cover
Contact Name
Dr. Ifrani, S.H., M.H
Contact Email
ifrani@ulm.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jphi.scholarcenter@gmail.com
Editorial Address
Jl. Hasan Basri Komp. Polsek Banjarmasin Utara Jalur 3 No.9, Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70125
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI)
ISSN : -     EISSN : 27467406     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) (E-ISSN: 2746-7406) is a Double Blind Review Scientific Journal first launched in 2020 by Scholar Center under the administration of PT. Borneo Development Project in collaboration with Law office of SAP. JPHI publishes three times a year on February, June and October, provides with open access publication to support the exchange of global knowledge. The submission shall follow the blind peer-reviewed policy which aims to publish new work of the highest caliber across the full range of legal scholarship, which includes but not limited to works in the Philosophy of Law, Theory of Law, Sociology of Law, Socio-Legal Studies, International Law, Environmental Law, Criminal Law, Private Law, Islamic Law, Agrarian Law, Administrative Law, Criminal Procedure Law, Business Law, Constitutional Law, Human Rights Law, Civil Procedure Law and Customary Law. All papers submitted to this journal can be written either in English or Indonesian.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 73 Documents
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS UPAYA PIHAK KETIGA UNTUK MELETAKAN SITA Sahal Afhami
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 2 (2021): Edisi Juni 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Institusi perbankan sebagai suatu lembaga keuangan usahanya bergerak dan menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain, tentu sangat erat kaitannya dengan resiko-resiko yang terjadi. Risiko utama dalam pemberikan kredit adalah adanya kredit macet. Dengan adanya resiko tersebut, maka perbankan dalam memberikan kredit tidak hanya didasarkan pada pengikatan perjanjian kredit, akan tetapi seringkali juga mensyaratkan adanya perjanjian accesoir berupa jaminan kebendaan. Perjanjian kebendaan yang sering disyaratkan dalam pemberian kredit utamanya dalam jumlah besar adalah adanya pengikatan hak tanggungan atas tanah dan atau bangunan. Akan tetapi pada faktanya walaupun hak tanggungan tersebut sudah terpasang pada saat terjadi kredit macet sering terjadi perlawanan dari pihak debitur atau pemilik jaminan bahkan pihak ketiga yang telah direncanakan debitur agar dapat dilakukan peletakan sita atas objek yang telah dibebani hak tanggungan guna menghambat atau menghentikan pelaksanaan eksekusi. Adapun permasalahan yang kami kemukakan adalah bagaimana perlindungan hukum dan bagaimana upaya yang dapat dilakukan apabila terdapat perlawanan atau usaha-usaha untuk meletakan sita atas objek hak tanggungan guna menggangu pelaksanaan lelang. Tipe penelitian hukum yang digunakan adalah doctrinal research, dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, dan pendekatan komparatif. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwasanya dalam ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak dan ketentuan lainnya telah memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak tanggungan atas upaya peletakan sita, selain itu kreditur pemegang hak tanggungan juga dapat melakukan upaya intervensi atau mengajukan gugatan perlawanan dalam perkara antara pemilik agunan dengan pihak ketiga yang memohonkan peletakan sita.  
ITIKAD BAIK DALAM PENDAFTARAN MEREK: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERKENAL DI INDONESIA Medisita Nurfauziah Istiqmalia; Iwan Erar Joesoef
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2021): Edisi Oktober 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v2i3.10

