Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Solusi Pembelajaran Anak Usia Dini Pada Masa Pandemi Covid-19 Koedoes, Yuni Aryani; Abubakar, St. Rahmaniar; Hijriani, Hijriani; Anshari Nur, Muh Nadzirin
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ilmu Terapan (JPMIT) Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Vokasi Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.177 KB) | DOI: 10.33772/jpmit.v2i2.14856

Abstract

Saat ini pandemi covid-19 melanda dunia dan Indonesia, banyak aspek yang berdampak khusunya di dunia pendidikan dan terkhusus lagi di pembelajaran anak usia dini,  sekolah PAUD saat ini banyak terkendala dengan model dan sistem pembelajarn pada masa pandemic yang tidak memungkinkan pertemuan tatap muka langsung sehingga diperlukan solusi yang tepat untuk pembelajaran anak usia dini. Salah satu solusi adalah dengan melatih guru-guru PAUD dalam pembuatan dan pengembangan media pembelajaran interaktif berbasis multimedia mencakup asepek video, animasi, gambar dan audio serta pembuatan aplikasi games interaktif yang dikhususkan untuk pendidikan anak usia dini, penerapan multimedia ditujukan untuk memudahkan murid PAUD dalam memahami materi pelajaran karena memuat informasi gambar, video dan audio serta dengan muatan materi yang positif sesuai kebutuhan kurikulum PAUD. Metode yang digunakan adalah dengan metode pelatihan dan pendampingan, sehingga guru dapat melakukan pembuatan media pembelajaran serta akan dilanjutkan dengan pendampingan, untuk pelatihan menggunakan metode ADDIE Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation), dimana model ini sangat baik digunakan dalam Instructional Design, khususnya dalam pembuatan media pembelajaran, Pada masa pandemi covid-19 ini kegiatan pengabdian masyarakat menyesuaikan dengan kondisi yaitu kami melaksanakan secara online dengan dikombinasikan pendampingan langsung dengan protokol kesehatan yang kegiatan, walau dilaksanakan secara online kegiatan dapat terlaksana dengan baik.Kata Kunci ; PAUD, Media, Pembelajaran, Multimedia, covid-19
Risiko Kawin Lari (Silayyang) Suku Bajau di Desa Lagasa Kabupaten Muna Hijriani, Hijriani; Bt. Tolo, Suriani; Munawir, La Ode; Kasmawati, Kasmawati; Danggi, Erni; Jawiah, St.; Abdul Manan, La Ode
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 1 (2022): April 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.259 KB)

Abstract

Terjadinya kawin lari di Desa Lagasa dalam masyarakat adat Suku Bajau disebut dengan “silayyang” merupakan bentuk perkawinan yang sangat tercela. Pada tahun 2019-2020 terdapat hampir delapan belas pasangan yang melakukan silayyang. Pada umumnya, yang melakukan kawin lari adalah anak-anak yang putus sekolah atau anak-anak yang tidak pernah bersekolah, bahkan banyak juga anak-anak yang masih dibawah umur. Masalah dalam penelitian ini : apakah penyebab terjadinya kawin lari yang terjadi pada Suku Bajau di Desa Lagasa Kabupaten Muna? serta bagaimana risiko kawin lari terhadap pasangan kawin, keluarga serta masyarakat Suku Bajau di Desa Lagasa Kabupaten Muna?. Penelitian ini mengangkat persoalan kawin lari yang ada di Desa Lagasa Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara yang sampai saat ini masih terus terjadi, sehingga sangat layak untuk diteliti dan dijadikan referensi terkait dengan fenomena kawin lari. Hasil pembahasan penelitian ini menganalisis dan menguraikan faktor utama penyebab terjadinya silayyang yaitu, syarat dan pembiayaan perkawinan tidak dapat dipenuhi, perempuan belum mendapatkan izin menikah, perempuan telah bertunangan/dijodohkan, orang tua atau keluarga menolak lamaran pihak laki-laki dan perempuan telah hamil lebih dulu. Faktor lainnya karena faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor keluarga dan faktor usia. Dampak yang ditimbulkan yaitu : timbulnya kedudukan superior dan inferior, tidak tercatatnya perkawinan, masalah dalam administrasi negara, segala bentuk hubungan hukum yang berkaitan dengan administrasi perkawinan tidak dapat dilakukan, keharmonisan keluarga tidak tercipta, ketidakmampuan pasangan untuk mempertahankan perkawinan, pelaku kawin lari yang masih remaja dan belum memiliki pekerjaan yang tetap, dan dapat diproses secara hukum. Kesimpulannya bahwa praktek silayyang ini masih berjalan di masyarakat Adat Suku Bajau di Desa Lagasa, sehingga perlu perhatian serius dari pemerintah setempat dalam memberikan penerangan hukum kepada masyarakat, agar tidak berdampak secara terus menerus.
NILAI SIRI’ NA PACCE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN TINDAKAN PERSEKUSI Hijriani Hijriani; Herman Herman
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 5, No 3 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (687.884 KB)

