Krisna Law: Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Jurnal penelitian mahasiswa fakultas hukum is a regular journal published by the Fakultas Hukum, Universitas Krisnadwipayana. Krisna Law is published Three times a year in February, June, and October. This scientific journal aims to disseminate the scientific works of Bachelor (S1) students of disciplines chosen in several branches of legal studies, including criminal law, civil law, business law, constitutional law, and international law. In addition, journal also includes several studies of law in a broader sense.
Articles
59 Documents
Tinjauan Yuridis Terhadap Produksi Senapan Angin Secara Bebas
Zaki Muhammad Hasbi;
Firman Wijaya;
Hartono Widodo
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (259.167 KB)
Senapan angin di Indonesia terutama dikalangan masyarakat sipil berkembang pesat dan penggunaannya banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat, senapan angin menjadi alternatif dari penggunaan senjata api yang dilarang penggunaanya di Indonesia. Penulis memiliki rumusan masalah apakah penjualan senapan angin boleh dibiarkan bebas tanpa aturan, siapa saja yang berhak membeli dan berhak memproduksinya dan bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan tindak pidana dalam perkara Nomor 38/Pid.Sus/2015/PN.Mlg. Penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif yaitu dengan cara menelaah bahan pustaka (data sekunder) yang ada dan menggunakan data angket atau kuesioner. Dan penulis melakukan penelitian ini menunjukkan terdakwa jelas melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan pidana memproduksi senapan angin tanpa izin. Dengan demikian, perbuatan terdakwa memenuhi unsur pidana dalam Pasal 1 ayat (1) UU Drth No. 12 Tahun 1951. Kata Kunci: tindak pidana, senapan angin, pemidanaan, tanpa hak.
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang
Yessy Tarina Zahra;
Firman Wijaya;
Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (146.638 KB)
Pasien adalah seseorang yang memerlukan suatu pengobatan baik di rumah sakit maupun balai pengobatan lainnya. Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat signifikan karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Pengaturan perlindungan hukum pasien dalam berbagai peraturan dibuat oleh Pemerintah dalam rangka melindungi kepentingan antara berbagai pihak dalam pelayanan kesehatan. Pasien dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan dari pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan. Pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis, dengan melihat perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, risiko yang dihadapi semakin tinggi. Di samping dokter, maka pasien juga memerlukan perlindungan hukum yang proporsional yang diatur dalam perundang-undangan. Perlindungan tersebut terutama diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan kekeliruan karena kelalaian. Kata Kunci: perlindungan hukum, konsumen jasa, pelayanan medik.
Analisis Yuridis Penerapan Asas Nebis In Idem Dalam Penyelesaian Perkara Perdata
Achmad Tartusi;
Retno Kus Setyowati;
Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (263.647 KB)
Asas Nebis in Idem merupakan asas yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang mana salah satunya terdapat pada sistem hukum perdata dalam penyelesaian perkara di pengadilan, demi menjamin kepastian dari suatu putusan hakim yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, perkara seperti apa dan putusan bagaimana yang melekat asas nebis in idem dalam sistem hukum perdata, dan juga sifat dari unsur suatu perkara dikatakan nebis in idem. Jika merujuk pada penjelasan Pasal 1917 dan 1918 KUH Perdata maka suatu putusan perdamaian yang dilakukan antara Mohammad Yusuf dengan Haji Aspas bin Haji Abdul Madjid pada tahun 2012 berdasarkan putusan Nomor 309/Pdt.G/2011/PN.Bks. adalah merupakan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap dan berakibat pada perkara Nomor 154/Pdt.G/2013/PN.Bks. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitis melalui sumber-sumber kualitatif yang relevan dengan melihat penerapan hukum pada hukum positif di Indonesia. Jika merujuk pada Pasal 1917 dan 1918 KUH Perdata suatu syarat putusan nebis in idem adalah perkara dengan subjek yang sama, objek yang sama dan dengan alasan gugatan yang sama, kemudian diajukan pada pengadilan yang sama maka seharusnya perkara tersebut haruslah dinyatakan nebis in idem demi menjamin kepastian hukum dan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Yang secara normatif Nebis in Idem melekat pada setiap putusan yang bersifat konstitutif yang pada pokoknya mengabulkan atau menolak suatu gugatan yang diajukan. Kata Kunci: putusan, asas nebis in idem.
