Articles
97 Documents
DIVESTASI SAHAM TERHADAP PENANAMAN MODAL ASING DALAM SEKTOR PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI INDONESIA
Gusti Kevin Wijaya
Belom Bahadat Vol 10 No 02 (2020): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v10i02.565
ABSTRAK Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui payung hukum tentang divestasi saham terhadap penanaman modal asing di sektor pertambangan mineral dan batubara dan juga untuk mengetahui akibat hukum dari sanksi yang diberikan apabila penanam modal asing tidak melakukan divestasi sahamnya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menginventarisir peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai divestasi saham terhadap penanaman modal asing dalam sektor pertambangan mineral dan batubara, identifikasi masalah dan menganalisa secara kualitatif. Menurut hasil dari penelitian skripsi ini menunjukan bahwa: Pertama, terdapat ketidakjelasan regulasi yang mana hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kondisi perusahaan seperti apa yang dapat dinasionalisasikan; Kedua, akibat hukum seperti apa yang dapat diberikan dari sanksi administratif masih belum diatur secara jelas sehingga dapat menyebabkan ketidakjelasan regulasi terkait akibat hukum itu sendiri. Kata Kunci : Divestasi saham, Penanaman Modal Asing, Pertambangan, Mineral dan Batubara
AKIBAT HUKUM PENGALIHAN FUNGSI TANAH PERTANIAN MENJADI KAWASAN PERUMAHAN
I komang Darman
Belom Bahadat Vol 10 No 02 (2020): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v10i02.566
Kebijakan dalam peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pengendalian alih fungsi tanah pertanian menjadi Kawasan Perumahaan sudah banyak dibuat, namum demikian implementasi pelaksanaan peraturan tersebut kurang efektif karena tidak didukung dengan data tanah pertanian pangan berkelanjutan yang dilindungi dan sikap proaktif sehingga alih fungsi tanah pertanian menjadi kawasan perumahan terus terjadi, yang mengakibatkan semakin sempitnya tanah pertanian. Akibat hukum alih fungsi tanah pertanian pangan menjadi kawasan perumahan. Berdasarkan ketentuan pasal 50 ayat (30) Undang-undang Nomor 41 tahun 2009, bagi setiap orang yang memiliki Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan kemudian menjual atau mengalihkan hak miliknya, maka fungsi dari pada tanah tersebut tidak boleh diubah. Jika mengubah dan menyebabkan saluran irigasi, infrastruktur serta mengurangi kesuburan tanah maka sesuai dengan pasal 51 ayat (2), orang tersebut berkewajiban untuk merehabilitasi lahan, dengan cara mpenyempurnaan sarana dan prasarana mencakup irigasi, jalan usaha tani, ketersedian alat pengolahan tanah mekanis dan membangun irigasi kembali agar tanah pertanian produktif. Apabila Alih fungsi tanah pertanian menjadi kawasan perumahan tidak melaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, maka akan di kenakan sanksi baik berupa sanksi pidana maupun sanksi Denda Sesuai.
Analisis Perlindungan Hukum Nasabah Investasi Melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Studi pada Putusan Nomor : 78/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst
Ni Putu Paramita Dewi
Belom Bahadat Vol 10 No 02 (2020): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v10i02.570
Tulisan ini menganalisis aturan mengenai permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai langkah dalam memberikan Kepastian Hukum saat terjadi permasalahan dalam kegiatan investasi, terkait dengan mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun praktek di lapangan. Metode yang digunakan dalam menganalisis judul tulisan ini adalan yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap masalah dengan memerhatikan aturan-aturan hukum yang terkaid dan erat dengan kepustakaan sebagai bahan penunjang dalam penulisannya. Hasil penelitian dalam tulisan ini adalah proses permohonan para investor reksadana yang mengalami kerugian gagal bayar terhadap dana investasi yang telah jatuh tempo untuk memohon PKPU terhadap perusahaan investasi dalam hal ini sebagai manajer investasi yang merupakan pihak yang mengelola dana nasabah yang dinilai tidak prudensial, dilakukan secara orang perorangan melalui kuasa hukum dapat dikabulkan oleh majelis hakim karena pembuktian utang dan dapat ditagih dapat dibuktikan secara sederhana. Dengan demikian pihak perusahaan investasi berkewajiban untuk membayar dana nasabah dan diberikan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utangoleh Pengadilan Niaga.
