cover
Contact Name
I Nyoman Santiawan
Contact Email
inyomansantiawan@gmail.com
Phone
+6281229463400
Journal Mail Official
inyomansantiawan@gmail.com
Editorial Address
Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten Jawa Tengah Dukuh Macanan Baru, Morangan, Mojayan, Kec. Klaten Tengah, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah 57414 Telepon: (0272) 3352795
Location
Kab. klaten,
Jawa tengah
INDONESIA
Widya Aksara: Jurnal Agmaa Hindu
ISSN : 2085272X     EISSN : 26589832     DOI : -
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu merupakan Jurnal Sosial, Budaya dan Agama Hindu yang menerbitkan hasil penelitian atau pemikiran tentang studi agama dan studi sosial dan budaya menggunakan perspektif interdisipliner. Lingkup Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu adalah: Studi agama Hindu seperti Fisafat, Etika dan Upacara Studi sosial dan budaya seperti sosiologi masyarakat Hindu Sumber pengajaran terkait: studi agama, pemikiran Hindu, filsafat Hindu, studi pendidikan agama Hindu, studi penerangan agama dan kajian budaya
Articles 160 Documents
FILOSOFI RITUAL SESUAI KEARIFAN LOKAL MEWUJUDKAN KEHIDUPAN HARMONI Warta, I Nyoman
Widya Aksara Vol 22 No 1 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.68 KB)

Abstract

Ritual sesungguhnya memiliki kekuatan saling ketergantungan dengan Puja,Weda, Sehe dan Attmanastuti. Karena ritual memiliki kekuatan Prawrti Jnana, sedangkan Puja Weda, mantram, sehe dan attmanastuti memiliki Nirwrti Jnana dan Prawrti Jenana kedua kekuatan itu adalah sebagai kekuatan Lingga (Puja Weda, Mantra, sehe dan attmanastuti) dan kekuatan Yoni  (ritual), atau kekuatan Bhakti dan Sradhanya umat Hindu kehadapan Sang Hyang Widhi. Kehidupan Rwa Bhineda tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan keseharian. Ritual dalam Hindu merupakan wujud, bentuk dan fungsi. Tetandingan Ritual   hendaknya berdasarkan pada: Kuno Dresta (purwa dresta), Desa Dresta, dan yang terpenting justru Sastra Dresta yang merupakan inti pokok dari filsafat  ritual agama Hindu, bentuknya boleh berbeda-beda sesuai dengan Desa Dresta namun isinya atau esensinya sesuai dengan Weda atau sastra Drsesta ( Ida Bagus Putu Dharsana,2010). Sesungguhnya ada 4 (empat) ajaran agama Hindu ini merupakan cerminan dari esensi ajaran Weda yaitu: (1). Ajaran Mantra mencerminkan adanya ritual dan  dharma gita/lagu-lagu pemujaan seperti adanya Puja Weda, mantra dan sehe. (2). Ajaran upanisad mencerminkan adanya Tattwa agama/filosofis ajaran agama yang sangat dalam maknanya, sesungguhnya tidak seperti apa yang kita lihat, namum dibalik tersebut tidak bisa terjangkau oleh akal pikiran manusia.(3). Ajaran Brahmana mencerminkan adanya ritual keagamaan yang sangat beraneka ragam bentuk jenis dan fungsinya, sesuai dengan Kuna Dresta, Desa Dresta dan Sastra Dresta. Namun secara kenyataan itu berbeda semua, tetapi secara esensi pada hakikatnya itu adalah sama ? Ekam Evam Adityam Brahmana?.(4). Ajaran Aranyaka mencerminkan adanya Etika. Ajaran etika sangat penting dalam pelaksanaan kehidupan  beragama dan keagamaan. Lebih-lebih dalam kehidupan kekinian, ajaran etika mutlak ditingkatkan disegala lini kehidupan.  Termasuk dalam pelaksanaan ritual  yadnya harus dilandasi dengan makna filosofis dan etika, sehingga makna ritual, makna filosifis dan makna etikanya menyatu yakni satyam sivam sumdharam. Ritual merupakan unsur yang dapat mewakili pengertian tersebut. Hal ini merupakan penyikapan bhatin yang mendalam dan pada hakikatnya sesaji/banten merupakan banyak hal. Bisa melambangkan sifat-sifat Tuhan seperti banten Dewa-dewi, Lis  Senjata, Banten Guru piduka, Banten Daksina Pejati, Banten Plagembal, Banten Bebangkit dan sebagainya. Disamping  tersebut banten juga  melambangkan kreatifitas manusia dalam  perjalnan hidupnya mencari  hakikat kebenaran. Banten juga  merupakan wujud cinta kasih dan pelepasan ikatan duniawi yang menjerat kehidupan manusia. Sebagai wakil ketinggian daya nalar manusia, untuk menyampaikan gagasan dan ide-ide dalam  melakukan komunikasi, baik diantara manusia, dengan alam lingkungan, maupun yang  bersikap transenden. Secara filsafat dinyatakan semakin tinggi daya nalar manusia, semakin mampu menampilkan gagasannya dan ide-idenya yang lahir dari  penyikapan pengalaman rohani yang  lebih  komunikatif, baik dilihat dari keanekaragaman bentuk, simbolis maupun keluasaan ataupun kedalaman makna. Filosofi ritual merupakan sarana konsentrasi, sarana pembersihan, sarana kesucian dan mengandung nilai estitika. Dan sangat perlu kita sadari mengapa kita beryadnya, tujuan melakukan yadnya, kualitas yadnya dan arti lambing yadnya. Sebagai manipestasi Ida Sang Hyang Widhi. Semua yadnya bhakti yang dilaksanakan sebagai peradaban hidup suci dan harmonis. Keharmonisan ini akan  menimbulkan  berbagai nalia seni, budaya dan tradisi menjadi akulturasi kehidupan dialektika agama dan budaya yang mengakar dalam masyarakat, dan ini lah yang sessungguhnya memutar dunia bisa bergerak sesuai dengan dharmanya. Dengan ritual yang tulus dan suci akan  memberikan kedamian bhatin serta alam beserta isinya menjadi harmoni.
JATI DIRI SEORANG PEMIMPIN DALAM KAKAWIN RAMAYANA Sujaelanto
Widya Aksara Vol 22 No 1 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.04 KB)

