cover
Contact Name
Dwi Wahyuni
Contact Email
dwiwahyuni@uinib.ac.id
Phone
+6281272162942
Journal Mail Official
al-adyan@uinib.ac.id
Editorial Address
Jl. Prof. Mahmud Yunus Padang Kode Pos 25153
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Al-Adyan: Journal of Religious Studies
ISSN : 2745519X     EISSN : 2723682X     DOI : -
Al-Adyan: Journal of Religious Studies adalah jurnal ilmiah akademis yang diterbitkan oleh Program Studi (Prodi) Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang. Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember yang mempublikasikan artikel berbasis hasil penelitian studi agama dalam ragam perspektif;perbandingan, sejarah, sosiologi, antropologi, fenomenologi, hubungan antar agama, multikulturalisme, serta isu-isu kontemporer lainnya. Al-Adyan: Journal of Religious Studies mengundang para penulis dan peneliti untuk menyumbangkan karya terbaik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 67 Documents
Moderasi Beragama dalam Perspektif Tindakan Sosial Max Weber Sumintak Sumintak; Iin Ratna Sumirat
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i1.4085

Abstract

This article discusses Max Weber's thoughts on social actions which are assumed to contribute to radical behavior. The thought will be related to the concept of religious moderation as one of the most important things in understanding one's religious actions. This article is a library research that examines various existing literature such as books, magazines, documents, and historical records, this is a series of activities carried out in order to collect library data or study literature on social actions in the context of religious moderation. using an interpretative phenomenological approach. The results of this study indicate that there are four types of social action that can be harmonized in religious moderation, namely traditional action, affective action, instrumental rationality, and value rationality. If religious people implementation the pattern of these four actions by combining them, then the understanding of religious moderation will be quickly understood by all religious people so that it can provide comfort and peace when carrying out religious activities in the reality of everyday life.Artikel ini membahas tentang pemikiran Max Weber tentang tindakan sosial yang diasumsikan turut membentuk prilaku radikal. Pemikiran tersebut akan dihubungkan dengan konsep moderasi beragama sebagai salah satu hal terpenting dalam memahami tindakan keberagamaan seseorang. Artikel ini merupakan kajian kepustakaan (library research) yang menelaah berbagai literatur yang ada seperti buku, majalah, dokumen, dan catatan-catatan sejarah, ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka melakukan pengumpulan data kepustakaan atau kajian literatur tentang tindakan sosial dalam konteks moderasi beragama menggunakan pendekatan fenomenologi interpretative. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat tipe tindakan sosial yang dapat diselaraskan dalam moderasi beragama yaitu tindakan tradisonal, tindakan afektif, rasionalitas instrumental, rasionalitas nilai. Apabila umat beragama menerapkan pola keempat tindakan tersebut dengan mengkombinasikannya maka pemahaman terhadap moderasi beragama akan begitu cepat dipahami oleh semua umat beragama sehingga dapat memberikan kenyamanan dan ketentraman saat menjalankan aktifitas kegamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari.
The Domination of The Salafi Movement in West Sumatra: Framing Analysis on Surau TV Channel Anjali Sabna
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i1.4321

