JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum [E-ISSN: 2502-1788; P-ISSN: 2527-4201] is the Journal of Legal Studies published by the Faculty of Law of Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai, Lampung, Indonesia. Its main aim to disseminate critical and original analysis from researchers and academic practitioners on various contemporary legal issues both local and foreign. The manuscript is published after undergoing a peer-review process by providing an exclusive analysis on law issues from various perspectives. This journal published biannually (June and November). The scopes of Justicia Sains Novelty are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights, International Law, and also interconnection study with Legal Studies in accordance with the principle of novelty.
Articles
269 Documents
MASALAH DAN HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Mirwansyah Mirwansyah
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 2 (2017): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (130.762 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v2i2.303
Praktik monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat dapat merugikan sesama pelaku usaha. Prinsip-prinsip mengenai praktik monopoli dan persaingan usaha telah di atur melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk mengawasi jalannya regulasi ini pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 membentuk Komisi Persaingan Usaha (KPPU), berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini apakah hambatan dalam penegakan hukum persaingan usaha? bagaimana upaya mengatasi hambatan-hambatan tersebut ?. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif yaitu berupa studi dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa KPPU tidak memiliki kewenangan penuh dalam melaksanakan tugasnya. Keputusan KPPU bukan keputusan yang mengikat dan bersifat final (final and biding) melainkan masih dapat diajukan upaya hukum keberatan melalui Pengadilan Negeri. Pemberian hukuman menjadi suatu keharusan sebagai efek jera. Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif secara berjenjang, mulai dari teguran/peringatan, denda, sampai pada pencabutan izin usaha. sanksi pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan. Keywords : Law Enforcement, Monopoly, Business Competition
PROSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN KORBAN WANITA PENYANDANG DISABILITAS
Ino Susanti;
Andi Metra Wijaya
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2022): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (237.508 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v7i1.1712
Kaum difabel sering menjadi korban tindak pidana perkosaan bahkan pelaku kejahatan datang dari lingkungan sekitar korban. Deskripsi yang terjadi di Lampung Tengah terdapat seorang perempuan penyandang disabilitas yang telah diperkosa. Korban tersebut adalah perempuan yang selama ini mengalami gangguan dalam komunikasi dan majelis hakim telah menyimpulkan bahwa saksi korban adalah penyandang disabilitas. Dalam kasus ini, Jaksa menuntut enam tahun penjara. Sementara Hakim hanya menghukum lima tahun penjara. Hasil penelitian ini pada akhirnya memberikan jawaban bahwa faktor yang menyebabkan pelaku melakukan tindak pidana perkosaan terhadap wanita penyandang disabilitas adalah: 1) penyandang disabilitas mudah menjadi target kejahatan; 2) penyandang disabilitas lebih kecil kemungkinan untuk melaporkan perkara yang dialaminya; 3) penyandang disabilitas mudah dipengaruhi dan berpikir bahwa mereka hanya diperlakukan secara wajar serta tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban kejahatan. Penegakan hukum tindak pidana perkosaan terhadap korban wanita penyandang disabilitas di Lampung Tengah dengan acara pemeriksaan biasa merefleksikan bahwa selama ini penegakan hukum yang ada di Indonesia jauh dari nilai-nilai keadilan, dalam putusannya Hakim mengadili menyatakan terdakwa Junaidi bersalah melakukan tindak pidana perkosaan, serta menjatuhkan pidana penjara selama 6 (enam) tahun penjara. Sehingga tidak ada perbadaan yang mendasar apa yang menjadi putusan hakim ketika dalam hal ini korbannya adalah penyandang disabilitas, hal ini tentunya telah menciderai niilai keadilan. Selanjutnya prospektif penegakan hukum terhadap tindak pidana perkosaan korban wanita penyandang disabilitas adalah dengan melahirkan Aparat Penagak Hukum yang progresif, seperti memiliki pemahaman dan perspektif tentang disabililitas serta mempertimbangkan hasil assessment terhadap profil dan kebutuhan penyandang disabilitas secara rinci dengan bantuan psikolog, psikiater, pendamping, atau organisasi penyandang disabilitas, selain itu Hakim dapat menggali kebutuhan penyandang disabilitas seperti akses juru bahasa isyarat, alat tulis, atau melaksanakan pemeriksaan sesuai kondisi penyandang disabilitas.
