RechtIdee			
            
            
            
            
            
            
            
            RechtIdee is published twice a year in June and December containing articles result of thought and researchs in law. This journal encompasses original research articles, review articles, and short communications, including: Private Law Penal Law State and Administrative Law International Law Islamic Law Customary Law Law and Human Rights Criminology Victimology Business Law Intellectual Property Rights Law Environmental Law Labor Law E-Commerce Law Banking and Financial Institution Law Competition Law Bancruptcy Law Syariah Economic Law Procedural Law Any article related of law
            
            
         
        
            Articles 
                190 Documents
            
            
                        
            
                                                
                    
                                            
                        
                            KEABSAHAN PERINTAH LISAN ATAS PENGHILANGAN WAKTU ISTIRAHAT MINGGUAN DAN UPAH LEMBUR 
                        
                        Asri Wijayanti; 
Aldiansah Pratama                        
                         RechtIdee Vol 17, No 1 (2022): June 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v17i1.10767                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Overtime pays and work agreements between workers and outsourcing companies are often not enforceable. This study aims to determine the form of legal protection for overtime wages in outsourcing companies and their legal remedies. This research is normative juridical, especially on legal systematics and the level of legal synchronization. The results showed that there must be overtime orders and worker approvals. Overtime work is given after working more than 40 hours/week, a maximum of 4 hours/day and 18 hours/week. Employers are required to provide adequate rest time and minimum consumption of 1400 kilo calories. Guarantees for overtime pay are difficult to apply to outsourcing companies because work orders are given by employers to workers, not based on contracts that workers have made with outsourcing companies.. The legal remedy that can be taken by workers who do not receive overtime pay at the outsourcing company is to conduct bipartite negotiations with the entrepreneur who runs the outsourcing company. If it fails, you can apply for mediation; the lawsuit will be submitted to the Industrial Relations Court.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Reformasi Birokrasi Wujud Tanggung Jawab Negara Atas Hak Asasi Manusia 
                        
                        Hesti Armiwulan                        
                         RechtIdee Vol 8, No 1 (2013): JUNE 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v8i1.734                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
 Abstrak  Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 I Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Ketentuan ini harus dimaknai sebagai kewajiban Kon- stitusional yang harus teraktualisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan guna terwujudnya pemerintahan yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Untuk memastikan seluruh aparatur pemerintah memahami hal tersebut maka harus dilakukan Reformasi birokrasi yang berperspektif HAM. Kata Kunci : Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Reformasi, Birokrasi, Pemerintahan.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            PROBLEM DOKTRIN RASISME ETNIS CHINA SEBAGAI WNI (STATUS KEWARGANEGARAAN ETNIS CHINA) 
                        
                        Sidik Sunaryo; 
Shinta Ayu Purnamawati                        
                         RechtIdee Vol 15, No 1 (2020): June 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v15i1.7278                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Keanekaragaman harus menjadi kekayaan dan bukan hanya sekedar beda yang satu. Tulisan ini mencoba menjelaskan problem doktrin hukum formal Negara (Konstitusi) yang mengatur tentang hubungan antara Ras (Keturunan atau Etnik) yang ada di Indonesia. Hukum tentang pengaturan Ras (Keturunan atau Etnik) di Indonesia, tidak bisa dilihat dari perspektif  baik dan buruk saja, tetapi hukum pengaturan Ras (Keturunan atau Etnik) di Indonesia harus dilihat dalam perspektif benar dan salah. Antara ketentuan satu dengan yang lainnya masih saling bertentangan yang menjadi penyebab problem konstitusional ketidakteraturan hukum yang mengatur jaminan hak dan kewajiban bagi WNI ras dan etnis China secara sejajar dengan WNI asli. Pembedaan WNI asli dan tidak asli menjadi bukti problem ketidakteraturan hukum yang menjustifikasi Rasisme di Indonesia. Hal ini mengakibatkan perbedaan perlakuan dari penyelenggara Negara terhadap WNI tidak asli dari ras dan etnis China dalam bidang sosial, budaya, agama, kependudukan dan keimigrasian.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            WANPRESTASI DALAM AKAD PEMBIAYAAN IJARAH MULTIJASA (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA No. 1721/Pdt.G/2013/PA.Pbg) 
                        
