cover
Contact Name
hijriani
Contact Email
hijriani@gmail.com
Phone
+628114058653
Journal Mail Official
pascasarjana.unsultra@gmail.com
Editorial Address
Jl. Kapten Pierre Tendean No. 109 A, Baruga, Kendari, Sulawesi Tenggara
Location
Kota kendari,
Sulawesi tenggara
INDONESIA
Journal Sultra Research of Law
ISSN : -     EISSN : 27160815     DOI : https://doi.org/10.54297/surel.v3i2.24
Core Subject : Humanities,
Hukum Pidana; Hukum Perdata;Hukum Tata Negara;Pidana Khusus;Hukum Pidana Anak;Hukum Korporasi;Hukum dan Teknologi
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 52 Documents
DINAMIKA KEWENANGAN BAWASLU DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILU MELALUI JALUR MEDIASI Bahari Bahari
Sultra Research of Law Vol 1 No 1 (2019): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v1i1.4

Abstract

Dalam penyelesaian sengketa proses pemilu terdapat dua tahapan, yaitu mediasi dan ajudikasi. Yang menarik di Indonesia kecenderungan penggunaan alternatif jalur mediasi dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan biasanya digunakan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa perdata. Sedangkan objek sengketa di Bawaslu ialah Putusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota, KPU merupakan Lembaga Negara yang wilayah hukumnya administrasi Negara atau ranah hukum public. Masalah pokok dalam penulisan ini adalah bagaimanakah landasan lahirnya mediasi sebagai bagian dalam penyelesaian sengketa proses pemilu, dan bagaimanakah status hukum hasil mediasi bawaslu yang tidak memiliki sertifikat mediator. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan teori mengenai landasan lahirnya mediasi sebagai bagian dalam penyelesaian sengketa proses pemilu, menemukan dan mengembangkan teori mengenai status hukum hasil mediasi bawaslu yang tidak memiliki sertifikat mediator. Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif dan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukan : pertama, dalam konteks konsepsi mediasi tidak sedikitpun menerangkan jika mediasi ialah metode penyelesaian masalah untuk kasus-kasus perdata, yang ada konsepsi mediasi hanya menitikberatkan pada hadirnya pihak ketiga yang netral untuk menjadi penengah terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Kedua, dalam Undang-Undang tentang Pemilu maupun Perbawaslu tidak mengatur secara eksplisit jika sertifikasi mediator wajib bagi mediator di Bawaslu, dengan demikian maka tidak adanya sertifikasi mediator di Bawaslu tidak akan mempngaruhi kedudukan hukum hasil musyawarahnya. Kemampuan mediator yang baik akan sangat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan sidang mediasi, karena keberhasilan mediator menyelesaikan perselisihan pihak-pihak yang bersengketa akan bersinggungan langsung dengan cepat atau tidaknya penyelesaian sengketa.
KEWENANGAN BAWASLU KABUPATEN/KOTA DALAM PERBEDAAN NOMENKLATUR DI UU PILKADA La Ode Muhram
Sultra Research of Law Vol 1 No 1 (2019): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v1i1.6

