cover
Contact Name
Dwi Wahyuni
Contact Email
dwiwahyuni@uinib.ac.id
Phone
+6281272162942
Journal Mail Official
al-adyan@uinib.ac.id
Editorial Address
Jl. Prof. Mahmud Yunus Padang Kode Pos 25153
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Al-Adyan: Journal of Religious Studies
ISSN : 2745519X     EISSN : 2723682X     DOI : -
Al-Adyan: Journal of Religious Studies adalah jurnal ilmiah akademis yang diterbitkan oleh Program Studi (Prodi) Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang. Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember yang mempublikasikan artikel berbasis hasil penelitian studi agama dalam ragam perspektif;perbandingan, sejarah, sosiologi, antropologi, fenomenologi, hubungan antar agama, multikulturalisme, serta isu-isu kontemporer lainnya. Al-Adyan: Journal of Religious Studies mengundang para penulis dan peneliti untuk menyumbangkan karya terbaik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 67 Documents
Dari Mistis Ke Bisnis: Praktik Okultisme Gus Syamsudin di Youtube Mohammad Fattahun Ni'am
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v3i2.4997

Abstract

In this postmodern era, occultism practices with a mystical touch still have a large market in Indonesia. This article discusses the occultism practices of Gus Syamsudin on the Nur Dzat Sejati youtube channel. The phenomenon of commercializing religion using occultism practices by Gus Syamsudin deserves to be studied because it has attracted a lot of public attention with all its controversies. The practices carried out by Gus Syamsudin certainly contain discourses that need to be revealed because they do not simply appear from a vacuum. This research attempts to expose the discourse of Gus Syamsudin by unraveling the ideology or power of the discourse maker. The author uses the critical discourse analysis theory by Teun van Dijk, which elaborates on three dimensions: text (all elements of semiotics), social cognition (how the text is consumed and interpreted), and social context (the background of text consumption). The Van Dijk model theory is used because it can study the mental state of the discourse maker and analyze the discourse that is prevalent in society. The results of this study show that the practices carried out by Gus Syamsudin are solely for commercial business purposes. He sees an opportunity in the midst of the religious Indonesian society, which is prone to having mystical beliefs, to make a profit. Di era post-modern praktik okultisme yang berbau mistis masih memiliki pasar besar di Indonesia. Artikel ini membahas mengenai praktik okultisme gus Syamsudin dalam channel youtube padepokan Nur Dzat Sejati. Fenomena komersialisasi agama dengan menggunakan praktik okultisme yang dilakukan oleh Gus Syamsudin ini perlu untuk dikaji karena banyak menarik perhatian masyarakat dengan segala kontroversinya. Praktik yang dilakukan oleh Gus Syamsuddin tentu memuat wacana yang perlu untuk diungkap karena tak serta merta muncul dari ruang hampa. Penelitian ini berusaha untuk menelanjangi wacana Gus Syamsudin dengan menyibak muatan ideologi atau kekuasaan pembuat wacana. Penulis menggunakan teori analisis wacana kritis model Teun van Dijk dengan mengelaborasikan tiga dimensi yakni teks (keseluruhan elemen semiosis), kognisi sosial (bagaimana teks dikonsumsi dan dimaknai), dan konteks sosial (latar belakang akibat konsumsi teks). Teori model Van Dijk ini digunakan karena dapat meneliti mental dari pembuat wacana dan menganalisa wacana yang berkembang di masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik yang dilakukan oleh Gus Syamsuddin semata hanya untuk kepentingan bisnis komersial. Ia melihat kesempatan ditengah masyarakat Indonesia yang agamis dan cenderung memiliki kepercayaan mistis untuk meraup keuntungan.
Religious Moderation in Aceh: A Strategy for Implementing Islam Washatiyah Values in Acehnese Society Syibran Mulasi; Syaibatul Hamdi; Muhammad Riza
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i1.6067

