Jurnal Justitia : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Ruang lingkup artikel yang diterbitkan dalam JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora berhubungan dengan berbagai topik di bidang Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Internasional, Hukum Administrasi, Hukum Islam, Hukum Konstitusi, Hukum Lingkungan, Hukum Acara, Hukum Antropologi, Hukum Medis , Hukum dan Ekonomi, Sosiologi Hukum dan bagian lain terkait masalah kontemporer dalam Hukum. JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora adalah jurnal akses terbuka yang berarti bahwa semua konten tersedia secara gratis tanpa biaya kepada pengguna atau lembaganya. Pengguna diperbolehkan membaca, mengunduh, menyalin, mendistribusikan, mencetak, mencari, atau menautkan ke teks lengkap artikel, atau menggunakannya untuk tujuan sah lainnya, tanpa meminta izin terlebih dahulu dari penerbit atau penulis.
Articles
949 Documents
TINJAUAN YURIDIS TENTANG TUNTUTAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI PADANGSIDIMPUAN
Syahril Syahril
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 04 (2014): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (181.801 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i04.%p
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, pertama, apakah yang menjadipertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan suatu tuntutan pidana atas perkara pidana Penadahan? Kedua, apakah alasan Jaksa Penuntut Umum lebih mendominasi dalam mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan terdakwa didalam suatu perkara pidana penadahan? Dalam peneltian ini digunakan metode penelitian library research dan field research, yaitu dengan teknik mengumpul data interview dan studi dokumentasi. Dan kemudian akan dilakukan analisa dengan teknik induksi dan deduksi. Dari hasil penelitian diperoleh temuan bahwa hal-hal yang dipertimbangkan Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan pidana adalah akibat yang ditimbulkan dan bagaimana cara terdakwa melakukannya. Sedangkan alasan Jaksa Penuntut Umum lebih dominan mempertimbangkan tuntutan JaksaPenuntut Umum terhadap terdakwa sebagai orang yang melakukan tindak pidana penadahan
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KEKERASAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI PADANGSIDIMPUAN
Sutan Siregar
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 01 (2013): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (186.103 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i01.%p
Dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah, pertama, apakahPenyebab terjadinya korban kekerasan dalam keluarga? Kedua, apakah aturan hukum yang mengatur perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga? Metode yang digunakan adalah metode penelitian pustaka (library reseaech) dan lapangan (field research), dengan pengumpulan data dilakukan dengan interview (wawancara) dan studi dokumentasi. Setelah data dianalisa dengan menggunakan teknik pengujian hipotesa berdarkan metode induksi dan deduksi. Maka dapat diperoleh hasil bahwa penyebab terjadinya korban kekerasan dalam keluarga, memiliki sumber ataupun alasan yang bermacam-macam, seperti politik, agama, rasisme, perbedaan gender. Sedangkan aturan hukum yang mengatur perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga adalah Undang-Undang Nomor 23Tahun 2004 juga dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 TentangPemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, baik hipotesa pertama maupun hipotesa kedua
PANITERA DAN MASALAHNYA DALAM PERKARA PERDATA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI PADANGSIDIMPUAN
Indra Purba
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 02 (2014): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (191.388 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i02.%p
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah: pertama: apakah keberadaan panitera sebagai pendaping hakim dalam suatu sistem peradilan perdata menyebabkan perlunya penempatan posisi panitera berperan dalam menciptakan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan? Kedua, apakah yang merupakan hambatan dalam prakteknya tentang keberadaan panitera sebagai pembantu hakim dalam menyelesaikan suatu perkara? Bahwa antara hakim dengan paniteranya suatu yang merupakan satu kesatuan untuk mewujudkankebenaran dan keadilan dalam putusan hukum ternyata tidak terdapat suatu tata kerja yang seling koordinatif sebagaimana yang diharapkan dalam proses peradilan. Kemudian panitera sebagai unsur memeriksa dan memutus suatu perkara, kiranya belum sepenuhnya menaruh kepercayaan atas kemampuan panitera di dalam membuat pertimbangan-pertimbangan putusan yang akan dijatuhkan.
