cover
Contact Name
Asrar Aspia Manurung
Contact Email
asraraspia@umsu.ac.id
Phone
+6281361147192
Journal Mail Official
jurnalilmiahmahasiswa@gmail.com
Editorial Address
http://jurnalmahasiswa.umsu.ac.id/index.php/jimhum/pages/view/ed
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum
ISSN : 28086708     EISSN : 28086708     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum (JIMHUM ) adalah jurnal Open Access yang dikelola oleh Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) .Pada Fakultas Hukum. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum (JIMHUM) adalah jurnal yang menerbitkan dan menyebarluaskan hasil penelitian, studi mendalam, pemikiran kreatif, inovatif atau karya-karya ilmiah mahasiswa selama kuliah di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Jurnal ini fokus kepada bidang yang sesuai dengan Program Studi yang dikelola oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara . Jurnal ini terbit pada bulan Januari, Maret, Mei, Juli,September, November. Citasi Analisis: Google Scholar
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 239 Documents
Tinjauan Yuridis Rehabilitasi Dalam Rangka Deradikalisasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme Syamsuddin Sigalingging
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 5 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.342 KB)

Abstract

Tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang serius yang membahayakan ideologi negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusiaan dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta memiliki tujuan tertentu sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus, terencana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum rehabilitasi dalam rangka deradikalisasi pelaku tindak pidana terorisme, pelaksanaan rehabilitasi dalam rangka deradikalisasi terhadap pelaku tindak pidana terorisme, kebijakan hukum pidana pelaksanakan rehabilitasi dalam rangka deradikalisasi terhadap pelaku tindak pidana terorisme. Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif yang merupakan penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris dan alat pengumpul datanya adalah studi dokumen, analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengaturan hukum rehabilitasi dalam rangka deradikalisasi pelaku tindak pidana terorisme adalah masih belum memiliki aturan yang dapat dikenakan pada pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana terorisme yang menolak untuk mengikuti kegiatan deradikalisasi oleh BNPT. Pelaksanaan rehabilitasi dalam rangka deradikalisasi terhadap pelaku tindak pidana terorisme adalah sesuai dengan tujuan dari sistem pemasyarakatan untuk mengembalikan warga binaan menjadi warga yang baik sehingga dapat diterima kembali di dalam masyarakat. Kebijakan hukum pidana pelaksanakan rehabilitasi dalam rangka deradikalisasi terhadap pelaku tindak pidana terorisme adalah pemerintah Indonesia masih berupaya untuk mengembangkan kebijakan non-penal berupa upaya rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana terorisme dan juga upaya preemtif dan preventif. Upaya rehabilitasi terkait tindak pidana terorisme ini salah satunya melalui program deradikalisasi, yang bertujuan untuk melepaskan ideologi radikal dari diri pelaku. Program deradikalisasi di Indonesia dijalankan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bekerja sama dengan Lembaga Pemasyarakatan dengan melakukan rehabilitasi (mengembalikan ke keadaan semula), reintegrasi dengan lingkungan atau masyarakat, dan re-edukasi (mendidik atau membina kembali pelaku tindak pidana terorisme terutama mengenai keagamaan dan moral Pancasila. 
Fungsi Pelayanan Perizinan Sistem Online Single Submission (OSS) dalam Memberikan Pelayanan yang Cepat (STUDI di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Satu Pintu Kabupaten Deli Serdang) Adithya Syahfitra
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.101 KB)

Abstract

Penelitian ini di latar belakangi oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai Perizinan Berusaha terlebih lagi pada saat ini Perizinan Berusaha di Indonesia sudah menggunakan sistem yang terintegrasi atau yang biasa disebut Online Single Submision (OSS). Tujuan penelitian ini yaitu dapat menambah wawasan masyarakat selaku calon pemohon izin berusaha terkait prosedur dalam kepengurusan izin yang sudah terintegrasi (OSS). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 1) Peran Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kab. Deli Serdang adalah sebagai jembatan antara masyarakat dan pemerintah pusat didalam bidang kepengurusan Perizinan usaha dan Penanaman Modal. 2) Sedangkan kendala yang dihadapi oleh DPMPPTSP Kab. Deli Serdang adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan usahanya, serta kurangnya akses untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat, imbasnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat terlebih lagi prosedur kepengurusan izin menggunakan sistem OSS yang sudah sepenuhnya mengandalkan teknologi. 3) Upaya mengatasi kendala yang dihadapi oleh DPMPPTSP Kab. Deli Serdang dalam menyebarkan informasi terkait kepengurusan izin melalui sistem OSS melalui cara berkordinasi dengan Instansi Pemerintahan Daerah lainnya dan melalui media online (internet), maka dari itu upaya yang dilakukan oleh DPMPPTSP Kab. Deli Serdang diharapkan dapat menjadi solusi utama dalam membantu atas keterbelakangan informasi masyarakat.
Tinjauan Hukum Terhadap Ahli Waris Pengganti Atau “Bij Plaatsvervulling” Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yolanda Theresia Lubis
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.646 KB)