Abstract

Setiap organisasi formal maupun non formal, pasti memerlukan pemimpin. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu atau tujuan bersama. kepemimpinan adalah suatu seni untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan kepemimpinan tergantung pada kondisi wilayah dan masyarakat yang dipimpinnya. Untuk mencapai keadaan gemah ripah loh jinawi tergantung dari usaha dan jati diri seorang pemimpin untuk memainkan nilai kepemimpinan. Ajaran kepemimpinan banyak ditemukan diberbagai sastra Hindu, termasuk dalam Kakawin Ramayana. Jati diri seorang pemimpin dapat direvitalisasi dalam ajaran Asta Barata
NILAI ESTETIKA TUMPENG JAWA Sugiman
Widya Aksara Vol 22 No 1 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.166 KB)

Abstract

Masyarakat Jawa memiliki kebiasaan dan tradisi yaitu membuat Tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa misalnya perayaan Kelahiran, upacara Perkawinan, upacara Bersih Desa dan lain-lainnya, Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional yang merupakan wujud syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa Kalau masyarakat Jawa memiliki hajad menyajikan Tumpeng maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Pencipta agar terhindar dari pengaruh tidak baik serta memperoleh kemuliaan.  Nasi Tumpeng yang dibuat oleh masyarakat Jawa pada suatu acara tertentu bukan hanya sekedar makanan dengan tampilan yang menarik yang berwarna-warni bentuknya dan rasa yang lezat, namun semua itu memilik Nilai dan memiliki makna Filosofis dalam kehidupan manusia khusunya masyarakat Jawa yang sudah mempercayainya. Dari berbagai macam bentuk Tumpeng masing-masing memiliki makna sendiri-sendiri itu semua sesuai dengan keperluannya. Nasi Tumpeng yang dilengkapi berbagai macam lauk pauk semuanya itu mengandung makna dan memiliki fungsi. Sesuai dengan jenis-jenis tumpeng misalnya Tumpeng Robyong, Tumpeng Nujuh Bulan, Tumpeng Pungkur, Tumpeng Nasi Kuning, Tumpeng Nasi Uduk, Tumpeng Seremonial dan lain-lainnyayang memiliki variasi yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan yang membuat Tumpeng sebagai kelengkapan Tumpeng diberi Lauk Pauk sesuai dengan keperluannya.  Nasi Tumpeng  memiliki Nilai Estetika. Nasi Tumpeng juga memiliki makna yaitu Hubungan dengan Agama dan Ketuhanan, hubungannya dengan Alam semesta dan memiliki hubungannya dengan Sosial Kemasyarakatan ini semua untuk menuju keseimbangan hidup seseorang dalam menciptakan suasana yang aman damai dan sejahtera.
NILAI UPACARA PUTRIKA DI DUSUN GAJARO DESA METUK KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI Wibowo, Gatot
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.127 KB)

