Legalitas: Jurnal Hukum
Legalitas: Jurnal Hukum is a peer-reviewed open access journal that aims to share and discuss current issues and research results. This journal is published by Center for Law Research and Development, Master of Law Program, Batanghari University, Legalitas: Jurnal Hukum contains research results, review articles, scientific studies from legal practitioners academics covering various fields of legal science, criminal law, civil law, administrative law, constitutional law, law Islamic business and law and other fields of study relating to law in the broadest sense. This journal is published twice a year, in June and December.
Articles
315 Documents
IMPLEMENTASI TUGAS HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT TERHADAP NARAPIDANA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A JAMBI
Bahrun Bahrun;
Ferdricka Nggeboe;
Nuraini Nuraini
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 11, No 2 (2019): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (288.787 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v11i2.179
Implementasi tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jambimerupakan seperangkat kegiatan yang secara nyata telah dilakukan oleh hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan sebagai Hakim Pengawas dan Pengamat untuk melakukan pengamatan terhadap narapidana selama mereka menjalani masa pidanaya terutama mengenai perilaku mereka masing-masing maupun perlakuan para petugas Lembaga Pemasyarakatan terhadap diri narapidana itu sendiri. Dengan demikian hakim selain akan dapat mengetahui sampai dimana putusan pengadilan tampak hasil baik buruknya pada diri narapidana yang bersangkutan, juga penting bagi penelitian yang bermanfat bagi pemidanaan. Ditemukan hambatan- hambatan selaku Hakim pengawas dan pengamat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, maka diperlukan pengaturan sebaiknya dimasa depan tentang peranan Hakim Pengawas dan Pengamat yang sebaiknya diterapkan adalah norma hukum acara pidana yang mengatur secara jelas dan tegas tentang peranan Hakim Pengawas dan Pengamat terhadap perubahan perilaku narapidana, sedemikian sehingga setiap terjadinya penjatuhan pidana, dapat dipastikan bahwa terpidana tidak akan melakukan resedivisme, melalui mekanisme pengawasan dan pengamatan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat, yang sebagian fungsinya dilimpahkan kepada Ketua RT/Desa/Kelurahan domisili narapidana dan Balai Pemasyarakatan.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN KORBAN TINDAKAN MAL PRAKTEK DOKTER
Syahadah Siregar;
Abdul Halim Bin Ahmad
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 9, No 2 (2017): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (188.262 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v9i2.147
Persoalan malpraktik kedokteran lebih dititik beratkan pada permasalahan hukum, karena Malptraktek Kedokteran adalah Praktik Kedokteran yang mengandung sifat melawan hukum sehingga menimbulkan akibat fatal bagi pasien Teruma bagi para korban. Masalahnya terletak pada belum adanya hukum dan kajian hukum khusus tentang malpraktik yang dapat di jadikan pedoman dalam menentukan dan menanggulangi adanya Malpraktik kedokteran Indonesia. Untuk itu maka perlu dikaji kembali kebijakan perlindungan hukum yang dapat dikaitkan dengan kelalaian atau Malpraktik Kedokteran khususnya didalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban Malpraktik (pasien).
KEPASTIAN HUKUM BAGI TERSANGKA ATAU TERDAKWA YANG DIKELUARKAN DEMI HUKUM (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIb Kuala Tungkal)
Robi Harianto S;
Mustafa Abdullah;
Ruben Achmad
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 1, No 4 (2011): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (192.059 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v1i4.73