Abstract

Meninjau kelembagaan Bawaslu Kabupaten/Kota, pada UU No 7 Tahun 2017 (UU Pemilu), menyebutkan bahwa lembaga pengawas pemilu yang berkedudukan di Kabupaten/Kota adalah Bawaslu Kabupaten/Kota yang sifatnya permanen dengan keanggotaan 3 atau 5 orang. Pada penyelenggaraan Pilkada rujukan regulasinya adalah UU No 10 Tahun 2016 perubahan kedua atas UU No 1 Tahun 2015 tentang penetapan PerPPU No 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang Undang (UU Pilkada), yang mana Bawaslu Kabupaten/Kota masih merupakan sebuah lembaga yang bernama Panitia Pengawas Kabupaten/Kota (Panwas Kab/Kota) yang pembentukan dan penetapannya melalui Bawaslu Provinsi. Dengan kata lain, fungsionalnya tentu menimbulkan masalah. Dengan menilik sisi nomenklatur, sifat organ, dan keanggotaan. Artikel ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaan Pilkada haruslah dapat diketahui dimana wewenang Bawaslu Kabupaten/Kota. Sebab Wewenang adalah kekuasaan yang sah. Tidak ada kewenangan tanpa undang-undang yang mengaturnya. Memijak sisi legaliteits beginselen, maka tanpa kewenangan tentu tak ada perwujudan fungsi. Wewenang yang diperoleh secara atribusi bersifat asli, berasal dari peraturan perundang-undangan, yakni ada dua sisi yang dapat dilihat, dalam arti formil (wet in formele zin) dan dalam arti materil (wet in materiele zin). Melihat kewenangan Bawaslu Kabupaten/Kota dari sisi materil, sesungguhnya dalam jejak peraturan perundang-undangan. Pada level aturan pelaksana (autonome satzung) seperti pada PKPU 16/2019 dan berbagai Perbawaslu terbaru, sudah memberikan kewenangan terhadap Bawaslu kabupaten/Kota untuk menjalankan fungsinya. Dari sisi formil, kita tidak menemukan nomenklatur Bawaslu Kabupaten/Kota dalam UU Pilkada (jenjang formell gesetz - menurut Hans Nawiasky), terkecuali pada level dibawahnya (autonome satzung) seperti pada PKPU 16/2019 dan berbagai Perbawaslu terbaru. Konsekuensi prinsip jujur adil, maka dalam penyelenggaraan Pilkada harus dijalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum pemilu.
MENUJU POLA PENGAWASAN DPR YANG PARTISIPATIF La Ode Bariun
Sultra Research of Law Vol 1 No 1 (2019): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v1i1.7

Abstract

Lahirnya perangkat pengaturan kelembagaan politik dalam konteks demokratisasi, diarahkan dalam rangka usaha menciptakan check and balances. Pada gilirannya kondisi ini, memunculkan tuduhan tentang perlindungan kepentingan status quo dan bahkan anggapan rekayasa demokrasi prosedural perwakilan. DPR kerap dianggap sebagai lembaga negara yang rendah dipercaya oleh masyarakat. Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Agustus 2019 merilis temuan survei nasional terkait efek kinerja pemberantasan korupsi terhadap dukungan kepada Jokowi. Salah satu temuan LSI adalah rilis kepercayaan publik terhadap lembaga negara. Melihat hubungan antara Wakil Rakyat dengan yang diwakili ada beberapa teori dalam demokrasi perwakilan akan memandang dan mengasumsikan rakyat sebagai orang yang tidak perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan publik. Meskipun telah menjalankan fungsi legislasi secara optimal, DPR tetap saja tidak sepi dari kesan atau penilaian yang kurang memuaskan bagi berbagai kalangan. Sistem perwakilan rakyat melalui lembaga perwakilan tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Karena itulah prinsip representation in ideas dibedakan dari representation in persons karena keterwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Artikel ini menggunakan metode yuridis normatif dan merupakan penelitian kualitatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep ideal pengawasan DPR yang berbasis pertanggungjawaban langsung pada rakyat. Hasil penelitian menunjukan bahwa diperlukan pola pertanggungjawaban terbuka bagi DPR untuk mengawasi secara kelembagaan dan secara kinerja per individu. Konsep kelembagaan tersebut memerlukan tinjauan dari bagaimana struktur kelembagaannya, prosedurnya, substansinya dan kewenangannya. Idealnya secara struktur dimunculkan sebagaimana muruah demokrasi itu sendiri, yakni rakyat.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERIMAAN WARISAN ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM ADAT TOLAKI DI KECAMATAN BUKE KONAWE SELATAN Surian Bt Tolo; Marlin
Sultra Research of Law Vol 1 No 1 (2019): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v1i1.8

