Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa adalah jurnal penelitian yang dikhususkan untuk mahasiswa Fakultas hukum Universitas Samudra. Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa terbit sebanyak dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa, diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Samudra dan dibentuk berdasarkan Keputusan Dekan Fakultas Hukum Nomor 372a/UN54.1/2019. Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa diperuntukkan bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Samudra sebagai salah satu syarat Sidang Skripsi.
Articles
12 Documents
Search results for
, issue
"Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA"
:
12 Documents
clear
PROBLEMATIKA PENEGAK HUKUM TERHADAPAKTIVITAS GELANDAGAN DAN PENGEMIS DITINJAU DARI PERDA KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2003
Michael Christian L Sinurat;
Wilsa Wilsa;
Enny Mirfa
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.156
Penegakan hukum terhadapakivitas Gelandagan dan Pengemis di kota Medan sesuai dengan PERDA Kota Medan Nomor 6 tahun 2003 tentang laragan Geladangan dan Pengemisan serta Praktek Susila dalam pasal 5 ayat (1 ) melarang praktek pengemisan dan kegiatan mengelandang namun di kota Medan masih banyak terjadi praktek Mengemis dan Mengelandang, hal ini dapat menganggu ketertiban umum.Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian melalui serangkaian wawancara lapangan dengan responden dan informan. Selain itu, dilakukan juga penelitian melalui studi pustaka. Bahwa adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya praktek Mengemis dan kegiatan Mengelandangyaitu kemalasan, faktor masyarakat baik masalah pendidikan, ekonomi, kurangnya pengawasan dan Problematika  yang dihadapi oleh penegak hukum dalam menindak praktek Mengemis dan Megelandang adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang adanya larangan Mengelandang dan mengemis yang diatur di dalam PERDA (Peraturan Daerah) kota Medan kemudian adanya diskomunikasi antara sebagian masyarakat dengan SAT-POL PP dalam menegakkan pengemisan.
KONSEP GUGATAN GROSSEAKTA PENGAKUAN HUTANG YANG TIDAK MEMILIKI HAK EKSEKUTORIAL
Rini Ayunda;
Fuadi Fuadi;
Zainuddin Zainuddin
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.153
Masalah grosse akta pengakuan hutang belum lagi usang walaupun merupakan persoalan hukum lama akan tetapi hingga sekarang grosse akta masih hidup di tengah-tengah permasalahan hukum yang ada. Eksekusi mengenai grosse akta pengakuan hutang masih sering terhambat karena sebab-sebab yang bersifat teknis.Salinan atau turunan dari akta pengakuan hutang disebut juga sebagai grosse akta pengakuan hutang. Agar grosse akta pengakuan hutang mempunyai hak eksekutorial dan dapat di eksekusi di Pengadilan Negeri, maka harus memenuhi syarat formil dan materiil sesuai pasal 224 HIR/258 R. Bg.Bagi kreditur apabila telah berbagai usaha dilakukan untuk menyelesaikan pelunasan hutang yang macet dan ternyata grosse akta pengakuan hutang tidak memiliki hak eksekutorial dan tidak dapat di eksekusi di Pengadilan Negeri, maka langkah kreditur yang harus diambil guna memenuhi pembayaran hutang dari debitur harus melalui gugatan biasa ke Pengadilan Negeri. Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri agar perkara tersebut dapat diproses berdasarkan hukum perdata yang menyangkut hutang piutang
PERANAN TIM PENDANGKALAN AQIDAH KOTA LANGSA DALAM PENANGGULANGAN PEMURTADAN
Tri Azwani Tadha;
Fuadi Fuadi;
Andi Rachmad
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.158
