cover
Contact Name
Oka Agus Kurniawan Shavab
Contact Email
bihari@unsil.ac.id
Phone
+6281809075795
Journal Mail Official
bihari@unsil.ac.id
Editorial Address
Gedung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jl. Siliwangi, Kahuripan, Tawang, Tasikmalaya, Jawa Barat 46115
Location
Kota tasikmalaya,
Jawa barat
INDONESIA
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH
Published by Universitas Siliwangi
ISSN : 26553600     EISSN : 27147908     DOI : -
Jurnal ini fokus pada hasil penelitian dan non penelitian berupa gagasan konseptual di bidang pendidikan sejarah dan ilmu sejarah
Articles 54 Documents
PASANG SURUT INDUSTRI PAYUNG GEULIS PANYINGKIRAN TASIKMALAYA PADA KURUN WAKTU 1930 - 2007 Febrianty Nitami, Fadilla; Nabila Emil, Nasya; Megantara, Thomas; RAMADHAN, ILHAM ROHMAN
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 3, No 2 (2020)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kerajinan payung geulis merupakan salah satu kearifan lokal Tasikmalaya yang harus tetap dilestarikan. Walaupun sekarang payung geulis sepi peminat karena sudah tergantikan oleh payung yang lebih modern, minimnya promosi, dan minimnya bantuan dari pemerintah. Akan tetapi, di Tasikmalaya masih ada pengrajin-pengrajin payung geulis yang tetap beroperasi, salah satu contohnya masih ada beberapa pengrajin payung geulis di Kampung Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Maka berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik mengkaji tentang perkembangan industri payung geulis di Kampung Panyingkiran yang dapat bertahan melewati arus modernisasi dan perubahan ekonomi pada kurun waktu 1930 hingga 1998. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, pengamatan secara langsung, dan pengambilan sumber-sumber tertulis berupa arsip, buku serta penelitian-penelitian terkait. Hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa industri payung geulis di Panyingkiran dimulai terhitung sejak 1930-an. Payung geulis pernah mengalami masa kejayaan tahun 1950 dan 1995. Pada masa jayanya, hampir setiap rumah menjadi pengrajin payung geulis dan permintaan payung geulis sangat tinggi, bahkan sepanjang jalan dipenuhi oleh payung yang dijemur. pernah juga mengalami masa surut pada masa ekonomi terpimpin jelang 1960 serta saat krisis moneter 1997-1998 yang berdampak pada industri payung geulis. Sejak saat itu berguguran pengusaha payung geulis hingga hari ini hanya tersisa 5 kelompok pengrajin saja. payung geulis ternyata dapat bertahan ditengah banyak bermunculannya payung modern, karena payung geulis memiliki sisi khas tersendiri. Selain itu, para pengrajin mulai mencoba menawarkan payung geulis melalui media online, dan ini terbukti ampuh dan mampu membangkitkan kembali usaha mereka walau tanpa dukungan dari pemerintah. 
Menimbang Potensi Wisata Berbasis Sejarah Lokal di Kabupaten Ponorogo Sri Hartono; Alip Sugianto
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ponorogo merupakan kabupaten tertua di karesidenan Madiun. Kabupaten yang menyimpan banyak potensi wisata ini, salah satu potensinya adalah wisata sejarah. Pemerintah Ponorogo bupati terpilih periode 2020-2024 ingin membangun jalan yakni HOS Cokroaminoto seperti malioboro di Yogyakarta. Berdasarkan itu, penelitian ini mengkaji potensi wisata di Jalan HOS Cokroaminoto berbasis sejarah lokal Ponorogo. metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Desain penelitian ini studi kasus. Sumber data yang digunakan adalah situs dan pustaka. hasil penelitian Jalan HOS Cokroaminoto menyimpan potensi wisata sejarah, wisata edukasi, wisata religi dan wisata buatan. Pembangunan ini diharapkan mampu memberi dampak positif pada wawasan kesejarahan, akan tetapi mampu membawa keseahteraan pada sektor ekonomi masyarakat. Kata Kunci: Sejarah, Ponorogo, Potensi WisataPonorogo is an old district in the Madiun residency. A district that has a lot of tourism potential, one of its potentials is historical tourism. The government of Ponorogo, the elected regent for the 2020-2024 period, wants to build a HOS Cokroaminoto road like Malioboro. Based on that, this research examines the potential of tourism based on local history in Ponorogo. this research method is descriptive qualitative. The research design is a case study. Sources of data used are sites and libraries. The results of the research on HOS Cokroaminoto Street have the potential for historical tourism, educational tourism, religious tourism, and artificial tourism. This development is expected to have a positive impact on historical insight but is able to bring prosperity to the community's economic sector.Keywords: History, Ponorogo, Tourism potency 