Abstract

This article aims to look at the reality of religious moderation in Acehnese society, the challenges in implementing moderation values and the solutions in introducing religious moderation in Acehnese society. This study uses a qualitative approach with data collection conducted by interviewing academics at PTKIN Aceh and observing the development of moderation in society, namely by examining religious symptoms and conflicts in Aceh. The results of the study show that the practice of religious moderation had developed in Aceh long before the term moderation was echoed by the center, Acehnese people very easily accept anyone to live side by side even if they have different beliefs. The Acehnese with the principle of "peumulia jame" can accept anyone with good intentions coming to Aceh. On the other hand the people of Aceh will rebel and fight if there are parties who disturb and want to change their local wisdom, such as bid'ah the Prophet's birthday, suing religious traditions that have been ingrained with the lure of heresy and heresy, of course this kind into resistance and resistance. To implement religious moderation in society, this can be done in a top-down manner, starting with religious leaders, the preachers and also the involvement of the Islamic campus in introducing the Islamic value of washatiyah in the community, besides that, gentle recitations using the mauidhatul hasanah method in the community so that by introducing this soft Islam will certainly hit the hearts of the Acehnese Muslim community. Artikel ini bertujuan untuk melihat realitas moderasi beragama pada masyarakat Aceh, tantangan dalam mengimplementasikan nilai-nilai moderasi dan solusi dalam memperkenalkan moderasi beragama pada masyarakat Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai akademisi di PTKIN Aceh dan mengamati perkembangan moderasi di masyarakat yaitu dengan mengkaji gejala dan konflik keagamaan di Aceh. Hasil kajian menunjukkan bahwa praktik moderasi beragama telah berkembang di Aceh jauh sebelum istilah moderasi didengungkan oleh pusat, masyarakat Aceh sangat mudah menerima siapapun untuk hidup berdampingan meskipun berbeda keyakinan. Masyarakat Aceh dengan prinsip “peumulia jame” dapat menerima siapa saja yang berniat baik datang ke Aceh. Di sisi lain masyarakat Aceh akan memberontak dan melawan jika ada pihak yang mengganggu dan ingin mengubah kearifan lokalnya, seperti bid'ah Maulid Nabi, menggugat tradisi keagamaan yang sudah mendarah daging dengan iming-iming kesesatan dan kesesatan, tentu saja hal semacam ini menjadi perlawanan dan perlawanan. Untuk mengimplementasikan moderasi beragama di masyarakat dapat dilakukan secara top-down, dimulai dari tokoh agama, ustadz dan juga keterlibatan kampus Islam dalam memperkenalkan nilai Islam washatiyah di masyarakat, selain itu pengajian yang lembut dengan menggunakan metode mauidhatul hasanah di masyarakat sehingga dengan mengenalkan Islam yang lembut ini tentu akan mengena di hati masyarakat muslim Aceh.
The Path to Sainthood: Celibacy in Catholicism and Pabbajita in Buddhism Muammar Saudi
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i1.6088

Abstract

Celibacy is a spiritual act of worship that can be found in Catholicism and Buddhism. Some cases show an inability to continue the spiritual journey of celibacy. This research was conducted to describe the concept of celibacy in Catholicism and Buddhism and its comparison. The explanation and analysis of the central concept of celibacy are based on studies conducted through literature studies. The results of this study indicate: First, celibacy in Catholicism is a choice made by someone not to enter into marriage ties as a form of devotion to God. Meanwhile, in Buddhism, celibacy is one way to achieve peace. Second, the basis for practicing celibacy for Catholics comes from the prohibition of marriage in the Letter of Matthew in a message from Jesus. Whereas in Buddhism, celibacy is a way of life from Pabbajita, what the Buddha taught. Third, the controversy over celibacy in Catholicism began when Peter, the Pope at that time, was married, as well as cases of sexual harassment by priests. Whereas in Buddhism, especially Theravada, the debate is not big because it is a moral code of Pattimokkha given directly from Buddha Siddharta Gautama for those who wish to attain Nibbana. This article argues that celibacy in Catholicism and Buddhism is dynamic and controversial. Selibat adalah tindakan ibadah spiritual yang dapat ditemukan dalam agama Katolik dan Budha. Beberapa kasus menunjukkan ketidakmampuan untuk melanjutkan perjalanan spiritual selibat. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan konsep selibat dalam agama Katolik dan Buddha serta perbandingannya. Penjelasan dan analisis konsep sentral selibat didasarkan pada studi yang dilakukan melalui studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan: Pertama, selibat dalam agama Katolik adalah pilihan yang dilakukan oleh seseorang untuk tidak melangsungkan ikatan perkawinan sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Sedangkan dalam agama Buddha, selibat adalah salah satu cara untuk mencapai kedamaian. Kedua, dasar untuk mempraktikkan selibat bagi umat Katolik berasal dari larangan pernikahan dalam Surat Matius dalam pesan dari Yesus. Sedangkan dalam Buddhisme, selibat adalah cara hidup dan Pabbajita apa yang diajarkan Sang Buddha. Ketiga, kontroversi selibat dalam Katolik dimulai ketika Petrus Paus yang menikah, serta kasus pelecehan seksual oleh para pendeta. Sedangkan dalam agama Buddha, khususnya Theravada, perdebatannya tidak besar karena merupakan kode moral Patimokkha yang diberikan langsung dari Buddha Siddharta Gautama bagi yang ingin pencapaian Nibbana. Artikel ini berpendapat bahwa selibat dalam agama Katolik dan Buddha bersifat dinamis dan kontroversial.
Ujaran Kebencian Berbasis Agama: Kebebasan Berbicara dan Konsekuensi Terhadap Kerukunan Umat Beragama Harda Armayanto; Pocut Milkya Muda Cidah
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i1.5885

