Ulumul Syar’i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah			
            
            
            
            
            
            
            
            Ulumul Syari: Jurnal Ilmu Ilmu Hukum dan Syariah is a peer-reviewed journal managed by LPPM STIS Hidayatullah Balikpapan. The scope of the Journal is in the field of Islamic Law Studies with the main topics focused on Akhwal Syahsiyah (Islamic Family Law), Muamalah (Sharia Economic Law), Jinayah (Islamic Criminal Law), Studies of the Quran and Hadith, using an approach normative, history, philosophy, and sociology.
            
            
         
        
            Articles 
                55 Documents
            
            
                        
            
                                                        
                        
                            Kehidupan Keluarga Dengan Pembantu Rumah Tangga Wanita Bukan Mahram 
                        
                        Arfan Arfan; 
Manshur Manshur                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 1 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i1.76                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Penelitian ini dilatar belakangi dari realitas yang terjadi pada keluarga yang mempekerjakan pembantu rumah tangga wanita bukan mahram. Keluarga ini menganggap dan memperlakukan pembantu rumah tangga tersebut layaknya seperti keluarga sendiri dalam berinteraksi. Namun tidak memperhatikan batasan-batasan dan adap-adap sebagaimana mestinya. Kedudukan pembantu rumah tangga wanita bukan mahram tentunya tidak bisa disamakan dengan keluarga yang memiliki ikatan nasab (mahram) meskipun sudah sekian lama bekerja dan tinggal bersama. Keadaan tersebut tidak membuatnya halal berkhalwat, berinteraksi tanpa aturan hijab, ataupun melihat sebagian auratnya, serta pemahaman yang menyamakan kedudukan pembantu wanita bukan mahram sama dengan budak atau hamba sahaya adalah pemahaman yang menyelisihi ajaran Islam.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Persepsi Tokoh Agama Kecamatan Balikpapan Timur Terhadap Revisi Undang-Undang Pernikahan Pasal 7 Ayat 1 Tentang Batasan Usia Nikah 
                        
                        Kamariah Kamariah; 
ST. Maryam T                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 1 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i1.78                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Batasan usia dalam pernikahan menjadi salah satu bahan perbincangan dan perdebatan yang menimbulkan pro dan kontra pada kalangan masyarakat. Dalam revisi UU No.16 Pasal 7 Tahun 2019 Pernikahan hanya diizinkan, jika pihak laki-laki dan perempuan sudah berusia 19 tahun. Oleh karena itu penelitian ini dilatarbelakangi adanya perubahan revisi UU tentang batasan usia, dimana realita di masyarakat masih melakukan pernikahan di bawah umur. Melihat dari sisi lain, pernikahan ini dianggap sah menurut agama selama rukun dan syarat pernikahan terpenuhi tanpa harus memandang usia. Persepsi tokoh agama terhadap revisi UU pernikahan tentang batasan usia nikah, dari hasil penelitian ini bahwa responden yang setuju dengan adanya revisi UU pernikahan dengan alasan dapat memberikan waktu bagi remaja untuk lebih banyak belajar, dan takut rumah tangganya gagal sebab pemikiran yang masih labil, dan hal itu akan menyebabkan perceraian. Sedangkan responden yang tidak setuju dengan adanya revisi UU pernikahan, dengan alasan bahwa hukum Islam tidak menentukan adanya batasan usia menikah.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Pencatatan Perkawinan Dan Problematika Kawin Siri 
                        
                        M. Fahmi al-Amruzi                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 2 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i2.79                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Ketentuan aturan perkawinan diatur dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah Sedangkan aturan pelengkap yang akan menjadi pedoman bagi hakim di lembaga peradilan agama adalah Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Semuanya bertujuan untuk menjaga dan melindungi institusi perkawinan yang sakral dan kuat yang disebut dengan mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sementara itu ada perkawinan yang disebut dengan perkawinan sirri, perkawinan sirri adalah perkawinan yang sah karena dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum agama, yaitu dengan terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan, hanya saja perkawinan tersebut tidak mendapat pengakuan negara karena tidak tercatat. Akibatnya perkawinan sirri banyak menimbulkan problem terutama problem hukum dalam keluarga, seperti tidak adanya pengakuan hukum terhadap perkawinan tersebut dan problem lain yang mengikutinya seperti status anak yang tidak mendapatkan akte nikah, hak-hak keluarga lainnya terutama hak-hak perempuan (isteri) dan anak yang sering tidak mendapat pengakuan dari bapak dan atau keluarga bapaknya seperti untuk mendapat hak nafkah dan waris dari bapaknya. Pencatatan perkawinan sesungguhnya adalah upaya untuk memberikan perlindungan hukum bagi keluarga terhadap hak-hak yang harus didapatkan sebagaimana mestinya dari sebuah perkawinan, dan pencatatan perkawinan meski tidak disyari’at dalam agama Islam tetapi sesungguhnya tidak bertentangan dengan hukum Islam dan bahkan dianjurkan dengan tujuan menghindari kemudlaratan dan problem yang mungkin akan terjadi di kemudian hari dalam keluarga.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Perspsi Syarifah Di Hidayatullah Balikpapan Tentang Syarifah Yang Menikah Dengan Laki-Laki Non Sayyid 
                        