Eksistensi Kaum Tionghoa dalam Dunia Pers di Hindia Belanda Tahun 1869-1942 Iyus Jayusman; Miftahul Habib Fachrurozi
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk: (1) mengetahui peranan orang Tionghoa dalam dunia pers di Hindia Belanda sebelum abad kedua puluh, (2) mengetahui perkembangan industri pers Tionghoa di Hindia Belanda pada masa pergerakan nasional. Artikel ini disusun dengan berdasarkan metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo melalui tahapan pemulihan topik, heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Eksistensi kaum Tionghoa dalam dunia pers di Hindia Belanda dimulai dengan kemunculan Lo Tun Tay sebagai editor surat kabar Mataharie pada tahun 1869. Krisis ekonomi yang terjadi menjelang akhir abad kesembilan belas mendorong munculnya embrio industri pers Tionghoa yang ditandai dengan akuisisi sejumlah pers Eropa oleh pengusaha Tionghoa. Pers Tionghoa semakin berkembang memasuki masa pergerakan nasional. Pers Tionghoa memiliki perbedaan orientasi politik yakni mendukung Nasionalisme Indonesia, mendukung Nasionalisme Tionghoa, dan mendukung pemerintah kolonial. Adapun sikap tersebut tidak dapat dilepaskan dari kepentingan politik maupun ekonomi. Dengan demikian, eksistensi pers Tionghoa pada masa pergerakan nasional tidak hanya dapat ditinjau dari aspek politik saja, melainkan pula aspek ekonomi. Industri pers Tionghoa di Hindia Belanda berakhir seiring dengan pendudukan Jepang pada tahun 1942. Kata Kunci: :  Pers, Kaum Tionghoa, Hindia Belanda 
Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengidentifikasi Konflik dan Integrasi dalam Kehidupan Sosial dengan Menggunakan Media Poster Iloh Tusilah
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam proses belajar mengajar menggunakan media pembelajaran tidak kalah pentingnya dalam membentuk hasil dari tujuan proses pembelajaran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Mengidentifikasi konflik dan integrasi dalam kehidupan sosial adalah dengan menggunakan media poster. Media poster dalam hal ini penulis persamakan dengan gambar ilustrasi fotografi yaitu gambar yang diproyeksikan, terdapat dimana-mana, baik dilingkungan anak-anak maupun dilingkungan orang dewasa, mudah diperoleh dan ditunjukkan kepada anak-anak. Poster pada umumnya menarik perhatian. Oleh karena itu, poster dapat digunakan sebagai media pembelajaran dan mempunyai nilai-nilai pendidikan bagi anak, dan memungkinkan belajar secara efisien.Begitu juga dalam penelitian ini penulis mempunyai maksud dan tujuan yaitu: (1) Mendeskripsikan kemampuan mengidentifikasi konflik dan integrasi dalam kehidupan sosial siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Paseh Kabupaten Sumedang dengan menggunkan media poster. (2) Mendeskripsikan dapat tidaknya penggunaan media poster dalam meningkatkan kemampuan mengidentifikasi konflik dan integrasi dalam kehidupan sosial siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Paseh Kabupaten Sumedang.Kata Kunci: Media Pembelajaran, Mengidentifikasi Konflik, Integrasi Kehidupan Sosial, PosterIn the teaching and learning process using learning media is no less important in shaping the results of the learning process objectives. One of the efforts that can be done to improve the ability to identify conflicts and integration in social life is to use poster media. Poster media in this case the author equates with photographic illustration images, namely projected images, found everywhere, both in the children's environment and in the adult environment, easy to obtain and show to children. Posters generally attract attention. Therefore, posters can be used as learning media and have educational values for children, and enable efficient learning. Likewise in this study, the authors have the aims and objectives, namely: (1) Describe the ability to identify conflict and integration in students' social life class VIII A SMP Negeri 1 Paseh Sumedang Regency using poster media. (2) Describe whether or not the use of poster media can improve the ability to identify conflict and integration in the social life of class VIII A students of SMP Negeri 1 Paseh, Sumedang Regency.Keywords: Learning Media, Identifying Conflict Integration in Social Life, Poster
Dari Mata Uang Kolonial ke Mata Oeang Republik Indonesia Alex Anis Ahmad
