah dalam memenuhi hak anak yang bekerja. Metode yang dalam tulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan preskriptif. Guna memenuhi analisa dalam kajian ini maka digunakan data sekunder, setelah data dikumpulkan maka akan dianalisa secara kualitatif.
SEJARAH PEMIKIRAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Muzakkir
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 1 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i1.1293
Pemikiran hukum Islam yang telah dilembagakan dan dipatuhi oleh masyarakat Indonesia adalah fiqh, fatwa ulama, keputusan pengadilan (yurisprudensi) dan perundang-undangan. Proses lahirnya keempat hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Pemikiran hukum Islam yang diadopsi dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia telah lama diproklamirkan oleh para cendekiawan Islam Islam di dunia Islam dengan berbagai macam karya yang telah mereka lahirkan. Para ulama hukum Islam seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal dan ulama sesudahnya. Keberadaan kearifan lokal menjadikannya bagian dari pertimbangan dalam setiap pemikiran hukum Islam di Indonesia, seperti hukum perkawinan dan pewarisan yang sangat menghormati kehidupan sosial masyarakat, baik yang sudah ada maupun yang berkembang sejak awal dan perkembangan kehidupan sosial masyarakat.
PELAKSANAAN FUNGSI SERIKAT PEKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 (Studi Pada Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kota Bukittinggi)
IZZA HASNA FUADA
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 2 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i2.1309
Dalam Pelaksanaan Fungsi SPPIpada PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kota Bukittinggi yang ditinjau dariUU RI Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang melatar belakanginya yaitu adanya perselisihan kepentinganantara peraturan direksi (KD) dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku yaitu UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Berdasarkan hal diatas permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah :Bagaimana pelaksanaan SPPI pada PT. Pos Indonesia (Persero) cabang Kota Bukittinggi?. Apa bentuk-bentuk dari perselisihan yang terjadi pada lingkungan pekerja PT. Pos Indonesia (Persero) cabang Kota Bukittinggi?,Bagaimana upaya SPPI dalam mengatasi bentuk perselisihan yang terjadi pada PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Kota Bukittinggi?. Mencari jawaban atas permasalahan tersebut penulis melakuakan penelitian dengan menggunakan metode yuridis empiris.Penelitian yang penulis lakukan di SPPI pada PT. Pos Indonesia (Persero) cabang Kota Bukittinggi diperoleh kesimpulan yaitu : pelaksanaan fungsi SPPI dalam mengatasi perselisihan hubungan industrial dilakukan dengan upaya bipartite yaitu secara musyawarah antara SPPI dengan Perusahaan PT. Pos Indonesia (Persero) Kota Bukittinggi.
TEORI HUKUM PROGRESIF DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA BISNIS PERBANKAN SYARIAH
Nurhadi Nurhadi
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 2 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i2.1372
Teori hukum progresif dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah sangat relevan dengan pemikiran Hans Kelsen tentang hukum bagi pembangunan konsep hukum progresif yaitu dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan bekerjanya hukum di masyarakat. Agar tewujud keseimbangan atau harmonisasi antara das sollen dan das sein. Pembangunan konsep hukum progresif tetap memerlukan control dari pemikiran Hans Kelsen tentang Teoori Hukum Murni. Bahwa bekerjanya hukum itu dapat keluar dari hukum, asas atau normanya (“rule breaking”). Namun dalam implementasinya tetap memperhatikan hukum yang sudah ada. Pengertian hukum dalam arti luas. Prioritas yang digunakan sedagai pedoman adalah peraturan perundang-undangan dan hukum adat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Bahwa dalam implementasinya hukum progresif masih terdapat kelemahan dari aspek manusianya, oleh karena itu sinergi penerapan hukum dengan memperhatikan nilai yang berlaku di antara para pihak dalam hal ini dapat digali dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dan kemampuan yang mencakup 5 (lima) kecerdasan yaitu SQ, AQ, IQ, EQ dan CQ.
KEADILAN GENDER DALAM RANCANGAN QANUN HUKUM KELUARGA
Muhammad Ridwansyah
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 2 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i2.1418
This article wants to highlight the theory of gender justice in the draf Family Law Qanun, does the DPRA and the Aceh Government accommodate the theory or even omission?. Then from behind the theory of gender justice there is the essence of gender justice that should be applied in the a quo qanun design? Gender justice itself should be interpreted as equal treatment and not discriminated based on their natural identity. If so, that women are also understood or interpreted to be able to be married to more than one person? There are two results of this study as follows: First, the theory of gender justice is not accommodated at all in the draf Family Law Qanun, so it is feared that women’s rights will be violated by the qanun a quo. The arrangement of polygamy in the design of the a quo qanun in fact missed the theory of gender justice. Evan the principle of justice is not given space in the articles on polygamy, tends to regulate procedurally. Second, the nature of the theory of gender justice is not touched by the Family Law Qanun Formulation Team, so that it can be ascertained that after the establishment of the a quo qanun there will be a degradation of Acehnese female figure. Then Aceh became the center of decline in terms of attitudes towards women. Indeed, this must be understood that ancient Aceh placed women in a respectable position.