Abstract

Kemampuan akal dan budi manusia dalam bentuk pikiran dan perasaan sering mengalami keterbatasan sehingga kedinamisan aktualisasi terhadap esensi yang mutlak diluar dirinya, manusia merealisasikan dalam bentuk ritual spiritual, wujudnya dapat dilihat dalam upacara yajna menurut konsep agama Hindu. Upacara adalah bagian Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yang merupakan aktivitas dan tindakan manusia dalam rangkaian urut sistematis, dan formalistic, yang digunakan dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan beserta manifestasinya dengan didasari yajna. Melakukan upacara yajna merupakan sraddha dan bhakti kepada Ida Sang Hyag Widhi Wasa yang diyakini sebagai rutinitas beragama yang amat penting, karena upacara yajna dapat diibaratkan cokro mangilingan jika disalah arti fungsikan kehidupan sat cit ananda bhuwana agung dan bhuwana alit  tidak dinamis dan cenderung munculnya akidah baru. Upacara putrika merupakan salah satu bentuk realisasi dari panca yajna spesifik manusia yajna yang dilakukan masyarakat Hindu di Kabupaten Boyolali bagi keluarga Hindu yang tidak mempunyai anak laki-laki. Upacara putrika  bertujuan mengangkat status derajat anak perempuan sejajar anak laki-laki agar kama roh leluhur pihak perempuan tidak terputus dan bisa menjelma kedunia di system perkawinannya agar tujuan jagadhita ya ca iti dharmah menuju moksa dapat tercapai.
OPTIMALISASI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA CANDI UNTOROYONO DI DUKUH NAYAN, DESA KALANGAN, KECAMATAN PEDAN, KABUPATEN KLATEN Wisnu Wardani, Dewi Ayu
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.244 KB)