                        Mulya Lazwardi                        
                         RechtIdee Vol 13, No 2 (2018): December 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v13i2.4061                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Artikel ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pembiayaan ijarah multi jasa adalah mengambil manfaat dengan jalan pengganti. Dikaitkan dengan sistem perbankan syariah sebagai bagian dari konsep ekonomi Islam, maka tidak hanya dituntut untuk menghasilkan keuntungan melalui setiap transaksi komersial saja. Akan tetapi, juga dituntut untuk mengimplementasikan nilai-nilai syariah yang sesuai dengan Al - Qur`an dan Hadist. Kriteria wanprestasi pada pembiayaan ijarah multi jasa dan upaya penyelesaiannya adalah masing-masing pihak harus memenuhi kewajiban yang timbul dari akad. Apabila salah satu tidak memenuhi kewajiban dalam akad, penyelesaian wanprestasi dalam perbankan syariah dengan mediasi atau melalui BASYARNAS.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            KINERJA APARAT PENEGAK HUKUM DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 
                        
                        Rudy Indrawan; 
Ahmad Syaufi                        
                         RechtIdee Vol 11, No 1 (2016): June 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v11i1.2057                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Efektifitas penegakan hukum harus memperhatikan dua hal yang sangat penting yaitu pertama faktor hukumnya dan yang kedua yaitu faktor penegak hukumnya. Artinya selain faktor hukumnya harus baik,  aparat penegak hukumnya juga  harus mampu bertindak secara profesional dan proporsional dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Hasil Penelitian terhadap Kinerja Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa Kinerja Aparat yang dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan di Provinsi Kalimantan Selatan sudah memberikan hasil yang maksimal meskipun masih terdapat beberapa kendala. Terkait Model penegakan yang dapat diakomodasikan  dalam hal penanganan tindak pidana korupsi adalah model koordinatif dan model regulatif.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            LEGITIMASI CRYPTOCURRENCY (MATA UANG DIGITAL) SEBAGAI ASET KORPORASI 
                        
                        Muhammad Syahri Ramadhan; 
Theta Murty; 
Adrian Nugraha; 
Muhammad Zainul Arifin                        
                         RechtIdee Vol 16, No 2 (2021): December 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v16i2.11862                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Cryptocurrency sudah banyak diminati oleh kalangan masyarakat di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Cryptocurrency merupakan mata uang digital yang dapat dijadikan salah satu alternatif investasi selain investasi abstrak lainnya seperti saham. Para pemilik usaha tentunya harus mulai memikirkan bahwa ketika perusahaannya fokus kepada kegiatan usaha yang berbasis e-commerce, maka perusahaan memikirkan bahwa aset Cryptocurrency  ini baik dari aspek ekonomi maupun hukum, untuk ditentukan sebagai aset perusahaan. Rumusan  masalah yang akan dianalisis yaitu Bagaimana legitimasi dari pemanfaatan mata uang digital (Cryptocurrency) Perseroan Terbatas sebagai aset Perusahaan. Tantangan dan solusi dalam mengimplementasikan regulasi terkait mata uang digital (Cryptocurrency) Perseroan Terbatas sebagai aset Perusahaan. Pada saat ini mata uang digital masih diakui sebagai aset komoditas dalam aspek yuridis. Cryptocurrency belum dapat diakui oleh pemerintah sebagai mata uang selayaknya seperti rupiah dikarenakan adanya peraturan perundang – undangan yang melarangnya tersebut. Legitimasi bahwa aset kripto dapat dikategorikan sebagai aset perusahaan dapat dilihat pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto dan Peraturan BAPPEBTI Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka. Tantangan dan solusi dalam mengimplementasikan ialah Kultur untuk menjadikan aset kripto sebagai aset penting dalam perusahaan harus ditingkatkan, hal ini dapat dimulai dengan membenahi sarana prasarana terkait digitalisasi seperti internet, gawai dan sejenisnya. Tindakan pemerintah juga tidak hanya berhenti menjadikan Cryptocurrrency (mata uang digital) sebagai aset komoditas saja akan tetapi dibutuhkan adanya aturan khusus bahwa mata uang digital dijadikan sebagai alat pembayaran sebagaimana mata uang rupiah seperti dalam wacana Bank Indonesia yaitu merancang  Rupiah Digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Analisis Pendekatan Ekonomi Dalam Hukum Persaingan Usaha 
                        
