cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
DIMENSIA: Jurnal Kajian Sosiologi
ISSN : 1978192X     EISSN : 26549344     DOI : 10.21831
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 164 Documents
Pembelajaran Sosiologi dalam Pembentukan Budaya Toleran Hanifa, Yanuarita Nur; Maftuh, Bunyamin; -, Wilodati
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 14, No 1 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i1.75423

Abstract

Indonesia, sebagai negara yang beragam dan multikultural, menghadapi peluang sekaligus tantangan dalam mengelola heterogenitas sosialnya. Keragaman dapat menjadi kekuatan nasional, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik jika tidak dikelola dengan baik. Meningkatnya kasus intoleransi di kalangan pelajar menjadi isu krusial yang memerlukan perhatian akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran sosiologi dalam membentuk budaya toleransi di sekolah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini menerapkan metode studi kepustakaan dengan menganalisis dokumen terkait Kurikulum Merdeka, kebijakan pemerintah, serta artikel ilmiah tentang pembelajaran sosiologi, pendidikan multikultural, dan toleransi. Hasil penelitian ini mengidentifikasi tiga aspek utama: habitus toleransi di sekolah, peran pembelajaran sosiologi dalam membangun budaya toleran, dan kompetensi guru sosiologi dalam menanamkan nilai-nilai toleransi. Temuan ini menegaskan pentingnya pendidikan sosiologi sebagai alat strategis dalam membentuk sikap toleransi di kalangan siswa dan menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif.Indonesia, as a diverse and multicultural nation, faces both opportunities and challenges in managing its social heterogeneity. While diversity can be a source of national strength, it also has the potential to generate conflict if not properly managed. The increasing cases of intolerance among students have become a critical issue that requires scholarly attention. This study aims to examine the role of sociology in fostering a culture of tolerance in schools. Using a qualitative approach, this research employs a literature review method, analyzing documents related to the Merdeka Curriculum, government policies, and academic articles on sociology education, multicultural education, and tolerance. The findings highlight three key aspects: the habitus of tolerance in schools, the role of sociology education in cultivating a tolerant culture, and the competencies of sociology teachers in promoting tolerance. These findings emphasize the importance of sociology education as a strategic tool for instilling tolerance among students and fostering inclusive school environments.
Bertahan di tengah keterbatasan: studi fenomenologi pemulung di Surabaya Imami, Teguh; Kurniawan, Deni Aries; Hapsari, Yuanita Dwi; Reftantia, Ghina; Annisa, Silvia
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 14, No 1 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i1.76751

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mendalami pengalaman kaum urban yang menjadi pemulung serta tinggal di atas makam Rangkah Surabaya. Studi kualitatif dengan wawancara mendalam digunakan oleh peneliti untuk mendeskripsikan kehidupan mereka. Studi ini menggunakan teori fenomenologi yang digagas oleh Alfred Schutz. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa subjek studi memiliki pengalaman hidup dalam kondisi yang serba terbatas ketika berada di desa. Kondisi yang serba terbatas itu menjadi alasan untuk mereka melakukan urbanisasi ke kota Surabaya. Akan tetapi, kehidupan mereka ketika di Surabaya juga tidak lebih baik daripada kondisi sebelumnya, karena ketrampilan dan pendidikan yang kurang memadai—bahkan harus mengalami tantangan baru berupa stigmatisasi atas pekerjaan mereka sebagai pemulung. Pengalaman yang tidak pernah mereka dapatkan ketika tinggal di desa. Pada akhirnya, di tengah kehidupan yang serba terbatas di kota itu, membuat mereka harus tinggal di makam Rangkah dengan berbagai resiko seperti penggusuran dan penyakit sebagai cara mereka untuk bertahan hidup. This study explores the experiences of urbanites who are scavengers and live above the Rangkah grave in Surabaya. Researchers use qualitative studies with in-depth interviews to describe their lives. This study uses the phenomenological theory initiated by Alfred Schutz. The results of this study show that the study subjects had experience of living in limited conditions when they were in the village. These limited conditions became the reason for them to urbanize to the city of Surabaya. However, their lives in Surabaya were no better than before, due to inadequate skills and education - they even had to experience new challenges in the form of stigmatization of their work as scavengers. An experience they never had when living in the village. In the end, amidst the limited life in the city, they had to live in the cemetery area. 
Evaluasi Program ‘Inigenting’ Generasi Berencana (Genre) untuk menurunkan stunting di Kubu Raya, Kalimantan Barat Aulia, Hana Farhanafiza; AP, Margaretha Andriani; Damaya, Tasya; Andini, Afnan Triyuning; Ng, Amelia; Marini, Marini; Abao, Antonia Sasap; Santri, Silvia
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 14, No 1 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i1.73524