ANALISIS TINDAK PIDANA HAK CIPTA (DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA)
Mirwansyah Mirwansyah;
Muhammad Aidil Akbar
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2 (2019): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24967/jcs.v4i2.479
Hak cipta haruslah benar-benar lahir dari kreativitas manusia, kreativitas dan aktivitas manusia menjadi kata kunci dalam kelahiran atau kemunculan hak cipta. Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat dimiliki, dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik.Terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara penggunaan maupun cara pengalihannya. Dalam perspektif Hukum Pidana, hak kebendaan yang memiliki nilai ekonomi merupakan harta kekayaan. Jika harta kekayaan itu diganggu maka orang yang mengganggu itu termasuk dalam kategori subjek hukum yang melakukan kejahatan terhadap harta kekayaan.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui studi dokumen, bersumber dari data sekunder berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka serta dari responden yang berkompeten pada bidangnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa UUHC tidak memuat jenis-jenis tindak pidana hak cipta namun hanya memuat ketentuan pidana. Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana di bidang hak cipta berkisar pada keinginan untuk mencari keuntungan finansial selain itu lemahnya sistem pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak cipta serta masyarakat memandang hak cipta sebagai milik bersama. Sanksi tindak pidana hak cipta pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, bersifat alternatif dan tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan delik aduan. Upaya penyelesaian kasus-kasus tindak pidana, khususnya di bidang hak cipta bertumpu pada penegakan hukum itu sendiri baik pencipta, konsumen/masyarakat, pedagang, aparat penegak hukum hak cipta baik itu penyidik khusus (PPNS Depkeh Direktorat Jenderal HKI), penyidik umum (Polri), penuntut umum (Jaksa) dan hakim.
REKONSTRUKSI HUKUM PENATAAN RUANG BERKAITAN DENGAN PEMEKARAN DAERAH OTONOMI BARU
Yonnawati Yonnawati
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2016): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1249.237 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v1i1.100
Pembangunan nasional yang dilakukan oleh negara Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pembangunan nasional tersebut baik berupa pembangunan isik maupun non fisik yang keseluruhannya digunakan seluas-luasnya bagi kesejahteraan masyarkaat Indonesia.Pemekaran daerah otonomi baru dalam implementasinya memang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat,serta menciptakan daerah makin mandiri adan demokratis.namun tujuan ini dapat diwujud nyatakan melalui peningkatan profesionalisme birokrasi daerah untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan efisien dan efektif, serta dapat meningkatkan pelayanan dasar publik. Permasalahan yang akan dibahas pada penulisan ini adalah bagaimana konsep dasar yang ideal dalam pembentukan rencana tata ruang daerah otonomi baru, bagaimana model ideal yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan perencanaan tata ruang didaerah otonomi baru.Pendekatan Masalah yang digunakan dalam penulisan ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif karena lingkup dan fokus penelitian tentang bekerjanya eksekutif dan legislatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Pengolahan data dilakukan dengan pemeriksaan data dan klasifikasi data.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa konsep dasar yang ideal dalam pembentukan rencana tata ruang daerah otonom baru adalah konsep hirarkis dalam penyusunan dokumen rencana tata ruang yang digunakan dengan tujuan agar fungsi yang ditetapkan antara dokumen tata ruang yang berlaku pada lingkup mikro merupakan penyebaran dan penelitian dari rencana tata ruang yang berlaku pada wilayah yang lebih makro. pembentukan penataan ruang daerah otonomi baru mengacu pada hukum yang otonom, munculnya hukum yang otonom tertib hukum dapat menjadi sumber daya untuk menjinakkan represi,secara historis perkembangan tersebut dikenal dengan rule of law.hendaknya hukum dipahami sebagai suatu yang nyata dan tidak nyata dan untuk terciptanya kondisi hukum yang kondusif perlu adanya keseimbangan antara das sollen and das saein meski tidak mudah dalam interpretasinya.Kata Kunci: Penataan Ruang, Pemekaran Daerah, Otonomi Daerah