                        Ummi Salami; 
Abidah Abidah                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 1 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i1.82                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya pelarangan seorang syarifah menikah dengan laki-laki yang bukan sayyid, dikarenakan nasab yang mulia yang ada pada syarifah itu sendiri akan terputus apabila syarifah itu menikah dengan yang bukan sayyid Penelitian ini adalah penelitian lapangan (file reserch) yang bersifat kualitatif yang diuraikan secara deskrftif kualitatif. Setelah peneliti melakukan pengumpulan data mengenai Persepsi Syarifah di Hidayatullah Balikpapa tentang pernikahan syarifah dengan laki-laki non sayyid, terbagi menjadi dua persepsi. Persepsi pertama mengatakan bahwa syarifah boleh menikah dengan non sayyid dengan alasan pernikahan tersebut tidak ada pelarangannya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan lebih mengutamakan ketaqwaannya, adapun persepsi kedua berpendapat tidak setuju dengan pernikahan antara syarifah dengan non sayyid karena akan memutuskan nasab yang dimiliki oleh syarifah tersebut, bahwa syarifah yang ingin menikah hendaknya mengutamakan nasab mulianya, apabila ditinjau dari sisi kafa’ah maka yang diutamakan adalah agama, karena kafa’ah merupakan syarat lazim bukan syarat sah.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Ijab Qabul Dengan Lafal Selain Inkah Dan Tazwij Menurut Ibnu Taimiyah (Studi Kitab Majmu’ Fatawa Jilid 32) 
                        
                        Siti Solekhah; 
Indah Mahrikatus Syahidah                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 1 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i1.83                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ijab qabul, apakah harus memakai lafal inkāh dan tazwīj atau boleh dengan selain dari keduanya. Ibnu Taimiyah yang bermazhab Hambali berpendapat bahwa bolehnya mengucapkan ijab qabul dengan lafal selain inkāh dan tazwīj apabila lafal yang diucapkan dihubungkan dengan lafal yang jelas sehingga dapat dipahami oleh para saksi nikah. Sedangkan menurut pendapat Imam Syafi’i dan Hambali tidak ada akad nikah dengan lafal selain inkāh dan tazwīj, melainkan menggunakan kedua lafal tersebut atau sighah turunan dari inkāh dan tazwīj, mereka berpendapat bahwa akad nikah dengan lafal selain inkāh dan tazwīj nikahnya tidak sah. Penelitian ini menggunakan teknis analisis isi (content analisis) dan teknik dokumentasi (documentation research) yaitu dengan mengumpulkan literatur yang relevan dengan tema skripsi ini dan menghimpun beberapa pendapat ulama mengenai ijab qabul dengan lafal selain inkāh dan tazwīj.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Wafatnya Suami dan Istri Sebagai Syarat Pembagian Waris Suku Muna di Balikpapan Selatan: Tinjauan Hukum Syariah 
                        
                        Sri Hartati; 
Nadhrota Na’imi Nurul Hayati                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 2 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i2.88                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Ketentuan hukum waris dalam Islam terkait pembagian dan peralihan hak waris dapat terjadi apabila seorang wafat dan meninggalkan harta juga ahli waris, sedangkan menurut hukum waris adat khususnya pada suku Muna di Balikpapan Selatan menerapkan syarat pembagian waris apabila pasangan suami dan istri telah wafat. Tujuan penelitian untuk mengetahui syarat pembagian waris suku Muna di Balikpapan Selatan dan tinjauan hukum terhadap pembagian waris suku Muna di Balikpapan Selatan. Hasil temuan data ditemukan lima dari enam responden yang setuju akan syarat pembagian waris adalah dengan wafatnya suami dan istri. Hal yang menjadi faktor utama yaitu kurangnya pengetahuan dan penerapan terkait syarat pembagian waris sesuai syariat, sedangkan satu diantaranya tidak setuju bahwa wafatnya suami dan istri sebagai syarat pembagian waris. Menurutny, hal ini tidak sesuai dengan persyaratan hukum waris Islam. Tinjauan hukum Islam terhadap pendapat yang setuju dengan ketentuan pembagian waris berdasarkan adat suku, jika merujuk berdasarkan al-Qur’an, hadis, dan dikuatkan dengan pendekatan ushuliyyah bahwa pendapat tersebut tidak dibenarkan dalam syariat Islam dan pendapat yang tidak setuju dengan ketentuan adat suku merupakan kebenaran karena hal ini sesuai dengan ketentuan syariat dalam Islam. Keyword: Waris, Suku Muna, Syarat, Adat
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Husband and Wife Relationship of Early Marriage in Tangga Ulin Village (According to the Review of the Book of Uqud Al-Lujain Fi Bayan Huquq al-Zaujain) 
                        
