cover
Contact Name
Desy Ayu Krisna M
Contact Email
kdesyayu@gmail.com
Phone
+6281542316447
Journal Mail Official
kdesyayu@gmail.com
Editorial Address
Dalem Mangkubumen KT III/237, Kraton
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Arsitektur Pendapa
ISSN : 18580335     EISSN : 27155560     DOI : 1037631
Core Subject : Engineering,
Topik yang dapat dipublis dalam jurnal ini mencakup teoritisi, sejarah, filosofi, spiritual, kerajaan, bangsawan, kampung, perdesaan, cagar budaya (heritage), kawasan, lanskap (landscape), dan budaya arsitektur Jawa Mataram, arsitektur lokal Indonesia dan hal-hal seputar ilmu arsitektur pada umumnya baik teoritik, rancang bangun maupun teknologi.
Articles 124 Documents
Akulturasi dalam arsitektur jawa di Yogyakarta: Fasad berpedimen dalam arsitektur jawa di Kraton Yogyakarta dan Dalem Notonegaran Hendria Bagja Prasthia; Putu Ayu P Agustiananda; Revianto Budi Santosa
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 6 No. 2 (2023): Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v6i2.864

Abstract

Di awal era abad ke-20, kolonialisme Eropa mendominasi hampir seluruh dunia. Pada masa tersebut berkembang akulturasi antara budaya Eropa dan budaya setempat di wilayah koloni dalam berbagai dimensi kehidupan, termasuk juga dalam arsitektur. Sejumlah kajian yang berkembang tentang akulturasi arsitektur di negeri jajahan pada masa kolonial akhir sangat menekankan pada agen-agen Eropa dalam upaya mereka mengapresiasi tapi sekaligus mendominasi budaya setempat. Kajian ini bertujuan untuk mengajukan cara pandang alternatif dalam memahami akulturasi arsitektur dengan mengangkat kalangan elite Jawa sebagai tokoh utama dan agen perubahan. Arsitektur Jawa memiliki tradisi yang panjang dengan rumusan langgam yang jelas, namun juga memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga memungkinkan untuk berakulturasi dengan arsitektur dari berbagai langgam. Salah satu dinamika yang menarik pada abad ke-20 adalah perkembangan komponen fasade yang mengadaptasi Arsitektur Neo-Klasik Eropa. Pedimen yang berkembang sejak masa Yunani Kuno ternyata dikembangkan terus sebagai rujukan arsitektur Eropa hingga sekarang. Di Yogyakarta komponen fasade dengan pedimen yang ditopang kolom berganda ternyata dikembangkan di kalangan ningrat dengan ragam akulturasi dengan budaya Jawa yang sangat kaya. Kajian ini berupaya untuk memahami pola-pola bentuk hasil akulturasi pada fasade dengan pedimen ini pada sejumlah bangunan di Kraton Yogyakarta dan di Dalem Notonegaran. Dari pembandingan ini didapati bahwa akulturasi tersebut menampilkan sisi progresif Arsitektur Jawa dengan berbagai kebaruan sintesisnya yang melibatkan elemen-elemen Arsitektur Eropa tapi juga mengangkat berbagai khasanah budaya Jawa dengan kebaruan komposisi, teknologi dan representasi.
Revitalisasi Pusat Kebudayaan dan Pertunjukan Seni Tradisional di Kabupaten Purworejo dengan Pendekatan Desain Infill Krisna Suci, Caesar Corima; Krisna Murti, Desy Ayu
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 6 No. 2 (2023): Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The need to revive ancestral traditions in Purworejo district which many people in Purworejo have not known for a long time. The existence of a government work program to welcome the existence of the Tosan Aji Museum by building an Art Center is considered not to accommodate all traditional culture in Purworejo. The absence of a forum for intangible culture in Purworejo district is a major problem. The second problem is that dance studios do not have private practice areas, so only the home of the founder or the head of the studio serves as a place to place equipment, clothes and offices. Usually the dancers of each studio take turns to practice once a week at the district pavilion. Another reason is that the Dolalak dance, which is used as tourism branding for Purworejo Regency, has received a little less attention regarding its facilities. By studying the function and outer spatial circulation of the Cultural and Performance Center building in general, the condition of the Purworejo district and its traditional culture along with the architectural background of the existing building which is a cultural heritage building from colonial heritage. So using the Infill design approach will answer the problem from a design perspective. The facilities needed to answer the above problems are by designing the supporting mass layout of the performance space, namely the backstage building, dance studio, studio management office, and other public facilities such as control rooms, lobbies, merchandise, and convenience stores.
Efektivitas Ruang pada Revitalisasi Pasar Tradisional dengan Fasilitas Modern di Bali dari Sudut Pandang Perilaku Pengguna : Studi Kasus : Pasar Badung, Denpasar Bali Prabandari, Nyoman Ratih; Sugihantara, I Ketut; Wiranata, Putu Aldi
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 7 No. 1 (2024): Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v7i1.915