Pengaturan tentang penahanan yang diatur oleh KUHAP lebih memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia jika dibandingkan HIR dengan memuat ketentuan tentang batas waktu penahanan. Dalam pasal 24 sampai 28 KUHAP ditentukan bahwa tersangka atau terdakwa harus dikeluarkan demi hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan jika batas waktu penahanan telah habis. Sepanjang tahun 2009 sampai 2011 Lembaga Pemasyarakatan atau RUTAN Klas IIB Kuala Tungkal telah mengeluarkan tahanan demi hukum tanpa syarat sesuai dengan KUHAP sebanyak 4 (empat) orang dan sebanyak 5 (lima) orang tidak dikeluarkan demi hukum walaupun masa penahanannya telah habis. Hal tersebut dilakukan karena kelapa Lembaga Pemsayarakatan atau Kepala Rumah Tahanan Negara sebelum mengeluarkan tahanan yang habis masa penahanannya harus terlebih dahulu koordinasi dengan pejabat yang menahan. Koordinasi tersebut dilakukan berdasarkan surat edaran bersama Ketua Mahkamah AGung RI dengan Direktorat Jendral Pemasyarakatan tanggal 19 Nopember 1983 No. MA.PAN/368/XI/1983-EI.UM.04.11.227 yang membenarkan tindakkan tidak mengeluarkan tahananan atau dengan kata lain walaupun seseorang telah habis masa waktu penahanan dan tidak dikeluarkan namun tindakkan tersebut dibenarkan dengan jalan koordinasi. Tidak adanya pengaturan mengenai batas waktu pemeriksaan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam rangkaian proses pemeriksaan dalam perkara pidana sehingga tersangka atau terdakwa yang masa penahanannya telah habis dan dikeluarkan demi hukum masih berstatus sebagai tersangka atau terdakwa selama berathun-tahun karena pemeriksaannya belum selesai. Kata Kunci: Kepastian Hukum, Tersangka/Terdakwa, Yang Dikeluarkan Demi Hukum
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEJAHATAN KESUSILAAN YANG DILAKUKAN TERHADAP PEREMPUAN
Putu Natih;
Abadi B Darmo;
Chairijah Chairijah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 11, No 1 (2019): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (218.316 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v11i1.170
Tujuan penulisan ini menjelaskan dan menganalisis pengaturan terhadap kejahatan kesusilaan yang dilakukan terhadap perempuan dalam Perundang-undangan Indonesia dan kendala dalam penegakan hukum tindak pidana kesusilaan. Hal ini dilatarbelakangi perempuan sudah sejak lama menjadi obyek pengebirian dan pelecehan hak-haknya mulai dari perempuan dewasa sampai perempuan yang tergolong di bawah umur (anak-anak). Kejahatan ini tidak hanya berlangsung di lingkungan perusahaan, perkantoran atau di tempat-tempat tertentu yang memberikan peluang manusia berlawanan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan keluarga.
PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
Iman Hidayat
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 3, No 2 (2012): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (193.571 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v3i2.137
Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai sumber pembentukan KUHP Nasional, bahkan dalam konstitusi Republik Indonesia yaitu UUD 1945 yang sudah diamandemenpun mendukung untuk itu, apalagi dilihat dari sudut sosiologis dari teori pengakuan dan teori kekuasaan relevansi hukum adat sebagai sumber pembentukan KUHP Nasional sudah merupakan kehendak rakyat dan pemerintah. Begitupun secara filosofis hukum adat sangat kuat untuk dijadikan sumber bagi pembaharuan hukum pidana Nasional mengingat penetapan hukum pidana di masa mendatang harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila (Cita Hukum Pancasila – Recht Idee).Kata Kunci : Pelanggaran Adat, Pembaharuan Hukum Pidana
SUATU TINJAUAN TENTANG PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA DAN RANCANGAN KUHP
Ferdricka Nggeboe
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 2, No 1 (2012): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (84.574 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v2i1.106
Pidana denda bermula dari hubungan keperdataan, yaitu ketika seorang dirugikan oleh orang lain maka ia boleh menuntut penggantian kerugian. Pidana denda dalam dunia ilmu hukum pidana masih tergolong sedikit, mungkin dalam masyarakat masih menganggap bahwa pidana denda adalah pidana yang paling ringan. Sedangkan dalam praktek peradilan pidana penjara dan hukuman sebagai pidana perampasan kemerdekaan masih merupakan hal yang utama oleh para hakim, akibatnya dipertanyakan tentang manfaat dan dasar-dasar moral dari pidana penjara itu, masih munculnya akibat negatif dari penjatuhan pidana tersebut, dalam KUHP tujuan pemidanaan itu sendiri tidak ada tercantum secara tegas maupun samar-samar pidana denda diancam sebagai alternatif dari pidana kurungan atau penjara. Sedangkan dalam Rancangan KUHP Nasional telah menetapkan secara eksplisit tentang tujuan pemidanaan di dalam Buku I Pasal 51 serta dimungkinkan ada pidana denda dengan 6 (enam) kategori.