Tinjauan Yuridis Terhadap Seseorang yang Membawa Senjata Tajam ke Muka Umum Tanpa Hak
Muhamad Musonif;
M. Iman Santoso;
Mardani Mardani
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (227.822 KB)
Membawa senjata tajam pada saat ini dianggap sebagai suatu tindak pidana karena dianggap berbahaya dan membahayakan masyarakat di mana banyak sekali tindak pidana yang menggunakan senjata tajam sebagai alat untuk melakukannya, penulis memiliki rumusan masalah bagaimana penerapan hukum pidana materil terhadap tindak pidana membawa senjata tajam tanpa izin dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 900/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Tim? Bagaimana penerapan dari hukum yang berlaku dan solusi terhadap seseorang yang membawa senjata tajam ke muka umum agar tidak termasuk ke dalam suatu tindakan pidana? penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif yaitu dengan cara menelaah bahan pustaka (data sekunder) yang ada. Dan penulis melakukan penelitian ini menunjukkan terdakwa jelas melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan pidana membawa senjata tajam ke muka umum tanpa izin. Dengan demikian, perbuatan terdakwa memenuhi unsur pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UU Drth No. 12 Tahun 1951. Kata Kunci: tindak pidana, senjata tajam, pemidanaan, tanpa hak.
Aspek Hukum TPPU Dalam Kasus Korupsi PT. Bank Century
Christo Hasudungan;
Firman Wijaya;
Dahlan Mansjur
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (281.915 KB)
Kejahatan dari hasil pencucian uang yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 merupakan langkah utama memberantas tindakan pencucian uang dan mempersulit para koruptor untuk menyembunyikan hasil tindakannya. Menurut Pasal 2 ayat (1) UU PTPK tersebut mengartikan sebuah alasan baik pemerintah maupun swasta secara tegas melawan hukum dan merugikan keuangan negara dapat dipidana. Menjadi permasalahan pada pembahasan skripsi ini adalah bagaimana modus pencucian uang tersebut dihasilkan dan dari hasil tindakan yang dilakukan pada kejahatan korupsi di Indonesia, dan penanganan beserta penegakan terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Pembahasan dalam skripsi ini menjelaskan secara permasalahan seperti apa modus itu dan secara umum modus pencucian uang hanya sering dipakai di Indonesia adalah layering, placement dan integration itu seperti apa dan melibatkan sebuah institusi seperti PPATK yang berdasarkan aturan proses awal tindak pidana pencucian uang tersebut mendasarkan pada KUHAP diatur dalam UU TPPU.
Penerapan Rekaman Closed-Circuit Television (CCTV) Sebagai Alat Bukti Dalam Pembuktian Tindak Pidana
Janner Janner;
Firman Wijaya;
Louisa Yesami Krisnalita
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (309.189 KB)
Perkembangan teknologi dan informasi yang berkembang pada zaman ini dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah menghadapi kejahatan-kejahatan yang ada. Maka diperlukan pembuktian yang harus mengikuti perkembangan zaman. Salah satu contoh perluasan alat bukti yang digunakan oleh penegak hukum dalam membuktikan suatu tindak pidana sebagaimana yang dimaksud Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah dalam hal penggunaan rekaman Closed-circuit Television (CCTV). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang diteliti dari bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pengajuan rekaman CCTV sebagai alat bukti yang sah secara hukum dimulai dari pengambilan bukti rekaman CCTV yang dibuktikan dengan adanya surat permintaan tertulis, laporan polisi, dan berita acara. Kemudian rekaman CCTV dikirim ke Laboratorium Forensik (Labfor) untuk memastikan data rekaman CCTV itu asli. Hal ini telah sesuai prosedur sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Barang Bukti ke Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan peran rekaman CCTV sangat penting sebagai alat bukti yang utama di dalam pembuktian tindak pidana pada beberapa kasus yang telah penulis uraikan.