Abstract

This study aims to analyze the social discourse contained in salafi da'wah content on the Surau TV Youtube channel. By looking at the content distributed by salafi groups in West Sumatra, this study uses qualitative research methods with data collection techniques using digital data and literature studies. Furthermore, the data analysis in this study is using Robert D. Benford and David Snow framing analysis which includes; diagnostic, prognostic and motivational. This study finds that there are three social discourses contained in Surau TV content including: addiction to technology, usury transactions, and interactions between Muslims and non-Muslims. Surau TV diagnoses problems in implementing Islamic law, starting from the technological aspect, Socio-cultural and religious attitudes are issues that need to be considered in upholding Islamic law and forming harmonious relations between religions. In its prognostic strategy, Surau TV creates content that incorporates the application of Islamic law in everyday life. In addition, the motivational strategy, Surau TV invites for tips to apply Islamic law in daily life in order to create a generation that is in accordance with Islamic law.Studi ini bertujuan menganalisa wacana sosial yang terdapat dalam konten dakwah salafi di channel Youtube Surau TV. Dengan melihat konten-konten yang disebarkan oleh kelompok salafi di Sumatera Barat, studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan data-data digital dan studi literatur. Selanjutnya analisis data dalam penelitian ini yakni menggunakan analisis framing Robert D. Benford dan David Snow yang meliputi; diagnosis, prognosis dan motivasional. Studi ini menemukan bahwa terdapat tiga wacana sosial yang terdapat dalam konten Surau TV diantaranya: kecanduan dalam berteknologi, transaksi riba, dan interaksi antara muslim dan non muslim. Surau TV mendiagnosis, permasalahan dalam menerapkan syariat Islam mulai dari aspek teknologi, sosial budaya dan sikap dalam beragama merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan dalam menegakkan syariat Islam dan membentuk hubungan yang harmonis antar agama. Dalam strategi prognosisnya, Surau TV menciptakan konten-konten yang berunsur penerapan syariat Islam tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, strategi motivasionalnya, Surau TV mengajak untuk kiat menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari demi menciptakan generasi yang sesuai dengan syariat Islam.
Pandemic and The Path To Religious Moderation Thaufiq Hidayat; Asmawati Asmawati
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i1.3907

Abstract

The Covid-19 threat continues to grow the life of the human life. It is not this epidemic to be a problem for the way of the Muslim religion. The controversy of Covid-19 earnings has a variety of understanding of the influence on Muslim attitudes in the face of pandemics. It may respond with excessive fear so that it is to dismiss the power of God; others are too manifesting impressed to reject the scientific reality. Therefore, it is necessary to understand the meaning of religious moderation in handling this outbreak. This article analyzes how to actualize religious moderation during a pandemic, from understanding steps to actual steps. The research method used in this paper uses the library research approach formulated by the description method and interpretative analysis related to the issues discussed. The results of this study show there are several roads to actualize the moderate of this pandemic era, among others, balancing theology, obeying the health protocol, strengthening knowledge, taking alerting or controlling emotions, and if it has been declared positively immediately prioritized.Ancaman Covid-19 terus menggerus lini kehidupan umat manusia. Tak pelak juga wabah ini menjadi problem terhadap cara keberagamaan muslim. Kontroversi mewabahnya Covid-19 menimbulkan berbagai sudut pemahaman yang berpengaruh pada sikap muslim dalam menghadapi pandemi. Kiranya ada yang menanggapi dengan rasa takut yang berlebihan sehingga menafikan kekuasaan Tuhan, sebagian lainnya bersikap terlalu menyepelekan terkesan menolak realitas ilmiah. Oleh karena itu, diperlukan sikap dan pemahaman yang mengandung makna moderasi beragama dalam menangani wabah ini. Artikel ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana mengaktualisasiakan moderasi beragama di tengah pandemi mulai dari langkah memahami sampai pada langkah nyatanya. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan pendekatan library research yang diformulasikan dengan metode deskripsi dan analisis interpretatif berkaitan dengan persoalan yang dibahas. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan terdapat beberapa jalan mengaktualisasikan moderasi beragama era pandemi ini antara lain, menyeimbangkan teologi, menaati protokol kesehatan, penguatan pengetahuan, mengambil sikap waspada atau mengontrol emosi, dan apabila telah dinyatakan positif hendaknya segera dikarantina.
Katolik Garis Lucu: Membangun Jembatan Dialog Multikulturalisme di Ruang Twitter Faza Achsan Baihaqi
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i1.4074