KENDALA STRUKTURAL DAN KULTURAL PEMBANGUNAN TAPANULI SELATAN (BEBERAPA CATATAN AWAL)
Effan Zulfiqar
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 04 (2014): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (155.36 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i04.%p
Permasalahan dalam tulisan ini adalah, pertama, bagaimana cara untukmewujudkan visi Kabupaten Tapanuli Selatan yang maju, sejahtera, sehat, cerdas, beriman dan mandiri berbasis sumber daya manusia pembangun serta sumber daya alam yang produktif dan lestari? Kedua, apakah upaya dalam mengatasi hambatanhambatan yang bersifat struktural dan kultural dalam mewujudkan visi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan, yaitu penelitian dengan memfokuskan bahan literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Kemudian data dianalisis dengan teknik induksi dan deduksi. Hasil yang diperoleh bahwa untuk mewujudkan visi Kabupaten Tapanuli Selatan adalah dengan pemberdayaan masyarakat, mengubah orientasi birokrasi dari yang self serving menjadi serving to the poor dan pembangunan infrastruktur yang menyatukan wilayah Tapanuli Bagian Selatan Sedangkan kendala yang bersifat kultural dalam pembangunan di Tapanuli Selatanpada dasarnya tidak ada hambatan yang mendasar, justru sebaliknya banyak nilainilai budaya yang sangat mendukung
PERUSAKAN PAGAR DIATAS TANAH OBJEK SENGKETA PERDATA MERUPAKAN TINDAK PIDANA
Triswidodo Trisidodo
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 04 (2014): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (147.329 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i04.%p
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, pertama, alasan-alasan apakah para terdakwa agar proses pidananya dapat ditangguhnya terlebih dahulu sebelum adanya putusan perdata?, Kedua, apakah tindakan perusakan pagar diatas tanah objek sengketa perdata merupakan tindak pidana? Metode yang penulis gunakan adalah yuridis normatif dan data yang digunakan berkas perkara Nomor 702/Pid.B/2013/PN. PSP.SBH. Pengumpulan data dengan interview dan studi dokumentasi. Data dianalisa menggunakan teknik pengujian hipotesa berdasarkan metode induksi dan deduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusakan pagar diatas tanah objek sengketa perdata tetap harus ditindak sekalipun putusan perdatanya berbeda hasilnya karena perbuatan itu telah merugikan orang lain sehingga perbuatan merusak seluruh atau sebahagian milik orang lain adalah merupakan tindak pidana yaitu melanggar Pasal 406 KUHPidana
IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE DALAM PUTUSAN HAKIM UNTUK MELINDUNGI ANAK PELAKU TINDAK PIDANA CABUL
Anwar Sulaiman
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 02 (2014): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (217.07 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i02.%p
Adapun permasalahan dalam penelitan ini adalah, pertama, bagaimanakah implementasi restorative justice dalam melindungi kepentingan anak sebagai pelaku tindak pidana di persidangan? Kedua, bagaimanakah pertimbangan hakim dalam mengimplementasikan restorative justice terhadap anak pelaku tindak pidana cabul di Pengadilan Negeri Padangsidimpm uan? Kemudian hasil penelitian adalah bahwa implementasi restorative justice di Pengadilan NegeriPadangsidimpuan dalam kasus Anak telah diterapkan Hakim sebagaimana yang diisyaratkan dalam Undang–Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Kemudian Hakim dalam Putusannya telah mempertimbangkan laporan hasil Bapas, fakta–fakta di Persidangan dengan pendekatan edukatif, kemanusian, sosial dengan memperhatikan keadilan serta kepastian hukum karena penjatuhanpidana terhadap seorang anak merupakan tindakan terakhir sehingga dalam perkara tersebut Hakim telah menjatuhkan pidana berupa tindakan kepada anak yang melakukan tindak pidana cabul
KAJIAN TERHADAP SENGKETA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH /LAHAN PASAR PARGARUTAN DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
Samsir Alam Nasution
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 01 (2013): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (169.852 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i01.%p
Hak-hak atau kepentingan perdata apabila dilanggar ataupun dirugikan olehorang lain, maka upaya hukum yang dapat digunakan selain dari non litigasi adalah dengan jalan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Artinya orang yang dapat mengajukan gugatan tersebut adalah seseorang yang benar-benar mempunyai kepentingan yang dirugikan oleh orang lain atau pihak lain. Tuntutan tersebut haruslah tuntutan hak yang mengandung sengketa yang disebut dengan gugatan yang mana sekurang-kurangnya ada dua pihak. Hendaknya untuk masa yang akan mendatang, putusan-putusan hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara memuat idee des Recht, yang meliputi unsur keadilan, kepastian hukum dan kemamfataan. Ketiga unsur tersebut semestinya oleh hakim dipertimbangkan dan diterapkan secara proporsional, sehingga pada gilirannya dapatdipastikan putusan yang benar-benar memenuhi harapan para pencari keadilan, sebagaimana halnya dalam putusan perkara ini.