Abstract

The increasing cases of persecution have led to the building of negative image and public distrust of the state and the law enforcement process. Persecution, as an act that is harmful, troubles, and oppresses others, is included as a criminal offense. The Makassarese recognizes shame culture as a part of the siri cultural system. It is completed by empathy in the concept of pace. Both are referred by the term siri’ na pacce. This value can be implemented and developed to be an alternative to settle the cases of persecution. It is in line with the concept of legal objectives as a philosophy in all aspects of life and obedience to society because it is more entrenched and considered sacred. This study used qualitative research and normative juridical methods. This study aims to find weaknesses and strengths of the value of siri’na pacce as a new alternative to settle persecution in realizing justice and building social harmonization within society. The results reveal that re-instilling the siri culture can be a valuable effort to restraint someone from performing an act of persecution. People can be prevented and prohibited to do such act by adhering to customary rules. It is expected that upholding the siri’na pace value can strengthen the motivation of social solidarity. Therefore, the cultural value is expected to be maintained and becomes an alternative to settle persecution cases, considering that it is more effective and efficient because the community can accept it easily.Nilai Siri’ Na Pacce sebagai Alternatif Penyelesaian Tindakan PersekusiAbstrak Meningkatnya kasus persekusi menyebabkan terbangun stigma negatif dan ketidakpercayaan publik terhadap negara dan proses penegakan hukum. Persekusi sebagai tindakan kejahatan menyakiti, untuk mempersusah dan menumpas orang lain termasuk sebagai tindak pidana. Nilai malu sebagai bagian dari sistem nilai budaya Siri’ dan nilai pedih karena melihat penderitaan orang lain, menjadikan konsep Pacce tampil berpadanan menjadi siri’ na Pacce. Nilai tersebutdapat diimplementasikan dan dikembangkan menjadi alternatif penyelesaian persekusi  karena sesuai dengan konsep tujuan hukum sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan dan ketaatan masyarakat karena lebih mengakar dan dianggap sakral. Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif dan metode yuridis normatif. Adapun tujuan penelitian ini untuk menemukan kelemahan dan kelebihan nilai Siri’ na Pacce sebagai alternatif baru penyelesaian persekusi dalam mewujudkan keadilan dan membangun harmonisasi sosial dalam masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menanamkan kembali nilai malu dalam budaya siri’ terutama berfungsi sebagai upaya pengekangan bagi seseorang untuk melakukan tindakan persekusi dapat dicegah serta dilarang oleh kaidah adat dapat menguatkan motivasi solidaritas sosial dalam penegakan harkat Siri ‘ na Pacce orang lain sehingga diharapkan nilai budaya ini dapat dipertahankan dan menjadi alternatif penyelesaian tindakan persekusi yang pelaksanaannya lebih efektif dan efisien karena mudah diterima masyarakat.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v5n3.a9
Ambiguitas Penerapan Sanksi Kegiatan Reklamasi dan Pascatambang Agus Umar; Hijriani Hijriani
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 6, No 1 (2021): Januari-Juni
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (464.24 KB) | DOI: 10.30596/dll.v6i1.4906

Abstract

Kewajiban untuk mematuhi peraturan dibidang pertambangan merupakan akibat hukum yang harus diterima oleh setiap perusahaan pertambangan. Setiap perusahan yang telah mengantongi Izin Pertambangan harus membuat suatu perencanaan mengenai dampak lingkungan terkait dengan reklamasi dan pascatambang. Akan tetapi realisasi dan fakta yang terjadi di lapangan, banyak perusahaan pertambangan yang tidak melakukan reklamasi pasca tambang atau melakukan reklamasi tidak sebagaimana mestinya. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2014, terdapat beberapa sanksi yang tercantum didalamnya yaitu sanksi administratif, sanksi perdata dan sanksi pidana. Akan tetapi penerapan sanksi tersebut menimbulkan ambiguitas, perbedaan pandangan yang melahirkan pertentangan mengenai tanggung jawab pelaksanaan reklamasi dan pascatambang yang dilakukan perusahaan pertambangan. Ketentuan norma hukum sanksi pidana dinilai sebagai sarana terakhir (ultimum remedium) dalam menegakkan kewajiban hukum perusahaan pertambangan dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang.Kata Kunci : Ambiguitas, Penerapan Sanksi, Reklamasi, Pascatambang
PENGARUH ALKOHOLISME TERHADAP TINDAK KEJAHATAN DI KABUPATEN KONAWE SELATAN Ayu Lestari Dewi; La Niasa; Amir Faisal; Hijriani Hijriani; sri khayati; djohar arifin; muhammad tahir
Gorontalo Law Review Vol 5, No 2 (2022): Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32662/golrev.v5i2.2473