Abstract

Program Inigenting dimulai pada awal 2023 dengan fokus pada sosialisasi edukasi gizi dan pencegahan anemia pada remaja guna meningkatkan status gizi dan menurunkan angka stunting. Namun, program ini belum berkontribusi signifikan, terbukti dari meningkatnya angka stunting di Kabupaten Kubu Raya sebesar 8,8% pada 2023. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas program menggunakan Model CIPP (Context, Input, Process, Product) oleh Stufflebeam dan Shienkfield dengan pendekatan kualitatif deskriptif melalui observasi dan wawancara. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa konteks, strategi, dan sumber daya program dikategorikan baik, sementara pelaksanaan dan manajemen program juga dinilai baik. Namun, kualitas peserta, tanggapan terhadap program, serta keberlanjutan program masih cukup baik. Kendala utama adalah cakupan program yang terbatas, durasi yang belum optimal, serta belum adanya upaya keberlanjutan yang jelas.The Inigenting program began in early 2023, focusing on nutrition education and anemia prevention among adolescents to improve their nutritional status and reduce stunting rates. However, the program has not had a significant impact, as stunting in Kubu Raya Regency increased by 8.8% in 2023. This study evaluates the program's effectiveness using the CIPP (Context, Input, Process, Product) model by Stufflebeam and Shienkfield, employing a qualitative descriptive approach through observations and interviews. The evaluation results indicate that the program's context, strategies, and resources are categorized as good, while implementation and management are also rated positively. However, participant quality, program reception, and sustainability are only moderately effective. The main challenges include limited program coverage, insufficient duration, and the absence of clear sustainability efforts.
Kemandirian ekonomi, kepribadian dan sosial pengemudi ojek disabilitas Difa Bike Yogyakarta Nugroho, Septa Dwi; Wardana, Amika
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 14, No 1 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i1.76720

Abstract

Penelitian ini mengkaji pengalaman kerja dan kemandirian penyandang disabilitas sebagai pengemudi ojek di Difa Bike Yogyakarta melalui pendekatan kualitatif dan analisis fenomenologi. Wawancara dilakukan dengan enam pengemudi yang telah bekerja lebih dari satu tahun serta pendiri Difa Bike. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengemudi memiliki motivasi tinggi untuk mandiri dan mampu mengatasi stigma serta tantangan dalam bekerja. Mereka menganggap pekerjaan ini layak meskipun belum tersedia asuransi khusus. Difa Bike mendukung pengemudinya melalui fasilitas, kerja sama, pengembangan sistem, dan bimbingan. Kemandirian ekonomi terlihat dari kemampuan memenuhi kebutuhan keluarga, mencapai target keuangan, dan mengakses layanan perbankan. Secara sosial, mereka berkontribusi dalam komunitas dan mendapatkan pengakuan sebagai individu yang setara. Penelitian ini menekankan pentingnya peluang kerja inklusif dalam meningkatkan kemandirian ekonomi, pribadi, dan sosial penyandang disabilitas.This study examines the work experiences and independence of disabled motorcycle taxi drivers at Difa Bike Yogyakarta using a qualitative approach and phenomenological analysis. Interviews were conducted with six drivers who have worked for over a year and the founder of Difa Bike. The findings reveal that the drivers have a strong motivation for self-sufficiency and can overcome stigma and work-related challenges. They consider their job viable despite the lack of specialized insurance. Difa Bike supports its drivers through facilities, partnerships, system development, and guidance. Economic independence is reflected in their ability to meet family needs, achieve financial goals, and access banking services. Socially, they contribute to their communities and gain recognition as equals. This study highlights the importance of inclusive employment opportunities in enhancing the economic, personal, and social independence of individuals with disabilities. 
Menggagas Budaya Organisasi sebagai Modal Sosial Mahasiswa: Studi Kasus pada UKMF JM Al-Ishlah FISHIPOL UNY Ibrahim, Raihan Ma'ruf; Pratiwi, Poerwanti Hadi
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 2 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i2.78554