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah mata uang di Indonesia, terutama mata uang pada masa akhir kekuasaan kolonial hingga awal kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari lima tahapan, yakni pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber, dan relevansi sumber), interpretasi (analisa dan sintesis), serta penulisan sejarah (historiografi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Nusantara sudah mengenal mata uang sejak abad 9 Masehi, yang berasal dari Kerajaan Jenggala. Pada awal kemerdekaan, Indonesia mengadopsi tiga jenis mata uang sebagai alat tukar sementara. Oeang Republik Indonesia (ORI) secara resmi diedarkan pada 30 Oktober 1946. Sejak pertama diedarkan hingga tahun 1949, ORI telah dicetak dalam lima kali emisi. Kata Kunci: mata uang, ORI, kolonial, kemerdekaanAbstractThe purpose of this study is to find out the history of currency in Indonesia, especially currency from the end of colonial rule to the beginning of Indonesian independence. This study uses a historical research method consisting of five stages, namely topic selection, source collection, verification (historical criticism, source validity, and source relevance), interpretation (analysis and synthesis), and historical writing (historiography). The results show that the people of the archipelago have known currency since the 9th century AD, which came from the Jenggala Kingdom. At the beginning of independence, Indonesia adopted three types of currency as a temporary medium of exchange. Oeang Republik Indonesia (ORI) was officially circulated on October 30, 1946. Since it was first circulated until 1949, ORI has been printed in five editions.Keywords: currency, ORI, colonial, independence
Revolusi Oktober dan Pengaruhnya bagi Perang Dunia I Candra Ulfah Kusuma Dewi; Yuliati Yuliati
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakArtikel ini berupaya untuk menjelaskan proses terjadinya Revolusi Oktober serta pengaruhnya terhadap Perang Dunia I. Artikel ini disusun dengan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan historis. Hasil kajian menunjukkan jika Revolusi Oktober atau dikenal sebagai Revolusi Bolshevik adalah revolusi yang dilakukan oleh partai komunis Rusia, dibawah pimpinan Vladimir ilyich ulyanov atau kemudian dikenal sebagai Vladimir Lenin.Tujuan dari revolusi ini adalah untuk menumbangkan koalisi nasionalis yang di pimpin oleh Alexander Kerensky perpindahan kekuasaan yang terjadi menyebabakan chaos yang luar biasa di Rusia dan perjalanan Perang Dunia I revolusi ini menandai runtuhnya seluruh penggaruh monarki Rusia yakni dinasti Romanov yang sudah lama berkuasa di Rusia.Kata Kunci: Revolusi, Lenin, Perang Dunia I, Tsar Nicolas IIAbstractThis article attempts to explain the process of the October Revolution and its impact on World War I. This article was prepared using a qualitative descriptive method with a historical approach. The results of the study show that if The October Revolution known as the Bolshevik revolution was a revolution carried out by the Russian communist party, under the leadership of Vladimir ilyich ulyanov or later known as Vladimir Lenin. The aim of this revolution was to overthrow the nationalist coalition led by Alexander Kerensky, the transfer of power which occurred due to the extraordinary chaos in Russia and the journey of World War I.Keywords: Revolution, Lenin, World War I, Tsar Nicolas II
Pemberedelan Pers Pasca Peristiwa Malapetaka 15 Januari (MALARI) 1974 M. Rifki Jum’at; Dede Wahyu Firdaus
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakDi awal pemerintahan orde baru pers Indonesia merasakan kebebasan yang sangat besar. Setelah beberapa media pers yang sebelumnya diberedeli di pemerintahan Orde lama ini mendapatkan kebebasannya kembali. Hal ini sontak menjadi angin segar bagi Pers Indonesia. Dan mereka mengalami euforia pers di awal pemerintahan orde baru. Seiring berjalannya waktu euforia pers ini tidak dirasakan kembali, mengingat tahun-tahun selanjutnya ketika pemerintahan orde baru sudah kokoh, perlakuan pemerintah terhadap pers ikut berubah. Memasuki tahun 1970-an pers yang semakin kritis terhadap pemerintah satu persatu mulai diberedeli, dan puncak pemberedelan ini terjadi pasca terjadinya sebuah peristiwa besar di awal tahun 1974. Peristiwa demonstrasi besar-besaran terjadi di tanggal 15 Januari 1974. Demonstrasi yang dilakukan oleh golongan mahasiswa ini adalah demonstrasi untuk mengangkat isu terkait penanaman modal asing di Indonesia yang kian hari semakin banyak, terutama modal asing yang berasal dari Jepang. Aksi ini berakhir menimbulkan kerusuhan akibat adanya oknum lain yang ikut terjun