Implementasi dan Implikasi Awig-awig dalam Konsep Tri Hita Karana pada Kehidupan Masyarakat Adat Bali
G.A Kristha Adelia Indraningsih
Belom Bahadat Vol 10 No 02 (2020): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v10i02.587
Awig-awig is a legal product of a traditional organization in Bali, which is made deliberately by consensus by all members. These rules serve as guidelines for the behavior of the members of the organization concerned. Every traditional village has awig-awig which is based on the Tri Hita Karana philosophy (three basic principles of happiness). Parahyangan, namely customary rules that govern the lives of members of the community in establishing a harmonious relationship with the God, Pawongan, namely customary rules regarding relationships between humans in certain customary villages, Palemahan, namely Awig-awig which regulates how the relationship between members of the traditional village and nature the surroundings. The application of awig-awig encounters several obstacles, namely the lack of understanding of the people regarding awig-awig, the lack of firmness in giving sanctions, the lack of a sense of togetherness. Awig-awig implications for the implementation of Tri Hita Karana to strengthen the application of Tri Hita Karana which is very influential on human life. If the agreed awig-awig is implemented properly, then the Tri Hita Karana concept indirectly has been implemented properly so that Hindu harmony can be established in the traditional village.
SPATIAL POLICY IN CENTRAL BORNEO AND THE IMPLICATIONS FOR THE INVESTMENT CLIMATE
Erry Fitrya Primadhany
Belom Bahadat Vol 11 No 1 (2021): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v11i1.628
Spatial Plan has a significant influence on economic development in a region caused by many economic functions related to environmental areas that can be used as a means of investment. The issuance of Regional Regulation No. 5 on year 2015 on Provincial Spatial Plan can potentially arise a limited issue of investing.m This study aims to improve spatial policy in central Borneo and look at its implications for the investment climate. This type of research is empirical juridical research with qualitative-descriptive approach. The data analysis method used is descriptive-qualitative. Based on this research, it can be obtained an overview of the spatial policy direction of Central Borneo Province aimed at realizing the spatial order of agriculture-oriented areas of agribusiness and agro-industry, as well as energy barns and food barns while considering the carrying capacity and capacity of the environment. Based on the data obtained, it can be seen that investment realization from year to year has not increased significantly. Spatial policy has an influence on the investment climate in the plantation sector because this sector must occupy the cultivation area or land user area (Area Penggunaan Lahan/LAND USER AREA) in order to run the company. Keywords: Spatial Policy, Investment Climate
PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM PENEGAKAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA ILMU HITAM PADA MASYARAKAT DAYAK NGAJU
Satriya Nugraha
Belom Bahadat Vol 11 No 1 (2021): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v11i1.629
Melimpahnya kekayaan budaya pada masyarakat dayak ngaju salah satunya adalah kemampuan supranatural/magis yang sangat erat dengan kehidupan ritual adat tetapi kerap disalahgunakan menjadi sebuah kejahatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan ilmu hitam dalam pandangan masyarakat Dayak Ngaju dan wujud sanksi adat bagi pelaku ilmu hitam dalam masyarakat Dayak Ngaju. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis sosiologis dengan melakukan pendekatan yuridis empiris dan menspesifikasikannya melalui penelitian kualitatif berdasarkan bahan-bahan yang didapatkan dari lapangan seperti hasil wawancara yang didukung dengan bahan hukum normatif serta penelitian sebelumnya yang terkait. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa masyarakat Dayak Ngaju mengenal beberapa jenis ilmu hitam, yaitu parang maya, aguh, sanggar, dan pulih dan sangat mengutuk serta membenci pelaku kejahatan ilmu hitam. Sanksi adat yang diberikan terhadap pelaku kejahatan ilmu hitam adalah bayar regan oloh artinya membayar biaya pengobatan bagi yang sakit, dan membayar biaya rukun kematian sesuai agama dan kepercayaan bagi korban yang meninggal dan sanksi sosial berupa pengucilan sosial oleh masyarakat. Sanksi adat dan sanksi sosial ini menjadi alternatif penegakan hukum di masyarakat untuk mengisi kekosongan hukum Undang-Undang KUHP terhadap pelaku kejahatan ilmu hitam. Kata Kunci: Ilmu Hitam, Penegakan Hukum, Hukum Adat.
