cover
Contact Name
Mulyanto
Contact Email
widyaparwa@gmail.com
Phone
+6281243805661
Journal Mail Official
widyaparwa@gmail.com
Editorial Address
https://widyaparwa.kemdikbud.go.id/index.php/widyaparwa/about/editorialTeam
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Widyaparwa
Jurnal Widyaparwa memublikasi artikel hasil penelitian, juga gagasan ilmiah penelitian (prapenelitian) yang terkait dengan isu-isu di bidang kebahasaan dan kesastraan Indonesia dan daerah.
Articles 345 Documents
Tim Redaksi Restu Sukesti
Widyaparwa Vol 46, No 2 (2018)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1726.748 KB)

Abstract

MAKNA PEPINDHAN MANUSIA DALAM PANYANDRA UPACARA PANGGIH PENGANTIN ADAT JAWA RAGAM SURAKARTA Anggyta Aulia Rahma Nardilla
Widyaparwa Vol 49, No 1 (2021)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.155 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v49i1.680

Abstract

This research discusses the types and meanings of human's pepindhan from  Javanese panyandra wedding ceremony Surakarta’s style in Rejoso Village, Rejoso District, Nganjuk Regency, East Java. The types and the meaning’s theory from pepindhan manusia  of Javanese panyandra wedding ceremony Surakarta’s style in  Rejoso Village in this research comes from Padmosoekotjo, Aloysius, and Halley. This qualitative descriptive study using a stylistic approach method. The object of this research is the utterances from Mr. Sujarwo and Mr. Wasito's speech as a famous Master of Ceremony (MC) in Rejoso Village. Data collected through the observations and analyzed by Miles and Huberman’s analysis. Data’s step analysis from this research through data reduction, presentation data, and verification analysis. Data validity is attempted through triangulation and validity checking. The results of this research indicated that the types of human’s pepindhan were found in the Javanese panyandra wedding ceremony Surakarta’s style in  Rejoso Village, Rejoso District,  Nganjuk Regency, East are similes and metaphors. The meaning of human’s pepindhan in this research means perfection, luxury, glorious, and beauty from the description of the situation, bridesmaids, conditions,  and the good prayers for the household of the bride and groom.Penelitian ini membahas tentang jenis dan makna pepindhan manusia  dalam panyandra upacara panggih pengantin adat Jawa ragam Surakarta di Desa Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur. Jenis dan makna pepindhan manusia dalam panyandra upacara panggih pengantin adat Jawa ragam Surakarta di Desa Rejoso pada penelitian ini menggunakan teori dari Padmosoekotjo, Aloysius, dan Halley. Penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan metode pendekatan stilistika. Objek kajian dalam penelitian ini ialah tuturan dari pewara terkenal di Desa Rejoso yaitu Bapak Sujarwo dan Bapak Wasito. Data pada penelitian ini dikumpulkan melalui observasi lapangan dan dianalisis menggunakan analisis data Miles dan Huberman. Tahapan analisis data penelitian ini dilakukan dengan tahap analisis reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Keabsahan data pada penelitian ini menggunakan triangulasi data dan pemeriksaan validitas oleh ahli bidang. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya jenis pepindhan manusia yang ditemukan pada panyandra upacara panggih pengantin  adat Jawa ragam  Surakarta di Desa berupa simile dan metafora. Makna dari pepindhan manusia pada penelitian ini berarti kesempurnan, kemewahan, kesakralan, dan keindahan dari penggambaran keadaan pada  resepsi pernikahan, pengiring pengantin, kondisi acara, dan doa yang baik untuk rumah tangga dari  pengantin.
VITALITAS BAHASA BAHONSUAI DI DESA BAHONSUAI, PROVINSI SULAWESI TENGAH Sri Winarti
Widyaparwa Vol 42, No 1 (2014)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3086.5 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v42i1.85