Abstract

Pengembangan soft skills menjadi kebutuhan penting bagi mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja, salah satunya melalui partisipasi dalam organisasi kemahasiswaan yang memiliki budaya organisasi khas. Studi ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis budaya organisasi UKMF JM Al-Ishlah FISHIPOL UNY serta peran sosiologisnya. Menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, kemudian dianalisis dengan model Miles, Huberman, dan Saldana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi Al-Ishlah mencakup nilai keislaman, kekeluargaan, kerja sama, toleransi, syiar, dan pembinaan. Nilai-nilai ini mencerminkan Clan Culture dalam kerangka Competing Values Framework (CVF) Cameron dan Quinn. Meskipun berbeda dari birokrasi Weberian yang kaku, organisasi tetap menunjukkan unsur birokratik seperti struktur formal dan pengawasan terencana. Budaya organisasi berperan sebagai identitas kolektif, pedoman perilaku, penguat kohesi internal, serta sarana peningkatan kapasitas dan penyelesaian masalah. The development of soft skills is essential for university students to prepare for the workforce, one of which can be achieved through participation in student organizations with distinctive organizational cultures. This study aims to describe and analyze the organizational culture of UKMF JM Al-Ishlah FISHIPOL UNY and its sociological roles. Using a descriptive qualitative approach, data were collected through interviews, observations, and documentation, then analyzed using the Miles, Huberman, and Saldana model. The findings reveal that Al-Ishlah’s organizational culture includes six core values: Islamic orientation, familial relations, cooperation, tolerance, proselytization, and mentoring. These values reflect the Clan Culture model within the Competing Values Framework (CVF) by Cameron and Quinn. Although differing from Weber’s rigid bureaucracy, the organization still exhibits bureaucratic elements such as formal structures and planned supervision. The organizational culture functions as a marker of collective identity, behavioral guide, internal cohesion, and a means for capacity development and problem-solving.
Chatbot Dituntut: Analisis Sosiologi Hukum terhadap Gugatan Character.AI dalam Kasus Kematian Remaja Goro, Siti Fatimah; Harahap, Chisa Belinda
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 2 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i2.81003

Abstract

Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) tidak hanya membawa manfaat, tetapi juga memunculkan konflik sosial dan hukum yang kompleks. Studi ini menganalisis gugatan terhadap Character.AI, sebuah platform chatbot AI, yang diduga berkontribusi pada kematian seorang remaja. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus dan analisis teori hukum responsif. Hasil menunjukkan bahwa kesenjangan regulasi menjadi hambatan utama dalam menentukan tanggung jawab antara pengguna dan penyedia layanan AI. Selain itu, status hukum AI yang tidak jelas apakah sebagai alat atau produk menyulitkan proses litigasi. Kasus ini mencerminkan urgensi pengembangan kerangka hukum yang adaptif terhadap teknologi generatif. Perspektif sosiologi hukum menekankan perlunya hukum yang responsif terhadap perubahan sosial akibat inovasi teknologi. Temuan ini menunjukkan bahwa tanpa regulasi yang memadai, risiko sosial dari AI akan sulit ditangani secara adil dan efektif. The advancement of artificial intelligence (AI) technology not only brings benefits but also generates complex social and legal conflicts. This study analyzes a lawsuit against Character.AI, an AI-based chatbot platform, which is alleged to have contributed to the death of a teenager. Employing a qualitative case study approach and responsive legal theory, the research reveals that regulatory gaps are a major obstacle in determining liability between users and AI service providers. Furthermore, the unclear legal status of AI whether as a tool or a product complicates litigation processes. The case highlights the urgency of developing adaptive legal frameworks to govern generative technologies. From a socio-legal perspective, the findings emphasize the necessity for law to be responsive to social changes driven by technological innovation. Without adequate regulation, the social risks posed by AI will remain difficult to address fairly and effectively.
Antara Ruang Publik dan Komersialisasi: Produksi Ruang dalam Pengembangan RTH Central Park Meikarta Rahayu, Dyah Yuana Finca; Apriadi, Deny Wahyu
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 2 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i2.81053