Upaya Hukum Bagi Kreditor Apabila Debitor Pailit Tidak Mengakui Atau Menolak Tagihan Utangnya
Prio Wijayanto;
Erna Widjajati;
Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (285.024 KB)
Kewenangan yang diberikan kepada kurator oleh undang-undang kepailitan dan PKPU dalam suatu rapat verifikasi atau rapat pencocokan tagihan para kreditor sangatlah besar dalam rapat tersebut debitor pailit tidak mengakui atau menolak tagihan utangnya dengan alasan tagihan tersebut bukan merupakan suatu tagihan yang sah yang dapat diajukan. Dalam Pasal 132 ayat (1) UUKPKPU menyebutkan bahwa “Debitor Pailit berhak membantah atas diterimanya suatu piutang baik seluruhnya maupun sebagian atau membantah adanya peringkat piutang dengan mengemukakan alasan secara sederhana.” Pasal 127 ayat (1) menyebutkan bahwa “Dalam hal ada bantahan sedangkan hakim pengawas tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak, sekalipun perselisihan tersebut telah diajukan ke pengadilan, hakim pengawas memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan.” Dalam hal ini kreditor PT. UJKP (dalam pailit) mengajukan upaya hukum renvoi prosedur ke pengadilan terhadap kurator PT. UJKP untuk menyatakan tagihannya, sehingga putusan pengadilan menjadi dasar untuk menentukan jumlah tagihan piutang kreditor.
Penyelesaian Wanprestasi di Dalam Perjanjian Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor 10/Pdt.G/BPSK/2015/PN.Bek)
Selamat Sidauruk;
Retno Kus Setyowati;
Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (303.04 KB)
Lembaga jaminan fidusia tidak hanya dapat dipergunakan dalam perjanjian kredit di bank tetapi juga pada perjanjian pembiayaan konsumen antara debitur (konsumen) dengan kreditur atau perusahaan pembiayaan. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Eksistensi lembaga jaminan fidusia, telah diatur dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diundangkan pada tanggal 30 September 1999. Definisi fidusia sendiri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikan haknya dialihkan tetap dalam pengawasan pemilik benda.
Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Membuat Berita Bohong
Bintang Putra Achmad;
Asmaniar Asmaniar;
Murendah Tjahyani
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (356.149 KB)
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya serta, menjamin kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya. Akan tetapi, dalam praktik sering kali dijumpai konflik antara pekerja/buruh dengan Perusahaan yang menimbulkan rusaknya hubungan sinergitas antara pekerja/buruh dengan pihak Perusahaan. Berdasarkan Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Akan tetapi, pengusaha berhak melakukan PHK apabila perusahaan boleh memutuskan hubungan kerja dengan dalih pekerja membuat berita bohong sebagaimana diatur di dalam Pasal 156. segala upaya telah dilaksanakan, namun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak dapat dihindari maka pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Oleh karena itu, penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian hubungan industrial perusahaan melalukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh, serta dasar pertimbangan hakim berdasarkan Putusan Nomor 70/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Bdg.
Tinjauan Yuridis Atas Hak Pencipta Lagu yang Diaransemen di Media Sosial Tanpa Izin Pencipta
Vidi Romeo M. Hutapea;
Retno Kus Setyowati;
Asmaniar Asmaniar
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (138.308 KB)
|
DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.379
Perkembangan musik dalam masa pandemik sekarang ini mau tidak mau kita harus berdampingan dengan dunia online yaitu menggunakan internet khususnya media sosial, belakangan ini banyak sekali penyanyi-penyanyi baru yang bermunculan di media sosial yang menyanyikan atau mengcover lagu pencipta tanpa izin atau tanpa hak dengan memperoleh hak ekonomi secara individu atau secara bersama. Sehingga di dalam penelitian ini tentu ditemukan permasalahan yaitu ada kerugian dan pelanggaran di dalamnya. Hak cipta yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, ternyata belum memenuhi keinginan dari sang pencipta lagu, tentunya di dalam menyanyikan ulang atau mengaransemen ulang lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pencipta lagu. Meskipun sudah mendapatkan perlindungan sejak karyanya diwujudkan dalam bentuk nyata, sebaiknya jika dilakukan pencatatan terhadap hak cipta tersebut agar memiliki bukti yang formal. Penyelesaian sengketa terhadap hak cipta dapat diselesaikan melalui dua cara. Cara yang pertama melalui jalur non litigasi dan kedua melalui jalur litigasi. Penyelesaian melalui jalur non litigasi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase. Sedangkan jika melalui jalur litigasi, dapat ditempuh melalui dua cara yaitu upaya perdata dan upaya pidana.