melakukan aksi di waktu yang bersamaan. Pada akhirnya aksi demonstrasi ini menimbulkan huru-hara di daerah Jakarta, dalam peristiwa ini banyak pertokoan yang dibakar, penjarahan pertokoan, hingga pembakaran kendaraan seperti mobil dan motor yang merupakan produk Jepang. Peristiwa ini dikenal juga sebagai peristiwa Malari (malapetaka 15 Januari) 1974. Pers yang pada saat itu ikut mengkritik pemerintah terkait isu modal asing serta ikut menerbitkan berita terkait peristiwa ini juga terkena dampak dari peristiwa Malari ini. Setidaknya ada 12 media pers yang di bredeli pasca terjadinya peristiwa Malari.Kata Kunci: Pers, Orde Baru, MalariAbstractAt the beginning of the New Order government, the Indonesian press felt immense freedom. After several press media that were previously banned in the Old Order government got its freedom back. This suddenly became a breath of fresh air for the Indonesian press. And they experienced press euphoria at the beginning of the new order government. Over time, the euphoria of the press was not felt again, considering that in the years that followed, when the New Order government was solid, the government's treatment of the press also changed. Entering the 1970s, the press, which were increasingly critical of the government, began to be banned one by one, and the peak of this ban occurred after a major event occurred in early 1974. Massive demonstrations occurred on January 15, 1974. Demonstrations were carried out by this group of students. is a demonstration to raise issues related to foreign investment in Indonesia, which is increasing day by day, especially foreign capital originating from Japan. This action ended up causing a riot due to other elements who took part in the action at the same time. In the end, this demonstration caused riots in the Jakarta area, in this incident many shops were burned, and looted shops, to the burning of vehicles such as cars and motorbikes which were Japanese products. This incident is also known as the Malari incident (January 15 disaster) 1974. The press at that time participated in criticizing the government regarding the issue of foreign capital and in publishing news related to this incident, which was also affected by the Malari incident. At least 12 press media were banned after the Malari incident.Keywords:  Press, New Order, Malari
Gerakan Emansipasi Perempuan dalam Bidang Pendidikan di Jawa Barat Pada Awal Abad Kedua Puluh Andrea Dinurul Aeni; Miftahul Habib Fachrurozi
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan gerakan emansipasi perempuan di Jawa Barat serta peranan tokoh-tokoh yang menonjol dalam gerakan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa gerakan emansipasi perempuan dalam bidang pendidikan di Jawa Barat (1904-1948) dilatarbelakangi oleh adanya politik etis, dan keadaan kaum perempuan di abad ke-19 yang mengkhawatirkan. Selain itu kaum perempuan sering dianggap lemah dan tidak bisa melakukan pekerjaan seperti halnya kaum pria. Ketidakadilan inilah yang membuat tokoh-tokoh perempuan berjuang mati-matian untuk memperjuangkan kesetaraan harkat perempuan dengan laki-laki, serta kebebasan untuk memilih dan mengelola kehidupannya, terutama dalam hal pendidikan. Muncullah gerakan emansipasi perempuan yang dianggap sebagai momentum untuk memperjuangkan hak mereka. Tokoh yang memelopori gerakan emansipasi perempuan dalam bidang pendidikan di Jawa Barat salah satunya Dewi Sartika dan Raden Ayu Lasminingrat. Dewi Sartika yang berjuang untuk memberikan pendidikan yang layak bagi kaum perempuan dengan mendirikan Sakola Istri di Bandung pada tahun 1904. Perjuangan yang tidak mudah bagi Dewi Sartika dalam mendirikan sekolah Istri. Perjuangan Dewi Sartika di ikuti oleh Raden Ayu Lasminingrat di Garut untuk mendobrak pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa seorang perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan membuahkan hasil yang bagus.Kata Kunci: Emansipasi Perempuan, Pendidikan, Jawa Barat, Dewi Sartika, Raden Ayu LasminingratAbstractThis study aims to reveal the women's emancipation movement in West Java and the role of prominent figures in the movement. This study uses historical research methods according to Kuntowijoyo. The results of this study indicate that the women's emancipation movement in the field of education in West Java (1904-1948) was motivated by ethical politics and the worrying condition of women in the 19th century. In addition, women are often considered weak and unable to do work as well as men. It is this injustice that