cover
Contact Name
Arnis Duwita Purnama
Contact Email
jurnal@komisiyudisial.go.id
Phone
+628121368480
Journal Mail Official
jurnal@komisiyudisial.go.id
Editorial Address
Redaksi Jurnal Yudisial Gd. Komisi Yudisial RI Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Yudisial
ISSN : 19786506     EISSN : 25794868     DOI : 10.29123
Core Subject : Social,
Jurnal Yudisial memuat hasil penelitian putusan hakim atas suatu kasus konkret yang memiliki aktualitas dan kompleksitas permasalahan hukum, baik dari pengadilan di Indonesia maupun luar negeri dan merupakan artikel asli (belum pernah dipublikasikan). Visi: Menjadikan Jurnal Yudisial sebagai jurnal berskala internasional. Misi: 1. Sebagai ruang kontribusi bagi komunitas hukum Indonesia dalam mendukung eksistensi peradilan yang akuntabel, jujur, dan adil. 2. Membantu tugas dan wewenang Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam menjaga dan menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN" : 7 Documents clear
PEMBATASAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN Musyarri, Fazal Akmal; Sabrina, Gina
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i3.585

Abstract

Tulisan ini mengkaji Putusan Nomor 683/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim yang terdakwanya adalah seorang ahli bom yang telah melakukan serangkaian pengeboman di Indonesia. Dalam putusan tersebut, dijelaskan secara detail mengenai teknik dan ilmu pengeboman yang menurut kajian ini termasuk sebagai informasi sensitif apabila jatuh di tangan pihak yang tidak bertanggung jawab. Diperlukan pembatasan terhadap keterbukaan informasi publik khususnya yang berpotensi membahayakan dan mengancam keamanan dan pertahanan negara, yang diatur pembatasannya dalam Undang-Undang 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 1-144/KMA/SK/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan. Sayangnya belum berjalan dengan optimal seperti contoh putusan pada kajian ini, yang walaupun memuat substansi yang sensitif tetap dapat diakses secara luas melalui Direktori Putusan Mahkamah Agung. Maka tulisan ini bermaksud mengkaji mengenai urgensitas pembatasan keterbukaan informasi publik di pengadilan beserta kajiannya dalam putusan tersebut menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach). Berdasarkan kajian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwasanya Mahkamah Agung dan berbagai lingkup pengadilan yang berada di bawah lingkungannya telah menerapkan keterbukaan informasi publik. Akan tetapi terdapat beberapa informasi sensitif yang turut dibuka sehingga berdasarkan ketentuan berbagai perundang-undangan perlu untuk melakukan filterisasi terhadap informasi sensitif sebagai bentuk pembatasan terhadap keterbukaan informasi publik di lingkungan peradilan.
DISPARITAS PUTUSAN PEMIDANAAN PERKARA PENIPUAN ONLINE Al Idrus, Nur Fadilah
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i3.598

Abstract

Disparitas pidana adalah putusan yang berbeda pada jenis perkara pidana yang sama. Permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah apa faktor penyebab terjadinya disparitas pidana pada Putusan Nomor 118/Pid.Sus/2021/PN.Wbk dan Nomor 210/Pid.Sus/2021/PN.Sdr, dan apakah penjatuhan putusan oleh hakim dalam putusan tersebut mengandung nilai keadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab yang melatarbelakangi terjadinya disparitas pidana dalam kedua putusan tersebut yakni dari segi teori, adanya kebebasan dan kemandirian hakim yang ditetapkan dalam kekuasaan kehakiman. Selanjutnya, tidak adanya pedoman pemidanaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Berkaitan dengan segi empiris, disparitas pidana bisa terjadi melalui kepribadian, keadaan sosial, ekonomi, sikap masyarakat, dan pembuktian fakta di persidangan yang dinilai melalui pertimbangan keadaan terdakwa. Sedangkan dari segi sosiologis, nilai keadilan terkait disparitas putusan mungkin saja ikut berpengaruh pada cara pandang dan penilaian masyarakat terhadap peradilan, sehingga mengganggu terwujudnya keadilan meskipun secara yuridis, disparitas tidak dianggap sebagai sesuatu yang bertentangan dan atau sesuatu yang melanggar hukum. Nilai keadilan dalam putusan hakim pada kedua putusan tersebut, baik secara formil dan materil telah terpenuhi karena telah memenuhi dakwaan dan unsurnya dalam pertimbangan hakim.
PEMBATASAN IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM PEMBENTUKAN PERPPU Syahuri, Taufiqurrahman; Dirkareshza, Rianda
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i3.649