Abstract

Dalam tulisan ini dibahas vitalitas bahasa Bahonsuai di desa Bahonsuai, kecamatan Bumi Raya, Kabupaten Morowali, provinsi Sulawesi Tengah. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui vitalitas bahasa Bahonsuai yang menurut data SIL (2006) penuturnya tinggal 200 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menghubungkan komposisi responden dengan pendapatnya terhadap sebelas kelompok pertanyaan. Kriteria vitalitas bahasa mengacu pada pendapat Grimes (2001). Temuan yang didapat dari penelitian ini ialah vitalitas bahasa dapat diketahui dari dua hal yang berkorelasi, yaitu antara indeks ranah penggunaan bahasa dengan karakteristik responden, yaitu (1) jenis kelamin (2) usia, (3) jenjang pendidikan, dan (4) jenis pekerjaan. Vitalitas bahasa Bahonsuai berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, jenjang pendidikan, dan jenis pekerjaan umumnya dikategorikan stabil serta mantap, tetapi berpotensi mengalami kemunduran. This paper analyses Bahonsuai vernacular vitality at Bahonsuai Village, Bumi Raya Subdistrict, Morowali Regency, Central Sulawesi Province. This writing's aim is to acknowledge vitality of Bahonsuai vernacular which is according to SlL has remained 200 speakers. The method of this research is descriptive method i.e. a research which is based on facts in the field. This writing is a quantitative research result which attach respondent composition and opinions toward eleven questions categories. The conditions of language vitality refers to Grimes (2001") concept. The result of this research is the language vitality can be detected from two correlated items, i.e. index of language using domain with respondent characteristic, such as (1) sex, (2) age, (3) education, and (4) occupation. Generally, vitality of Bahonsuai vernacular based on sext age, education, and occupation is categorized in stable, steady, but potentially experience deterioration.
GERAKAN LITERASI SEKOLAH BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN KONTRIBUSINYA BAGI PENDIDIKAN KARAKTER Farida Nugrahani; Ali Imron A.M.; Mukti Widayati
Widyaparwa Vol 48, No 1 (2020)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.772 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v48i1.438

Abstract

This study aims to describe the values of character education in the school literacy movement. local wisdom-based 'traditional herbal medicine' in Sukoharjo Regency. This descriptive qualitative research object of study was literacy activities in five elementary schools in Sukoharjo Regency. The source of the data is the literacy event, which involves the teacher and his students. Data collected through observation and in-depth interviews, analyzed with interactive models. Data validity is attempted through triangulation. The results of this study indicate that the character values of nationalism, independence, and mutual cooperation can be instilled in students through the local wisdom-based school literacy movement 'traditional herbal medicine'. Literacy activities are carried out by introducing 'empon-empon' as traditional herbal ingredients, and their health benefits. The hope is that students will be able to understand, appreciate, and develop the 'traditional herbal medicine' as a proud cultural heritage of their ancestors, and become a branding area.Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam gerakan literasi sekolah berbasis kearifan-lokal ‘jamu herbal tradisional’ di Kabupaten Sukoharjo. Pene-litian kualitatif deskriptif ini objek kajiannya adalah kegiatan berliterasi di lima Sekolah Dasar di Kabupaten Sukoharjo. Sumber datanya peristiwa literasi,  yang melibatkan  guru beserta siswa-nya. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam, dianalisis  dengan model interaktif. Keabsahan data diupayakan melalui triangulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai karakter nasionalisme, kemandirian, dan gotong royong dapat ditanamkan kepada peserta didik melalui gerakan literasi sekolah berbasis kearifan-lokal ‘jamu tradisional’.  Kegiatan literasi dilakukan dengan mengenalkan  ‘empon-empon’sebagai bahan jamu tradisional,  dan man-faatnya bagi kesehatan. Harapannya agar peserta didik  mampu memahami, menghargai, dan me-ngembangkan ‘jamu tradisional’ tersebut sebagai budaya warisan leluhurnya yang mem-banggakan, dan menjadi branding daerahnya.
SAMPUL DALAM TIM REDAKSI DAN TEMPLATE NFN Mulyanto
Widyaparwa Vol 49, No 2 (2021)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (650.969 KB)