PERANAN ETIKA PROFESI HUKUM TERHADAP UPAYA PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
Serlika Aprita;
Hasanal Mulkan
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2022): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (181.191 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v7i1.1646
Kode etik profesi agar dapat berfungsi dengan baik dan efektif, maka harus ada badan atau alat yang bertugas membina dan mengawasinya. Dalam organisasi advokat biasanya ditugaskan kepada satu badan atau dewan kehormatan profesi untuk melaksanakannya. Badan itu selain menjaga agar aturan kode etik itu dipatuhi oleh seluruh anggota, juga mempunyai kewenangan untuk melakukan penertiban atau tindakan yang bersifat administratif terhadap anggotanya yang nyata-nyata melanggar kode etik profesi. Tindakan administratif yang diambil oleh dewan kehormatan dapat berupa hukuman yang paling ringan, misalnya berupa teguran atau peringatan, tetapi mungkin saja mengingat dan menimbang seriusnya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggotanya, maka dewan kehormatan dapat saja memberi hukuman berat berupa pemecatan dari keanggotaan organisasi. Pada dasarnya, kode etik itu bertujuan untuk di satu pihak menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi para pencari keadilan (masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan/atau otoritas profesional. Pada dasarnya kode etik termasuk kelompok kaidah moral positif. Dengan demikian perbedaan kepentingan antara pasien dengan dokter dasarnyaan kepentingan ini jika tidak memenuhi titik temu yang memuaskan kedua belah pihak, akan menyebabkan timbulnya konflik kepentingan.
HAK PERDATA ANAK DARI PERKAWINAN SIRRI PADA DUA SISTEM HUKUM (Hukum Islam Dan Hukum Indonesia)
Amnawaty Amnawaty
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2016): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (807.533 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v1i2.82
Fakta sosial ada sebagian masyarakat melakukan perkawinan sirri. Fakta hukumnya perkawinan secara agama (Islam) yang tidak dicatatkan maka perkawinan tersebut perspektif negara adalah perkawinan yang tidak sah.Akibat hukumnya adalah anak-anak yang lahir disebutkan sebagai anak tidak sah. Pespektif negara anak2 tersebut tidak punya hubungan perdata dengan bapaknya (Pasal 43 (lama) UUP. Untuk perkawinan tidak dicatat yang dilakukan oleh masyarakat non Islam, mereka dapat melakukan pengesahan anak, melalui pengadilan negeri. Sejauh ini peraturan untuk masyarakat yang menundukkan diri pada KUHPerdata hak-hak anak yang lahir dari perkawinan tidak dicatat dapat dilindungi oleh negara. Meskipun perkawinan secara sirri oleh umat Islam tidak dilindungi negara, tetapi hak keperdataan anak-anak tersebut tidak otomatis hilang. Dalam keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah hak anak-anak tetap terlindungi. Hanya dalam kasus tertentu saja hak anak dari perkawinan sirri yang terabaikan
OPTIMALIASASI PEMAJUAN KEBUDAYAAN DAERAH MELALUI INDIKASI GEOGRAFIS
Sekhar Chandra Pawana;
Erico L Hutahuruk
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 2 (2021): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (254.282 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v6i2.1584
Berdasarkan Pasal 70 dan Pasal 71 Undang-Undang.Nomor Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, diamanatkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki peranan pengembangan dan pengawasan Indikasi Geografis. Dengan mendadasarkan pada hal tersebut tulisan ini akan menjawab bagaimamana optimalisasi peran Pemerintah Daerah bagi kebudayaan suatu masyarakat adat, guna rangka membangun ekonomi kreatif nasional, Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis analitis normative, yang mengidentifikasi isu-isu utama yang akan dibahas secara menyeluruh dengan norma-norma hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintah daerah dan hak atas kekayaan intelektual, serta keberadaan kebudayaan sebagai bagian dari masyarakat adat.. Hasil penelitian didapati bahwa perlindungan hukum melalui Indikasi Geografis diberikan terhadap produk yang memiliki karakteristik khusus. Hal ini menjadikan produk yang ada istimewa dan khas karena sesuai wilayah geografisnya, produk tersebut hanya ada di daerah itu dan bukan menjadi milik daerah lain. Selain itu produk tersebut mendapat nilai tambah dalam strategi pemasaran atau branding, sehingga keberaan masyarakat adat sebagai pemilik kebudayaan dapat dikuatkan dan diakui keberadaannya.
