cover
Contact Name
Tri Imam Munandar
Contact Email
imamtri@unja.ac.id
Phone
+6285266101878
Journal Mail Official
pjc@unja.ac.id
Editorial Address
Jl. Lintas Jambi - Ma. Bulian KM. 15, Mendalo Darat, Jambi Luar Kota, Muaro Jambi, Jambi, Indonesia 36122
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
PAMPAS: Journal of Criminal Law
Published by Universitas Jambi
ISSN : 27217205     EISSN : 27218325     DOI : https://doi.org/10.22437/pampas.v3i1
Core Subject : Social,
PAMPAS: Journal of Criminal Law (ISSN Print 2721-7205 ISSN Online 2721-8325) is a periodical scientific publication in the field of Criminal Law. The word Pampas comes from the Malay language which means Compensation, Pampas is a traditional Jambi sanction as a law to injure people. This journal is published by the Faculty of Law, Jambi University as a medium for discussing Criminal Law. First published in February 2020, PAMPAS: Journal of Criminal Law is published three times a year, namely in February, June and October. In each of its publications, PAMPAS: Journal of Criminal Law publishes 8-10 articles on the results of research or research on criminal law. PAMPAS: Journal of Criminal Law publishes articles on the results of research or studies of criminal law, including: (1) criminal law (2) criminal procedural law (3) criminology (4) victimology (5) special crimes (6) criminal law enforcement (7) criminal law reform (8) penal policy (9) comparative criminal law (10) criminal law and punishment (11) international criminal law (12) criminal customary law (13) criminal justice system (14) Islamic Criminal Law (15) military crime and the study of Indonesian criminal law which is global in nature in accordance with the latest developments in the dynamics of criminal law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 173 Documents
Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pelacuran Di Indonesia Akmal Akmal; Sahuri Lasmadi; Dessy Rakhmawati
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i1.24158

Abstract

This article aims to analyze the phenomenon of juveniles in conflict with law in cases of prostitution from the perspective of criminal law policy in Indonesia by considering statutory regulations and criminal law policies concerning this problem. Referring to an in-depth study of existing laws and statutes, this article finds that regulations concerning prostitution in Indonesia, contained in both Criminal Code and specific laws, have not provided clear regulatory substance, because these regulations are still focused on pimps and brokers who are involved in criminal acts of prostitution, as well as the absence of clear boundaries regarding criminal acts of prostitution. The author argues that criminal law policies against prostitution in Indonesia committed by children has to be made by providing clear definition and boundaries as well as making rules that categorize prostitution as a criminal act, sanctions. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk menganalisis fenomena anak yang melakukan pelacuran dari perspektif kebijakan hukum pidana di Indonesia dengan mempertimbangkan peraturan perundang-undang serta kebijakan Hukum Pidana mengenai masalah tersesbut. Berangkat dari kajian mendalam terhadap aturan perundang-undang yang ada, artikel ini menemukan bahwa pengaturan hukum tindak pidana pelacuran di Indonesia baik yang didasarkan pada KUHP maupun peraturan perundang-undangan di luar KUHP belum memberikan substansi aturan yang jelas, karena aturan tersebut masih terfokus pada mucikari dan calo yang terlibat dalam tindak pidana pelacuran, serta tiadanya batasan yang jelas mengenai tindak pidana pelacuran. Penulis berargumen bahwa kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pelacuran di Indonesia yang dilakukan oleh anak dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengaturan tentang tindak pidana pelacuran dengan memberikan batasan yang jelas dan mengikat terhadap PSK dan pengguna jasa PSK, serta membuat aturan yang mengkategorikan pelacuran sebagai perbuatan kriminal yang memiliki sanksi cukup berat.  
Pengaturan Tindak Pidana Aborsi, Studi Perbandingan Hukum Pidana Indonesia dan Jepang Kurniawan Tri Saputra; Herry Liyus; Dheny Wahyudhi
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i1.24164