Abstract

Pemilihan lokasi ini dengan alasan keberadaan pengembangan Candi Untoroyono menjadi objek wisata didukung oleh beberapa potensi melestarikan budaya Jawa dengan pengenalan Aksara Djawa, Budaya memakai jarik, menanamkan nilai-nilai budi pekerti orang Jawa andap asor, tepo sliro, berbakti kepada orang tua, Inspirasi anak bangsa menumbuhkan kembali rasa cinta tanah air, agar anak bangsa lebih peduli dengan Indonesia. Terkait dengan daya  tarik pemanfaatan Candi sebagai objek wisata, pengelolaan Candi Untoroyono perlu dioptimalkan dengan pembenahan, serta menyediakan fasilitas, ciptakan kenyamanan dan tingkatkan keamanan dengan demikian pendapatan dari distribusi pengelolaan akan lebih tinggi dan langsung bisa dinikmati untuk pelestarian Candi. Dalam tulisan ini akan ditelusuri serta dikaji rumusan masalah yakni : bentuk optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono, (2) Faktor-faktor yang mendorong optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono, (3) makna optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono. Hasil yang didapat dari tulisan ini adalah sebagai berikut : Bentuk optimalisasi pengembangan obyek wisata candi Untoroyono Awal Dioptimalisasi, kreativitas memperindah candi, pengoptimalan tahun 2015 sampai sekarang, Langkah kunjungan wisata di Candi Untoroyono, Pengunjung membaca tata tertib Candi Untoroyono, Tata cara masuk candi bagi para  wisatawan : Membersihkan diri,Mengisi Buku Tamu, Mengisi Kotak Amal, Memakai Jarik, Pengenalan Motif Batik dan maknanya, Pemakaian hena menggunakan aksara Jawa, Menerima penjelasan tentang Candi Untoroyono, Melakukan kelas syailendra/meditasi dibantu oleh Bapak Suhardi, Para pengunjung menuliskan Inspirasi untuk bangsa Indonesia di kertas, Para pengunjung wajib menyanyikan lagu Indonesia Raya, Syukur untuk menumbuhkan cinta tanah air, Napak tilas Aji Saka, Minum Air Kendi Candi Untoroyono, beberapa orang mempercayai air candi Untoroyono dapat menyembuhkan penyakit, membuat aura lebih berkharisma, Minuman Khas Candi Untoroyono yaitu wedang cantor terbuat dari asam Jawa dan bermanfaat untuk menetralisir racun, memperlancar peredaran darah, antibiotik alami tubuh, menjaga kesehatan dan kebugaran, mengeringkan dan menghilangkan jerawat, menurunkan berat badan, awet muda dan terkenal ampuh mengusir roh-roh jahat, Penyewaan Ragam hias untuk selfi, Sesi Foto Bersama. Terjadinya optimalisasi pengembangan obyek wisata Candi Untoroyono disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong, baik intern maupun faktor ekstern. Faktor intern yaitu faktor pola pikir masyarakat pendukung, adanya kreativitas masyarakat berekspresi, dan motivasi peningkatan kesejahteraan. Adapun faktor-faktor eksternal yaitu perkembangan pariwisata, kapitalisme dan industri budaya, peran media massa dan hegemoni pemerintah. Makna Optimalisasi Pengembangan Obyek Wisata Candi Untoroyono: Makna Religius, Makna Pelestarian Budaya, Makna Identitas Sejarah, Makna Kesejahteraan Masyarakat Desa Kalangan, Makna Pendidikan.
PELAKSANAAN AJARAN MANUSA YADNYA DALAM MEMBENTUK KARAKTERMANUSIA YANG BERBUDI LUHUR Sugiman
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.432 KB)

Abstract

Sesuai dengan ajaran agama Hindu dan tujuan hidup menurut Agama Hindu kita dituntut untuk berusaha penerapan nilai-nilai ajara agama Hindu dalam kehidupan sehar-hari. Pemerintah atau Negara Kesatua Republik Indonesia mengharapkan agar bangsa memiliki karakter dan kepribadian yang luhur karena sesuai dengan Dasar Negara Kita Pancasila. Selaras dengan ajaran agama Hindu untuk mewujudkan dan membentuk karakter manusia yang berbudi luhur . Dengan dilaksanakan ajaran manusia Yadnya untuk mengangkat dan membangkitkan rasa tanggung jawab terhadap diri manusia menuju kesempurnaan hidpnya di dunia ini. Dengan adanya ajaran Manusa Yadnya mulai dari Upacara bayi dalam kandungan samapi dengan Upacara Perkawinan atau Wiwaha Samkara semuanya dilandasi dengan kesucian keiklasan dan cintakasih, unsur-unsur tidak baik yang menyebabkan manusia tersesat terjerumus dalam penderitaan semuanya harus dikendalikan disingkirkan. Pengendalian diri dalam membangkitkan kesadaran untuk mewujudkan manusia yang memiliki karakter dan berbudi luhur baik melalui ritual maupun spiritual perlu ditingkatkan dengan berbagai jenis upacara manusia yadnya dan masing-masing upacara memiliki maksud dan tujuan-tujuan tertentu. Upacara Manusa Yadnya pada prinsipnya untuk pembersihan dirinya ke tarap hidup yang lebih sempurna baik secara lahir maupun batin. Dalam keluarga sangat penting dalam membentuk karakter manusia yang berbudi luhur dengan diawali dari keluarga dan banyak sekali yang perlu diperhatikan bagaimana untuk melaksanakan ajaran Manusa Yadnya dalam keluarga.
PENGARUH UTSAWA DHARMA GITA PADA PESERTA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2017 Santiawan, I Nyoman
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.725 KB)