makes female figures fight desperately to fight for the equality of women's dignity with men, as well as the freedom to choose and manage their lives, especially in terms of education. The women's emancipation movement emerged which was considered a momentum to fight for their rights. The figures who pioneered the women's emancipation movement in the field of education in West Java were Dewi Sartika and Raden Ayu Lasminingrat. Dewi Sartika struggled to provide a proper education for women by establishing a Sakola Istri in Bandung in 1904. Dewi Sartika's struggle was not easy in establishing a Wife school. Dewi Sartika's struggle was followed by Raden Ayu Lasminingrat in Garut to break society's view that women do not need to get an education and produce good results.Keywords:  Women Emancipation, Education, West Java, Dewi Sartika, Raden Ayu Lasminingrat 
Penerapan Pengajaran Model Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sejarah di Kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Majalengka M. Yusup Alamsyah
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelajaran Sejarah melalui pengajaran model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas XI.IPS. Rancangan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas melalui model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) menggunakan dua siklus, setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas XI.IPS-2 di SMA PGRI 1 Majalengka Kabupaten Majalengka. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Keterampilan guru pada siklus I diperoleh skor 20 dengan kriteria baik, siklus II dengan skor 24 dengan kriteria Baik, (2) Aktivitas siswa siklus I memperoleh skor 21 dengan kriteria baik, siklus II diperoleh skor 25 dengan kriteria baik. (3) Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa siklus I pertemuan I sebesar 46,15% dan siklus I pertemuan II sebesar 50,00%. Pada siklus II pertemuan I sebesar 61,54% dan siklus II pertemuan II sebesar 88,46%. Kesimpulan penelitian ini adalah melalui model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar pada pelajaran Sejarah. Kata kunci: Model kooperatif tipe STAD, kualitas pelajaran Sejarah, SMA PGRI 1 MajalengkaAbstractThe purpose of this classroom action research is to improve the quality of history lessons through teaching the Student Teams Achievement Division (STAD) cooperative model to class XI.IPS students. The design of this research is classroom action research through a cooperative model of the Student Teams Achievement Division (STAD) type using two cycles, each cycle consisting of four stages, namely planning, implementation, observation, and reflection. The research subjects were teachers and students of class XI.IPS-2 at SMA PGRI 1 Majalengka, Majalengka Regency. Data collection techniques using observation and tests. The results showed that: (1) The skills of the teacher in the first cycle obtained a score of 20 with good criteria, the second cycle with a score of 24 with good criteria, (2) Student activities in the first cycle obtained a score of 21 with good criteria, the second cycle obtained a score of 25 with the criteria good. (3) The classical mastery of student learning outcomes in the first cycle of the first meeting was 46.15% and the first cycle of the second meeting was 50.00%. In the second cycle, the first meeting was 61.54% and in the second cycle, the second meeting was 88.46%. The conclusion of this research is that through the cooperative model the Student Teams Achievement Division (STAD) type can improve teacher skills, student activities, and learning outcomes in history lessons. Keywords: STAD cooperative model, quality of history lessons, SMA PGRI 1 Majalengka 
Sekolah Raja (Hoofdenschool) sebagai Sekolah Pangreh Praja 1865-1900 Septian Teguh Wijiyanto
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPemerintahan Belanda di Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh kaum priayi dalam hal ini pangreh praja. Para pangreh praja atau sering disebut Inlands Bestuur dalam sistem pemerintahan mereka sengaja dibentuk demi kepentingan pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui latar belakang berdirinya Sekolah Raja, 2) perkembangan Sekolah Raja tahun 1865 sampai dengan 1900 sebagai alat pendidikan Belanda yang memanfaatkan para kaum priayi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari; pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah pendidikan bagi kaum priayi dalam bentuk berdirinya Sekolah Raja bukan karena Belanda ingin sungguh-sungguh