Abstract

This article aims to find out and analyze the comparison of legal arrangements regarding the legality of the criminal act of abortion regulated in the laws of Indonesia and Japan. The research methode used in this research is normative juridicial, using statute, conceptual, and comparative law approaches. This research found several that there are a number of similarities and differences in the legality of abortion arrangements in the two countries, in Indonesia, abortion is only allowed on the basis of medical reasons, and pregnancy due to rape with a gestational age limit of 6 weeks, with the provisions of criminal liability which are thoroughly regulated in Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Meanwhile in Japan, abortion can be carried out on the basis of socio-economic (financial) issues and can be performed up to 22 weeks of gestation with more varied provisions for criminal liability but which are regulated in various legal provisions, namely: Maternal Protection Act 1996, Japan Penal Code and Circular of the Deputy Minister of Health, Welfare and Employment of Japan Number 122 of 1996. It is hoped that with the legal reform regarding the gestational age limit for abortion in Indonesia, it can accommodate the better readiness of pregnant women who will carry out abortion procedures both psychologically, medically, and legally.   Abstrak   Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbandingan pengaturan hukum tentang legalitas tindak pidana aborsi yang diatur dalam hukum negara Indonesia dan Negara Jepang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan perbandingan hukum.  Hasil penelitian menunjukkan terdapat sejumlah persamaan maupun perbedaan pengaturan legalitas aborsi di kedua negara, di Indonesia perbuatan aborsi hanya diperbolehkan atas dasar alasan medis, dan kehamilan akibat perkosaan dengan batas waktu usia kehamilan 6 minggu, dengan ketentuan pertanggungjawaban pidana yang secara menyeluruh di atur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Sedangkan di Jepang, aborsi dapat dilakukan atas dasar isu sosial-ekonomi (finansial) dan dapat dilakukan hingga usia kehamilan 22 minggu dengan ketentuan pertanggungjawaban pidana yang lebih variatif namun yang diatur dalam berbagai ketentuan hukum, yaitu: Maternal Protection Act 1996, Japan Penal Code dan Surat Edaran Wakil Menteri Kesehatan, Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan Jepang Nomor 122 Tahun 1996. Diharapkan dengan adanya pembaruan hukum mengenai batas waktu usia kehamilan untuk melakukan aborsi di Indonesia dapat mengakomodir kesiapan ibu hamil yang akan melakukan prosedur aborsi baik secara psikis, medis, maupun hukum yang lebih baik.
Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Ernita Kudadiri; Andi Najemi; Erwin Erwin
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i1.24607

Abstract

This article analyzes how law enforcement deals with online gambling crimes in Indonesia. Referring to the judge's decision Number 148/Pid.Sus/2022/Pn Jmb and 149/Pid.Sus/2022/Pn Jmb, the author examines and analyzes by comparing the two judge's decisions to see the basis for their decisions. The results of the study show that both judges' decisions related to online gambling, legally speaking, still use Article 303 paragraph (1) of the Criminal Code which applies to conventional gambling. In fact, the judge also pays attention to the provisions of Article 27 paragraph (2) of the Electronic Information and Transaction Law, bearing in mind that law enforcers must adhere to the principle of Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Apart from the juridical approach, the sociological approach is also a mitigating factor for the defendant. Abstrak Artikel ini menganalisis bagaimana penegakan hukum terhadap kejahatan perjudian online di Indonesia. Dengan merujuk pada putusan hakim Nomor 148/Pid.Sus/2022/Pn Jmb dan 149/Pid.Sus/2022/Pn Jmb, penulis meneliti dan menganalisis dengan membandingkan dua putusan hakim untuk melihat dasar putusan keduanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua putusan hakim terkait perjudian online tersebut, secara yuridis, masih menggunakan Pasal 303 ayat (1) KUHP yang berlaku untuk perjudian konvensional. Sejatinya, hakim juga memperhatikan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengingat bahwa para penegak hukum harus berpegang teguh pada asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Selain pendekatan yuridis, pendekatan sosiologis sebagai hal-hal yang meringankan terdakwa.
Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan Lepas (Onslag) Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Sulistiani Sulistiani; Hafrida Hafrida; Yulia Monita
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i1.25352