Abstract

Pewarisan yang menggantikan ahli waris “bij plaatsvervulling” dimungkinkan untuk diubah posisinya sebagai ahli waris oleh orang tertentu. Perubahan kedudukan ini hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki hubungan hukum sebagai keturunan sah dari warisan pengganti yang seharusnya menerima warisan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum bagi ahli waris pengganti atau “bij plaatsvervulling” menurut Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Waris Sipil, bagaimana menentukan ahli waris pengganti atau “bij plaatsvervulling” menurut Penyusunan Hukum Islam dan Hukum Waris Sipil, apakah akibat hukum terhadap ahli waris pengganti ahli atau "bij plaatsvervulling" yang tidak menerima warisan dari ahli waris sesuai dengan Hukum Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Waris? Sipil. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat yang digunakan deskriptif, menggunakan data pengungkapan dari al-quran / hadits dan data sekunder. Kemudian data diolah melalui analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penyidikan diketahui bahwa ketentuan hukum bagi ahli waris penerus menurut Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 185, sedangkan menurut hukum waris perdata diatur dalam pasal 841 dan pasal 848 dari KUH Perdata. Penetapan ahli waris pengganti menurut Kompilasi Hukum Islam dimana orang yang menghubungkan mawali (ahli waris pengganti) dan ahli waris harus sudah meninggal terlebih dahulu dan antara mawali dengan ahli waris ada hubungan darah. Sedangkan menurut hukum waris perdata terdapat tiga jenis penggantian tempat, yaitu penggantian di downline, penggantian di sideline, dan penggantian di garis menyimpang. Akibat hukum dari ahli waris pengganti yang tidak menerima warisan dari ahli waris menurut Kompilasi Hukum Islam, dengan syarat ahli waris tidak terselubung oleh ahli waris utamanya. Sedangkan menurut hukum waris perdata, seseorang tidak dapat memperoleh jabatan sebagai warisan pengganti atau dengan kata lain kesempatan untuk mendapatkan warisan pengganti tertutup bagi seseorang. Adapun hal-hal yang menyebabkannya antara lain karena alasan warisan yang tidak tepat/tidak patut (onwaardig); menyangkal warisan atau ahli waris mencabut hak warisnya, maka penggantian warisan ditutup bagi anak atau keturunan dari orang yang tidak tergolong berhak waris.Kata Kunci: Ahli Waris Pengganti, Kompilasi Hukum Islam, Waris Perdata.
Analisis Hukum Acara Perdata Tentang Bukti Tidak Langsung Yang Digunakan Dalam Perkara Kartel (Studi Putusan Nomor 221k/Pdt.Sus-Kppu/2016) Fadli Setiawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 3 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.58 KB)

Abstract

Putusan Nomor 221k/Pdt.Sus-KPPU/2016 menggunakan bukti indirect evidence sebagai alat bukti petunjuk. Munculnya indirect evidence ini tak lepas dari pembuktian dengan menggunakan perjanjian atau kesepakatan tertulis sulit untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum tentang bukti tidak langsung yang digunakan dalam perkara kartel, prosedur/mekanisme bukti tidak langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan tinjauan dalam hukum acara perdata mengenai bukti tidak langsung yang digunakan dalam pembuktian perkara kartel. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk hukum tentang bukti tidak langsung yang digunakan dalam perkara kartel yaitu diatur di dalam Pasal 11 Peraturan Komisi Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pedoman yang menjelaskan bahwa alat bukti penanganan perkara kartel terdiri atas: dokumen/rekaman, data, hasil analisis dan kesaksian. Adapun mekanisme bukti tidak langsung yang digunakan dalam perkara kartel berpedoman dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 199 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur di dalam Pasal 38 sampai dengan 46 UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengenai Tata cara penanganan perkara pesaingan usaha. Terakhir, analisis putusan bukti tidak langsung pada Putusan No. 221K/PDT.SUS-KPPU/2016 dijelaskan bahwa Majelis hakim menerima penggunaan bukti tidak langsung (indirect evidence) dalam Putusan Nomor 221 K/PDT.SUS-KPPU/2016 sehingga dalam hukum persaingan usaha bukti-bukti yang bersifat tidak langsung (indirect/circumstantial evidence), diterima sebagai bukti yang sah sepanjang bukti-bukti tersebut adalah bukti yang cukup dan logis. Kata Kunci: Bukti tidak langsung, hukum acara perdata, perkara kartel.
Tinjauan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis Dalam Mengiklankan Produknya Rizky Aldhanis Utama Hutagalung
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 4 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.397 KB)