Abstract

Dalam konteks urbanisasi yang pesat, ruang terbuka hijau (RTH) berfungsi sebagai ruang sosial strategis bagi masyarakat urban. Penelitian ini bertujuan menganalisis alih fungsi lahan dalam pengembangan RTH Central Park Meikarta dan bagaimana masyarakat Cikarang merespons keberadaannya. Menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif, analisis dilakukan dengan kerangka Teori Produksi Ruang Henri Lefebvre. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, studi pustaka, dan dokumentasi. Temuan menunjukkan bahwa konversi lahan hunian menjadi RTH publik-komersial merupakan proses produksi ruang yang dipengaruhi kepentingan ekonomi. Perubahan ini berdampak pada pola penggunaan ruang dan relasi sosial masyarakat sekitar. Meskipun sarat kepentingan kapital, masyarakat tetap merasakan manfaat ekologis dan sosial dari keberadaan RTH, seperti ruang rekreasi dan interaksi. Penerimaan masyarakat terhadap RTH dibentuk oleh interaksi antara fungsi ruang, pengalaman sosial, dan nilai guna yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. In the context of rapid urbanization, green open spaces (GOS) serve as strategic social arenas for urban communities. This study aims to analyze land-use conversion in the development of Central Park Meikarta and how Cikarang residents respond to its presence. Using a qualitative approach and descriptive method, the analysis applies Henri Lefebvre’s Theory of the Production of Space. Data were collected through interviews, observations, literature review, and documentation. The findings reveal that the conversion of residential land into a public-commercial GOS reflects a space production process shaped by economic interests. This transformation affects spatial usage patterns and social relations among the surrounding community. Despite the underlying capitalist motives, residents perceive ecological and social benefits from the GOS, such as recreational areas and spaces for interaction. Public acceptance is shaped by the interplay between spatial function, social experience, and the perceived utility of the space in everyday life.
Waktu dan Ekonomi: Pola Habitualitas Mahasiswa Dalam Konsumsi Mie Ayam Kamal, Muhammad Mikail Yusuf; Ramadhan, Gilang; Aviralda, Mega Shafa
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 2 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i2.81486

Abstract

Kebiasaan konsumsi makanan di kalangan mahasiswa tidak hanya mencerminkan preferensi individual, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial-ekonomi dan budaya kampus. Penelitian ini mengkaji praktik habitualitas mahasiswa Universitas Negeri Jakarta dalam mengonsumsi mie ayam yamin di Kantin Blok G. Dengan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam, studi ini menelusuri motif di balik keputusan konsumsi yang berulang. Hasil menunjukkan bahwa keterbatasan finansial, waktu yang sempit akibat rutinitas akademik, serta lingkungan sosial kantin mendorong mahasiswa, khususnya perantau, untuk menjadikan mie ayam sebagai solusi praktis dan terjangkau. Pilihan rasa dan kenyamanan juga menjadi faktor penentu dalam reproduksi kebiasaan ini. Dalam konteks ini, konsumsi mie ayam yamin menjadi ekspresi dari adaptasi mahasiswa terhadap struktur kehidupan kampus, serta bagian dari praktik keseharian yang membentuk pola konsumsi kolektif. Food consumption habits among university students reflect not only personal preferences but also broader socio-economic dynamics and campus culture. This study explores the habitual practice of students at Universitas Negeri Jakarta in consuming mie ayam yamin at the Block G canteen. Using a qualitative approach and in-depth interviews, the research investigates the motivations behind recurring food choices. The findings reveal that financial constraints, limited time due to academic routines, and the social environment of the canteen encourage students especially those living away from home to opt for mie ayam as a practical and affordable solution. Taste preferences and convenience also play key roles in reproducing this habit. In this context, the consumption of mie ayam yamin emerges as a form of student adaptation to the structural conditions of campus life and as part of everyday practices that shape collective consumption patterns.
Kemandirian dalam Batasan: Peran Interaksi Sosial dan Simbolik bagi Lansia di Panti Sosial Oktavia, Sulthanah Khansa; Islam, Syahidah Fathul; Choerunisa, Yuli; Pujihartati, Sri Hilmi; Rahmawati, Triana
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 2 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i2.81731