Abstract

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dibentuk guna mengatasi keadaan genting dan memaksa. Namun, belum ada yang mengatur lebih detail mengenai makna secara spesifik terkait hal ihwal kegentingan yang memaksa, sementara Putusan Mahkamah Konstitusi masih sebatas tiga syarat sebagai parameter adanya kegentingan yang memaksa. Kewenangan presiden dalam  pembentukan Perppu didasarkan pada Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945, yang menyebut adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagai syarat dalam membentuk Perppu. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kecenderungan pemakaian mekanisme pembatasan ihwal kegentingan yang memaksa dalam pembentukan Perppu di Indonesia, serta konsep pembatasan ihwal kegentingan memaksa untuk mewujudkan efektivitas dan legitimasi Perppu di Indonesia. Analisis penelitian menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Metode ini menggunakan sistem norma, atau dengan kata lain sistem kaidah dan aturan, yaitu dengan menggunakan rujukan berupa doktrin hukum, asas-asas hukum, dan juga peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan hal ihwal kegentingan yang memaksa penting untuk diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Oleh karena itu perlu dibuat aturan terkait pembatasan ihwal kegentingan yang memaksa ke dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai bentuk kepastian hukum. Hal ini untuk menghindari penfsiran secara subjektif oleh presiden dalam memaknai hal ihwal keadaan genting dan memaksa.
INTERPRETASI HAKIM DAN RASA KEADILAN MASYARAKAT Karo Karo, Rizky
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i3.652

Abstract

Majelis hakim pemeriksa perkara FS di tingkat kasasi Mahkamah Agung telah menjatuhkan putusan pemidanaan yang berbeda dengan putusan FS di pengadilan negeri dan di pengadilan tinggi. Vonis hakim pada Putusan Nomor 813 K/Pid/2023 (putusan kasasi FS) memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi  DKI Jakarta menjadi menjatuhkan pidana kepada terdakwa FS tersebut dengan pidana penjara seumur hidup. Putusan kasasi FS menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Putusan kasasi FS dianggap mencederai rasa keadilan masyarakat. Rumusan masalah dalam analisis ini adalah bagaimana hubungan antara interpretasi dan independensi hakim dengan pemenuhan rasa keadilan masyarakat dalam putusan kasasi FS. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Hasil penelitian menjabarkan bahwa putusan kasasi FS merupakan putusan yang wajib dihormati oleh pelbagai pihak, baik FS, keluarga FS, keluarga korban, dan masyarakat. Majelis hakim tingkat kasasi melakukan interpretasi hukum sistematis dan futuristik dalam memberikan vonis karena salah satu pertimbangannya ialah dengan mendasari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Interpretasi ini juga merupakan kewenangan hakim Mahkamah Agung untuk hanya memeriksa judex juris. Mahkamah Agung tidak memeriksa fakta dan bukti perkara melainkan memberikan interpretasi dan konstruksi hukum terhadap fakta yang telah diperiksa oleh judex facti baik di pengeadilan negeri dan pengadilan tinggi.
PENGESAMPINGAN SYARAT ALTERNATIF POLIGAMI SEBAGAI DASAR MENGABULKAN PERMOHONAN Mansari, Mansari; Fatahillah, Zahrul; Sahara, Siti
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i3.659