Abstract

This article aims to explain the consequences of religious hate speech (RHS) on religious harmony in Indonesia. RHS, which has proven to be a serious challenge to Indonesian democracy, seems to have clashed with the concepts of rights and freedom of speech. That is, there are those who argue that actions containing RHS elements are a form of rights and freedoms guaranteed by law. On that basis, this topic is worth studying in order to examine whether RHS is a right and freedom of speech. The result of the study can be seen from the response of the Indonesian government and the consequences of the RHS. This research is qualitative in nature and based on library data, both printed and digital. Using a descriptive-analytic method, the author describes the meaning of RHS and analyzes its impact on religious harmony in Indonesia. It is found that RHS is in no way equivalent to rights and freedom of speech. It even includes religious blasphemy. Therefore, it leads to social disharmony and the disintegration of the Indonesian nation. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan konsekuensi yang ditimbulkan dari ujaran kebencian berbasis agama (UKBA) terhadap kerukunan umat beragama di Indonesia. UKBA yang terbukti menjadi tantangan serius bagi demokrasi Indonesia tampaknya dibenturkan dengan konsep hak dan kebebasan berbicara. Artinya, ada yang berdalih bahwa tindakan yang mengandung unsur UKBA itu merupakan bentuk hak dan kebebasan yang dijamin undang-undang. Atas dasar itu, topik ini layak dikaji guna menguji apakah UKBA merupakan hak dan kebebasan berbicara. Hasil dari pengujian itu bisa dilihat dari respons pemerintah Indonesia dan konsekuensi yang ditimbulkan dari UKBA itu. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan berbasis pada data kepustakaan (library research), baik cetak maupun digital. Dengan metode deskriptif-analisis, penulis menjabarkan makna UKBA dan menganalisis dampaknya bagi kerukunan umat beragama di Indonesia. Dari sini, ditemukan bahwa UKBA bukanlah termasuk hak dan kebebasan berbicara. Ia bahkan termasuk penistaan agama. Oleh karena itu, konsekuensi yang ditimbulkannya menyebabkan disharmoni sosial dan disintegrasi bangsa Indonesia.
Tiga Agama Satu Tempat Ibadah: Doktrin dan Ritual Vihara Tri Dharma Satya Budhi Bandung Syamsul Hadi Untung; Abdullah Muslich Rizal Maulana; Annisa Syifa Mulya; Zatul Faidah; Nurul Alfiyah; Aulidina Nurfazri
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i1.5369