Abstract

 Ada dua gejala umum dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang paling sering terjadi, yaitu yang merendahkan produk pesaing, dan penggunaan atribut profesi atau "setting" tertentu yang menyesatkan atau mengelabui khalayak. Beberapa iklan mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu kebenaran. Melihat kepada fokus kajian penelitian ini maka jenis atau sifat penelitian yang penulis lakukan ialah dengan jenis pendekatan hukum secara sosiologis dengan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif bertujuan menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum yang merupakan data sekunder dengan data primer dengan rumusan masalah bagaimana bentuk pelanggaran etika dalam pengiklanan produk bisnis, bagaimana pengaturan hukum terhadap pelanggaran etika dalam pengiklanan produk bisnis, bagaimana tanggung jawab pelaku usaha yang melakukan pelanggaran etika dalam pengiklanan produk bisnis, sehingga dapat di simpulkan secara garis besar hal-hal tentang iklan diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen terdiri dari bentuk-bentuk iklan yang dilarang pada umumnya dalam undang-undang perlindungan konsumen, larangan pernyataan tidak benar atau bohong dalam iklan, larangan melakukan penipuan dalam iklan, larangan mengiklankan penawaran dengan hadiah barang dan atau jasa lain, larangan terhadap iklan yang mengganggu secara fisikis, kewajiban untuk mematuhi etika periklanan, aturan hukum yang lazimnya di pakai dalam hal penegakan hukum terhadap iklan menyimpang sebagai perbuatan pidana mengacu kepada peraturan perundang-undang yang berlaku. Dalam konteks ini peluang untuk pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan periklanan dimungkinkan berdasarkan ketentuan undang-undang hukum pidana yang bersifat umum seperti KUHP maupun ketentuan yang bersifat khusus seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Untuk KUHP, perilaku menyimpang di bidang periklanan merujuk pada Pasal 378 tentang Penipuan dan 382 bis tentang Perbuatan curang, pelaku usaha periklanan yang melanggar Pasal 17 ayat (1) huruf a,b,c,e dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) milyar rupiah. Sedangkan pelaku usaha periklanan yang melanggar Pasal 17 ayat (1) huruf d,dan f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak lima ratus milyar rupiah. Secara umum, tanggung jawab hukum pelaku usaha dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen didasarkan pada prinsip-prinsip contractual liability, product liability, professional liability, dan criminal responsibility.
Upaya Negara Dalam Menanggulangi Pencemaran Laut Yang Dilakukan Negara Lain Menurut Hukum Internasional Faradila Umay Nasution
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.806 KB)

Abstract

Pencemaran laut merupakan fenomena yang terjadi akibat kelalaian manusia terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya pencemaran laut mengakibatkan penurunan kapasitas produksi yang bersumber dari laut, produktivitas laut, dan tercemarnya Sumber Daya Laut. Konvensi Hukum Laut Internasional atau UNCLOS 1982 menjelaskan aturan, tindakan, dan penggunaan laut secara nasional dan/atau internasional. Kegiatan pencemaran timbul dari berbagai sektor dan pelaku pencemaran bukan hanya negara melainkan kerberadaan korporasi juga mampu memicu munculnya pencemaran. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum sosiologis menggunakan pendekatan yuridis empiris yang diambil dengan melakukan wawancara dan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian bahwa penyelesaian sengekta laut internasional sudah dijelaskan dalam Konvensi Internasional yaitu pada Pasal 287 ayat (1) Bab XV UNCLOS 1982 tentang Pemilihan Prosedur Penyelesaian. Namun Perusahaan PTTEP Australasia tidak juga mengedepankan ikhtikad baik (good faith) untuk menyelesaikan kasus ini melalui forum yang telah disediakan dan tidak melakukan pembayaran ganti rugi kepada negara tercemar akibat dari kegagalan atas kegiatan pengeboran sumur minyak lepas pantai (off-shore drilling) oleh Perusahaan Thailand yang berada di Australia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya negara dalam penyelesaian sengketa pencemaran di Laut Timor menurut hukum internasional.
Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Secara Elektronik Pada Kantor Pertanahan Kota Medan F, Febrina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 3, No 3 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (34.221 KB)