Abstract

Salah satu perkara sengketa Merek ALSTYLE yang diajukan oleh Gildan Active-Wear yang membuktikan keterkenalan mereknya mengajukan upaya hukum terhadap pemilik merek yang sama dengan pemilik merek Darmanto Adapun Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung RI telah memberikan pertimbangan yang berbeda terhadap perlindungan merek dalam penyelesaian sengketa Merek. Rumusan masalah ini adalah bagaimana perlindungan merek terkenal di Indonesia dalam hal terdapat merek serupa yang telah terdaftar dan bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Niaga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap merek terkenal. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan teknik analisis menggunakan data kualintatif. Hasil penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas merek terkenal dalam hal terdapat merek yang sudah terdaftar di direktorat HKI maka berdasarkan ketentuan hukum merek Direktorat HKI dapat membatalkan merek yang mempunyai beberapa persamaan pada pokok dan keseluruhannya terhadap merek terkenal untuk barang sejenis. Kriteria merek terkenal dapat diketahui dari pengetahuan umum masyarakat serta reputasi merek tersebut yang terkandung karena promosi dan investasi yang gencar. Kedua, pertimbangan hukum Majelis Hakim menyatakan meskipun pendaftaran merek menganut sistem first to file bukan berarti Mengesampingkan itikad baik merek terkenal dan mengesampingkan status merek terkenal milik Gildan Activewear SRL.
ANALISIS YURIDIS DIHAPUSNYA KETENTUAN PASAL 26 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA Akhmad Munawar; Muhammad Aini; Dedi Sugiyanto; Miftah Ulumudin Tsani
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2021): Edisi Oktober 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v2i3.40

Abstract

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28 H ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasca berlakunya UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 memberikan dampak perubahan pada beberapa ketentuan yang diatur dalam UU-PPLH termasuk bagian yang dihapus adalah Pasal 26 ayat (4) UU-PPLH yang berbunyi “Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL” juga tidak diikuti penjelasan sehingga dapat menimbulkan kerancuan dalam hal yang seperti apa masyarakat menolak dokumen tersebut, dengan dihapusnya ketentuan pasal 26 ayat (4) UU-PPLH berakibat kepada Masyarakat tidak lagi memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup alias amdal pada suatu proyek karena hak mereka sudah dihapus didalam UU Cipta Kerja. Adapun rumusan masalah pertama dalam penelitian ini adalah Bagaimana akibat hukum dihapusnya ketentuan Pasal 26 Ayat (4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pwerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap peran serta masyarakat dalam pengawasan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selanjutnya rumusan masalah yang ke dua adalah Bagaimana ketentuan dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia dalam Pasal 28 Huruf H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis-Normatif dikarenakan permasalahan akan dianalisis dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan dihapusnya ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2009 Tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
PROBLEMATIKA TERHADAP BATAS WAKTU PERLINDUNGAN SAKSI OLEH LPSK DALAM PERKARA PIDANA Muhammad Ghazali Rahman
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2021): Edisi Oktober 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v2i3.46

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batas waktu perlindungan yang diberikan oleh LPSK secara jelas kepada saksi yang sedang menjalani proses pemeriksaan dan juga untuk mengetahui apakah LPSK telah memberikan perlindungan sesuai dengan yang berlaku sekarang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative yaitu penelitian memperoleh bahan hukum dengan cara menganalisa dan mengumpulkan bahan bahan hukum berkaitan dengan masalah yang dibahas. (1) Upaya perlindungan yang akan diberikan kepada saksi mengenai suatu batasan kapan dimulainya perlindungan dan berakhirnya perlindungan saksi tersebut oleh LPSK harus lebih dioptimalkan agar saksi yang memberikan keterangannya guna mencari suatu kebenaran maka dipandang perlu untuk memperhatikan mengenai batas waktu perlindungan saksi tersebut dengan jelas. (2) Undang-Undang No 31 Tahun 2014 LPSK khususnya mengenai batas waktu perlindungan masih dipandang belum maksimal dan dinilai belum cukup untuk menjamin rasa kepercayaan saksi kepada LPSK. Kelemahan seperti inilah yang menjadi suatu kendala apabila saksi ingin memberikan keterangan tidak mengetahui batas waktu perlindungan tersebut dengan jelas. Tentunya perlu pengaturan yang lengkap dan lebih sempurna, kiranya hak perlindungan saksi perlu diakomodir didalam asas, ketentuan umum, jenis jenis hukuman dan pada subtansi lainnya.
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA BERASASKAN KEADILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 18/PUU-XVII/2019 Iwan Riswandie
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2021): Edisi Oktober 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v2i2.48