Abstract

The purpose of this study was to find out and analyze the basic considerations of judges in passing decisions to release all lawsuits against perpetrators of corruption in Decision Number 4/PID.TPK/2022/PT.MTR. The problem of this research is what is the basis for the judge's considerations in passing the decision to release all lawsuits in Decision Number 4/PID.TPK/2022/PT.MTR against the defendant Aryanto Prametu. The normative juridical research method uses several approaches, namely, statutory approach (statute approach), case approach (case approach), and conceptual approach (conceptual approach). The legal materials used are primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of the study show that the judge's consideration in passing the decision to release all lawsuits against the defendant Aryanto Prametu in Decision Number 4/PID.TPK/2022/PT.MTR is due to the reasons for abolishing the crime in the form of justification reasons. As for what he considered, namely that the defendant had fulfilled the procurement interests even though the work was late from the contract period and with different varieties but the quality and price were not much different, there was no loss to state finances because the defendant had paid in full, and the defendant did not get any profit at all. So the defendant's actions have fulfilled the aims and objectives of Supreme Court Jurisprudence No. 42K/KR/1966 dated 08 January 1966.   Abstrak   Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi pada Putusan Nomor 4/PID.TPK/2022/PT.MTR. Permasalahan dari penelitian ini adalah apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum pada Putusan Nomor 4/PID.TPK/2022/PT.MTR terhadap terdakwa Aryanto Prametu. Metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan beberapa pendekatan yaitu, pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap terdakwa Aryanto Prametu pada Putusan Nomor 4/PID.TPK/2022/PT.MTR dikarenakan adanya alasan penghapus pidana yang berupa alasan pembenar. Adapun yang menjadi pertimbangannya yaitu bahwa terdakwa telah memenuhi kepentingan pengadaan walaupun pengerjaannya terlambat dari masa kontrak dan dengan varietas yang berbeda tetapi kualitas dan harganya tidak jauh berbeda, tidak ada kerugian keuangan negara dikarenakan telah dibayar lunas oleh terdakwa, dan terdakwa tidak mendapatkan untung sama sekali. Maka perbuatan terdakwa telah memenuhi maksud dan tujuan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 42K/KR/1966 tanggal 08 Januari 1966.
Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Penipuan Penerimaan Murid Siswa Sekolah Pada SMA Negri 2 Bandar Lampung Agung Wiragama; Endang Prasetyawati; Indah Satria
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i1.25396