Abstract

VERBA ITERATIF DALAM BAHASA SUNDA Emma Maemunah; Dyah Susilawati; Rini Esti Utami
Widyaparwa Vol 50, No 2 (2022)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (640.197 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v50i2.1136

Abstract

Iterative verbs are verbs that express an activity which occurs many times or repeatedly. Iterative verbs are characterized by language forms that arise as a result of morphological processes. This study describes the types of iterative verbs in Sundanese language in their morphological behavior. Iterative verb data were obtained from written sources using the listening method for providing data and followed by note-taking techniques. The data were analyzed using the distributional method with the two-by-two opposition technique. The results showed that morphologically iterative Sundanese verbs are characterized by affixation and reduplication. There are seven types of iterative verb marker affixations in Sundanese, namely D-an, di-D-an, di-D-ar-an, N-D-an, N-D-ar-an, ka-D-an, and (pa)ting +D. Meanwhile, reduplication of iterative verb markers in Sundanese is dwilingga dwimurni, dwilingga dwireka, dwilingga with R-keun suffix, dwilingga with N-R-keun confix, dwilingga with ka-R prefix, dwipurwa reduplication, dwipurwa with prefix and suffix ti–ar-R, dwilingga and dwipurwa with the suffix R-an, dwilingga and dwipurwa with the confix di-R-keun. The accompanying markers for iterative verbs are hantem, teu weleh, tansah, haben, mindeng, remen, often, osok, kungsi, and sometimes.Verba iteratif merupakan verba yang menyatakan suatu aktivitas yang terjadi berkali-kali atau berulang-ulang. Verba iteratif ditandai oleh bentuk bahasa yang muncul akibat proses morfologis. Dalam penelitian ini digambarkan jenis verba iteratif bahasa Sunda dalam perilaku morfologisnya. Data verba iteratif diperoleh dari sumber tertulis dengan metode simak untuk penyediaan data dan dilanjutkan dengan teknik catat. Data dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik oposisi dua-dua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara morfologis verba iteratif bahasa Sunda ditandai oleh afiksasi dan reduplikasi.  Terdapat tujuh jenis afiksasi penanda verba iteratif bahasa Sunda, yakni D-an, di-D-an, di-D-ar-an, N-D-an, N-D-ar-an, ka-D-an, dan (pa)ting+D. Sementara itu reduplikasi penanda verba iteratif bahasa Sunda adalah reduplikasi dwilingga  dwimurni, dwilingga dwireka, dwilingga dengan sufiks R –keun, dwilingga dengan konfiks N-R-keun, dwilingga dengan prefiks ka- R, reduplikasi dwipurwa, dwipurwa dengan prefiks dan sufiks ti–ar-R, dwilingga dan dwipurwa dengan sufiks R-an, dwilingga dan dwipurwa dengan konfiks di-R-keun. Pemarkah penyerta verba iteratif adalah hantem, teu weleh, tansah, haben, mindeng, remen, sering, osok, kungsi, dan kadangkala.
BAHASA REMAJA KOTA PONTIANAK: SEBUAH PENELUSURAN BAHASA REMAJA SECARA DIAKRONIS Syarifuddin Syarifuddin; Irmayani Irmayani
Widyaparwa Vol 38, No 2 (2010)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1149.932 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v38i2.14