Abstract

Kemudahan dalam melakukan eksekusi dilandasi perlindungan terhadap kreditor untuk dapat jaminan pelunasan kewajiban debitor yang resiko terjadinya gagal bayar atau kerdit macet dengan adanya Sertfikat Fidusia tentunya kedudukan kreditor menjadi terlindungi pada suatu kegiatan eksekusi apabila terjadi ingkar janji (wanprestasi) dari debitor dalam perjanjanjian utama atau perjanjian tambahan yang menggunakan insturumen lembaga jaminan fidusia. Putusan dari Mahkamah Kontitusi ini dalam presfektif hukum terdapatnya perlindungan hukum dengan menjalankan asas keseimbangan dari pihak-pihak yang melaksanakan suatu perbuatan hukum adalah dalam suatu kerangka kreditor dan debitor harus mendapat perlakuan sama dan seimbang sesuai dengan hak dan kewajiban serta resiko pada keadaan yang ditimbulkan sehingga keadilan yang merupakan tujuan utama dari hukum itu sendiri dapat berjalan dengan baik. Tulisan ini mengkaji mengenai Implikasi putusan tersebut dalam asas keadilan dalam kerangka keseimbangan perlidungan antar debitor dan kreditor. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pada kesimpulan tulisan ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi yang memberi syarat mengenai berlakunya eksekusi jaminan fidusia beradasarkanSertfikat Jaminan Fidusia tentu akan mengakibatkan kondisi yang tidak menguntungkan bagi kreditor apabila terjadi permasalahan dikemudian hari nantinya penegasan klausul standart dan prosudur standart yang harus dilakukan para pihak (debitor dan kreditor) perlu untuk diberlakukan demi menjamin arah perlindungan apabila terjadi cidera janji/wanprestasi, kedepannya untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan yang lebih maksilmal terhadap para pihak secara lebih seimbang maka revisi Undang-Undang Jaminan Fidusia perlu untuk dikedepankan. Kata Kunci : Jaminan Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia, Asas Keadilan
KAJIAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI YANG MELAKUKAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Khairunnisa Fahriati; Nurul Listiyani; Iwan Riswandie
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2021): Edisi Oktober 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v2i3.49

Abstract

Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena kegiatan yang dilakukan oleh korporasi. semakin bertambahnya kegiatan pembangunan berdampak pada lingkungan hidup, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dampak dari pencemaran lingkungan sangat berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup serta kenyamanan lingkungan di masa yang akan datang. Negara Indonesia sudah menyiapkan sebuah peraturan dalam upaya menjaga lingkungan hidup seperti di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menggunakan model Omnibus Law, pada undang-undang tersebut tema besar yang menjadi tujuan hendak dicapai adalah menciptakan lapangan pekerjaan dan investasi. Untuk mempermudah mencapai tujuan tersebut maka dilakukanlah sebuah penyederhanaan sebuah perizinan, Maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga ikut terkena efeknya dengan dilakukannya perubahan mengenai perizinan serta ada beberapa pasal yang diubah,diganti, dan dihapuskan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Bagaimana pengaturan hukum pencemaran lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Bagaimana bentuk pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku pencemaran lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Sumber bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer,sekunder,primer. Hasil Penelitian ini membahas tentang penyederhanaan terhadap perizinan serta terjadi revisi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup akibat terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pergeseran sanksi pidana menjadi sanksi administrasi dalam Undang-Undang Cipta Kerja menjadi salah satu pelemahan dalam penegakan hukum lingkungan terhadap korporasi yang menjadi pelaku pencemaran lingkungan hidup.
MEDIASI PENAL TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KORBAN JIWA BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF Syauqi Mahendra; Nahdhah; Adwin Tista
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 2 No. 3 (2021): Edisi Oktober 2021
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penal mediation is a means of seeking justice capable of providing a thorough and satisfactory settlement by both parties outside the court. In the case of a traffic accident that causes a fatality, penal mediation is conducted based on restorative justice. The purpose of this study is to find out the position of mediation of traffic accidents that cause fatalities in the Indonesian criminal justice system and to know the concept in the mediation of traffic accidents that cause fatalities based on restorative justice. The method uses in this study is pure legal research. Pure legal research is applied by using literature studies. The results are: First, the position of penal mediation in fatality traffic accidents has no umbrella act. Second, the concept of penal mediation in the traffic accidents that cause fatalities in Article 15 (2) k, Article 16 (1) L and (2), Article 18 (1) and (2) of Act 2/2002 (Police Act) and The National Chief of Police Letter Number Pol: B/322/XII/2009/SDEOPS dated 14/12/2009 is the legal basis for the police in taking discretionary action. But the letter Pol: B/322/XII/2009/SDEOPS also mentioned that penal mediation is only applicable for small losses. It means that in the case of traffic accidents that cause fatalities, the law is not accommodating out-of-court settlements.
PERBANDINGAN SISTEM HUKUM BENUA EROPA DAN SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA Alexander Syauta
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 3 No. 1 (2022): Edisi Februari 2022
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v3i1.53

