cover
Contact Name
Hajairin
Contact Email
hajairinbima91@gmail.com
Phone
+6285237644315
Journal Mail Official
fundamental.ejournal@umbima.ac.id
Editorial Address
Jl. Anggrek No.16. Ranggo. Kelurahan. Na'e. Kota Bima-NTB
Location
Kota bima,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Fundamental : Jurnal Ilmiah Hukum
ISSN : 19789076     EISSN : 27745872     DOI : https://doi.org/10.34304/jf.v13i2
Core Subject : Social,
Jurnal Fundamental Universitas Muhammadiyah Bima ini merupakan bagian yang memuat standar dalam penulisan jurnal, Jurnal fundamental dapat dijadikan wadah menulis untuk terbitan berkala atau dua kali dalam satu Tahun, yaitu pada Bulan Januari-Juni dan Juli-Desember setiap tahunnya. Tidak saja dosen di Universitas Muhammadiyah Bima, tetapi Juga Dosen-Dosen di Perguruan Tinggi lainnya yang mempunyai hasil penelitian, analisis putusan maupun kajian ilmiah konseptual dari akademisi maupun praktisi dalam bidang hukum di seluruh Indonesia seperti Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Internasional, Hukum Tata Negara, dan Hukum Acara, Hukum Islam dan lainya. Aspirasi wawasan Regional, Nasional maupun Internasional terwadahi dalam karya orisinal yang mendasar namun memiliki unsur kebaruan dalam penulisan sehingga karya yang dihasilkan merupakan hasil penalaran sistematis, relevan dan memiliki kontribusi tinggi terhadap pembangunan ilmiah bidang hukum yang ditekuni.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 118 Documents
Tawaran Paradigma Pengembangan Perbankan Syariah Berbasis Hukum Profetik Iksan; Munir; Nasrullah; Khairunnisa
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 1 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i1.112

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan tawaran paradigma dalam pengembangan perbankan syariah yang dinilai masih belum sepenuhnya bebas dari praktik riba. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis dengan menggunakan analisis kualitatif-deskriptif. Hasil penelitian ini menawarkan paradigma profetik dalam pengembangan perbankan syariah dengan dua pertimbangan pertama secara teologis pengembangan perbankan syariah tidak boleh menyimpang dari alquran dan hadits bahkan dosanya sama seperti berzina dengan ibu kandung. Kedua, penyatuan pengelolan dan regulasi antara zakat dengan perbankan syariah menjadi alternatif dalam pengembangan perbankan syariah berbasis hukum profetik. Di mana dana zakat dapat dijadikan sebagai sumber anggarannya sekaligus pihak perbankan dapat menjadi amil dalam pengumpulan data zakat Sedangkan perbankan syariah mengelola dana zakat dengan prinsip zakat produktif
MENGEMBANGKAN PLURALISME HUKUM SEBAGAI PONDASI HUKUM MASA DEPAN INDONESIA Arman, Zuhdi; Agus Riyanto
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i2.117

Abstract

The emergence of double law in social life is known as legal pluralism. Legal pluralism in Indonesia emerged and developed as a result of the country's historical factors, which included differences in ethnicity, language, culture, religion, and race. However, although pluralism has various etymological meanings, they all have one thing in common: recognizing the reality of all differences. The purpose of this research is to find out the concept of legal pluralism that is used to restore customary law in an effort to protect indigenous peoples' natural resources from appropriation authorized by the state. This study also uses a normative legal approach, which is a process to find a rule of law, legal principles, or legal doctrines to answer the legal issues at hand. Almost every state law that regulates natural resources now has rules regarding indigenous peoples. Pro-indigenous activists are still leading the movement to promote recognition of indigenous peoples at a practical level. Among other things, by collecting data on customary law and mapping customary territories in various locations. Because these two factors are the main prerequisites for recognizing the existence of indigenous peoples. This is considered as one of the solutions to the weakness of the state dispute settlement institution (court) which is deemed unable to provide substantive justice. This movement basically proposed that the people solve their own problems without the help of the courts.
Konsekuensi Hukum Pengalihan KPR Subsidi Tanpa Persetujuan Kreditur Muhammad Faisal; Sudirman; Wahyudi Umar
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i2.119