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertimbangan hakim yang mengesampingkan Pasal 4 ayat (2) UndangUndang Perkawinan, sehingga mengabulkan permohonan izin poligami. Ketentuan yang dikesampingkan tersebut menyatakan pengadilan memberi izin berpoligami jika istri tidak melaksanakan kewajibannya, memiliki penyakit badan atau sulit disembuhkan dan tidak dapat melahirkan keturunan. Kenyataan empiris menunjukkan tidak terpenuhinya ketiga alasan tersebut pada kasus dalam Putusan Nomor 272/Pdt.G/2023/MS.Bna, namun permohonan izin poligami dikabulkan oleh majelis hakim. Permasalahan lainnya pemohon telah menikah secara siri dengan istri kedua, padahal masih terikat dengan istri pertamanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara yuridis pertimbangan majelis hakim mengabulkan permohonan izin poligami dengan mengesampingkan syarat alternatif dan status hukum bagi perkawinan siri pasca dikabulkannya izin poligami. Penelitian hukum yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah data yang terdapat di perpustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara yuridis dikabulkannya permohonan izin poligami kurang tepat dalam perspektif yuridis, namun dari sisi keadilan dan kemanfaatan dapat dirasakan oleh para pihak. Status perkawinan siri dengan istri pertama menurut hukum agama sah, namun harus dicatatkan dan dinikahkan kembali di hadapan pejabat pencatat perkawinan. Mempelai laki-laki dan perempuan harus melakukan nikah ulang dengan melampirkan penetapan izin poligami sebagai syarat bagi suami yang berpoligami.
DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN TERKAIT LEGALISASI NIKAH BEDA AGAMA Kurniawan, M Beni; Refiasari, Dinora; Ramadhani, Sri Ayu
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i3.660

Abstract

Demografi Indonesia sebagai bangsa yang berpenduduk heterogen membuka potensi terjadinya perkawinan lintas agama. Namun keabsahan pernikahan berbeda agama di Indonesia masih menjadi polemik yang dapat diamati dari disparitas putusan pengadilan perihal legalisasi perkawinan berbeda agama. Melalui penelitian ini, ada dua putusan pengadilan yang memutus berbeda mengenai pengesahan perkawinan berbeda agama. Pertama, Putusan Nomor 2/Pdt.P/2022/PN.Mak menerima permohonan pencatatan pernikahan berbeda agama. Kedua, Putusan Nomor 71/Pdt.P/2017/PN.Bla yang menolak permohonan tersebut. Berangkat dari fenomena di atas, studi ini mengkaji penyebab terjadinya disparitas putusan pengadilan dalam mengadili perkawinan berlainan agama. Metode yang dipakai dalam kajian ini berupa penelitian yuridis normatif di mana hasilnya menunjukkan bahwa terjadinya disparitas antara kedua putusan tersebut yang dilatarbelakangi oleh kesamaran norma yang tidak tegas melarang atau mengizinkan pernikahan berbeda agama. Untuk menuntaskan konflik norma terkait perkawinan beda agama perlu dilakukan revisi atas ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Administrasi Kependudukan, baik melalui mekanisme judicial review ke Mahkamah Konstitusi maupun perubahan secara menyeluruh oleh DPR. Untuk mencegah disparitas putusan hakim dalam mengadili perkara perkawinan berbeda agama, hakim dalam menilai keabsahan perkawinan harus merujuk pada konstitusi, Undang-Undang Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Nomor 24/PUU-XII/2022, dan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 yang substansinya bahwa pengadilan tidak menerima permohonan pencatatan perkawinan antara mereka yang memiliki perbedaan agama dan kepercayaan.
MEMENANGKAN BISNIS DENGAN MENEGASIKAN FUNGSI SOSIAL Putro, Widodo Dwi
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i3.661