Abstract

Utsawa Dharma Gita tingkat nasional merupakan ajang kompetisi bagi lembaga Hindu yang ada di Indonesia. Dalam penyelenggaraan kegiatan Utsawa Dharma Gita banyak persiapan yang harus dilakukan. Bagi setiap daerah, tantangan yang paling menjadi kendala setiap tahunya untuk diluar daerah bali adalah melengkapi formasi peserta lomba. Disamping itu, kendala lainya adalah kurangnya pendampingan peserta pada saat melakukan latihan beberapa penyebab, masih kurangnya minat generasi untuk mengikuti kegiatan lomba. Dari hasil penelitian yang didapat, di luar daerah Bali perlu diadakannya kerja sama yang mendalam antara lembaga Hindu dan Guru Agama Hindu. Dengan peran Guru Agama Hindu inilah menjadi jalan keluar dalam kendala kesulitan dalam melengkapi formasi peserta. Melalui pendekatan yang dilakukan guru, dapat menarik minat siswa untuk mengikuti perlombaan. Hasil penelitian membuktikan pendampingan yang rutin menjadikan peserta lebih percaya diri dan dapat menyelesaikan setiap kendala yang dihadapi peserta. Penelitian ini memeberikan idnikato, siswa atau generasi yang ikut lomba utsawa dhrama gita mengalami perubahan yang cukup signifikan. Yaitu peserta menjadi meningkat sradda dan bhakti, mengenal dan mencintai kebudayaan serta mendapat nilai-nilai pendidikan, seperti nilai pendidikan religi, nilai pendidikan budaya dan nilai pendidikan sosial. Dengan mengikuti lomba, kemandirian dan kebahagiaan generasi Hindu dapat tercipta dan memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi generasi muda Hindu.
PERAN PEREMPUAN DALAM ERA GLOBALISASI Setyaningsih
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.437 KB)

Abstract

Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama sebagai makhluk paling mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Namun, dalam masyarakat di berbagai tempat terdapat perbedaan pandangan tentang status perempuan sehingga muncul konstruksi yang berbeda-beda mengenai kedudukan perempuan. Hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pandangan tersebut, seperti pelabelan yang dikaitkan dengan sifat ataupun fisik laki-laki dan perempuan. Misalnya, laki-laki dikonsepsikan sebagai makhluk yang lebih kuat jika dibandingkan dengan perempuan. Dari segi fisik atau biologis laki-laki lebih kekar dan tegap sehingga diasumsikan lebih memiliki kekuatan  dibandingkan dengan perempuan. Pada akhirnya, gambaran kondisi fisik seperti itu mempengaruhi konsep pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dikonsepsikan bekerja di luar rumah atau wilayah publik, sedangkan wanita dikonsepsikan bekerja dalam bidang yang terkait dengan urusan di dalam rumah tangga atau wilayah domestik. Lebih jauh keutamaan seorang perempuan atau wanita di dalam kitab suci Veda dinyatakan memiliki sifat innovatif, cemerlang, mantap, memberi kemakmuran, diharapkan untuk cerdas menjadi sarjana, gagah berani dan dapat memimpin pasukan ke medan pertempuran dan senantiasa percaya diri. Dari pandangan tersebut di atas, bila kita mengkaji bahwa peserepsi masyarakat Hindu tentang perempuan adalah sama-sama mulia, sama-sama memiliki potensi dan fungsi sesuai dengan kodrat dan tanggung jawabnya masing-masing, artinya seorang perempuan bila mampu mengembangkan potensinya dengan baik, mampu melaksanakan swadharmanya dengan baik maka wanita benar-benar mendapatkan penghargaan yang sangat mulia.
TRADISI SELAMATAN SERIBU HARI MASYARAKAT HINDU KABUPATEN BLITAR Sujaelanto
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.322 KB)