Pemerintah Aceh bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan terhadap aqidah umat dan untuk tanggung jawab tersebut pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten /Kota telah melimpahkan tanggung jawab kepada Majelis Permusyawaran Ulama. Di Kota Langsa Tim pendangkalan Aqidah telah dibentuk yang diketuai oleh MPU yang anggotanya terdiri dari Dinas Syariat Islam, Badan Pembinaan Pendidikan Dayah, Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah, dan Bagian Keistimewaan Aceh atau Sekretariat Daerah. Metode yang didunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan mencari sumber data dilapangan. Peranan tim pendangkalan aqidah Kota Langsa dalam penanggulangan pemurtadan sebatas melakukan inventarisasi, identifikasi, berkoordinasi dan memberikan solusi serta melaporkan perkembangan hasilnya kepada Walikota Langsa. Hambatan tim penandangkalan akidah kota langsa dalam melaksanakan tugas dalam kasus Sdri. Cut Fitri Handayani yaitu Sdri. Cut Fitri Handayani sudah bukan warga Kota Langsa dan sudah berpindah menjadi warga medan, telah berganti nama dan disembunyikan dari keluarga simon  sedangkan upaya tim penandangkalan akidah kota langsa dalam melaksanakan tugas Berusaha mencari keberadaan Sdri. Cut Handayani dan mengajak Kembali ke Langsa, Mengembalikan keyakinan dan Mencari keluarga Simon untuk mengetahui keberadaan Sdri.Cut Fitri Handayani. Disarankan agar tim pendangkalan aqidah yang telah ditunjak dapat melakukan tugasnya sesuai dengan baik sehingga dapat meminimalisi pemurtadan yang terjadi khususnya di Kota Langsa
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PELANGGARAN HAK CIPTA TERHADAP PENGGANDAAN BUKU TANPA IZIN (Studi Penelitian Di Kota Langsa)
Moris Johanes Sintindaon;
Zainuddin Zainuddin;
Rini Fitriani
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.157
Pelanggaran penggadaan buku tanpa izin memiliki hukuman berupa sanksi pidana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pelanggaran hasil hak cipta terkait penggandaan buku terlihat nyata dengan adanya beberapa pengusaha fotocopi, dengan sengaja membiarkan menjual barang hasil hak cipta berupa fotocopi buku tanpa izin di Kota Langsa. Dengan adanya pelanggaran hak cipta terkait fotocopi buku, tetapi tidak ada penanggulangan tindak pidana dari penegak hukum. Pengaturan hukum tentang pelanggaran hak cipta terkait penggandaan buku tanpa izin diatur dalam Pasal 9 ayat (3) Pasal 10, Pasal 113, dan Pasal 114 Undang Undang Hak Cipta.Hambatan penegak hukum belum pernah melakukan penegakan hukum, karena tidak adanya laporan maupun aduan dari pencipta buku, pencipta dan pemegang hak cipta tidak peduli terkait adanya pelanggaran penggandaan buku dan aturan hukum tentang perlindungan hak cipta belum diketahui dan dimengerti oleh masyarakat umum. Penanggulangannya adalah kepada penegak hukum untuk lebih menunjukan kemauan yang kuat untuk meneggakan perlindungan terhadap suatu hak cipta, perlu adanya kesadaran dari pemegang hak cipta untuk mengaduhkan atau melaporkan terkait penggandaan buku untuk menanggulangi maraknya pelanggaran penggandaan buku tanpa izin dan memberikan sosialisasi continue ke masyarakat mengenai aturan hukum tentang hak cipta terkait penggandaan buku, agar masyarakat mengetahui aturan mengenai hak cipta dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi
PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI ATAS PERBUATAN HUKUM YANG TERJADI DALAM PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI UNDANG–UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
Albari Wira Satya
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.105