Abstract

Pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Nomor 761/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel yang dalam amar putusannya memenangkan PT DJ sebagai penggugat, sama dengan memenangkan bisnis dengan menegasikan fungsi sosial tempat ibadah. Padahal, fungsi sosial atas tanah telah dijamin oleh asas, norma hukum, yurisprudensi, dan doktrin hukum sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang dalam rezim Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal sebagai hak servituut. Bertolak dari permasalahan tersebut, terdapat dua rumusan masalah dalam analisis ini. Pertama, bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Nomor 761/Pdt.G/2022/ PN.Jkt.Sel yang menegasikan fungsi sosial atas tanah. Kedua, bagaimana kritik terhadap pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 761/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel yang memenangkan kepentingan bisnis dengan menegasikan fungsi sosial atas tanah. Mengingat kompleksnya rumusan masalah tersebut, dalam analisis tidak hanya digunakan pendekatan monodisipliner, akan tetapi juga menggunakan pendekatan interdisipliner. Dengan demikian, untuk membedah argumentasi hukum dalam pertimbangan dan amar putusan digunakan metode penelitian yuridis normatif, dan untuk mendalami anatomi sengketa digunakan metode socio-legal. Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat dan diuji dengan metode penelitian yang dipilih, dapat ditarik sebuah kesimpulan. Pertimbangan majelis hakim sebagaimana tertuang dalam putusan tersebut dipandang tidak hanya menegasikan fungsi sosial, namun juga melukai keadilan hukum, mengorbankan kemanfaatan hukum, dan membahayakan kepastian hukum.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2023 2023


Filter By Issues
All Issue Vol. 17 No. 2 (2024): Child Protection Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER Vol. 16 No. 1 (2023): NIETIG Vol 15, No 3 (2022): BEST INTEREST OF THE CHILD Vol 15, No 2 (2022): HUKUM PROGRESIF Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS Vol 14, No 3 (2021): LOCUS STANDI Vol 14, No 2 (2021): SUMMUM IUS SUMMA INIURIA Vol. 14 No. 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 14, No 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 13, No 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol. 13 No. 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol. 13 No. 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol 13, No 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol. 13 No. 1 (2020): REASON AND PASSION Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION Vol 12, No 3 (2019): LOCI IMPERIA Vol 12, No 2 (2019): ACTA NON VERBA Vol 12, No 1 (2019): POLITIK DAN HUKUM Vol 11, No 3 (2018): PARI PASSU Vol 11, No 2 (2018): IN CAUSA POSITUM Vol 11, No 1 (2018): IUS BONUMQUE Vol 10, No 3 (2017): ALIENI JURIS Vol 10, No 2 (2017): EX FIDA BONA Vol 10, No 1 (2017): ABROGATIO LEGIS Vol 9, No 3 (2016): [DE]KONSTRUKSI HUKUM Vol 9, No 2 (2016): DINAMIKA "CORPUS JURIS" Vol 9, No 1 (2016): DIVERGENSI TAFSIR Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN Vol 8, No 2 (2015): FLEKSIBILITAS DAN RIGIDITAS BERHUKUM Vol 8, No 1 (2015): DIALEKTIKA HUKUM NEGARA DAN AGAMA Vol 7, No 3 (2014): LIBERTAS, JUSTITIA, VERITAS Vol 7, No 2 (2014): DISPARITAS YUDISIAL Vol 7, No 1 (2014): CONFLICTUS LEGEM Vol 6, No 3 (2013): PERTARUNGAN ANTARA KUASA DAN TAFSIR Vol 6, No 2 (2013): HAK DALAM KEMELUT HUKUM Vol 6, No 1 (2013): MENAKAR RES JUDICATA Vol 5, No 3 (2012): MERENGKUH PENGAKUAN Vol 5, No 2 (2012): KUASA PARA PENGUASA Vol 5, No 1 (2012): MENGUJI TAFSIR KEADILAN Vol 4, No 3 (2011): SIMULACRA KEADILAN Vol 4, No 2 (2011): ANTINOMI PENEGAKAN HUKUM Vol 4, No 1 (2011): INDEPENDENSI DAN RASIONALITAS Vol 3, No 3 (2010): PERGULATAN NALAR DAN NURANI Vol 3, No 2 (2010): KOMPLEKSITAS PUNITAS Vol 3, No 1 (2010): KORUPSI DAN LEGISLASI More Issue