Abstract

Di Kota Pontianak, hidup bahasa remaja yang unik. Keunikan terwujud dengan adanya pengubahan-pengubahan sehingga diperoleh bentuk-bentuk yang terasa asing bagi kelompok usia lain. Dalam kaitan itu, kajian ini bertujuan mendeskripsi keunikan bahasa remaja itu. Kajian ini bersifat (struktural) diakronis. Jadi, selain mengkaji struktur demi diperolehnya kaidah, juga dikaji perihal waktu sebagai faktor penyebab. Kajian ini dilaksanakan dengan metode wawancara. Penerapan wawancara ditindaklanjuti dengan teknik catat. Berdasarkan kajian, keunikan bahasa remaja di Kota Pontianak dapat dirumuskan sebagai berikut. Dalam kaitan dengan waktu penggunaan, bahasa remaja di Kota Pontianak dikelompokkan menjadi (a) kurun 8090-an, (b) kurun akhir 90awal 2000-an, dan (c) awal 2000-an sampai dengan sekarang. Berdasarkan ada tidaknya peranti pendukung, dikelompokkan menjadi (a) tanpa peranti teknologi komunikasi dan (b) didukung peranti teknologi komunikasi.In Pontianak, a unique teenage langunge is manifest by changing form of the native language. Therefore, the form of the langunge is strange for other ages. Relating to this fact, the research is aimed at describing the uniqueness of teenage language. Thu researches structural or diacronic. Both of characteristics are used because beside the research investigates the structure of the language for gaining the rules, the research also inquires the time of the language occured as a causal factor. The research employs interview method and followed by recording technique. Based on the research, the uniqueness of teenage language in Pontianak is formulated as follow. ln relation with time of usage, teenage language is categorized into (a) 80-90s era, (b) end of 90s- early of 2000s, and (c) early of 2000s untill now. Based on manner of its realization, teenage language is divided into (a) before communication technology era and (b) after communication technology era.
PEREMPUAN JAWA, DAYAK, TIONGHOA, DAN JEPANG DALAM NOVEL-NOVEL LAN FANG (JAVANESE, DAYAK, CHINESE, AND JAPANESE WOMEN IN LAN FANG NOVELS) Yulitin Sungkowati
Widyaparwa Vol 45, No 2 (2017)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.344 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v45i2.151

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan gambaran perempuan Jawa, Dayak, Tionghoa, dan Jepang dalam novel-novel Lan Fang dengan perspektif feminis. Masalah yang menjadi fokus penelitian ialah bagaimanakah perempuan Jawa, Dayak, Tionghoa, dan Jepang digambarkan oleh Lan Fang dalam novel-novelnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan pengumpulan datanya dengan teknik baca (secara berulang-ulang) dan catat pada kartu data. Sumber datanya adalah novel Perempuan Kembang Jepun, Reinkarnasi, Kembang Gunung Purei, Pai Yin, Lelakon, dan Ciuman di Bawah Hujan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perempuan dalam novel-novel Lan Fang tidak digambarkan dengan citra yang sama. Perempuan Jawa digambarkan paling negatif, sedangkan perempuan Tionghoa digambarkan dengan citra yang paling positif. Di antara keduanya ada perempuan Dayak yang gambarannya cenderung negatif dan perempuan Jepang yang citranya cenderung positif. Hal itu menunjukkan keberpihakan Lan Fang yang berasal dari latar belakang Tionghoa pada perempuan kelompok etniknya.kelompok etniknya.The research aims to reveal and describe the images of Javanese, Dayak, Chinese, and Japanese in Lan Fang novels through feminism perspective. The problem formulation of this research is how Javanese, Dayak, Chinese, and Japanese women are described by Lan Fang in her novels. This research was conducted using qualitative-descritive method and the data was collected using reading (repeatedly) and recording on data card. The data are Perempuan Kembang Jepun, Reinkarnasi, Kembang Gunung Purei, Pai Yin, and Ciuman di Bawah Hujan novel. The result shows that the women in Lan Fang novels were not described in same images. Javanese woman are portrayed in the most negative images, whereas Chinese women are portrayed in most positive images. Between them there are Dayak women who tend to be portrayed more negative and Japanese women to be more positive images. It shows that Lan Fang who is originally from Tionghoa background and tends to stand with women of her ethnical group.
KARIER DAN KECENDERUNGAN TEMATIK KARYA-KARYA PUISI HERRY LAMONGAN DALAM KANCAH SASTRA JAWA MODERN Tirto Suwondo
Widyaparwa Vol 40, No 1 (2012)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3017.768 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v40i1.50