Abstract

Mengangkat anak merupakan hal yang dapat terjadi pada seluruh kalangan masyarakat dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, terutama dari segi hukum positif yang berlaku di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan dalam sistem hukum adat. Pengangkatan anak dalam ranah hukum adat terkadang berpotensi untuk menimbulkan berbagai macam permasalahan. Permasalahan yang sering muncul adalah mengenai status sah atau tidaknya pengangkatan anak tersebut dan bagaimana kedudukan anak itu sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya baik terhadap harta asal dan harta gono-gini, terlebih lagi jika dikaitkan dengan sistem hukum positif di Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kedudukan anak angkat di Kabupaten Konawe Selatan. Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif dan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembagian harta warisan terhadap anak angkat pada lingkungan masyarakat Adat Suku Tolaki masih sering terjadi dengan mengesampingkan ketentuan hukum waris KUHPerdata maupun hukum waris Islam bila kepentingan masyarakat menghendakinya karena masyarakat suku Tolaki lebih mementingkan asas kebersamaan, kerukunan, kedamaian melalui musyawarah mufakat yang menjadi satu bagian dalam kehidupan bermasyarakat, bahwa hambatan dalam pelaksanaan pembagian warisan terhadap anak angkat disebabkan orang tua angkat bertempat tinggal di daerah lain pada saat terjadinya pembagian harta warisan hal ini dimungkinkan anak angkat tidak mempunyai komunikasi lancar dengan orang tua angkatnya sehingga kejelasan penerimaan warisan tidak pasti karena harus menunggu waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan kembali pada orang tua angkatnya, Apabila kedua orang tua angkat telah bercerai tempat tinggal kedua orang tua angkat sudah berpindah-pindah alamat sehingga sulit untuk mengkomunikasikan harta warisan yang akan diperoleh oleh anak angkat dan bilamana hal ini terjadi tetap dikembalikan kepada keluarga orang tua angkat yang pernah mengetahui tentang adanya pembagian harta warisan yang akan diberikan kepada anak angkat sepanjang disertai dengan persetujuan tokoh-tokoh adat dan pemerintah desa setempat.
CYBERBULLYING DALAM BERMEDIA SOSIAL, KEBEBASAN BEREKSPRESI ATAUKAH CYBERCRIME hijriani; Agus Umar; Muhammad Nadzirin Anshari Nur
Sultra Research of Law Vol 1 No 1 (2019): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v1i1.9

Abstract

Banyaknya permasalahan dan pertikaian yang baru muncul disebabkan postingan di media sosial berujung pada kekerasan dan kematian. Dengan terus meningkatnya jumlah pengguna media sosial, maka masalah cyberbullying semakin serius. Tindakan cyberbullying tidak mengarah kepada perempuan atau laki-laki saja, dengan kata lain cyberbullying tidak mengenal jenis kelamin (gender). Media sosial memungkinkan pengguna secara online melakukan cyberbullying karena fasilitas posting dan penyebaran konten online sangat mudah dan sama mudahnya ketika memberikan reaksi terhadap konten tersebut. Kebebasan berekspresi merupakan kebebasan yang melekat kepada individu. Akan tetapi, bagaimana kebebasan individu untuk menuangkan ekspresinya ini sangat bergantung dengan kebijakan yang ditetapkan oleh negara sebagai pemegang wewenang. Cybercrime merupakan tindak pidana yang bersifat dinamis, dimana pada mulanya hanya terbatas pada kejahatan yang menyerang komputer serta pemanfaatannya, kini menjadi kejahatan yang timbul dari pemanfaatan teknologi internet. Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif dan metode yuridis normatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui unsur tindakan cyberbullying yang termasuk dalam tindakan cybercrime dan meneliti aturan tentang cyberbullying yang membatasi kebebasan berekspresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang ITE tidak terdapat unsur yang jelas mengenai cyberbullying, hanya terdapat unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan. Kebebasan berekspresi yang cenderung kearah cyberbullying dibatasi oleh undang-undang, jiwa (morality) masyarakat, ketertiban sosial dan politik (public order) yang demokratis. Sedangkan jenis cyberbullying tidak hanya mengandung unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan saja, tapi menyangkut unsur dari flaming, harassment, impersonation, outing, trickery, exclusion, dan cyberstalking.
Penerbitan Izin Kapal Perikanan di Bawah 5 Gross Tonage (GT) Melalui Aplikasi SIMKADA di Dinas Perikanan Kota Baubau Rizki Mustika Suhartono; Rahmawansyah Badawie; L. M. Ricard Zeldi Putra; Eko Satria; Al Hiday Nur
Sultra Research of Law Vol 2 No 1 (2020): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v2i1.15