Abstract

Program Subsidi KPR pemerintah bertujuan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah layak huni. Namun, seringkali terjadi pengalihan KPR bersubsidi tanpa persetujuan kreditur oleh penerima KPR, yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum. Di Indonesia, kasus pengalihan KPR subsidi semakin marak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang konsekuensi hukum dari pengalihan KPR bersubsidi tanpa persetujuan kreditur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsekuensi hukum dari pengalihan KPR bersubsidi tanpa persetujuan kreditur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan kaidah-asas hukum yang berlaku. Data diperoleh melalui studi literatur dan analisis peraturan perundang-undangan terkait KPR bersubsidi, serta putusan pengadilan terkait kasus pengalihan KPR subsidi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan KPR bersubsidi tanpa persetujuan kreditur dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius bagi penerima KPR dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengalihan tersebut. Penerima KPR dapat kehilangan hak atas rumah yang diambil dengan KPR bersubsidi, sedangkan pihak yang terlibat dalam pengalihan dapat dikenakan sanksi pidana dan denda. Kata Kunci: Konsekuensi hukum, Pengalihan KPR, Kreditor
EKOLOGI MANUSIA: Rekonstruksi Moralitas Tradisi Mbojo-Bima, Samawa, Dan Sasak Dalam Keberlanjutan Lingkungan Hidup NTB Ridwan
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 1 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i1.126

Abstract

Tujuan penelitian ini, ingin mengetahui pertama, pola kerusakan lingkungan di NTB, kedua, upaya penegak hukum dalam menanggulangi kerusakan lingkungan di NTB, ketiga, rekonstruksi harmonisasi ekologi manusia, dan moralitas budaya Suku Mbojo-Bima, Suku Samawa, dan Suku Sasak. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosiologi hukum, pendekatan konseptual dan pendekatan filosofis. Sumber data berupa data primer dan data sekunder. Analisis heuristic dan interpretative. Hasil temuan menunjukkan, bahwa pola kerusakan lingkungan di NTB adanya peralihan fungsi hutan, perambahan hutan, tambang ilegal, pembalakan liar, aktivitas pertanian, penggunaan herbisida dan pestisida yang berlebihan. Upaya yang dilakukan oleh penegak hukum dan pemerintah NTB berupa penyuluhan hukum, identifikasi kawasan hutan, penindakan yang meliputi penangkapan, penahanan, rehabilitasi hutan, dan pembasmian tanaman jagung milik masyarakat setempat. Berangkat dari problem itu khusus pada aspek penegak hukum dan penerapan kebijakan masih dianggap lemah, demi menjaga lingkungan yang berkelanjutan (sustainable environmental) maka penelitian ini menawarkan konsep timbal balik antara lingkungan, alam, dan manusia dengan pendekatan pengembalian (reconstruction) moralitas masyarakat terdahulu baik secara teologis, kultural, maupun historical Suku Mbojo, Sasak dan Samawa. Novelty dari penelitian ini, belum ada yang melakukan kajian dari sudut etika dan filosofis khusus tentang ekologi manusia rekonstruksi moralitas tradisi mbojo, samawa dan sasak dalam keberlanjutan lingkungan hidup di NTB.
Marriage Aqd Validity Through Electronic Media Based on Positive Law and Islamic Law muslimah, muslimah; Septyanun, Nurjannah; Erwin, Yulias
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i2.130

Abstract

Telecommunications technology currently has a major effect on changes in human interaction throughout their lives, including electronic media. This rapid presence of telecommunications facilities clearly affects marriage implementation in Indonesia, namely with a long-distance marriage contract (aqd) through electronic media. Thus, this raises the pros and cons about its validity in the community. This phenomenon raises issues about its validity in positive law and Islamic fiqh. The objective of this research was to contribute conducive thoughts regarding aqad nikah via electronic media and its validity in positive law and Islamic fiqh. Due to the impact of this matter, the position of marriage aqd through electronic media has not been known about its validity. Using normative legal research with conceptual, statutory and case approaches. The results of this study showed that long-distance marriage with a marriage aqd by electronic media was still valid because it clearly fulfilled an implementation's terms and conditions, both according to Islamic Fiqh Law and according to Law Number 16 of 2019 on the amendment of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage was legal and also looked at Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions.
Kebijakan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) Sebagai Upaya Pemberantasan Korupsi Yanuar Chandra, Tofik; Hajairin
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 1 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i1.138