Abstract

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), telah menerbitkan aturan pelaksanaan sertipikat tanah elektronik atau sertifikat elektronik (sertifikat el). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik yang ditandatangani oleh Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil dan mulai berlaku di 2021. Diterapkannya sertifikat tanah elektronik ini atau sertifikat tanah secara online oleh pemerintah untuk mencegah adanya mafia seperti adanya duplikat dalam sertifikat tanah itu sendiri. Jadi dengan adanya Sertipikat Tanah Elektronik akan disimpan dalam database yang berbentuk Data dan Informasi tidak mudah hilang, tidak mudah digandakan, serta tidak akan rusak dalam waktu penyimpanan yang lama. Aturan tersebut merupakan payung hukum untuk digitalisasi tanda bukti kepemilikan tanah dan aturan ini sudah berlaku mulai 12 Januari 2021 tetapi penerapannya dilakukan secara serentak diberbagai kota sehingga tunggu adanya keputusan Menteri ATR/BPN yang akan dilakukan Penerapan ini. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis empiris dan menggunakan sifat deskriptif kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan cara wawancara, data sekunder yang diperoleh dari bukubuku dan juga data tersier yang diperoleh dari pendapat para pakar yang bersesuaian dengan rumusan masalah. Hasil penelitian yang dilakukan dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah secara elektronik di Kantor Pertanahan di dalam hal tersebut, bisa dinilai ketidaksederhanaan prosedur ini. Sistem online seharusnya tidak hanya dipendaftarannya saja, melainkan di prosesnya juga harus online. Artinya adalah bahwa melalui sistem seharusnya bisa dilakukan pengecekan kelengkapan berkas, sehingga sebelum berkas fisik diantar ke Kantor Pertanahan, PPAT sudah mempersiapkan kelengkapan berkas sesuai prosedur pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan. Hal ini tentu menghindari penolakan berkas karena tidak lengkap oleh petugas Kantor Pertanahan. Sertifikat tanah elektronik ataupun konvensional memiliki kekuatan hukum yang sama. Secara hukum, keduanya adalah sama, yaitu tanda bukti hak atas tanah. Dengan demikian, kedua bentuk tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Kajian Hukum Pemberian Amnesti Presiden Nomor R28/Pres/7/2019 Terhadap Terpidana Atas Putusan Kasasi Nomor 574k/Pid.Sus/2018 Yang Berkekuatan Hukum Tetap Isneni Fadhilah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.993 KB)

Abstract

Amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan Undang-undang tentang pencabutan semua akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau suatu kelompok perbuatan pidana. Dalam kasus Baiq Nuril Maknun mengenai pelanggaran Undang-undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjadi perhatian publik. Dalam kaitannya dengan hukum pidana, kewenangan memberikan amnesti yang dimiliki presiden ini sesungguhnya berbicara tentang hapusnya kewajiban seseorang menjalankan pidana, khususnya berkaitan dengan alasan pemaaf dalam hukum pidana. Perkara hukum terhadap terpidana telah inkracht van gewijsde dengan putusan Nomor 574k/pid.sus/2018. Perkara ini diajukan amnesti kepada presiden, karena sudah tidak ada upaya hukum, serta untuk keadilan, serta dan perlindungan terhadap perempuan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui persyaratan dan proses pemberian amnesti presiden terhadap terpidana dan faktor-faktor yang menyebabkan dikabulkannya amnesti presiden ini. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang diambil dari data skunder dan data tersier serta pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang dituangkan dalam bentuk analasisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, Sehubungan dengan ini Pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril Maknun sudah tepat untuk diberikan karena kewenangan presiden untuk kepentingan negara, dalam hal ini hak asasi manusia dan hak warga negara mendapatkan perlindungan hukum dan bebas dari deskriminasi, sesuai berdasarkan rasa keadilan dan peraturan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 14 ayat (2) dan undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 Tentang Amnesti dan Abolisi dengan adanya nasehat dari Hakim dan pertimbangan dari Dewan perwakilan Rakyat.Kata Kunci: Amnesti Presiden, Terpidana, Berkekuatan Hukum Tetap.
Penilaian Alat Bukti Affidavit Dalam Sistem Hukum Acara Perdata Di Indonesia (Studi Putusan Nomor 247/Pdt.G/2019/Pn Mdn) Asep Dwi Maulyana
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.648 KB)