Abstract

Selamatan merupakan ajaran tradisi Jawa untuk menyelamatkan jiwa orang yang sudah meninggal dunia. Seperti masyarakat Kabupaten Blitar baik yang beragama Hindu maupun Islam upacara selametan seribu hari dalam perjalannya mengalami perubahan. Proses dan bentuk  selamatan seribu hari di Kabupaten Blitar  masih dilaksanakan serta ada yang mengalami pergeseran bentuk ritualnya. Pergeseran bentuk pelaksanaan selamatan seribu hari disebabkan oleh pengaruh perubahan jaman. Pada jaman sekarang ini masyarakat Hindu di Kabupaten Blitar tetap melaksanakan tradisi selamatan seribu hari. Pergerasan bentuk pelaksanaan selamatan seribu hari masyarakat Hindu disesuaikan dengan tata nilai ajaran Hindu. Selamatan seribu hari menggunakan perhitungan sesuai dengan rumus-rumus tradisional. Perhitungan mencari hari pelaksanaan selamatan seribu hari dilakukan oleh tokoh masyarakat setempat. Tahapan pelaksanaan selamatan seribu hari dilaksanakan mulai dari mencari perhitungan hari, persiapan membuat sesaji dan hidangan, membangun kijing, selamatan awal, pitra puja, selamatan besar. Bentuk selamaten seribu hari masyarakat Hindu Kabupaten Blitar dari bentuk upakara adalah menggunakan ayam adalah sederhana, menggunakan kambing adalah sedang dan menggunakan sapi/ kerbau adalah selamatan dalam bentuk besar.  Penggunakan sarana upakara selamatan seribu hari merupakan simbul status social masyarakat. Nilai dalam selamatan seribu hari terdapat nilai  religi, dan nilai social.
UPACARA DUKUTAN DI DESA NGLURAH KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Budiandya, I Putu
Widya Aksara Vol 22 No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.715 KB)

Abstract

Upacara Dukutan selalu diadakan pada wuku Dukut, wuku ke 29 dari 30 wuku yang dikenal oleh masyarakat Jawa.Upacara Dukutan bagi masyarakat setempat adalah sebuah keharusan demi keselamatan seluruh warga masyarakat dan segenap anak cucu serta keturunan mereka.Upacara Dukutan adalah bukti nyata bahwa masyarakat tetap menjunjung tinggi nilai budaya dan tetap menjalin hubungan erat dengan leluhur.Dalam penelitian ini menggunakan metode observasi Partisipan karena peneliti ikut terjun langsung dalam penelitian, metode wawancara terstruktur karena peneliti menggunakan wawancara yang sistematis kepada informan sesuai dengan pedoman wawancara, dan studi dokumen Purposive sampling karena peneliti menentukan informasi sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti maka pada penelitian ini menggunakan Teori Interaksional Simbolik, Teori Fungsional Struktural, Teori Behaviorisme dan Teori Religi. Hasil penelitian terhadap upacara Dukutan diperoleh tiga bahasan sebagai berikut : Analisis terhadap prosesi atau rangkaian ritual diperoleh gambaran konservatif tentang sikap masyarakat dalam menyambut dan melaksanakan upacara Dukutan yang menyangkut persiapan upacara yang didahului dengan pembuatan sesaji menumbuk jagung pertama kali, mempersiapkan isi sesaji, mempersiapkan sesaji yang dipersembahkan kepada Danyang, sesaji yang dipersembahkan di Candi Menggung. Sesaji yang dibuat penduduk,pengumpulan sesaji, pedoaan sesaji dan upacara persembahyangan Danyang, Pembacaan Ikrar Dukutan dan acara makan bersama. Dalam fungsi dan makna upacara Dukutan muncul gambaran fungsi integritas sosial, fungsi pelestarian budaya dan upacara Dukutan bermakna simbolik, kekerabatan dan religius. Sedangkan nilai-nilai Pendidikan dalam upacara dukutan adalah nilai pendidikan tatwa, nilai pendidikan etika, nilai pendidikan acara dan nilai instrinsik.

Page 2 of 16 | Total Record : 160