Abstract

Criminal acts related to the acceptance of new students at a school have often occurred. Generally, the perpetrators of these crimes are people who claim to be able to get students into the school they are aiming for by providing an imbalance. The perpetrators of crime will lure parents to pay a certain amount so that their children can be accepted at school because the high interest of new students who register makes it less likely that their children can be accepted at the school. Not a few parents believe in this action so that parents are willing to pay large fees in the hope that their children will be accepted but in reality the child is not accepted as a student. The approach taken in this research is normative and empirical juridical. The factor causing the criminal act of fraud committed by the Defendant was due to an opportunity where the victim was a personal student of the Defendant. The victim was not accepted to enter SMA Negeri 2 Bandar Lampung seeing this opportunity. The Defendant engineered that to be accepted as a student at SMA Negeri 2 Bandar Lampung, money was needed as a condition for the entrance fee for SMA Negeri 2 Bandar Lampung. The Panel of Judges before imposing a sentence on the Defendant took into account the facts presented at the trial court by looking at the evidence in the form of witness statements, statements of persecution, evidence and documentary evidence.   Abstrak   Tindak pidana terkait penerimaan murid baru di suatu sekolah sudah sering terjadi. Umumnya para pelaku kejahatan tersebut merupakan orang yang mengaku bisa memasukkan siswa ke sekolah yang dituju dengan memberikan sebuah imbalan. Para pelaku kejahatan akan mengiming-imngi para orang tua untuk mengeluarkan sejumlah biaya agar anaknya dapat diterima di sekolah dikarenakan banyaknya minat siswa baru yang mendaftar menjadikan peluang anaknya semakin kecil dapat diterima di sekolah tersebut. Tidak sedikit para orang tua percaya atas tindakan tersebut sehingga para orang tua rela mengeluarkan biaya yang besar dengan harapan anaknya dapat diterima namun pada kenyataanya anak tersebut tidak diterima menjadi siswa.  Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara yuridis  normatif dan empiris. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh Terdakwa dikarenakan adanya kesempatan yang dilakukan dimana korban merupakan murid les private dari Terdakwa. Korban tidak diterima untuk masuk ke SMA Negeri 2 Bandar Lampung melihat kesempatan tersebut Terdakwa membuat rekayasa bahwa untuk dapat diterima sebagai murid SMA Negeri 2 Bandar Lampung diperlukan uang sebagai syarat untuk biaya masuk sekolah SMA Negeri 2 Bandar Lampung. Majelis Hakim sebelum menjatuhkan pidana kepada Terdakwa mempertimbangkan fakta-fakta yang dihadirkan didalam persidangan dengan melihat alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa, barang bukti dan bukti surat.
Prinsip Keadilan Restoratif Dalam Penghentian Penuntutan Melalui Kompensasi dan Restitusi Lukas Permadi Orlando Beremanda; Hafrida Hafrida; Elizabeth Siregar
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i2.26483

Abstract

This article aims to analyze the principle of restorative justice in ending prosecution through compensation and restitution. The involvement of victims and perpetrators of criminal acts determines the success or failure of the termination of prosecution based on restorative justice. The interests of both parties must be equal and balanced. This type of research is normative juridical research. The results of the study show that the provision of compensation and restitution is a manifestation regarding the state's obligation to assist individuals who are the victims of crimes. The failure to terminate the prosecution based on restorative justice is due to the failure to reach an agreement on compensation, where the victim often asks for compensation so large that the perpetrators of criminal acts are unable to pay it. When the state should protect the interests of the perpetrators of criminal acts, The government must protect the victims' interests by providing compensation and restitution. With the provision of compensation and restitution, it is hoped that it will increase the success of ending prosecution based on restorative justice. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk menganalisis mengenai prinsip keadilan restoratif dalam penghentian penuntutan melalui kompensasi dan restitusi. Keterlibatan pihak korban dan pelaku tindak pidana sangat menentukan berhasil atau tidaknya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Kepentingan kedua pihak perlu seimbang serta sama. Jenis penelitian merupakan penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompensasi dan restitusi merupakan wujud tanggung jawab negara pada warga negara dimana jadi korban tindak pidana. Tidak tercapainya penghentian tuntutan didasarkan keadilan restoratif disebabkan tidak tercapainya kesepakatan ganti kerugian, dimana pihak korban selalu minta ganti kerugian sangat besar sehingga pelaku tindak pidana tidak sanggup untuk membayarnya. Harusnya saat negara melindungi kepentingan pelaku tindak pidana maka harusnya negara pun menjamin kepentingan pihak korban dari kompensasi dan restitusi. Dengan adanya pemberian kompensasi serta restitusi diharap bisa meningkatkan keberhasilan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Pengaturan Pidana Terhadap Kejahatan Perundungan di Institusi Pendidikan Saat ini Meili Mangaria; Herry Liyus; Nys Arfa
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i2.26963