Abstract

Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh alkoholisme terhadap tindak kejahatan di kabupaten konawe selatan yang secara garis besar dan kenyataan yang terlihat tumbuh berkembang pesat beberapa tahun belakangan bahwa kriminalitas banyak terjadi alah satunya sebagai akibat dan dampak dari efek konsumsi alkohol yang berlebihan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis dan empiris dengan cara telaah pada wilayah tempat penelitian guna mengetahui secara khusus pengaruh dan dasar utama penegakkan hukum  baik berupa pandangan, kebiasaan dan doktrin sesuai dengan pemahaman sosial masyarakat. metode empiris itu sendiri berfungsi dalam metode analisa dengan menelaah perilaku yang terjadi dalam kenyataannya dan pengaruh yang hidup di masyarakat. Perlunya menghapuskan sebuah stigma kearifan lokal dimana ada keramaian dan kerumunan maka dipastikan wajib adanya minuman beralkohol. dengan Melihat efektifitas razia oleh kepolisian disertai bentuk tindakan penegakkan hukum  belum cukup menghilangkan kebiasaan mengonsumsi maupun peredaran alkohol dan pembatasan yang lebih besar jika tidak ada ketentuan peraturan daerah sebagai dasar penertiban dan pembatasan yang lebih ketat.Kata kunci : Pengaruh, Alkoholisme, Konawe Selatan
From Criminal Law to Customary Law: Incest as a Sexual Crime Hijriani Hijriani; Rizki Ramadani
Yuridika Vol. 37 No. 2 (2022): Volume 37 No 2 May 2022
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/ydk.v37i2.32830

Abstract

This study analyses several aspects of incest as a sexual crime, as well as its law enforcement, by comparing criminal law and Bugis customary law. This normative study was conducted by examining primary and secondary legal materials, which were then analysed qualitatively and descriptively. The findings indicate that incest can occur in the form of sexual violence caused by internal and external factors, such as psychological and family condition. Incest also has a very serious impact on victims, especially children. In terms of criminal law, the regulation of incest is spread across several laws such as obscenity in Criminal Code (KUHP); sexual intercourse with children in the Child Protection Law; and sexual violence against a family member in the PKDRT Law. However, in the Bugis customary law, incest is a sexual deviation against dignity and honour (siri’). On that basis, incest is determined as the most severe customary offense (malaweng) and is punishable by the death penalty. In principle, the criminal law and Bugis customary law both consider incest a prohibited sexual deviation. Although there are differences regarding the severity of sanctions against perpetrators, both legal routes have proven to be complementary and can be applied in court.
The Role of Corporations in the Protection of Human Rights During the Covid-19 Pandemic Hijriani Hijriani; Rizki Ramadani; Muhammad Nadzirin Anshari Nur
Jurnal Hukum Novelty Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26555/novelty.v13i2.a23798

Abstract

Introduction to The Problem: The essential role of corporations in the economic growth of a country is often accompanied by violations of human rights. In handling COVID-19, there is a tendency to clash between the need to fulfill the right to health and economic recovery, which results in the marginalization of human rights. Corporations still have to take responsibility for respecting human rights because a number of human rights aspects from the perspective of workers are vulnerable to being violated. Purpose/Objective Study: This study addresses the question of what corporations' roles are in protecting and respecting human rights during the pandemic, as well as what steps corporations take to fulfill their human rights responsibilities.Design/Methodology/Approach: This study uses normative legal research methods by collecting primary data to support secondary data. Data was obtained through legislation, library materials, and comparisons of previous research.Findings: Corporations, like the state, bear the same responsibility for respecting and protecting human rights through a series of measurable steps. Corporate responsibility in responding to economic difficulties and the health crisis during the COVID-19 pandemic is carried out by making reasonable efforts to prevent and reduce the impact of COVID-19 on workers' rights, as well as developing internal policies and establishing operational guidelines for respecting human rights in the management of a company.Paper Type: Research Article
“Gerakan Peduli Anak” Sebagai Upaya Pencegahan Prostitusi Anak di Kota Kendari Hijriani Hijriani; La Niasa; M. Yusuf; Ayu Lestari Dewi; Alimuddin Alimuddin; Muh. Tahir; Supriadi Supriadi
Jurnal Pengabdian Masyarakat Ilmu Terapan Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Vokasi Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/jpmit.v4i2.28842