Abstract

Kajian ini membahas efektivitas ruang pasar tradisional dengan fasilitas modern (Pasar Modern-Tradisional) berdasarkan perilaku pengguna menggunakan metode post-occupational evaluation (POE). Kajian ini difokuskan pada lokus yang representatif, yaitu Pasar Tradisional Badung sebagai kasusnya. Hasilnya ditemukan dengan mengamati perilaku pengguna dan melakukan analisis konten terhadap beberapa foto situasi terkini di Pasar Modern-Tradisional Badung. Temuan ini didukung dengan mewawancarai 50 pengguna Pasar Modern-Tradisional Badung secara acak, yang diklasifikasikan menjadi 3 kategori – penjual, pembeli reguler (harian), dan pembeli sesekali – untuk mengetahui persepsi dan preferensi pengguna. Membandingkan data untuk menentukan prioritas kebutuhan, sehingga dapat disimpulkan kebutuhan dasar ruang. Ternyata kebijakan pemerintah terhadap pasar tradisional Badung sebagai objek wisata mempengaruhi efektivitas tata ruang di dalamnya. Perancang berusaha mengakomodasi turis/pembeli sesekali namun kurang memperhatikan esensi dari daya tarik pasar tradisional itu sendiri. Studi ini dapat memberikan ide-ide alternatif sebagai dasar untuk merancang pasar tradisional secara efektif.
Preferensi setting pendukung aktivitas gen z di ruang terbuka publik, studi kasus: Alun-alun Kidul Yogyakarta Almadina, Alif Faricha; Marcillia, Syam Rachma
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 6 No. 2 (2023): Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Z-generations are adolescents and youths in the development phase of interpersonal competence. This capability can fill through leisure activities which are interacting with peers. Public open space become one of Z generation’s favorite destinations for doing leisure activities. Z-generation activities are formed by setting in public open spaces. This study aims to determine the setting preferences supporting Z-generation activities in public open spaces. The research focus is located at Alun-alun Kidul, a public open space that provides various activities. The method used was questionnaires and interviews with purposive sampling. Results of the study showed that Z generations preferred doing culinarian and having some conversations. Z generations tend to be close with friends while in Alun-alun Kidul. The preferred setting for culinarian and gatherings is the setting that provides comfortable sitting zones, such as a lesehan mat, plastic chair, and grass area.
Walkable City: Ketersediaan dan Kualitas Jalur Pejalan Kaki Di daerah Perkotaan Ni Komang Indra Mahayani, Mahayani
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 7 No. 1 (2024): Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v7i1.927

Abstract

Perluasan area perkotaan menunjukkan gejala urban sprawl semakin tidak terkendali yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan ketergantungan terhadap kendaraan bermotor yang semakin tinggi. Hal ini sering ditemukan daerah perkotaan dengan penyalahgunaan fungsi fasilitas pejalan kaki sehingga akses yang sulit dan tidak terkoneksi dengan baik. Fenomena tersebut membuat pejalan kaki urung untuk memiliki tujuan dalam berjalan. Sebagai upaya dalam mengendalikan mobilisasi dengan berjalan kaki merupakan solusi dari konsep compact city. Mempunyai aksesibilitas bagi pejalan kaki dapat meningkatkan daya tarik kota yang menyediakan fasilitas bagi warganya untuk beraktifitas. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi kualitas dan ketersediaan jalur pejalan kaki yang diinginkan oleh penggunanya. Menggunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan kuisioner secara acak, teknik analisa data deskriptif kuantitatif yang memberikan penjelasan ketersediaan kualitas jalur pejalan kaki di kota Denpasar. Hasil penelitian ini Jalur pejalan kaki di empat Kecamatan Kota Denpasar yang diingginkan oleh penggunanya mempunyai kriteria Kepadatan lalu lintas sedang, Ukuran jalan sedang, dan ukuran pedestrian lebar. Ketersediaan kualitas jalur pejalan kaki merupakan salah satu pembangunan kota kompak sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi dan menyediakan fasilitas jalur pejalan kaki yang efisien.
Perencanaan Pola Tata Ruang Gedung CTC Centralized Traffic Control Kereta Api Di Area Divre III Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. PATIUNUS, RM; Ramadona; Malik, Ibrahim
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 7 No. 1 (2024): Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v7i1.978