                        I Made Sarjana                        
                         RechtIdee Vol 8, No 2 (2013): DECEMBER 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v8i2.694                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
AbstrakPenerapan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pada kasus persaingan usaha tidak saja menggunakan analisis hukum secara normatif, tetapi juga menggunakan analisis ekonomi, yaitu apakah dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 oleh pelaku usaha mempunyai akibat ekonomi baik bagi pelaku usaha lain dan/atau kepada konsumen. Relasi antara hukum dan ekonomi sedemikian eratnya, sehingga yang satu dengan yang  lainnya saling  mempengaruhi. Oleh karena itu, sangat relevan apabila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dalampersaingan usaha didasarkan atas kajian ilmu ekonomi, sehingga hukum persaingan usaha ikut dapat menciptakan efisiensi ekonomi.Kata Kunci : Analisis ekonomi, persaingan usaha, efisiensi
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            KEABSAHAN DIREKTUR PERUSAHAAN PAILIT YANG MENJADI DIREKTUR PERUSAHAAN LAIN 
                        
                        Imam Rahmat Feisal                        
                         RechtIdee Vol 14, No 2 (2019): December 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v14i2.5269                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
This journal entitled "Validity of the Director of Corporate Bankruptcy The Become Director of Companies", originating from legal conflict that occurs between the requirements to become directors that requires not been declared bankrupt under Article 93 of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company with the consequent bankruptcy the only limit debtors to manage and master the wealth contained in Article 24 paragraph (1) of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Debt Payment Obligation, the formulation of the problem: 1. Why did the director of the bankrupt company can not be a director in another company ? 2. What legal remedies for directors at the company bankrupt in order to become a director in another company?. Normative methods underlying the writing of this, with statute approach, conceptual approach, and case approach.This study stems from obscurity as a result of bankruptcy, especially regarding the rights of the insolvent company directors can not be a director in another company within a period of 5 (five) years after being declared bankrupt.This study suggests that the terms barring a bankruptcy of directors to become directors in the company of other conflicts with settings that declare bankruptcy as a result of the bankruptcy of a ruling not only on wealth alone. It is also contrary to the basic concept of civil rights. Legal effort to do ever declared bankrupt directors to become directors of the company other is to conduct a tort lawsuit to the notary and the Ministry of Justice and Human Rights. Ministry of Justice and Human Rights can be sued also in the State Administrative Court because it is not in accordance with the General Principles of Good Governance.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Membangun Politik Hukum Administrasi Pemerintahan yang Bersumber dari Nilai-nilai Pancasila 
                        
                        Nurus Zaman                        
                         RechtIdee Vol 10, No 2 (2015): December 
                        
                        Publisher : Trunojoyo Madura University 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.21107/ri.v10i2.1237                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Politik hukum dimaknai apa yang seharusnyadinormakan dalam peraturan perundang-undangan. Norma tersebut tidak boleh bertentangan dengan tujuan Negara. Tujuan Negara menjadi ukuran utama dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan. Tujuan Negara selain bersumber dari hukum tertulis, juga bersumber dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai yang hidup dan berkem- bang dalam masyarakat sejatinya menjadi sumber utama dalam pembentukan hukum.Secara umum, hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan, kepas- tian hukum dan kemanfaatan. Tujuan tersebut harus tercermin dalam setiap pembangunan hukum. Bentuk penyimpangan hukum yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan semula tidak mendapat pengaturan dalam perundang-undangan. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengelaborasi antara legalitas dan bentuk pe- nyimpangan hukum yang lazim disebut diskresi. Pelaksanaan Undang-un- dang tersebut mengacu pada legalitas, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).Pembangu- nan hukum administrasi menyembatani dua kepentingan yaitu kepentingan badan dan/atau pejabat pemerintahan dan warga masyarakat.Kata kunci: Politik Hukum,Administrasi Pemerintahan,Pancasila