Abstract

Penelitian ini secara khusus membahas karier dan kecenderungan tematik karya-karya puisi Herry Lamongan dalam kancah kehidupan sastra Jawa modern. Pembahasan dilakukan dengan landasan teori makro dan mikro sastra. Dari pembahasan terhadap karier dan ciri-ciri tematik karya-karya tersebut diperoleh simpulan bahwa dalam kancah sastra Jawa modern Herry Lamongan dikenal (1) sebagai penyair yang cukup produktif, (2) sebagai penyair yang serius walaupun pekerjaan itu hanya sebagai sambilan, (3) sebagai penyair yang secara dominan mengungkap masalah kehidupan manusia yang berkaitan dengan persoalan personal, sosial, dan metafisikal. The research in particular discusses the career and the thematic tendency of Herry Lamongan's works of poetry in the living world of modern Javanese literature. The analysis is carried on the ground of the micro and macro theories of literature. The analysis on the career and the thematic tendency of his poems gets on a conclusion that Herry Lamongan is, in the world of modern Javanese literature, well known (1) as relatively productive poetry writer, (2) as a serious poet in spite of his being poet was simply a so-called part-time job, (3) as a poet whose works of poetry consistently expose various human problems of life, especially those of personal, social, and metaphysical ones.
MEDAN MAKNA PEMBENTUK METAFORA DALAM SYAIR ARAB Ahmad Khoironi Arianto
Widyaparwa Vol 46, No 2 (2018)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.177 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v46i2.197

Abstract

This paper examines metaphorical figurative language in Arabic poetry books. The data used is taken from the Diwan Imam Syafi'iy book. The book contains one hundred and thirty poems. Most of them portray moral issues, advice and reflection on the community situation at that time. The poems also use a lot of figurative language, one of them is metaphor. This study uses a qualitative descriptive method that includes three stages, that are data collection, data analysis, and presentation of the results of data analysis. Data collection is conducted by recording the metaphors contained in the book of Diwan Imam Syafi’iy. Analyzing the data is conducted by classifying the type of metaphor, and presenting the data is conducted by writing metaphorical findings into the paper. The research technique is performed by describing three elements forming metaphor according to Taylor, as tenor, vehicle, and ground. The meaning field refers to a comparison as a  figurative, while comparability is the object described. Comparators are classified into nine types of comparison by Haley. Based on a review of the book Diwan Imam Syafi`i, seven types of metaphor comparison are found, as being, cosmos, energy, terrestrial, object, living, and animate.Tulisan ini mengkaji gaya bahasa kiasan metafora dalam buku syair berbahasa Arab. Data yang digunakan diambil dari buku syair Diwan Imam Syafi`iy. Buku itu memuat seratus tiga puluh syair yang sebagian besar memotret soal moral dan nasihat serta refleksi dari keadaan masyarakat pada saat itu. Di dalam syair-syair tersebut banyak digunakan bahasa kiasan, metafora salah satunya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang mencakup tiga tahapan, yaitu pengumpulan data, penganalisisan data, dan presentasi hasil analisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat metafora yang terkandung dalam buku syair Diwan Imam Syafi`iy. Analisis dilakukan dengan mengklasifikasikan jenis metafora dan mempresentasikan temuan-temuan metafora ke dalam makalah. Teknik penelitian dilakukan dengan menguraikan tiga elemen pembentuk metafora menurut Taylor, yaitu pebanding, pembanding, dan persamaan keduanya. Medan makna mengacu pada pembanding yang menjadi kiasan, sedangkan pebanding adalah objek yang dideskripsikan. Pembanding diklasifikasi berdasarkan sembilan jenis pembanding Haley. Berdasarkan tinjauan terhadap buku syair Diwan Imam Syafi`iy, ditemukan tujuh jenis pembanding metafora, yaitu being, cosmos, energy, terrestrial, object, living, dan animate.

Page 1 of 35 | Total Record : 345