Abstract

The life of a post-truth society has the potential for conflicts that arise from ways of interacting and communicating based on certain social identities, such as religion. At the same time, the phenomenon of the emergence of Garis Lucu (GL) accounts is seen as being able to maintain a diversity of identities through humorous content. This article wants to show what kind of digital interaction is displayed by GL accounts with netizens. The author will focus on examining the existence of Katolik Garis Lurus account on Twitter (@KatolikG) with a virtual ethnographic approach. If previously reading the phenomenon of funny lines was more synonymous with nuances of humor in all its forms of existence, the @KatolikG account shows something different. In other words, this article finds that the @KatolikG account in some forms of interaction makes more use of the hashtag feature to build a dialogue with netizens who have diverse backgrounds. This is evident from how the hashtags displayed by the @KatolikG account are able to attract attention internally but also provoke interaction from outsiders; to share religious expressions or respond to problems that exist in society. The interesting thing is that the conversation that is built in it shows a fairly flexible, fluid, and dynamic nature without inviting the presence of negative sentiments for different identities.Kehidupan masyarakat pasca-kebenaran berpotensi terjadinya konflik yang lahir dari cara berinteraksi dan berkomunikasi yang didasarkan pada identitas sosial tertentu, misalnya adalah agama. Pada saat yang bersamaan fenomena munculnya akun-akun Garis Lucu (GL) dipandang akan mampu merawat keragaman identitas melalui konten-konten yang bernada humor. Artikel ini ingin menunjukkan seperti apa bentuk interaksi digital yang ditampilkan oleh akun-akun GL dengan para netizen. Penulis akan fokus mengkaji eksistensi akun Katolik GL di Twitter (@KatolikG) dengan pendekatan etnografi virtual. Jika sebelumnya pembacaan atas fenomena garis lucu lebih identik dengan nuansa humor dalam segala bentuk eksistensinya, akun @KatolikG menunjukkan hal yang berbeda. Dengan kata lain, artikel ini menemukan bahwa akun @KatolikG dalam beberapa bentuk interaksinya lebih memanfaatkan fitur hastag untuk membangun dialog dengan para netizen yang memiliki latar belakang yang beragam. Hal ini tampak jelas dari bagaimana hastag yang ditampilkan oleh akun @KatolikG mampu menarik perhatian secara internal tetapi juga memancing interaksi orang luar; untuk saling berbagi ekspresi keagamaan ataupun merespon persoalan yang ada di masyarakat. Menariknya percakapan yang terbangun di dalamnya menunjukkan sifat yang cukup lentur, cair, dan dinamis tanpa mengundang hadirnya sentimen negatif atas identitas yang berbeda.
Buddhism and Confucianism on Homosexuality: The Acceptance and Rejection Based on The Arguments of Religious Texts Andi Alfian
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4574