                        Akhmad Sofyan; 
Risma Monirah                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 2 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i2.92                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Early marriage is a marriage that is carried out under the age specified by law. Usually, couples who do early marriages are very susceptible to disputes that result in divorce. The researcher wants to reveal, about the relationship pattern of married couples who carry out early marriages in Tangga Ulin Village, Hulu Sungai Utara Regency, where in that village there are many scholars and religious leaders who of course teach the book ‘Uqūd al-Lujain fi Bayān Huqūq al-Zaujain. In addition, the researcher wants to know the review of the book ‘Uqūd al-Lujain fi Bayān Huqūq al-Zaujain on the relationship patterns of husband and wife who carry out these early marriages. This research uses qualitative research with a normative empirical approach. The result of this research is The husband and wife relationship of the perpetrators of early marriage in Tangga Ulin Village applies a husband and wife relationship pattern that is not bound (flexible), in carrying out their respective rights and obligations to help and derstand each other between partners, so that they can ease the work and responsibilities that exist in their household. Then, according to the book ‘Uqūd al-Lujain fi Bayān Huqūq al-Zaujain especially the section "wives are encouraged to realize that they are like slaves to their husbands." However, in its application, it applies a pattern of mutual help and understanding (flexible) relationships. Thus, it is hoped that divorce will not occur again due to early marriage.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Nafkah Anak Kandung Setelah Ibunya Menikah Lagi (Studi Kasus Warga Rt. 25-26 Kelurahan Teritip Balikpapan Timur) 
                        
                        Miftahul Jannah; 
Andi Evi Mardiva                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 2 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i2.99                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Nafkah anak kandung merupakan kewajiban seorang ayah, namun tidak semua ayah pada RT. 25-26 memberikan nafkah kepada anaknya karena adanya faktor diantaranya setelah ibunya menikah lagi dan hasil pernikahan siri. Al-Quran dan sunnah telah menjelaskan bahwa ayah wajib memberikan nafkah kepada anaknya karena sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang ayah, sama halnya dengan pendapat para ulama bahwa seorang ayah wajib memberikan nafkah yang menjadi tanggungannya. Penelitian ini akan mengungkap bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap nafkah anak kandung setelah ibunya menikah lagi.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Persepsi Tentang Keluarga Sakinah (Studi Persepsi Para Pemenang Kontes Keluarga Sakinah Kota Balikpapan) 
                        
                        Abdurrohim Abdurrohim; 
Mutia Sakina                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 9 No. 2 (2020): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v9i2.105                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Penelitian ini dilatarbelakangi dari realita yang terjadi di kalangan sebagian masyarakat yang menjadikan keluarga sebagai jembatan untuk meraih sebuah materi. Temuan data yang peneliti dapatkan dari hasil penelitian diketahui bahwa tiga dari lima responden setuju dengan keluarga sakinah terbentuk apabila bersumber pada al-Qur’an dalam membangun keluarga yang damai, bahagia, tentram, tenang dan sejahtera, dengan alasan telah disebutkan dalam al-Qur’an surah ar-Ru>m [30]: 21, hadits, dan banyak contoh yang bercerita tentang keluarga di zaman nabi dan para sahabat. Dua dari lima responden tidak setuju keluarga sakinah terbentuk apabila bersumber pada al-Qur’an dengan alasan yang membuat keluarga sakinah, bahagia, terdapat kesenangan, kasih sayang, ataupun rasa cinta, bukan dari syariat al-Qur’an atau hubungan rumah tangga itu sendiri melainkan terpenuhinya kebutuhan pokok dan terciptanya seorang anak sukses yang menghasilkan kekayaan dari rumah tangga yang biasa-biasa saja.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Implementasi Sedekah Pada Pengembangan Usaha Mutashaddiq (Studi Kasus : UPZIS NU Care-Lazisnu Ranting Gempollegundi Kecamatan Gudo Kabupaten Jombang) 
                        
                        Siti Dewi Kartika                        
                         Ulumul Syar'i : Jurnal Ilmu-Ilmu Hukum dan Syariah Vol. 10 No. 1 (2021): Ulumul Syar'i 
                        
                        Publisher : LPPM STIS Hidayatullah 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.52051/ulumulsyari.v10i1.118                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Sedekah merupakan bentuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan Allah SWT sebagai bentuk rasa syukur dan berhubungan langsung antar manusia untuk saling membantu. Sedekah erat kaitannya dengan menyisihkan sebagian harta atau pendapatan yang diperoleh dengan harapan mendapat kemudahan dan keberkahan dalam menjalankan usaha. Keberadaan Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah (LAZIS) sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Dengan adanya LAZIS maka dana zakat, infak dan sedekah dapat dikelola sesuai dengan ketentuan syariah. NU Care – Lazisnu merupakan salah satu macam dari LAZIS yang berada di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan sedekah yang dilakukan oleh Mutashaddiq dalam upaya untuk mengembangkan usahanya. Penelitian ini dilakukan di Jombang yang dikenal dengan kota santri. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada Mutashaddiq dan arsip dokumen dari kantor NU Care – Lazisnu Kabupaten Jombang. Berdasarkan hasil penelitian pada Mutashaddiq, penerapan sedekah yang dilakukan secara rutin setelah sholat subuh memberikan perubahan yang positif pada usaha yang dikelola serta terpenuhinya maqashid syari’ah al-maal. Keywords : Implementasi, Sedekah, Usaha, Mutashaddiq