Abstract

Penerbitan Izin Kapal Perikanan Dibawah 5 Gt melalui Sistem Informasi Izin Kapal Daerah Di Dinas Perikanan Kota Baubau. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris (sosiologis). Teknik pengumpulan datanya meliputi: untuk data primer melalui wawancara dan observasi lapangan. Sedangkan untuk data sekunder melalui penelusuran terhadap peraturan daerah dan buku-buku yang relevan dengan penelitian ini. Jumlah responden adalah 11 orang terdiri dari Kepala Dinas Perikanan, Kepala Bidang Perizinan dan Pengelolaan TPI, Kepala Seksi Perizinan Usaha Perikanan , Staf Perizinan Usaha Perikanan, dan Masyarakat yang memiliki Kapal Perikanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerbitan Izin Kapal Perikanan Dibawah 5 Gt melalui Sistem Informasi Izin Kapal Daerah di Dinas Perikanan Kota Baubau yaitu a.) Pas Kecil merupakan Tanda Kebangsaan Kapal yang wajib dimiliki oleh nelayan yang mempunyai kapal dibawah 5 Gross Tonage (GT) yang merupakan wewenang Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I Baubau dalam penerbitannya. b.) Bukti Pencatatan Kapal Perikanan dibawah 5 Gross Tonage (GT) melalui aplikasi SIMKADA pada Seksi Perizinan Usaha Perikanan. Namun belum optimal ditunjukkan dengan tingkat kesadaran masyarakat nelayan/pemilik kapal daerah dalam pengurusan dokumen kapal perikanan dibawah 5 Gross Tonage (GT) secara mandiri masih sangat rendah yang memiliki tingkat persentase sebesar 2 %.
Aspek Hukum Keterbukaan Informasi Identitas Pasien Covid-19 FAISAL HERISETIAWAN JAFAR
Sultra Research of Law Vol 2 No 1 (2020): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v2i1.17

Abstract

Pemerintah Indonesia melalui menetapkan penyebaran virus Covid-19 sebagai bencana nasional dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disase 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Permasalahan terbesar adalah mengenai klaster virus Covid-19 yang masih sangat sulit untuk terdeteksi penyebarannya. Tidak terbacanya contact tracing pasien positive di suatu daerah sangat berbahaya karena akan terus memunculkan kasus klaster terbaru khususnya dari orang-orang yang masuk katagori Pasien Dalam Pengawasan (PDP) ataupun Orang Tanpa gejala (OTG). Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang ada . Berdasarkan hasil penelitian bahwa Kewajiban pelayanan kesehatan untuk menyimpan rahasia berlaku terhadap setiap orang yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian terapeotik, namun atas asas tersebut terdapat pengecualian, yaitu peraturan perundang-undangan, pemberian izin untuk mengungkapkan dari pasien sebagai yang berhak atas rahasia dan konflik kepentingan yang berkaitan dengan perbedaan kewajiban. Sedangkan dalam Undang-undang kesehatan kerahasian informasi data pasien dapat dibuka apabila berhubungan dengan kepentingan publik. Hal ini seharusnya menjadi landasan yang kuat bagi pemerintah untuk segera mengambil kebijakan untuk membuka kerahasian identitas pasien positive Covid-19.
Welfare State Untuk Membatasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Deschika Gaby Justicia Tolla; Endah Widyastuti
Sultra Research of Law Vol 2 No 1 (2020): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v2i1.18