Sanksi Adat (Singer) terhadap Kasus Perceraian pada Masyarakat Adat Dayak di Desa Sigi Kalimantan Tengah
Sri Kayun;
Gelar Sumbogo Peni
Belom Bahadat Vol 11 No 1 (2021): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v11i1.641
This article explores and explains the customary sanctions (singer) of the divorce case of the adat law community in Sigi Village, Central Kalimantan. Problems that occur in society need to be appropriately resolved by prioritizing a sense of justice and a sense of peace by considering the legal provisions that apply in society. Divorce cases that occur are resolved by customary law as an option for the community, especially those who experience problems directly for both parties. The problems discussed in this article are related to the factors that cause divorce and the customary sanctions applied to the parties that cause divorce. The method used is through a qualitative approach, which seeks to understand and describe in-depth matters relating to the phenomenon of research or research, which intends to understand what is experienced by the research subject by describing it in the form of words and language. This particular context is natural and makes use of various scientific methods. The conclusion from the results of this individual research is that the factors that cause divorce in Sigi Village, Central Kalimantan are the existence of an affair or the presence of a third party in the household and sanctions in the form of the singer or customary fines, which refer to the previous customary marriage agreement letter, besides that the customary fine is imposed. Against the party causing the divorce.
PERKAWINAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF HUKUM HINDU
Yase, I Kadek Kartika
Belom Bahadat Vol 11 No 1 (2021): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v11i1.657
Marriage is a period that will go throgh each individual human being. It is stated in Hinduism that the purpose of marriage is not only to bear children and to fulfill biological needs, but also as a yadnya. Marriage for children must also be considered, both in terms of age and mentally. Age as a benchmark to determine a person's maturity, both in mind, mentality and emotion. In the Hindu concept, marriage should be carried out after finishing studying or the Brahmacari period. Providing opportunities for children to study and complete the brahmacari period, as well as an effort for parents to prevent early marriage. In addition, taking a good approach or communication relationship with children and controlling children's relationships and providing religious doctrine are also important things in preventing early childhood marriage. On the other hand, the government has made a minimum age restriction for marriage, as well as an effort to suppress the occurrence of early childhood marriages. The socialization of the negative impact of early childhood marriage is also intensively carried out through related parties. However, the spearhead of preventing early childhood marriage are parents or family. For parents who interact more and directly with children and can also give permission and whether or not they want to marry.
Pencegahan Paham Radikalisme Dalam Keluarga Hindu
Ni Wayan Sudarmini
Belom Bahadat Vol 11 No 1 (2021): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v11i1.704
The act of radicalism is an act that disturbs and threatens the lives of others and can divide the nation. Thanotion of radicalism is a wrong understanding, because it considers soething wrong if it is not in accordance with its ideology and beliefs. From the point of view of state law and Hindusim, this has deviated from the order of relegius and state life and is contrary to the philosophy of the Indonesian nation, namely Pancasila and Bhinneka Tunggal Ika. However, radicalism group consider the ideology of the Indonesian nation inappropriate to be applied, because it is contrary to the ideology they believe in. morally and the character of the radicalism group can be said tobe immoral, because the group uses violence in realizing its wishes. Radicalism groups are also constantly lokking for follower to increase the number of their groups. The way he does it is to influence and indoctrinate others based on a certain religion. so that to be albe to preyent acts of radicalism the role of the family is needed in caring for and nurturing children. The family is the main place for children to leam be social and develop themselves. Families must build good communication and behavior from each family member. So that it will be embedded in children the values of life norms and good personalities and have character and morals thet are not easily influenced by negative things, such as radicalism.
Konsep Anti Korupsi Pada Lontar Yajña Prakrti
I Nyoman Bontot
Belom Bahadat Vol 11 No 2 (2021): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33363/bb.v11i2.714
Gerakan reformasi tahun 1998 berhasil menumbangkan rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun, yang dilatarbelakangi oleh korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Tumbangnya rezim Orde Baru tidak serta merta menghapus praktik korupsi di Indonesia. Korupsi tetap hidup dan semakin merata dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dalam pelaksanaan upacara agama Hindu. Penyediaan banten sebagai media pada upacara yajňa, ternyata rentan terhadap kecurangan para tukang (sarathi) banten dengan cara mengurangi tetandingan atau menaikkan tingkatan bantennya untuk memperoleh keuntungan. Untuk mengantisipasi kecurangan tersebut, Lontar Yajňa Prakrti, sebuah teks tentang pedoman pelaksanaan upacara yajňa untuk masyarakat Hindu, memberikan penekanan (pemiteges) agar tukang (sarathi) banten tidak melakukan kecurangan, dengan mengurangi atau menambahkan tetandingan, melanggar ajaran Ida Bhatari Tapini tentang plutuk banten, dengan memberikan ancaman hukuman moral secara niskala