Abstract

This study aimed to explain the existence of the Tri Dharma -Buddhism, Taoism, and Confucianism-, including their ritual practice and emergence factors in the Satya Budhi Vihara, the oldest Vihara in Bandung City. This research is carried out as descriptive qualitative research with mixed methods, consisting of participant observation, interviewing, and content analysis to obtain the necessary data. This study concluded that the Tri Dharma religions have a relationship where the followers of those three religions are traced back and came from the same Chinese ancestors. In addition, Tri Dharma, as a meeting point between the three religions, may be defined as a form of syncretism of the traditional beliefs of the Chinese community, which has had a significant influence on Chinese history for 2500 years. In the Satya Budhi Vihara Bandung, these three religions are interrelated and develop in the same society flexibly without any theological disputes. Studi ini bertujuan untuk menjelaskan keberadaan Tri Dharma – Buddhisme, Taoisme, dan Khonghucu, termasuk praktik ritual dan faktor kemunculannya di Vihara Satya Budhi, Vihara tertua di Kota Bandung. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan metode campuran, yang terdiri dari observasi partisipatoris, wawancara, dan konten analisis untuk memperoleh data yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian. Kajian menyimpulkan bahwa Tri Dharma memiliki hubungan dimana pemeluk ketiga agama tersebut ditelusuri kembali dan berasal dari nenek moyang Tionghoa yang sama. Selain itu, Tri Dharma sebagai titik temu antara ketiga agama dapat diartikan sebagai bentuk sinkretisme kepercayaan tradisional masyarakat Tionghoa, yang memiliki pengaruh signifikan dalam sejarah Tionghoa selama 2500 tahun yang lalu. Di Vihara Satya Budhi Bandung, ketiga agama tersebut saling terkait dan berkembang dalam masyarakat yang sama secara fleksibel tanpa perselisihan teologis.
Aktivisme Islam Moderat di Media Sosial Nahdlatul Ulama Rahmadhani Rahmadhani; Dwi Wahyuni
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i1.6110

Abstract

Moderate Islam has become a topic of discussion in various recent studies as a response to conflicts in the name of Islam. Various Islamic religious organizations promote and apply the concept of Moderate Islam. One of the Islamic religious organizations that is active in campaigning for Moderate Islam is Nahdlatul Ulama. However, the efforts that have been made by Nahdlatul Ulama raise questions about how Nahdlatul Ulama portray Moderate Islam through their social media, as well as how the process of forming a narrative of Moderate Islam is carried out by Nahdlatul Ulama. This article uses a media text-based qualitative research method by collecting data from Nahdlatul Ulama's social media accounts, such as the TVNU Television Nahdlatul Ulama YouTube account and Instagram accounts @nahdlatulullama and @nahdlatul_ulama_. The collected data is then put into dialogue with the theoretical foundations of social movements and utilizes framing process theory to analyze moderate Islamic narratives on Nahdlatul Ulama social media. This article shows that narratives about Moderate Islam in the media owned by Nahdlatul Ulama are conveyed through written and video posts that are strategically and tactically designed to shape the character of moderate Muslims. Islam Moderat telah menjadi topik diskursus dalam berbagai studi belakangan ini sebagai respons terhadap perseteruan yang mengatasnamakan agama Islam. Berbagai organisasi keagamaan Islam mengusung dan menerapkan konsep Islam Moderat. Salah satu organisasi keagamaan Islam yang aktif dalam mengkampanyekan Islam Moderat adalah Nahdlatul Ulama. Namun, upaya yang telah dilakukan oleh Nahdlatul Ulama memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana Nahdlatul Ulama menggambarkan Islam Moderat melalui media sosial yang mereka miliki, serta bagaimana proses pembentukan narasi Islam Moderat yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis teks media dengan mengumpulkan data dari media sosial Nahdlatul Ulama, seperti akun YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama dan akun Instagram @nahdlatululama dan @nahdlatul_ulama_. Data yang terkumpul kemudian didialogkan dengan landasan teoritis gerakan sosial dan memanfaatkan teori framing process untuk menganalisis narasi Islam moderat dalam media sosial Nahdlatul Ulama. Artikel ini menunjukkan bahwa narasi-narasi mengenai Islam Moderat dalam media yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama disampaikan melalui postingan tulisan dan video yang secara strategis dan taktis dirancang untuk membentuk karakter Muslim yang moderat.
Kerukunan Beragama Dalam Lensa Pengalaman Keagamaan Versi Joachim Wach Taufik Hidayatulloh; Theguh Saumantri
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i1.5876