PROSES ADMINISTRASI PERKARA PIDANA DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN TINGGI JAMBI
Hendri Fakhruddin;
Ferdricka Nggeboe
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 10, No 2 (2018): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (233.267 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v10i2.161
Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam system peradilan pidana merupakan suatu tumpuan harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting yang diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasanya putusan hakim disatu pihak berguna bagi terdakwa untuk memperoleh kepastian hukum (rechts zekerheids) tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian dapat menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding atau kasasi. Cara kerja khususnya paa tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Jambi ditemukan penegakan hukum pidana tidak dapat dilakukan secara total sebab dibatasi secara ketat oleh aturan hukum acara pidana dan hukum pidana substantif. Penegakan hukum pidana membutuhkan kinerja aparat penegak hukum bersifat progresifyaitu menegakkan hukum pidana dalam rangka mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Supremacy of law bukan diterjemahkan sebagai supremasi undang-undang, melainkan supremacy of justice. Yang diharapkan adalah cara kerja sejalan dengan tuntutan cara kerja aparat peradilan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 5 ayat (1) bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Cara kerja seperti itu merupakan perwujudan birokrasi peradilan pidana berbasis pelayanan publik yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan prima dan pelayanan sepenuh hati.
SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Herma Yanti
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 6, No 1 (2014): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (85.886 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v6i1.126
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah memperluas kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dengan diberikannya kewenangan baru kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara untuk menyelesaikan sengketa baru dibidang pemilihan umum, yang disebut dengan sengketa tata usaha negara pemilu. Berbeda dengan sengketa tata usaha Negara yang sudah dikenal sebelumnya, para pihak dalam sengketa tata usaha Negara pemilu ini lebih spesifik yaitu penyelenggara pemilu dengan calon peserta pemilu. Begitupun mekanisme penyelesaiannya juga berbeda dengan penyelesaian sengketa tata usaha negara sebagaimana diatur dalam undang-undang peradilan tata usaha Negara. Untuk itu, tulisan ini membahas lebih lanjut tentang apakah yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara pemilu tersebut dan bagaimana pula mekanisme penyelesaiannya oleh pengadilan tinggi tata usaha Negara.Kata Kunci: Sengketa, Penyelesaian, Pemilu
MEWUJUDKAN SISTEM PRESIDENSIAL MURNI DI INDONESIA *Sebuah Gagasan Penyempurnaan Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Abdul Bari Azed
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 5, No 2 (2013): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (141.923 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v5i2.97
ABSTRAKUndang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 dan perubahan pada awal era reformasi menganut sistem pemerintahan presidensial. Bahkan penguatan sistem presidensial merupakan salah satu isi Kesepakatan Dasar Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat ketika menyusun rancangan perubahan UUD 1945 (1999-2002). Namun demikian, UUD 1945 hasil perubahan dan berbagai UU organik masih menunjukkan cukup kuatnya “rasa Parlementer”. Atas dasar itu, berkembang pemikiran di berbagai kalangan di tanah air untuk melakukan penguatan sistem presidensial dalam bentuk pemurnian sistem presidensial, terutama melalui amandemen UUD 1945 dalam rangka menyempurnakan sistem ketatanegaraan Indonesia pada masa datang. Tujuannya agar Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat berada dalam posisi yang tepat dengan kewenangan yang tidak tumpang tindih dan dalam garis demarkasi yang tegas sebagaimana sistem presidensial pada umumnya yang berlaku di negara-negara maju dalam sebuah sistem saling mengontrol dan mengimbangi (checks and balances) yang efektif. Selain itu dalam rangka mewujudkan lembaga kepresidenan yang kuat dan efektif serta efisien dalam bekerja menjalankan fungsi pemerintahan (eksekutif) sesuai mandat mayoritas pemilih dalam pemilihan umum secara langsung.Kata kunci: Sistem Presidensial, Presiden, DPR, Checks And Balances
KEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH
Willi Caramoon;
M Zen Abdullah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 1, No 2 (2010): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (188.907 KB)
|
DOI: 10.33087/legalitas.v1i2.64
Keberadaan Peraturan Daerah sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah. Berbagai kewenangan daerah baik yang berdasarkan asas otonomi maupun tugas pembantuan berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah. Pilihan atas penggunaan sanksi hukum pidana dalam Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah perlu dipertimbangkan secara cermat. Pertama, berkaitan dengan efektivitas penerapan sanksi hukum pidana, dan Kedua, berkaitan dengan karakteristik sanksi pidana. Apalagi dalam pelaksanaan ketentuan Peraturan Daerah ternyata ketentuan pidana tidak pernah diterapkan. Dalam pelaksanaannya bahwa penegakan hukum di bidang pajak sesungguhnya lebih mengutamakan penerapan sanksi administrasi bukan sanksi pidana. Penggunaan sanksi pidana dapat saja dilakukan sepanjang menurut pertimbangan pembentuk Peraturan Daerah dianggap perlu. Kata Kunci: Kebijakan Sanksi Pidana, Peraturan Daerah Provinsi Jambi, Pajak Daerah