Abstract

Untuk dapat menerapkan dan/atau memberlakukan suatu Sistem hukum di Wilayah Suatu Negara diperlukan adanya penyesuaian antara apa yang benar-benar dibutuhkan oleh Negara tersebut untuk dapat mengatur tingkah laku dan tindakan seluruh Warga Negaranya tanpa terkecuali dan landasan perspektif yang menjadi pokok fundamental atas terciptanya kebijakan dan/atau suatu aturan yang berlaku yang secara keseluruhan disebut sebagai Sistem Hukum. Secara historikal dilihat dari Sejarah dan Politik Hukum, Sumber Hukum maupun Sistem Penegakan Hukum, Sistem hukum di Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law. Sistem hukum tersebut merupakan Sistem Hukum yang dianut oleh kebanyakan Negara-Negara di Eropa seperti Belanda, Perancis, Italia dan Jerman. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, batas-batas antara Hukum Publik dan Hukum Privat semakin kabur. Dalam pembentukannya, peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dipengaruhi oleh Sistem Hukum Adat dan Sistem Hukum Islam.Adanya modifikasi Sistem Hukum yang diterapkan tersebut menimbulkan pertanyaan, Apakah sebenarnya Sistem Hukum yang diterapkan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”) saat ini? Benarkah merupakan hasil serapan Sistem Hukum Benua Eropa yang kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan Negara? Dan Apakah Sistem Hukum yang berlaku di wilayah NKRI saat ini merupakan Sistem Hukum yang tepat yang dapat menjadi alat perlindungan, alat ketertiban dan keteraturan masyarakat serta Sebagai sarana dalam mewujudkan keadilan sosial? Hal tersebut akan lebih lanjut dibahas dalam tulisan dengan jenis  Penelitian Historis Hukum dimana dalam penyelesaiannya menggunakan Metode Penelitian Normatif atau Kepustakaan dan menggunakan Teknik Yuridis Normatif yang dilakukan melalui Pengkajian dan Pengumpulan bahan kepustakaan Primer, Sekunder, serta Tersier demi pemenuhan referensi dan perluasan wawasan untuk mencari tahu dan menarik kesimpulan terkait Perbandingan Sistem Hukum Benua Eropa dan Sistem Hukum Indonesia, serta bagaimana implementasinya secara nasional di wilayah NKRI.
HUBUNGAN OLIGARKI KEKUASAAN DENGAN POLITIK HUKUM PENGUASA Mugiyanto Mugiyanto
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 3 No. 1 (2022): Edisi Februari 2022
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena oligarki kekuasaan dalam sistem pemerintahan di Indonesia menjadi diskursus dan pembahasan akademik oleh kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi hukum. Varian oligarki selalu bermutasi di setiap era kepemimpinan nasional memberikan pengaruh kuat terhadap jalannya roda pemerintahan. Perubahan varian oligarki kekuasaan di Indonesia bisa dilihat dalam beberapa era kepemimpinan nasional yakni era orde lama, orde baru, orde reformasi dan pasca reformasi. Di setiap era kepemimpinan nasional tersebut oligarki memainkan peran politik dan telah membawa perubahan yang sangat drastis di bidang politik, sosial dan hukum. Oligarki kekuasaan bisa terbentuk karena adanya deal-deal politik para elit partai maupun sokongan dana dari pemodal dan berharap para pihak yang bersatu dalam lingkaran kekuasaan mendapatkan keuntungan baik secara politis maupun ekonomi. Oligarki kekuasaan memainkan peran politik dalam pemerintahan melalui produk hukum atau Undang-Undang yang dibuatnya dan produk hukum tersebut cenderung menguntungkan kelompoknya. Oligarki kekuasaan dan politik hukum memiliki hubungan yang erat, keduanya bisa saling mempengaruhi namun posisi kekuasaan sebagai subyek hukum lebih kuat karena terdiri dari individu-individu atau kelompok-kelompok yang berkuasa dan mengendalikan hukum sedangkan aturan normatif hukum yang ada bisa dirubah sesuai kepentingannya.