Penerapan Restorative Justice System Melalui Pendekatan Diversi Dalam Perkara Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di Kota Bengkulu
Yagie Sagita Putra;
Zico Junius Fernando
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2020): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (329.759 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v5i2.1289
Diversi dan Keadilan Restoratif telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) lebih mengutamakan perdamaian dari pada proses hukum formal. Perubahan yang hakiki antara lain digunakannya pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) melalui sistem diversi. Keadilan Restoratif sebagai pelaksanaan diversi, diterbitkannya PP yang merupakan turunan dari UU SPPA Mahkamah Agung menerbitkan PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Poin penting PERMA adalah hakim wajib menyelesaikan persoalan anak yang bermasalah dengan hukum (ABH) dengan cara diversi dan memuat tata cara pelaksanaan diversi yang menjadi pegangan Hakim dalam penyelesaian perkara pidana anak. Penelitian ini “difokuskan” pada, arti penting pendekatan Keadilan Restoratif dan eksistensi Diversi dan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan emperis, yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian di lapangan dengan menggunakan quisioner dan wawancara langsung guna memperoleh gambaran mengenai penerapan diversi dengan pendekatan restorative Justice dalam kasus anak yang berkonflik dengan hukum di Kota Bengkulu serta gambaran mengenai hambatan penerapan diversi dengan pendekatan restorative justice dalam penyelesaian anak yang berkonflik dengan hukum di Kota Bengkulu.
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN PENERAPAN ASAS NAILED DOWN MENJADI PREVAILING LAW DALAM HUKUM PERTAMBANGAN
Ledy Famulia
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 1 (2020): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24967/jcs.v5i1.791
Asas nailed down dan prevailing law biasanya dianut dalam sebuah kontrak. Dalam kaitannya dengan pertambangan, ditemukan peraturan perundang-undangan yang berasas nailed down dan prevailing law, yaitu UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. UU No. 3 Tahun 2020 merupakan aturan perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009, dengan demikian maka asas nailed down dan prevailing law merupakan perubahan yang dianut dalam peraturan perundang-undangan tentang mineral dan batubara. Dengan demikian, tinjauan hukum Islam menjadi penting untuk dilakukan. Selain karena mayoritas Indonesia beragama Islam, kedua asas nailed down dan prevailing law memungkinkan untuk diaplikasikan pada kontrak-kontrak yang lain. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk membahas mengenai analisis hukum Islam terhadap asas nailed down dan prevailing law dalam hukum pertambangan di Indonesia.Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelelitian hukum yuridis normatif yang di dasarkan pada studi pustaka (library research). Data yang telah diperoleh akan diolah kemudian dianalisis melalui metode analisis kualitatif. Selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir induktif, yaitu suatu pola berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat khusus, kemudian ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang bersifat umum.Analisis hukum Islam menunjukkan bahwa asas nailed down dan prevailing law tidak ditemukan secara khusus pada kajian hukum pertambangan dalam Islam. Namun, apabila dicermati, kedua asas tersebut terjadi pada suatu kontrak yang terkait pertambangan yaitu kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan. Oleh sebab itu, kedua asas tersebut akan dianalisis berdasarkan hukum kontrak dan bisnis Islam yang ada dalam kajian fiqh muamalah. Kaidah umum fiqh muamalah menyatakan bahwa segala sesuatu diperbolehkan sampai ada dalil yang melarang, sedangkan secara rinci tidak ada dalil yang melarang kedua asas tersebut dan bahkan kedua asas ini lahir dari asas kebebasan berkontrak dalam Islam. Dengan demikian, maka hukum Islam memperbolehkan kedua asas ini dengan pertimbangan demi kemaslahatan umat.