Abstract

Recently, the discourse on homosexuality has heated up again in Indonesia. Various responses appear to this phenomenon, some strongly reject it, and some tolerate it. Most of the rejection came from religious circles that used religious arguments. This study explores the core teachings of Buddhism and Confucianism, especially about homosexuality, and compares the two. This study argues that the attitude of Buddhism and Confucianism towards homosexuality is highly dependent on the cultural context in which these religions exist and are practiced. In other words, certain Buddhist/Confucian societies are sometimes more tolerant of homosexual practices than other Buddhist/Confucian societies. That is, the core teachings of religions cannot be merely a measure; culture participates in shaping religious responses to homosexuals. However, it also does not mean that these two religions do not have a unique view on homosexuality. Using the literature study method, this study will focus on exploring the attitudes of these two religions, Buddhism and Confucianism, towards the practice of homosexuality, especially to queering the core teachings of both. The results of this study indicate that in both Buddhism and Confucianism, acceptance and rejection of homosexual practices exist, and almost all use their respective core teachings as arguments. In short, this study contributes to providing an overview of how homosexuality is accepted and rejected in Buddhism and Confucianism. Belakangan ini, diskursus tentang homoseksualitas kembali memanas di Indonesia. Berbagai macam respon yang muncul terhadap fenomena ini, ada kalangan yang menolak dengan keras dan ada pula kalangan yang menoleransi. Sebagian besar penolakan muncul dari kalangan agamawan yang menggunakan dalil agama. Studi ini bertujuan untuk mengekplorasi ajaran inti Buddhism dan Confucianism, terutama tentang homosexuality dan berusaha membandingkan keduanya. Studi ini berargumentasi bahwa sikap Buddhism and Confucianism terhadap homoseksualitas sangat bergantung pada konteks budaya di mana agama-agama tersebut berada dan dipraktikkan. Dengan kata lain, kadang-kadang ada masyarakat Buddhist/Confusian tertentu lebih toleran terhadap praktik homosexual daripada masyarakat Buddhist/Confusian yang lain. Artinya, ajaran inti agama-agama tidak bisa semata-mata menjadi ukuran, budaya turut serta membentuk respon agama terhadap homosexual. Meski demikian, hal itu juga tidak berarti bahwa kedua agama ini tidak punya pandangan khusus terhadap homosexuality. Dengan menggunakan metode studi literatur, studi ini akan fokus menelusuri sikap kedua agama ini, Buddhism and Confucianism, terhadap praktik homoseksualitas terutama dengan tujuan untuk queering ajaran-ajaran inti keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik di Buddhism dan Confucianism, penerimaan dan penolakan terhadap praktik homosexual ada dan nyaris semuanya menggunakan ajaran-ajaran inti sebagai dalil. Singkatnya, kajian ini berkontribusi memberikan gambaran bagaimana penerimaan dan penolakan terhadap homoseksulitas dalam Buddhism and confucianism.
Kuasa Mantra dan Ramuan: Teumangkai Pada Masyarakat Krueng Luas Aceh Selatan Khairil Fazal; Muhammad Muhammad; Dedi Darmadi
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4666

Abstract

This article descriptively aims to explain the function of Teumangkai in the Krueng Lebar community of South Aceh. Teumangkai is a traditional healing process that uses herbs and prayers/mantras from Quran and hadith readings. In the process it is done in two ways, firstly ngon geusampoh (sweep it on the sick person who is outside the sick area), secondly geupajoh or geujeb, (eat and drink). There are also those who use objects or amulets. This study is in the form of qualitative research by obtaining data through observation, interviews and documentation. This research shows that: First, there are still a large proportion of people who really believe in traditional medicine using Teumangkai. Second, the community's strong belief in treatment using Teumangkai is caused by low knowledge and education and the effect on real healing for patients from various diseases. Third, there is experience passed down from generation to generation in this traditional medicine. Besides that, the lack of medical personnel or hospitals is also a factor for the people of Krueng Lebar to choose this traditional medicine. Artikel ini bertujuan menjelaskan fungsi Teumangkai dalam masyarakat Krueng Luas Aceh Selatan. Teumangkai merupakan sebuah proses pengobatan tradisional yang menggunakan ramu-ramuan serta doa/mantra dari bacaan Quran dan hadis. Dalam prosesnya dilakukan dengan dua cara, pertama ngon geusampoh (menyapunya pada si sakit yang berada di area luar tempat sakit), kedua geupajoh atau geujeb, (dimakan dan diminum). Ada juga yang menggunakan benda-benda atau azimat. Studi ini dalam bentuk penelitian kualitatif dengan memperoleh data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian menunjukan bahwa pertama, masih ada sebagian besar masyarakat yang sangat mempercayai pengobatan secara tradisional dengan menggunakan Teumangkai. Kedua, keyakinan masyarakat yang kuat terhadap pengobatan menggunakan Teumangkai tersebut disebabkan oleh pengetahuan dan pendidikan yang rendah serta efek terhadap kesembuhan yang nyata bagi pasien dari berbagai macam penyakit. Ketiga, adanya pengalaman yang turun-temurun dalam pengobatan tradisional. Selain itu minimnya tenaga medis atau rumah sakit juga menjadi faktor masyarakat Krueng Luas lebih memilih pengobatan tradisional.
Beragama Dalam Bingkai Media Sosial: Analisis Semiotika John Fiske Pada Akun Instagram @Hijrahsantun Julita Lestari; Danil Folandra
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4774