PERLINDUNGAN BINGKAI FINTECH DI INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM BISNIS Putri Maha Dewi Putri
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 3 No. 1 (2022): Edisi Februari 2022
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The development of innovative technology in the financial sector in Indonesia is now entering the stage of technological adaptation. This can be seen from the emergence of financial technology (FinTech). The Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ratified the regulation of peer-to-peer lending using FinTech through OJK Regulation Number 77/2016 on Information Technology-Based Borrowing-Lending Services. The purpose of this study is to understand the core concept of FinTech lending/peer-to-peer lending/online lending as a direct lending and borrowing service in rupiah currency between creditors and debtors based on Fintech. The results of the discussion show that Financial technology is the development of innovation and technology in the financial sector. Collaboration opportunities between banking and FinTech will be able to reach a wider community, especially for people who have difficulty accessing conventional finance services. After the ratification of the FinTech regulatory framework, it is important to do this as an effort to evaluate and improve banking performance, open up opportunities for wider banking and FinTech collaboration, and improve financial services in Indonesia to be more inclusive based on business law. Keywords: Legal Protection; Financial Technology; Business Law.     Perkembangan inovasi dan teknologi informasi, sektor keuangan di Indonesia kini mulai memasuki tahap adaptasi teknologi. Hal ini dapat dilihat dari munculnya Financial Technology (Fintech). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengesahkan regulasi pinjam-meminjam menggunakan layanan Fintech melalui Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Fintech lending/peer-to-peer lending/pinjaman online adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur dan debitur berbasis teknologi informasi Fintech. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Financial technology merupakan perkembangan inovasi dan teknologi dalam sektor keuangan. Peluang kolaborasi antara perbankan dengan Fintech akan mampu menjangkau masyarakat secara lebih luas, khususnya untuk masyarakat yang sulit mengakses pembiayaan formal untuk memperbaiki maupun meningkatkan kinerjanya agar pelayanan jasa sektor keuangan mampu diakses oleh lebih banyak masyarakat. Setelah pengesahan regulasi bingkai Fintech, hal ini penting untuk dilakukan sebagai upaya evaluasi dan perbaikan kinerja bank, membuka peluang kolaborasi perbankan dan Fintech semakin luas, dan meningkatkan pelayanan jasa keuangan di Indonesia agar lebih inklusif berbasis hukum bisnis.   Kata Kunci: Perlindungan Hukum; Teknologi Keuangan; Hukum Bisnis.