Abstract

The purpose of this research is to find out and analyze the current regulation of bullying crimes in educational institutions. The formulation of the problem in this research is: how is the current regulation of bullying crimes in educational institutions. This research was written using a normative juridical research type, which includes examining legal conflicts, legal vacuums, or ambiguity of norms. The results of the research note that currently Indonesia does not have regulations that specifically regulate the crime of bullying in educational institutions, some regulations related to bullying crimes in educational institutions currently have many weaknesses so that to identify an act that is included in bullying or not, use several the formulation policy namely the Criminal Code, Law Number 35 of 2014 concerning Amendments to Law Number 23 of 20222 concerning Child Protection, Law Number 19 of 2016 regarding Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan terhadap kejahatan perundungan di institusi pendidikan saat ini. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: bagaimanakah pengaturan terhadap kejahatan perundungan di institusi pendidikan saat ini. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yang meliputi penelaahan konflik hukum, kekosongan hukum, atau kekaburan norma . Hasil penelitian diketahui bahwa saat ini Indonesia belum memiliki regulasi yang mengatur secara khusus mengenai kejahatan perundungan di institusi pendidikan beberapa regulasi yang dikaitkan dengan kejahatan perundungan di Institusi pendidikan saat ini memiliki banyak kelemahan sehingga untuk mengidentifikasikan suatu perbuatan tersebut termasuk ke dalam perundungan atau bukan maka menggunakan beberapa kebijakan formulasi yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20222 Tentang Perlindungan Anak , Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penyalahgunaan Data Pribadi Pada Tindak Pidana Dunia Maya Dennys Megasari Br Nababan; Sahuri Lasmadi; Erwin Erwin
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i2.26981

Abstract

This article is to find out and analyze how criminal responsibility is for misuse of personal data in cybercrimes and also how legal protection is from misuse of personal data. The research method used is Normative Juridical with a statutory approach (statute approach), conceptual approach (conceptual approach) and case approach (case approach). The research results show that in Law Number 27 of 2022 Concerning Personal Data Protection it is still not explicitly explained if there is a failure to protect data from criminal liability data subjects obtained by the Personal Data Manager in any form and it is also contained in Article 56 that not explained in the management of personal data the subject of personal data must obtain permission in the management of such data. Suggestion: law reform should be carried out against Law Number 27 of 2022 Concerning Personal Data Protection by clarifying what criminal liability is obtained by personal data managers and also the permits that must be explicitly explained in the management of personal data so as not to create an understanding in the community that their rights are being ignored. Abstrak Artikel ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap penyalahgunaan Data Pribadi pada tindak pidana dunia maya dan juga bagaimana perlindungan hukum dari penyalahgunaan data pribadi tersebut. Metode Penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi tersebut masih belum dijelaskan secara eksplisit jika terjadinya kegagalan dalam melindungi Data dari subjek data pertanggungjawaban pidana yang didapatkan oleh Pengelola Data Pribadi berupa apa saja dan juga terdapat di Pasal 56 bahwa tidak dijelaskan dalam pengelolaan data pribadi subjek data pribadi harus mendapatkan perijinan dalam pengelolaan data tersebut. Saran: hendaknya dilakukan pembaharuan hukum terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi dengan memperjelas pertanggungjawaban pidana apa yang didapatkan oleh pengelola data pribadi dan juga perijinan yang harus eksplisit dijelaskan dalam pengelolaan data pribadi agar tidak menimbulkan pemahaman dimasyarakat bahwa hak mereka diabaikan.
Extrajudicial Killing Terhadap Terduga Pelaku Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif Asas Presumption of Innoncent dan HAM Rosa P.S Simarmata; Tri Imam Munandar; Mohamad Rapik
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article aims to analyse regulations related to extrajudicial killing against suspected terrorists from the perspective of the principle of presumption of innocence and human rights. The fact that counter-terrorism often leaves legal problems and human rights violations is clear in the KM 50 case when 6 members of the FPI were shot to death under suspicion of terrorism, allegedly committed by the anti-terrorism of Densus 88. This article attempts to see the problem from a legal perspective which leaves a normative vagueness with regard to the use of power by the Police and the implementation of the Human Rights Principles and Standards in the administration of the Indonesian National Police. As a normative legal research, the legal issue of this research concerns the guiding principles that give authority to the police to use force against suspects of terrorism vis-à-vis the principle of presumption of innocence and the enforcement of human rights. It is found that the extrajudicial killing of suspected terrorists is a violation of human rights. However, from a normative perspective, the act is controversial due to the vagueness of the law that guides the police in carrying out their duties. It is suggested that this regulation be made clearer to avoid abuse of power by the Police in combating criminal acts of terrorism. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan terkait extrajudicial killing terhadap pelaku terduga tindak pidana terorisme dilihat dari perspektif asas preassumption of innosence dan HAM. Artikel penelitian ini berangkat dari fakta bahwa upaya penanggulangan tindak pidana terorisme seringkali menyisakan isu-isu pelanggaran hukum dan HAM, terutama dilakukan oleh Densus 88 anti terorisme. Permasalahan seputar extrajudicial killing mencuat pasca kasus KM 50 dengan terbunuhnya 6 anggota laskar FPI dengan dugaan tindak pidana terorisme. Artikel ini melihat adanya permasalahan dari perspektif hukum yang secara normatif menyisakan kekaburan norma pada aturan mengenai peingguinaan keikuiatan dalam tindakan keipolisian dan impleimeintasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manuisia dalam peinyeileinggaraan Tuigas Keipolisian Neigara Indoneisia. Sebagai penelitian yuridis normatif, isu hukum penelitian ini mempermasalhakan guiding principles yang memberikan kewenangan kepolisian dalam penggunaan kekerasan dalam terhadap terduga tindak pidana terorisme vis-à-vis asas preassumtion of innocent and penegakan HAM. Ditemukan bahwa tindakan extrajudicial killing terhadap terduga teroris merupakan pelanggaran HAM. Namun secara yuridis, perbuatan tersebut bersifat kontroversial mengingat kekaburan yang terdapat pada aturan hukum yang menjadi panduan dalam menjalan tugas oleh Kepolisian. Disarankan agar pengaturan ini lebih jelas lagi agar tidak terjadi abuse of power oleh Kepolisian dalam memberantas tindak pidana terorisme.
Mekanisme Pemberian Remisi Narapidana Koruptor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan Eki Fitri; Dheny Wahyudhi
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i2.26990