Tugas dan tanggung jawab Direksi menurut UUPT No.40 Tahun 2007 yaitu Direksi Perseroan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan tujuan perseroan serta bertugas mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilaan sesuai dengan Anggaran Dasar demikian menurut Pasal 1 ayat (5) UUPT. Tanggung jawab direksi terhadap Anggota direksi baik secara pribadiatau tanggung jawab renteng apabila terbukti melakukan perbuatan melawan okum adalah tanggungjawb secara penuh dengan cara melakukan tindakan ultravires ( tindakan direksi di luar maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang di tentukan dalam Anggaran Dasar)
IMPLEMENTASI PASAL 7 UNDANG-UNDANG NOMOR 56/Prp/1960 DI NAGARI AIR DINGIN
Jalaluddin Jalaluddin;
Zainuddin Zainuddin;
Cut Elidar
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.155
Undang-Undang Nomor 56 /Prp/1960 dalam Pasal 7 berbunyi: “Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada mulanya berlaku peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan tidak ada hak untuk menuntut tebusan kembali. Jika belum sampai 7 tahun maka akan dihitung dengan mengunakan rumus dari undang-undang iniâ€. Namun masih ditemukan pelaksanaan gadai dalam masyarakat masih tidak mengenal batas waktu penebusan dan jumlah uang tebusan sama saat terjadinya gadai. Meskipun gadai belum sampai 7 tahun atau sudah sampai 7 tahun lebih. Sehingga Undang-Undang Nomor 56 /Prp/1960 tidak berjalan semestinya. Hambatan dalam pelaksanaan Pasal 7 Undang-Undang No.56/Prp/1960 yaitu belum ada sosialisasi waktu penebusan gadai yang di atur dalam Pasal 7 Undang-Undang No.56/Prp/1960. Budaya masyarakat Nagari Air Dingin menganggap Pasal 7 Undang-Undang No.56/Prp/1960 tidak sesuai dengan kebiasaan mereka dan merugikan bagi penerima. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan sosialisasi waktu penebusan gadai dalam masyarakat Nagari Air Dingin, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dalam pelaksanaan gadai sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang No.56/Prp/1960.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN ACEH TAMIANG AKIBAT PERAMBAHAN HUTAN MANGROVE YANG TIDAK TERKENDALI
Rifany Rifany;
Muhammad Natsir;
Fuadi Fuadi
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.406
Pengaturan mengenai mangrove diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Setiap tahun, kondisi hutan mangrove dilaporkan semakin lama semakin mengalami kerusakan, begitu juga Kabupaten Aceh Tamiang. Meskipun larangan tentang penebangan mangrove ini sudah diatur secara tegas oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan tetapi masyarakat masih saja melakukan kegiatan yang dilarang ini dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Semakin maraknya penebangan mangrove di Aceh Tamiang membuat Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang menerbitkan penertiban larangan penebangan hutan bakau yang diatur dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2016 tentang Perlindungan Spesies Tuntong Laut. Penebangan dan penjualan arang tanpa izin tersebut banyak beroperasi di daerah Alur Nunang namun walaupun daerah tersebut sudah banyak penebangan mangrove tetapi pemerintah desanya hingga saat ini belum ada membuat reusam. Dengan dilarangnya pemanfaatan hutan mangrove sebagai mata pencaharian warga pesisir menyebabkan hak untuk keberlangsungan hidup warga pesisir menjadi terganggu. Penulisan ini menggunakan metode empiris yang merupakan penelitian yang lebih mengarah pada data lapangan dan didukung dengan tambahan data Primer. Beberapa dampak Penebangan Hutan Mangrove Yang Dilakukan Oleh Masyarakat Pesisir menurunnya hasil tangkapan nelayan, terjadinya pencemaran kawasan ekosistem hutan mangrove, abrasi pantai, dan banjir. Beberapa cara untuk memberi perlindungan hukum terhadap masyarakat pesisir yaitu Pertama, melakukan pendataan, inventarisasi dan monitoring perizinan, Kedua, menerbitkan larangan penebangan hutan bakau dan larangan penjualan arang, dan Ketiga, memberi izin usaha dapur arang.