Abstract

This article aims to analyze the semiotics of Islamic posts on the Instagram account @hijrahsantun. This study is in the form of documentary research on posting pictures and narratives as well as netizen comments. The data in this study were collected through random screenshots and led to hijrah motivations and Islamic messages. In addition, the data in the form of journal books and relevant studies also enriched. The data was then analyzed using qualitative content analysis with a narrative method related to the text of the posts. This study finds first, at the level of reality there is the ability of polite hijrah account owners to align the message of da'wah with background taking. The two posts from the polite hijrah account represent religious issues that are considered trivial so that for readers they are used as religious reminder messages, John Fiske calls the representation stage. Third, there is the transmission of religious ideology that invites readers to emigrate. Therefore, for account owners, social media is a place for da'wah and ideological transmission, while for users, posts on the @hijrah polite account are used as a reminder of the value of normative worship. Tulisan ini bertujuan untuk manganalisis semiotik postingan islami pada akun instagram @hijrahsantun. Studi ini dalam bentuk penelitian dokumentasi terhadap postingan gambar dan narasi serta komentar netizen. Data dalam studi ini dikumpulkan melalui screenshoot secara acak dan mengarah pada motivasi hijrah serta pesan-pesan islami. Selain itu data berupa buku jurnal dan studi rerlevan turut memperkaya. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan content analysis kualitatif dengan metode naratif terkait teks dari postingan. Studi ini menemukan pertama, pada level realitas adanya kemampuan pemilik akun hijrah santun dalam penyelarasan antara pesan dakwah dengan pengambilan background. Kedua postingan dari akun hijrah santun merepresentasikan persoalan keagamaan yang dianggap sepele sehingga bagi pembaca dijadikan sebagai pesan-pesan pengingat keagamaan, John Fiske menyebut tahap representasi. Ketiga, adanya transmisi ideologi keagamaan yang mengajak pembaca untuk hijrah. Maka dari itu bagi pemilik akun, media sosial menjadi wadah dakwah serta transmisi ideologi sementara bagi pengguna, postingan pada akun @hijrah santun dijadikan sebagai pengingat nilai ibadah normatif.
Merawat Kesalehan Beragama di Era Digital Efendi Efendi; Endrika Widdia Putri; Salsa Hamidah Efendi
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4514

Abstract

This study aims to explore the pious concept of religion in the digital era. This research is qualitative research with a concept study approach and uses the methods of data inventory, internal coherence, exploratory, and data analysis in analyzing it. This study found data that the concept of being pious in religion in the Digital Era, namely; first, collaborating on individual and social piety-it is not enough to be good in God's eyes but also to others. Second, making digital media a means of obtaining and disseminating valid religious information. Third, to be critical in religion and not to be trapped by post-truth and its types which are part of intellectual piety. This research is important because it explores the concept of being pious in religion in the Digital Era, and no one has specifically explained the concept of being pious in religion in the Digital Era. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi konsep saleh dalam beragama pada era digital. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi konsep, dan menggunakan metode inventarisasi data, koherensi internal, eksploratif dan analisis terhadap data-data yang ada. Temuan menunjukan bahwa saleh dalam beragama pada Era Digital, pertama, mengelaborasikan kesalehan individual dan sosial—tidak cukup menjadi baik di mata Tuhan namun juga harus baik di mata sesama. Kedua, menjadikan media digital sebagai sarana mendapatkan dan menyebarkan informasi keagamaan yang valid kebenarannya. Ketiga, kritis dalam beragama dan tidak terjebak dengan post-truth dan jenis-jenisnya yang merupakan bagian dari kesalehan intelektual. Penelitian ini penting karena mengeksplorasi konsep saleh dalam beragama pada Era Digital, dan juga belum ditemukan penelitian dan secara spesifik melakukan penjabaran tentang konsep saleh dalam beragama pada Era Digital.
Menilik Kembali Titik Temu Agama-Agama Perspektif Ibnu Arabi Arrasyid Arrasyid; Susilawati Susilawati
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4397