Abstract

The development can lead to progress in life society, besides that it can also result in changes in the social condition of society which have negative social impacts, especially regarding the problem of increasing criminal acts that are troubling the community. This article aims to analyze against granting remissions for corrupt convicts in the concerning correction. The formulation of the problem is: what is the mechanism for granting remissions to corrupt convicts according to law number 22 of 2022. In this study using normative juridical research conducted, it can be seen that remission is a reductionin the period of serving a sentence given to convicts and children who meet the requirements specified in the provisions of the legislation. To obtain remission for each prisoner of criminal funds must fulfill several conditions stipulated in law number 22 of 2022 concerning corrections, certain requirements as referred to are: good behavior, active partisipationt in coaching programs, and has shown a reduced level of risk. Requirements for obtaining remission for each convict have the same conditions, only for convicts of corruption cases, to obtain remisson the minister of law and human rights requires paying in full fines and/or replacement money. Abstrak Pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis terhadap pemberian remisi narapidana koruptor dalam perspektif Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Rumusana masalahnya adalah: Bagaimanakah mekanisme pemberian remisi terhadap narapidana koruptor menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yuridis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa, remisi merupakan pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mendapatkan remisi bagi setiap narapidana dana anak pidana harus memenuhi beberapa syarat yang diatur dalam Undang-Undangn Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud yaitu: berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat resiko. Syarat untuk mendapatkan remisi bagi setiap narapidana mempunyai syarata yang sama, hanya saja terhadap narapidana kasus korupsi, untuk mendapatkan remisi Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia mewajibkan untuk membayar lunas uang denda dan/atau uang pengganti.

Page 10 of 18 | Total Record : 173