PEMISAHAN ALASAN PEMBATALAN DAN SYARAT PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
Melyana Melyana
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 2 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i2.1490
Alasan pembatalan dan syarat pelaksanaan putusan arbitrase telah diatur masing-masing pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dimana alasan pembatalan putusan arbitrase telah diatur secara limitatif dan tidak dapat disimpangi sesuai dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sedangkan syarat pelaksanaan putusan arbitrase juga telah diatur tersendiri dalam Pasal 62 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Dapat disimpulkan bahwa alasan pembatalan dan syarat pelaksanaan putusan arbitrase tidak dapat dicampuradukkan. Mengingat bahwa ketertiban umum bukan lah merupakan alasan pembatalan putusan arbitrase, melainkan syarat tidak dapat dilaksanakannya putusan arbitrase. Maka dari itu, Majelis Hakim tidak dibenarkan untuk membatalkan suatu putusan arbitrase berdasarkan alasan-alasan selain dari apa yang diatur di dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
KEPASTIAN HUKUM MENYANGKUT OBJEK HAK TANGGUNGAN BELUM TERDAFTAR YANG DIJADIKAN JAMINAN
Tria Agustia;
Yulia Mirawati;
Busyra Azheri
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 2 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i2.1525
Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung, dimana ditemukan masih sangat banyak masyarakat yang hanya memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) atau Surat Pernyataan Pemilikan dan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebagai bukti kepemilikan tanah dan mereka ingin mendapatkan fasilitas kredit dengan menjaminkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atau Surat Pernyataan Pemilikan dan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) tersebut. Pokok permasalahan yang dikaji adalah bagaimana kepastian hukum dalam pembebanan hak tanggungan objek yang belum terdaftar yang dijadikan jaminan. Jenis penelitian adalah penelitian empiris. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepastian hukum mengenai objek yang belum terdaftar yang dijadikan jaminan disini yaitu objek yang belum terdaftar tersebut dapat diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), hal ini diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit Tertentu dan nantinya harus dilanjutkan dengan pemasangan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) setelah pendaftaran objek tersebut selesai
IMPLIKASI PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN DI ACEH
Wahyu Ramadhani;
Ida Safitri
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 14 No 2 (2019): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v14i2.1545
Ketika lembaga negara yang formal mengalami krisis kepercayaan masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dalam masyarakat, muncul permintaan untuk memperkuat peran lembaga adat sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Permasalahan yang menjadi fokus dari penelitian ini pertama, bagaimana penyelesaian sengketa pertanahan melalui lembaga adat di Aceh dan Apa implikasi dalam pemberdayaan lembaga Adat sebagai alternatif dalam penyelesaian Perkara sengketa pertanahan di Aceh. Penelitian ini menggunakan metodependekatan Yuridis Empiris. Penelitianini menggunakan teknik pengumpulan bahanhukumdan datayang terdiridariStudi Kepustakaan(LiberaryResearch).Analisabahanhukum dalam penelitianinidilakukan dengan carakualitatif dandisajikansecaradeskriptif. Hal ini menunjukkan bahwa secara kelembagaan mekanisme penyelesaian sengketa melalui lembaga adat masih menghadapi banyak kendala. Politik hukum nasional yang mengedepankan unifikasi hukum masih dirasakan dampaknya secara yuridis sampai saat ini, terkait dengan kewenangan lembaga menyelesaikan sengketa bahwa lembaga adat memiliki struktur, tugas dan fungsi serta kompetensinya. Mekanisme utama yang digunakan dalam penyelesaian sengketa adalah mekanisme musyawarah. Putusan lembaga adat memiliki wibawa yang kuat sehingga banyak yang diikuti, namun dalam hal tertentu pihak yang berkeberatan dapat menyelesaikan sengketa melalui lembaga penyelesaian sengketa Negara. Penyelesaian mengedepankan muyawarah merupakan salah satu yang positif dari mekanisme penyelesaian sengketa melalui lembaga adatupaya yang dilakukan oleh beberapa daerah untuk memperkuat posisi dan peran lembaga adat adalah melalui pembentukan Qanun Aceh Nosmor 10 Tanun 2008 tentang Lembaga Adat.