Abstract

The ongoing conflict in various parts of Indonesia shows the lack of religious views on the harmonization or relation of religions. So it is necessary to present the concept of religious unity of Ibn Arabi so that the view of the common word of religions can exist in the lives of religious adherents. This study was analyzed by qualitative research using exploratory methods and content analysis. The findings obtained are that with religious unity, Ibn Arabi wants to discuss the common word of religions, namely common word towards facing the One and Same God, although with various religious names and symbols. The differences that exist in each religion are only outward matters, but inwardly they are serving the One and the Same God. Thus, the existing differences are not a problem, on the contrary the existing similarities, should be put forward so that conflicts between religious communities can be resolved. Masih terjadinya konflik di berbagai wilayah Indonesia menunjukkan kurangnya pandangan penganut agama tentang harmonisasi atau relasi agama-agama. Sehingga dirasa perlu untuk menghadirkan konsep kesatuan agama Ibnu Arabi agar pandangan tentang titik temu agama-agama bisa eksis dalam kehidupan penganut agama. Penelitian ini dianalisis dengan penelitian kualitatif menggunakan metode eksploratif dan analisis isi. Adapun temuan yang diperoleh bahwa dengan kesatuan agama Ibnu Arabi ingin mewacanakan titik temu agama-agama, yaitu bertitik temu pada menghadap kepada Tuhan Yang Satu dan Sama, walau dengan nama dan simbol agama yang beragam. Perbedaan yang ada pada setiap agama hanyalah persoalan lahiriyah, namun secara batiniyah sedang menghamba kepada Tuhan Satu dan Sama. Maka, perbedaan yang ada bukanlah persoalan, sebaliknya persamaan yang ada, hendaknya dikedepankan agar konflik antara umat beragama dapat terselesaikan.
Peran Generasi Z dalam Moderasi Beragama di Era Digital Helminia Salsabila; Devi Sintya Yuliastuty; Nur Halimah Silviatus Zahra
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4814

Abstract

This article discusses the role of generation Z in religious moderation in the digital era. Generation Z is the generation born between 1995-2010. Generation Z which is seen as the educated generation in the current era of digitalization which is expected to support the implementation of religious moderation policies or programs. This research is a type of descriptive qualitative research and uses literature research methods. The results of this study indicate that religious moderation is a way of practicing religious life by taking the middle way or how to avoid extreme actions or fanaticism. In other languages, moderation can be understood as a process of actualizing religious teachings in a fair, balanced and wise manner. Religious moderation is something that the people of Indonesia really need to avoid the threats of extremist and liberal groups who only want division. Generation Z's role is needed in supporting religious moderation, including social control on social media, being moderate or not too fanatical, being a good people, spreading the importance of religious moderation and inviting kindness. Artikel ini membahas tentang peran generasi Z dalam moderasi beragama di era digital. Generasi Z adalah generasi yang terlahir antara tahun 1995-2010. Generasi Z yang dipandang sebagai generasi terpelajar di era digitalisasi saat ini diharapkan mendukung terlaksananya kebijakan atau program moderasi beragama. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif dan menggunakan metode penelitian studi Pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moderasi beragama adalah cara mengamalkan kehidupan beragama dengan mengambil jalan tengah atau cara diri menghindar dari tindakan ekstrim atau fanatisme. Bahasa lainnya, moderasi dapat dipahami sebagai suatu proses pengaktualisasian ajaran agama secara adil, seimbang, dan bijaksana. Moderasi beragama menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia untuk menghindarkan diri dari ancaman kelompok ekstrimisme dan liberalisme yang hanya menginginkan perpecahan. Diperlukan peran generasi Z dalam mendukung moderasi beragama antara lain yaitu sebagai kontrol sosial dalam media sosial, bersikap pertengahan atau tidak terlalu fanatik, menjadi umat yang baik, menyebarkan tentang pentingnya moderasi beragama dan mengajak dalam hal kebaikan.