Abstract

Maraknya peristiwa prostitusi di wilayah hukum Kota Kendari yang melibatkan gadis muda bahkan beberapa di antaranya masih di bawah umur menjadi perhatian serius atas praktik tindak pidana prostitusi. Tujuan dari pengabdian ini untuk memberikan kontribusi di dalam masyarakat baik secara teoritis maupun praktis dalam pencegahan maraknya prostitusi anak di Kota Kendari. Metode pendekatan yang digunakan adalah persuasif dan intensif, diawali dengan observasi, dilanjutkan dengan pertemuan formal  dalam bentuk Dialog “Gerakan Peduli Anak”. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode interaktif, dialog yang diawali dengan tahap pemaparan materi, pendekatan analisis kasus, berbagi pengalaman, kemudian dilanjutkan pada tahap sharing, diskusi/tanya jawab, serta penguatan tujuan yang akan dicapai, agar tidak hanya menjadi bahan untuk dibaca dan didengarkan saja, tetapi diimplementasikan, dan ditindaklanjuti, agar meminimalisir terjadinya prostitusi terhadap perempuan dan anak. 
Restorative Justice Approach to The Settlement of Banking Crime Cases Hijriani Hijriani; La Niasa; Ayu Lestari Dewi; Muhammad Yusuf
Susbtantive Justice International Journal of Law Vol 6 No 1 (2023): Substantive Justice International Journal of Law
Publisher : Faculty of Law, Universitas Muslim Indonesia, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56087/substantivejustice.v6i1.206

Abstract

Banking crimes can now occur in a variety of new forms, which not only harm people or the wider community, but can also cause losses to the state and even the global economy. Settlement of corporate crimes, particularly banking crimes, still leads to legal accountability through diverse statutory instruments, and the imposition of sanctions tends to be oriented toward the perpetrator's criminal responsibility rather than representing the victim's interests. The purpose of this study is to examine non-litigation dispute resolution in the context of corporate banking crimes, as well as whether the concept of restorative justice can be used as an alternative to sanctions in the resolution of corporate banking crimes. The normative legal research method is used, with analytical, comparative, and statutory approaches. The study's findings indicate that the disputing parties can use the out-of-court settlement mechanism to reach an agreement. The use of this mechanism must be established through an injunction settlement institution, as it is known in the legal systems of the United States and the United Kingdom. The court may order a delay in examining the case at the request of one of the litigants if the applicant can demonstrate that there is no clear legal means. The concept of restorative justice opens the door to alternative solutions to corporate banking crimes, such as the deferred prosecution agreement policy.
CYBERBULLYING DALAM BERMEDIA SOSIAL, KEBEBASAN BEREKSPRESI ATAUKAH CYBERCRIME hijriani; Agus Umar; Muhammad Nadzirin Anshari Nur
Sultra Research of Law Vol 1 No 1 (2019): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v1i1.9

Abstract

Banyaknya permasalahan dan pertikaian yang baru muncul disebabkan postingan di media sosial berujung pada kekerasan dan kematian. Dengan terus meningkatnya jumlah pengguna media sosial, maka masalah cyberbullying semakin serius. Tindakan cyberbullying tidak mengarah kepada perempuan atau laki-laki saja, dengan kata lain cyberbullying tidak mengenal jenis kelamin (gender). Media sosial memungkinkan pengguna secara online melakukan cyberbullying karena fasilitas posting dan penyebaran konten online sangat mudah dan sama mudahnya ketika memberikan reaksi terhadap konten tersebut. Kebebasan berekspresi merupakan kebebasan yang melekat kepada individu. Akan tetapi, bagaimana kebebasan individu untuk menuangkan ekspresinya ini sangat bergantung dengan kebijakan yang ditetapkan oleh negara sebagai pemegang wewenang. Cybercrime merupakan tindak pidana yang bersifat dinamis, dimana pada mulanya hanya terbatas pada kejahatan yang menyerang komputer serta pemanfaatannya, kini menjadi kejahatan yang timbul dari pemanfaatan teknologi internet. Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif dan metode yuridis normatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui unsur tindakan cyberbullying yang termasuk dalam tindakan cybercrime dan meneliti aturan tentang cyberbullying yang membatasi kebebasan berekspresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang ITE tidak terdapat unsur yang jelas mengenai cyberbullying, hanya terdapat unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan. Kebebasan berekspresi yang cenderung kearah cyberbullying dibatasi oleh undang-undang, jiwa (morality) masyarakat, ketertiban sosial dan politik (public order) yang demokratis. Sedangkan jenis cyberbullying tidak hanya mengandung unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan saja, tapi menyangkut unsur dari flaming, harassment, impersonation, outing, trickery, exclusion, dan cyberstalking.