Abstract

Pemberantasan korupsi pada dasarnya dijalankan melalui tiga agenda utama, yaitu agenda penindakan korupsi, agenda pencegahan korupsi dan agenda pendidikan anti korupsi. Penindakan dan Pencegahan korupsi dapat dilakukan menggunakan peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi. Sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi Informasi (SPPT-TI) merupakan upaya membangun kerjasama antar lembaga penegak hukum dalam mempercepat, mempermudah proses penanganan perkara tindak pidana korupsi. Tujuan penelitian untuk mengetahui kebijakan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi dapat menjadi instrumen pemberantasan korupsi. Metodel penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan teoritis, perbandingan dan pendekatan konseptual. Temuan dalam penelitian ini adalah pertama bahwa Kebijakan pengembangan system peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi merupakan gagasan baru dengan penegasan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan Komisi pemberantasan korupsi (KPK) dan Polri. Kedua Sistem peradilan pidana berbasis teknologi informasi dapat melibatkan beberapa lembaga seperti Polri, Kejagung, MA, Kemkumham, Kemenko Polhukam, Kemkominfo, Kementerian PPN/Bappenas dan BSSN, beberapa lembaga tersebut akan saling berkordinasi dalam pemberantasan korupsi menggunakan aplikasi pusat pertukaran data (Puskarda) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menko Polhukam No. 47 Tahun 2018 tentang Kelompok Kerja Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi. Sebab permasalahan korupsi masih menjadi masalah yang cukup serius, sehingga diperlukan Inovasi dalam pemberantasan korupsi dengan memaksimalkan semua instrumen hukum yang ada pada berbagai lembaga penegak hukum.
Konstitusionalitas Penundaan Pemilu Serentak Nasional Tahun 2024 Firmanto, Taufik
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 1 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i1.143

Abstract

Artikel ini merupakan hasil penelitian atas isue penundaan pemilu serentak nasional tahun 2024. Isue hukum ini berkembang memanas seiring suhu politik-hukum Indonesia yang terus meningkat. Diskursus penundaan pemilu bergema sejak tahun 2022 didengungkan oleh kalangan elit dengan berbagai skenario subjektif dan tidak rasional, bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi, dimana salah satu ciri pemilu demokratis adalah penyelenggaraan pemilu secara periodik/ berkala. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan regulasi yang mengatur periodesasi/keberkalaan pemilu, serta menganalisis isue konstitusionalitas penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan beberapa pendekatan antara lain; pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, pendekatan analitis, dan pendekatan filsafat. Hasil/temuan penelitian ini, bahwa pengaturan perihal periodesasi penyelenggaraan pemilu di Indonesia setiap lima tahun telah diatur secara tegas dalam pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dan juga Pasal 7 ayat (1) yang memberikan batasan bahwa Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama lima tahun, hanya dapat untuk dua kali masa jabatan. Penundaan pemilu hanya dapat dilakukan pada situasi/kondisi hal ikhwal kegentingan yang memaksa, atau adanya ancaman/gangguan yang sifatnya luar biasa (extra ordinary). UUD NRI Tahun 1945 tidak mengatur perihal penundaan pemilu maupun penambahan masa jabatan Presiden, sehingga setiap gerakan penundaan pemilu/ penambahan masa jabatan Presiden merupakan gerakan yang inkonstitusional. Secara subtansif, penundaan Pemilu 2024 dianggap mengkhianati amanat reformasi, pelecehan terhadap konstitusi (contempt of the constitution), dan merampas hak rakyat. Penundaan Pemilu tanpa alasan extra ordinary akan berdampak pada delegitimasi pemerintah, instabilitas nasional, dan menjadi preseden buruk untuk demokrasi Indonesia.
QUO VADIS PRESIDENTIAL THRESHOLD DAN KOALISI PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA Elviandri; Aswin Zulfahmi; Andi Fratiwi
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i2.147