memberikan pendidikan bagi masyarakat Hindia Belanda (pribumi), melainkan untuk mendapatkan tenaga administratif yang terampil dan dapat digaji rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang diterapkan mengarahkan para priayi ini untuk menjadi pekerja bagi pemerintah Belanda nantinya. Sekolah Raja dianggap sebagai simbiosis yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah Belanda dan para priayi. Akan tetapi dalam perkembangannya banyak pangreh praja yang menolak untuk masuk dalam pemerintahan Belanda.Kata kunci: Sekolah Raja, Pangreh Praja, Priayi, Pemerintah BelandaAbstractThe Dutch government in the Dutch East Indies could not be separated from the role and influence of the priayi in this case the pangreh praja. The pangreh praja or often called the Inlands Bestuur in their government system were deliberately formed for the sake of the government. This research aims to; 1) know the background of the establishment of the Hoofdenschool, 2) the development of Hoofdenschool from 1865 to 1900 as a Dutch educational tool that utilized the priayi. The research method used is the historical research method according to Kuntowijoyo which consists of; topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historiography. The result of this study is education for the priayi in the form of the establishment of the Hoofdenschool not because the Dutch really wanted to provide education for the people of the Dutch East Indies (natives), but to get skilled and low-paid administrative staff. This can be proven by the education system and curriculum applied to direct these priayi to become workers for the Dutch government later. Hoofdenschool was considered a mutually beneficial symbiosis for both the Dutch government and the aristocrats. However, in its development, many pangreh praja refused to enter the Dutch government.Keywords: Hoofdenschool, Pangreh Praja, Priayi, Dutch Government. AbstrakPemerintahan Belanda di Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh kaum priayi dalam hal ini pangreh praja. Para pangreh praja atau sering disebut Inlands Bestuur dalam sistem pemerintahan mereka sengaja dibentuk demi kepentingan pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui latar belakang berdirinya Sekolah Raja, 2) perkembangan Sekolah Raja tahun 1865 sampai dengan 1900 sebagai alat pendidikan Belanda yang memanfaatkan para kaum priayi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari; pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah pendidikan bagi kaum priayi dalam bentuk berdirinya Sekolah Raja bukan karena Belanda ingin sungguh-sungguh memberikan pendidikan bagi masyarakat Hindia Belanda (pribumi), melainkan untuk mendapatkan tenaga administratif yang terampil dan dapat digaji rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang diterapkan mengarahkan para priayi ini untuk menjadi pekerja bagi pemerintah Belanda nantinya. Sekolah Raja dianggap sebagai simbiosis yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah Belanda dan para priayi. Akan tetapi dalam perkembangannya banyak pangreh praja yang menolak untuk masuk dalam pemerintahan Belanda. Kata kunci: Sekolah Raja, Pangreh Praja, Priayi, Pemerintah Belanda.   AbstractThe Dutch government in the Dutch East Indies could not be separated from the role and influence of the priayi in this case the pangreh praja. The pangreh praja or often called the Inlands Bestuur in their government system were deliberately formed for the sake of the government. This research aims to; 1) knowing the background of the establishment of the Hoofdenschool, 2) the development of Hoofdenschool from 1865 to 1900 as a Dutch educational tool that utilized the priayi. The research method used is the historical research method according to Kuntowijoyo which consists of; topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historigraphy. The result of this study is education for the priayi in the form of the establishment of the Hoofdenschool not because the Dutch really wanted to provide education for the people of the Dutch East Indies (natives), but to get skilled and low-paid administrative staff. This can be proven by the education system and curriculum applied to direct these priayi to become workers for the Dutch government later. Hoofdenschool was considered a mutually beneficial symbiosis for both the Dutch government and the aristocrats. However, in its development many pangreh praja refused to enter the Dutch government. Keywords: Hoofdenschool, Pangreh Praja, Priayi, Dutch Government.