Abstract

Alat bukti merupakan intrumen penting dan harus ada dalam persidangan perdata maupun persidangan pidana, alat bukti mempunyai ciri khas nya sendiri untuk mebuktikan suatu perkara yang diajukan penggugat maupu tergugat sendiri, karena seyogyanya untuk alat bukti perdata sendiri teradapat dalam pasal 1866 KUHperdata Buku Ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa yaitu alat bukti surat,saksi,persangkaan penagkuan dan sumpah dengan adanya alat bukti maka dapat dengan terang dan jelas setiap dalil-dalil yang diajukan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaturan alat bukti affidavit dalam hukum acara perdata, untuk mengetahui penilaian pembuktian alat bukti affidavit, untuk mengetahui kekuatan hukum pembukitan affidavit dalam hukum acara perdata. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan hukum mengenai alat bukti affidavit dalam pengaturan tersebut sama-sama belum mengatur mengenai alat bukti tetsebut. Akan tetapi bisa dijadikan sebagai alat bukti surat/tulisan yang dibuat dengan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuatkan sebuah akta otentik. oleh karena itu penilaian terhadap affidavit ini ialah terletak pada akta otentik tersebut sebab, Dengan demikian Kekuatan hukum affidavit ini terletak sejauh mana affidavit bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan perdata dan menjadi rujukan bagi hakim dalam menentukan suatu perkara. karena kekuatan hukum dari alat bukti surat/tulisan terletak pada akta aslinya.  
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pungutan Liar Yang Dilakukan Oknum Perangkat Desa (Studi Di Polres Pelabuhan Belawan) Siregar, Rija Heri Safutra
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 6 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.882 KB)

Abstract

Penelitian ini berjudul Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pungutan Liar Yang Dilakukan Oknum Perangkat Desa (Studi Kasus di Polres Pelabuhan Belawan). Penegakan Hukum adalah penerapan hukum itu sendiri yang berkaitan dengan sanksi pidana dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya tindak pidana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa modus pelaku pungutan liar, untuk mngetahui dan menganalisa hambatan-hambatan pihak kepolisian dalam penindakan terhadap pungutan liar, untuk mengetahui dan menganalisa sejauh mana ruang lingkup kepolisian dalam mengatasi pungutan liar dan ketersinggungan dengan dengan tim saber pungli. Penelitian dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan Yuridis Empiris yang menggunakan data primer berupa wawancara dengan Penyidik di Kepolisian Resort Pelabuhan Belawan dan didukung oleh data sekunder, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian modus yang dilakukan pelaku adalah dengan cara menakut-nakuti korban atau menjanjikan bahwa suatu hal itu akan selesai dengan cepat dan tanpa kendala istimewa penanganannya dari yang lian yang tidak memberi sejumlah uang kepada perangkat desa atau dalam hal ini penyuapan dan pungli. Hambatan dan kendala yang dihadapi pihak kepolisian adalah kurang terbukanya masyarakat dalam hal pengaduan pungutan liar ini, masyarakat yang menganggap bahwa pungli ini adalah hal yang wajar sangat menyulitkan pihak kepolisian dalam menerima informasi terjadinya pungutan liar ini. Berdasarkan hal ini aparat Kepolisian Resort Pelabuhan Belawan melakukan pengawasan dan sosialisasi terhadap pelaku pugutan liar dan masyarakat tentang pentingnya peran masyarakat dan perangkat desa dalam hal ini untuk mencegah pungutan liar ini terjadi kembali. Dalam hal ini pelaku tindak pidana pungli atau dapat dikatakan korupsi dikenakan Pasal 12 huruf e UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dimana pelaku dijerat hukuman minimal 4 tahun penjara.