MENDIDIK ISTRI DENGAN CARA KEKERASAN FISIK DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Mona Justicia;
Fuadi Fuadi;
Siti Sahara
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.159
Manusia sebagai mahkhluk hidup harus memiliki pasangan untuk meneruskan keturunan maka dari itulah adanya sebuah pernikahan. Pernikahan merupakan seorang laki laki dan seorang perempuan yang mengikat janji. Laki laki dan perempuan ketika sudah menikah disebut sebagai suami-istri. Islam mengajarkan bahwa suami sebagai pemimpin harus mendidik istri di dalam rumah tangga, semua kegiatan yang dilakukan istri harus atas dasar izin suami. Suami berhak memukul istri ketika istri melakukan suatu kesalahan tertentu dengan syarat tertentu pula. Tetapi, terkadang ada suami yang menyalahgunakan aturan tersebut sehingga suami memukul istri sesuka nya dan mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP PEMBAKARAN OLEH MASSA
Rini Anggeraini;
Muhammad Nurdin;
Zuleha Zuleha
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.91
Pembakaran Polsek oleh masyarakat tentunya memiliki nilai dan citra yang buruk oleh masyarakat kepada pihak aparat penegak hukum khususnya Polsek Bendahara. Kejadian tersebut berawal dari penangkapan seseorang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) namun dalam hal ini pihak kepolisian dari anggota Polsek menembak orang tersebut setelah di tangkap dengan alasan tersangka melarikan diri dari aparat kepolisian, oleh sebab itu setelah diketahui oleh masyarakat setempat maka terjadilah amukan massa dari masyarakat sehingga terjadi pembakaran Polsek yang dilakukan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersifat Yuridis Empiris. Penelitian yuridis Empiris yaitu penelitian hukum yang menggunakan dengan cara penelitian lapangan melihat langsung suatu kejadian.bahwa pembakaran Kantor Kepolisian Sektor Bendahara Aceh Tamiang karena masyarakat tidak terima atas kematian tahanan Polsek inisial AY, oleh karena itu masyarakat emosi dan membakar Kantor Kepolisian Sektor Bendahara Aceh Tamiang. adanya pengaruh struktur sosial sebagai faktor sehingga masyarakat mengambil langkah-langkah berupa pembakaran Polsek Bendahara untuk mencapai tujuannya. Hambatan dan Upaya kepolisian pasca pembakaran polsek bendahara hambatannya yaitu kurangnya kepercayaan masyarakat tehadap kepolsian, kurangnya kesadaran hukum, kurangnya koordinasi serta faktor lingkungan dan upaya yang dilakukan pihak Polsek Bendahara yaitu telah melaporkan pihak pelaku pembakaran untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, telah membangun kembali gedung pasca pembakaran serta pihak Polsek Bendahara telah bersinergi dengan masyarakat di wilayah hukumnyanya supaya mencegah pembakaran terjadi kembali.
URGENSI PERUBAHAN QANUN JINAYAT SEBAGAI PEMENUHAN PERLINDUNGAN ANAK DI ACEH
Irfina Assughra;
Fuadi Fuadi;
Muhammad Natsir
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 1 (2022): MEUKUTA ALAM : JURNAL ILMIAH MAHASISWA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/ma.v4i1.407
Pasal 46 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jinayat yaitu “Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah pelecehan seksual, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan”, pasal tersebut merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap anak yang diatur dalam Qanun Jinayat. Namun pada beberapa kasus pelecehan seksual terhadap anak, aparat penegakan hukum tidak menerapkan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 terhadap kasus pelecehan seksual terhadap anak. Perlindungan anak dalam qanun jinayat sekarang ini belum maksimal, sehingga kejahatan terhadap anak tinggi di Aceh, di Kota Langsa ada 35 kasus terhadap anak yang ditangani belum berjalan optimal. Metode digunakan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlindungan Anak dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat perlu dilakukan perubahan karena Qanun tersebut belum optimal dalam memberikan ancaman sanksi pidana bagi pelaku, sehingga dalam menjatuhkan hukuman untuk pelaku tidak melihat hak-hak anak korban pelecehan seksual sehingga disamakan dengan yang korbannya adalah orang dewasa. Selain itu korban tindak pidana pelecehan seksual yang korbannya adalah anak dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak delik hukum dari tindak pidananya oleh aparat penegak hukum masih mengaitkan ke Undang-Undang Perlindungan Anak yang merupakan undang-undang khusus terhadap korban anak. Sedangkan dalam qanun belum ada pengaturan hukum yang secara khusus mengatur tentang korban anak tetapi hanya tindak pidana pelecehan seksual anak sebagai pelaku.