Abstract

Perdebatan tentang polemik ambang batas dalam pencalonan presiden dan wakil presiden sudah saatnya diakhiri. Demikian juga dinamika koalisi partai politik berpotensid mempengaruhi stabilitas politik dan arah kebijakan pemerintahan. Energi yang dimiliki parpol semestinya dipusatkan dan digunakan untuk memformulasi dan merumuskan agenda perubahan yang subtansial ditengah percaturan dan persiangan global. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis secara sistematis dan deskriptif. Agenda mendesak yang perlu dilakukan adalah rekonstruksi hukum terhadap presidential threshold dan Koalisi Partai Politik. Kedepan kita berharap agar koalisi partai politik terbentuk didasarkan pada kepentingan politik, kesamaan visi, misi, dan tujuan untuk kebaikan rakyat. Sehingga yang ada hanya satu komitmen, yaitu komitmen dalam mensejahterakan dan memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaiman yang dimanatkan dalam sila ke 5 dan termaktub dalam konstitusi. Kata Kunci: presidential threshold, koalisi partai politik, presidensial
Analisis Prosedur Pendaftaran Perusahaan Secara Elektronik Melalui Lembaga OSS Nafa Mukarromah; Mohammad Fahrul Ilmi; Ach. Fawaid As’ad
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i2.158

Abstract

Tujuan penulisan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman tentang implementasi perizinan berusaha yang terintegrasi melalui sistem Online Single Submission (OSS) berbasis elektronik. Namun, ada tantangan yang harus dipertimbangkan, terutama oleh Pemerintah, untuk menentukan apakah sistem online ini cocok untuk diterapkan dalam masyarakat. OSS memberikan banyak keuntungan bagi pelaku usaha dalam mengurus legalitas usaha mereka. Di samping itu, melalui OSS, Pemerintah memiliki kemampuan untuk memberikan pedoman, pembinaan, dan pengawasan guna menciptakan lingkungan bisnis yang sehat. Pendekatan penulisan artikel ini didasarkan pada literatur hukum normatif, teori, dan penelitian terdahulu yang relevan. Penggunaan OSS sesuai dengan prinsip yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Namun, berdasarkan kenyataan di lapangan, pelaksanaan OSS belum berjalan dengan efektif dan masih memiliki beberapa kekurangan. Beberapa masalah yang terkait dengan implementasi OSS meliputi aspek regulasi, sistem, dan tata kelola. Maka, penelitian lebih mendalam diperlukan guna mengevaluasi kesiapan dan kesesuaian prosedur sistem OSS di Indonesia.
Perbandingan Kedudukan Hukum Pekerja Gig Economy di Indonesia, Belanda, dan Inggris Fadhlulloh, Qolbi Hanif; Aidul Fitriciada Azhari; Rizka
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i2.165

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan pekerja gig economy. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan Perundangan-Undangan dan dikomparasikan dengan kebijakan pekerja gig economy di Indonesia, Belanda, dan Inggris berdasarkan Lembaga Konstitusi yang berwenang di setiap negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hukum pekerja gig economy di Indonesia masih belum jelas dan berbeda dengan Inggris dan Belanda. Di Indonesia, pekerja gig economy dianggap sebagai mitra kerja, sedangkan di Inggris dan Belanda dianggap sebagai pekerja. Pemerintah Indonesia dan pemangku kebijakan perlu melakukan upaya perubahan status hukum pekerja gig economy di Indonesia engan mengembangkan regulasi yang jelas dan sesuai dengan kondisi Indonesia. Regulasi tersebut dapat memberikan kepastian hukum bagi pekerja gig economy dan platform, sehingga dapat mengurangi ketidakpastian dalam perlindungan bagi pekerja gig economy. Dengan regulasi yang jelas dan sesuai dapat meningkatkan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi di bidang gig economy. Sealin itu, regulasi yang jelas juga dapat memudahkan para pihak untuk membuktikan pelanggaran yang terjadi dan memperoleh keadilan secara lebih efektif. Kata Kunci: Perbandingan, Hukum, Gig economy

Page 6 of 12 | Total Record : 118