PERTIMBANGAN HAKIM MELEPASKAN TERDAKWA DARI TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI PADANGSIDIMPUIAN
Syahril Syahril
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 1 (2018): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (197.592 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i1.241-252
Peradilan termasuk salah satu badan yang penting dalam kehidupanbernegara, sebab kekuasan inilah yang pada tahap terakhir akan menentukan hukuman manakala ada pertentangan kepentingan antara kepentingan perorangan maupun pertentangan kepentingan umum. Kekuasaan hakim dalam mewujudkan keadilan kiranya merupakan rangkaian penegakan hukum yang tidak dapat dipengaruhi, hal ini tidak lain sulitnya menafsirkan hukum itu sendiri dimana seorang hakim harus benar-benar dapat menemukan dasar-dasar atau asas-asas yang menjadi landasan untuk mempertanggungjawabkan putusanyang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana. Apabila dilihat perjalanannya hakim harus benar-benar jeli dalam menjatuhkan putusan- putusan hakim yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Hal ini terjadi apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, diman Hakim telah mempertimbangkan bukti-bukti yang timbul dalam persidangan, selain itu juga adanya keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dapat dihukum
ANALISIS YURIDIS EKSISTENSI PASAL 2 DAN PASAL 3 UU NOMOR 31 TAHUN 1999 YANG TELAH DIUBAH DENGAN UU NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DITUJUKAN KEPADA PEGAWAI NEGERI
Bandaharo Saifuddin
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 01 (2013): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (152.982 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i01.%p
Bahwa eksistensi Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang ditujukan kepada Pegawai Negeriditentukan oleh subjek deliknya adalah setiap orang yang karena kedudukan atau jabatan dalam pemerintahan karena Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 mengatur ketentuan yang bersifat umum sedangkan Pasal 3 mengatur ketentuan yang bersifat khusus, namun apabila dalam waktu dan tempat dan objeknya yang sama saling dihadapkan antara ketentuan yang bersifat umum dengan ketentuan yang bersifat khusus maka yang diterapkan adalah yang bersifat khusus (lex spesialis derogat lex generalis), maka apabila dijumpai dakwaan yang demikian harus dipandang sebagai dakwaan alternatif sehingga dalam hal ini hakim dapat mengenyampingkan Pasal 2 UU Nomor 31 tahun 1999 tanpa mempertimbangkan dengan rinci dimana letak tidak terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana dalam pasal tersebut dan dapat langsung menggunakan, menerapkan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 terhadapPegawai Negeri.
KESADARAN HUKUM DAN KETAATAN HUKUM MASYARAKAT DEWASA INI
Zulkarnain HAsibuan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 01 (2013): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (175.715 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i01.%p
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum danketaatan hukum warganya. Semakin tinggi kesadaran hukum dan ketaatan hukum penduduk suatu negara, akan semakin tertib kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Faktor kesadaran hukum dan ketaatan hukum ini mempunyai peran penting dalam perkembangan hukum, artinya semakin lemah tingkat kesadaran hukum masyarakat, semakin lemah pula ketatan hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor ketaatan hukum. Kesadaran hukum masyarakat yang pada gilirannya akan menciptakan suasana penegakan hukum yang baik, yang dapat memberikan rasa keadilan, menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat dan memberikan kemanfaatan bagi anggota masyarakat. Pada dasarnyamasyarakat Indonesia tahu dan paham hukum, tetapi secara sadar pula mereka masih melakukan perbuatan-perbuatan melanggar hukum. Para pemakai dan pengedar narkotika tahu bahwa mengkomsumsi dan mengedarkan narkotika secara melawan hukum adalah tindak pidana, tetapi faktanya perbuatan itu masih tetap dilakukan. Kesadaran hukum masyarakat dewasa ini masih lemah yang identik dengan ketidaktaatan hukum