Abstract

Berkembangnya arus globalisasi, membawa dampak untuk menyerahkan beberapa urusan pemerintah pada sistem yang ada di market (pasar) hal ini dilakukan untuk memberikan efisiensi dan efektivitas kinerja. Sehingga, Negara dituntut memiliki peran lebih untuk mengawasi dan membuat peraturan-peraturan untuk mengendalikan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pihak swasta berdasarkan kontrak yang diterapkan yang menyangkut untuk kepentingan masyarakat. Hal ini kemudian menjadikan penerapan asas kebebasan berkontrak menjadi permasalahan tersendiri bagi Indonesia, apakah daya guna kebebasan berkontrak sebagai hak asasi manusia dikembangkan untuk mencapai kesejahteraan sosial ataukah kesejahteraan individu semata. Dalam perkembangannya ternyata kebebasan berkontrak dapat mendatangkan ketidak adilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang, sehingga negara perlu campur tangan untuk melindungi hak-hak dari pihak yang lemah didalam perjanjian. Dari perkembangan ini, maka perlu dipikirkan mengenai Batasan terhadap bekerjanya asas kebebasan berkontrak dalam kacamata Pancasila untuk menentukan sejauh mana negara melalui produk perundang-undangan dapat mengatur dan turut berperan menyelesaikan persoalan persoalan yang muncul dari asas kebebasan berkontrak terutama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi warga negara sebagai subjek hukum didalam suatu kontrak yang menganut asas kebebasan berkontrak memiliki bargaining position yang tidak seimbang.
Perlindungan Hukum Terhadap Data Debitur Dalam Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Endah Widyastuti; Andy Sugianto
Sultra Research of Law Vol 2 No 1 (2020): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v2i1.20

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan, untuk mengetahui perlindungan hukum data debitur dalam pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan Undang-Undang (statue approach) dan pendekatan Konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada prinsipnya data pribadi yang berkaitan dengan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Kemudian Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Beberapa regulasi peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan data pribadi pada dasarnya telah mengakui adanya data pribadi dan memberikan hak kepada pemilik data pribadi yang merasa dirugikan apabila data pribadinya disalahgunakan. Akibat hukum yang dapat diterima oleh pemberi pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi apabila melakukan penyalahgunaan atau menggunakan data pribadi debitur tidak dengan perstujuannya, ada dua langkah hukum yang bisa dilakukan oleh pengguna pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yaitu, pertama, pengguna dapat mengajukan komplain ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Jika mengkhendaki adanya ganti kerugian, lebih tepatnya bisa menempuh langkah kedua, yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Penerimaan Warisan Anak Angkat Menurut Hukum Adat Tolaki Kabupaten Konawe Selatan Hj. Suriani Bt Tolo; Marlin Marlin
Sultra Research of Law Vol 2 No 1 (2020): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v2i1.21

Abstract

Pelaksanaan pembagian harta warisan terhadap anak angkat pada lingkungan masyarakat Adat Suku Tolaki masih sering terjadi dengan mengesampingkan ketentuan hukum waris yang terdapat pada KUHPerdata maupun hukum waris Islam. Bila kepentingan masyarakat menghendakinya karena masyarakat Suku Tolaki lebih mementingkan asas kebersamaan, kerukunan, kedamaian melalui musyawarah mufakat yang menjadi satu bagian dalam kehidupan bermasyarakat sejak dahulu kala sampai sekarang. Bahwa hambatan dalam pelaksanaan pembagian warisan terhadap anak angkat disebabkan orang tua angkat bertempat tinggal di daerah lain pada saat terjadinya pembagian harta warisan hal ini dimungkinkan anak angkat tidak mempunyai komunikasi lancer lagi dengan orang tua angkatnya sehingga kejelasan penerimaan warisan tidak pasti lagi karena harus menunggu waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan kembali pada orang tua angkatnya. Lebih lanjut bila kedua orang tua angkat telah bercerai sehingga tempat tinggal kedua orang tua angkat sudah berpindah-pindah alamat sehingga sulit untuk komunikasikan harta warisan yang akan di dapat oleh anak angkat dan bilamana hal ini terjadi tetap dikembalikan dari keluarga orang tua angkat yang pernah mengetahui tentang adanya bagian harta warisan yang akan diberikan kepada anak angkat disertai dengan persetujuan tokoh-tokoh adat dan pemerintah desa setempat.