Abstract

Religious harmony in Indonesia is a complex phenomenon that involves understanding and religious experiences from various traditions and beliefs. In the thought of Joachim Wach, religious experiences play a crucial role in shaping individual religious identity and providing a foundation for beliefs and religious practices. This research aims to analyze Joachim Wach’s thoughts on religious experiences and their relevance to religious harmony in Indonesia. The study employs a qualitative approach, analyzing primary sources from Joachim Wach’s works and related research. The findings of this research indicate that Joachim Wach’s ideas have contributed to understanding and strengthening religious harmony in Indonesia. In his thinking, Wach identifies three forms of religious experience: through thought, action, and fellowship. Additionally, Wach develops the concept of the “sacred canopy,” which refers to how religion can serve as a framework or framework that provides meaning and significance in human life. Through the concept of “sacred canopy” and understanding of tolerance, society can better understand other religions and strengthen the positive values of each religion. Kerukunan beragama di Indonesia merupakan fenomena kompleks yang melibatkan pemahaman dan pengalaman keagamaan dari berbagai tradisi dan keyakinan. Dalam pemikiran Joachim Wach, pengalaman keagamaan memiliki peran penting dalam membentuk identitas keagamaan individu dan memberikan landasan bagi keyakinan dan praktik agama yang dijalankan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemikiran Joachim Wach tentang pengalaman keagamaan dan relevansinya dengan kerukunan beragama di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis sumber-sumber primer dari karya-karya Joachim Wach dan penelitian terkait. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemikiran Joachim Wach telah memberikan kontribusi dalam memahami dan memperkuat kerukunan beragama di Indonesia. Dalam pemikirannya, Wach mengidentifikasi tiga bentuk ekspresi pengalaman keagamaan, yaitu dalam bentuk pemikiran, perbuatan, dan persekutuan. Selain itu, Wach mengembangkan konsep “sacred canopy” yaitu konsep tentang bagaimana agama dapat menjadi sebuah kerangka atau bingkai yang memberikan arti dan makna dalam hidup manusia. Melalui konsep “sacred canopy” dan pemahaman tentang toleransi, masyarakat dapat memahami agama lain dengan lebih baik dan memperkuat nilai-nilai yang positif dari setiap agama.
HOAX AND INTOLERANCE: Implications of Social Media Reporting on the Emergence of Intolerance in Muslim Communities in Indonesia Ibnu Azka; Ramadhanita Mustika Sari; Nurfadillah Nurfadillah
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i1.6397

Abstract

This study discusses the impact of social media reporting on the development of disharmony in Islamic society in Indonesia. This is an interesting study because of the growing issue that the cause of the emergence of intolerant attitudes among Muslim communities in Indonesia is because they read a lot of news on social media that has elements of propaganda. One of these intolerance attitudes can be seen from the appearance of blaspheming one another, even if it's only in the comments column. This study used a qualitative method, with data collection techniques in the form of observations on news coverage on social media, and supported by data collection techniques in the form of documentation. The approach used to analyze the data that has been collected is Fairclough's critical discourse theory. This study concludes that content on social media that is indicated as a hoaks has an impact on the emergence of intolerance in Islamic society in Indonesia.
CYBER RELIGION: Implementasi Keberagamaan dan Respons Generasi Milenial Kuswana, Dadang; Syah, Yoshy Hendra Hardiyan; Aripudin, Acep
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 4, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v4i2.6192