Abstract

Perencanaan tata ruang Gedung CTC (Centralized Traffic Control) memiliki peran yang sangat penting dalam optimalisasi kendali lalu lintas perekereta-apian terutama di Wilayah Divre 3 Palembang Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan matriks pola tata ruang Gedung CTC di Kabupaten Muara Enim yang menjadi titik transit utama rangkaian Kereta Api Panjang atau Babarangjang yang mengangkut hasil pertambangan Batu Bara di Wilayah Sumatera Selatan. Adapun metode yang digunakan dalam penilitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang mencangkup kajian Pustaka, teknik wawancara, dan observasi lokasi pembangunan. Yang mana hasil dari proses pengumpulan data akan dianalisa dan dielaborasi secara sistematis untuk menemukan pola tata ruang ideal untuk Gedung CTC. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa pola tata ruang Gedung CTC sangat menekankan aspek mekanikal dan elektrikal yang sangat erat kaitannya dengan persinyalan elektrik lalu lintas kereta api. Sehingga dalam perencanaanya perlu direncanakan ruang khusus dengan desain spesifik seperti ruang pengendali utama (Command Centre), Ruang Fasopka, dan Ruang UPS. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa bangunan CTC adalah bangunan utilitas persinyalan elektrik yang terbagi menjadi empat zona utama yaitu public, semi-publik, semi-privat, dan privat. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu adanya kajian riset lanjutan terutama yang berkaitan dengan sistem struktur dan interior CTC dalam rangka pengoptimalisasian fungsi dan sistem bangunan secara keseluruhan.
Peran Alam Dalam Arsitektur Permukiman Tradisional Bali Adianti, Istiana; Putra, Heddy Shri Ahimsa; Ayuningtyas, Nurina Vidya
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 7 No. 1 (2024): Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v7i1.1104

Abstract

Konsep permukiman Tradisonal Bali, memiliki aturan dan masih dipertahankan hingga saat ini. Bali sendiri memiliki dua tipe desa adat, yaitu desa adat Bali Aga dan desa adat Bali Daratan. Kedua desa tersebut sama-sama memegang perinsip Tri Hita Karana yaitu keseimbangan manusia dengan alam. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif pada dua desa adat untuk mengetahui sejauh mana peran alam dalam permukiman tersebut. Hal yang dikaji adalah tata ruang, bangunan dan material serta tuang luar. Berdasarkan hal tersebut, kedua desa adat yaitu Desa Adat Tenganan dan Desa Adat Panglipuran, melibatkan alam dalam wujud permukiamannya. Diamana peran alam tersebut dapat meningkatkan kenayaman serta mencapai keseimbangan hidup.
Perbandingan Filosofi Islam Pada Perencanaan Masjid Bulan Sabit dengan Masjid Raya Banyumas: Masjid Bulan Sabit dengan Masjid Raya Banyumas HADHY UTAMA, ADITYA NOOR HADHY UTAMA; Diwangkoro , Raden Bagus Budho
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 7 No. 1 (2024): Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v7i1.1225

Abstract

Tujuan penyusunan karya ini adalah membandingkan filosofi islam pada perencanaan Masjid Bulan Sabit dengan Masjid Raya Banyumas. Hasil karya ini adalah a) Masjid Agung Baitussalam (MAB) Purwokerto, didirikan pada 1910 oleh komunitas Muslim dengan semangat gotong royong, mengalami evolusi fisik dan filosofis serta perubahan desain tahun 2020 yang terinspirasi oleh peristiwa agama Islam, mencerminkan peran sejarah, penulisan, dan kegunaan sejarah dalam masyarakat Purwokerto. b) Perbedaan antara Masjid Bulan Sabit dan Masjid Raya Banyumas tampak dari lokasi, dengan Masjid Bulan Sabit berdekatan dengan persawahan yang menghubungkan dengan alam, sementara Masjid Raya Banyumas berada di pusat pemerintahan, mungkin mencerminkan fungsi sosial dan politik, serta desain yang menggambarkan konsep modern dan tradisional. c) Perbandingan antara Masjid Bulan Sabit dan Masjid Raya Banyumas dalam aspek arsitektural menunjukkan perbedaan dalam desain kubah, menara, atap, dan fasad yang mencerminkan kesakralan dan gaya arsitektur yang berbeda, serta menggambarkan simbolisme melalui bentuk bulan sabit. d) Masjid Bulan Sabit menampilkan desain yang sederhana, elegan, dan terbuka, sementara Masjid Raya Banyumas memiliki interior yang juga sederhana, elegan, dan memperhatikan kenyamanan jamaah serta fokus pada pengalaman spiritual. e) Masjid Bulan Sabit dan Masjid Raya Banyumas menggabungkan simbol-simbol Islam dalam desain arsitektural seperti kubah, langit-langit kaligrafi, dan fasad berbentuk bulan sabit, menciptakan pengalaman spiritual bagi jamaah dengan menghormati Allah, perjalanan waktu Islam, dan pengabdian dalam ibadah. f) Masjid Bulan Sabit dan Masjid Raya Banyumas menggambarkan simbolisme melalui orientasi kiblat, ruang sholat yang sesuai, dan ciri khas fasad bulan sabit pada Masjid Raya Banyumas, menyatu dengan rancangan arsitektural untuk menonjolkan fungsi dan filosofi keagamaan.
A Stakeholder-Centric Exploration of Architectural Design Values and Decision-Making nafi, dian
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 7 No. 1 (2024): Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v7i1.1243