Abstract

This article discusses the practice of religion in cyberspace and the response of the millennial generation to the social media account @Bimbingan_Islam, as a form of practice of Cyber Religion. The account discusses various study themes, including the theme of patience, life advice, istiqomah in worship, the glory of dhikr, the glory of praying, and others. The purpose of this study is First, to find out how the world of Cyber Religion is on the YouTube, Instagram, and Facebook platforms @Bimbingan_Islam. Second, to find out how the millennial generation responds in the comments column to posts on religious studies on the Instagram platform account @Bimbingan_Islam. This article uses qualitative research methods using data collection techniques (Literature Review) with a non-participatory virtual ethnographic approach and analysis techniques using Lasswell's communication theory. The limitations of the millennial generation referred to in this article are in the age range of 18 to 34 years. What's interesting in this article is that it displays technological developments, illustrations of information dissemination, the level of popularity of social media, and the spread of religious studies in cyberspace, making it a powerful attraction for the millennial generation to continue to deepen, upgrade, and hone their insights about religion, namely on account @ Bimbingan_Islam, then this article finds a case on the social media account, namely there is a sentence that is inappropriate to be presented to the public by using strong language in broadcasting religious studies through social media. Artikel ini membahas tentang praktik agama di dunia maya dan respon generasi milenial pada akun media sosial @Bimbingan_Islam, yaitu Cyber Religion. Akun tersebut membahas berbagai macam tema kajian, seperti kesabaran, nasehat hidup, istiqomah dalam beribadah, kemuliaan zikir, salawat, dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap bagaimana dunia Cyber Religion dalam platform YouTube, Instagram, dan Facebook pada akun @Bimbingan_Islam. Selanjutnya mengetahui bagaimana respon generasi milenial dalam kolom komentar terhadap postingan kajian agama pada plaform Instagram akun @Bimbingan_Islam. Metode penelitian kualitatif digunakan melalui pengumpulan data studi pustaka (Literature Review) dengan pendekatan etnografi virtual yang bersifat non-partisipasi. Kemudian dianalisis menggunakan teori komunikasi Laswell. Artikel ini memperlihatkan perkembangan teknologi, ilustrasi penyebaran informasi, tingkat popularitas media sosial, dan penyebaran kajian agama. Ini membuat daya tarik yang dahsyat bagi generasi milenial untuk senantiasa terus memperdalam, mengupgrade, dan mengasah wawasan tentang agama. Namun dalam akun @Bimbingan_Islam, ditemukan suatu kasus, yaitu terdapat suatu kalimat yang tidak pantas untuk disajikan kepada khalayak publik dengan menggunakan bahasa yang kasar dalam menyiarkan kajian agama melalui media sosial.
Right of Religious Freedom and Belief (Case Studi Al-Zaytun Islamic Boarding School in Indramayu) Martalia, Martalia; Sabna, Anjali
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v5i1.8586

Abstract

 Freedom of religion and belief is a reality of life, where everyone is free to choose their religion or belief. However, this remains an unresolved issue in Indonesia. This article aims to examine the application and boundaries of the internal and external forums regarding freedom of religion and belief in Indonesia, highlighting the case of Al-Zaytun Islamic boarding school. The research employs a literature review method, followed by descriptive analysis of related studies. The findings indicate potential discrepancies in the implementation with principles outlined in internationally ratified covenants by Indonesia. Referring to the provisions of the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), there exists freedom within internal and external forums. The internal forum pertains to the realm within an individual's mind or consciousness, acknowledging personal beliefs and religion as internal matters. Meanwhile, the external forum represents a dimension where freedom is manifested in actions and practiced collectively with others or in public spaces. Ratification by the state aims to uphold human rights and ensure fair legal protection for every individual.Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan realitas kehidupan, dan setiap orang bebas memilih agama atau keyakinannya. Namun, ini masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk melihat penerapan serta batasan forum internum dan eksternum tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia dengan menyoroti kasus Pondok pesantren Al-Zaytun. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode literature review yang kemudian dianalisis secara deskriptif melalui data kajian yang berkaitan. Hasil studi ini menunjukkan dari kasus yang terjadi pada pondok pesantren Al-Zaytun, adanya potensi ketidaksesuaian penerapan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam kovenan internasional yang telah di ratifikasi oleh Negara Indonesia. Merujuk pada ketetapan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (KIHSP) terdapat kebebasan dalam forum internal dan eksternal. Forum internal berada pada ruang yang ada dalam pikiran atau kesadaran individu. Forum ini mengakui keyakinan, dan agama yang merupakan urusan internal sifat pribadi seseorang. Sementara Forum eksternal merupakan suatu dimensi di mana kebebasan telah diwujudkan dalam tindakan dan dilaksanakan bersama-sama dengan orang lain atau di ruang publik. Pengesahan dari negara ini bertujuan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia serta perlindungan hukum yang adil bagi setiap individu.