Abstract

This paper explores the intricate dynamics of architectural design, focusing on the delicate interplay between aesthetics and utility. Acknowledging the divergent priorities of architects, who often emphasize aesthetics, and the public, who prioritize utilitarian aspects, the study aims to navigate a balanced approach. The research is grounded in the recognition of individual stakeholder values as pivotal in shaping a comprehensive value system for optimal architectural service delivery. The overarching research question seeks to understand how architects can harmonize business and technical requirements to create designs that meet diverse stakeholder needs. Employing a qualitative research methodology, the study emphasizes the importance of recognizing, negotiating, and aligning values among stakeholders. By delving into the perspectives of architects, clients, and the broader public, the research seeks to establish a framework for decision-making that goes beyond subjective preferences. Additionally, the paper explores the quantification of benefits and the modeling of customer value as analytical tools in choosing between various system architectures. Findings reveal that a value-driven decision-making process, informed by data and inclusive of stakeholder perspectives, leads to architectures that not only satisfy aesthetic preferences but also serve practical, strategic, and societal objectives. The study contributes to a more nuanced understanding of the multifaceted nature of architectural design, emphasizing the importance of a holistic, stakeholder-centric, and data-informed approach
Kemampuan Mitigasi Kesehatan Omah Tradisional Limasap Wong Kalang desa Kalang, Desa Lumansari, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal – Jawa Tengah: - Trisyanti, Lucia Ina
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 7 No. 1 (2024): Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v7i1.1260

Abstract

Anomali iklim El nino yang terjadi di Indonesia berdampak pada meningkatnya suhu lingkungan dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan suhu lingkungan tersebut juga dirasakan oleh penduduk baik di perdesaan maupun perkotaan. Suhu lingkungan yang tinggi berdampak pada suhu ruang dalam hunian, baik hunian modern maupun hunian tradisional. Penelitian yang dilakukan pada permukiman tradisional yang berlokasi di di peri-peri kota Semarang berada di Kabupaten Kendal – Jawa Tengah. Desa Kalang wong Kalang yang masih tinggal di omah tradisional Limasap, dengan kondisi seperti seperti jaman leluhur dahulu. Desa tersebut merupakan warisan leluhur Kalang. omah Limasap merupakan omah tradisional Kalang yang memiliki makna filosofis bagi kehidupan wong Kalang. Pada jaman modern saat ini, masih ada kelompok masyarakat tradisional. Mereka dikenal sebagai wong Kalang yang masih mempertahankan tradisi Kalang. Penelitian ini secara khusus mengamati kondisi omah Limasap wong Kalang pada perubahan Iklim Elnino. Suhu lingkungan mencapai 38oC. Omah Limasap masih menggunakan dinding Blabak (papan kayu), Ghedek (anyaman bambu) sebagai penutup lantai tanah dan pembukaan (jendela dan pintu) yang mengikuti ukuran tradisional, serta ruang andangan (ruang dalam omah Limasap) yang tidak ada plafond. Dengan suhu luar lingkungan yang mencapai 38oC, namun suhu ruang dalam omah limasap masih rata-rata 36,5oC. Suhu tersebut masih dirasa tinggi karena penghuni merasakan ruang menjadi gerah dan kering, dengan kelembaban udara 33%. Pada keadaan tersebut, terjadi sepanjang Agustus hingga puncaknya pada bulan Oktober. Dengan kondisi demikian, berdampak pada kesehatan penghuni yang mulai merasakan Insfeksi Pernapasan Akut (ISPA). Kondisi ini merupakan dampak dari tanah yang beterbangan didalam rumah dan dihirup oleh penghuni. Pada pertengahan bulan November, hujan sudah mulai turun dan meningkatnya kelembaban udara hingga bulan Desember mencapai 80%. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa omah Limasap yang masih menggunakan lantai tanah atau menggunakan ghedek, tidak mampu mitigasi ISPA pada musim kemarau. Sehingga diperlukan sosialisasi terhadap penggunaan penutup lantai yang keras dan tidak berdebu. Kata kunci: Wong Kalang, Omah Limasap, Mitigasi Kesehatan

Page 11 of 13 | Total Record : 124