Abstract

Studi ini mengeksplorasi upaya membangun kemandirian lansia melalui pendekatan interaksionisme simbolik di Panti Wreda Widhi Asih Surakarta. Lansia yang tinggal di panti menghadapi berbagai keterbatasan yang memengaruhi otonomi mereka, baik secara fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data berupa wawancara semi-terstruktur serta observasi, penelitian ini menunjukkan bahwa makna kemandirian tidak hanya bersumber dari kondisi individu, tetapi dibentuk melalui interaksi sosial dan simbol-simbol positif yang muncul dalam kehidupan panti. Faktor-faktor seperti motivasi personal, dukungan keluarga, dan iklim sosial di panti berkontribusi terhadap pembentukan kembali perasaan berdaya lansia. Berbagai strategi kelembagaan seperti aktivitas fisik rutin, penguatan relasi sosial, dan kegiatan spiritual mendukung proses ini. Hasilnya, lansia mengalami peningkatan kualitas hidup melalui penguatan identitas sosial dan rasa keberhargaan sebagai bagian dari komunitas. This study explores efforts to build elderly independence through a symbolic interactionist approach at Widhi Asih Elderly Home in Surakarta. Elderly residents in the facility face various limitations physical, psychological, social, and spiritual that affect their autonomy. Using a qualitative approach with semi-structured interviews and observation, the research reveals that the meaning of independence is not solely rooted in individual conditions but constructed through social interactions and positive symbolic exchanges within the institutional setting. Factors such as personal motivation, family support, and the social climate of the home contribute to reestablishing a sense of agency among the elderly. Institutional strategies including regular physical activities, strengthened social relationships, and spiritual engagement facilitate this process. As a result, residents experience an improved quality of life through the reinforcement of social identity and a sense of self-worth as active members of the community.
Warna Kulit dan Stratifikasi Sosial: Perjuangan Representasi di Ruang Media Sosial TikTok Ifa, Ken; Sudrajat, Arief; Tedjomurti, Febriandita
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol. 14 No. 2 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i2.81746

Abstract

Di tengah masyarakat Indonesia kontemporer, standar kecantikan masih cenderung memihak pada kulit terang, memperkuat hierarki estetika yang berakar pada praktik colorism. Penelitian ini menyoroti bagaimana TikTok mulai menggeser narasi tersebut melalui representasi perempuan berkulit sawo matang. Meskipun warna kulit ini mencerminkan mayoritas populasi tropis Indonesia, ia masih kerap terpinggirkan dalam konstruksi kecantikan arus utama. Dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan teori stratifikasi sosial Max Weber, studi ini mengeksplorasi peran TikTok sebagai ruang digital yang memungkinkan perlawanan simbolik terhadap dominasi warna kulit tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan sawo matang memanfaatkan TikTok untuk membangun narasi tandingan dan mengekspresikan penerimaan diri, terutama melalui tagar seperti #day1merusakstandarkecantikanindonesia. Media sosial berfungsi sebagai alat kultural untuk mendekonstruksi bias estetika dan memperluas wacana publik mengenai identitas dan keberagaman kecantikan. In contemporary Indonesian society, beauty standards continue to privilege light skin, reinforcing longstanding hierarchies rooted in colorism. This study investigates how TikTok is reshaping those norms by spotlighting the experiences of medium-brown-skinned (sawo matang) women. Although their skin tone reflects the majority of Indonesia’s population, it remains underrepresented or undervalued in mainstream aesthetics. Through a qualitative approach and guided by Max Weber’s theory of social stratification, this research explores TikTok’s role in contesting color-based social hierarchies. The findings indicate that women with sawo matang skin tone utilize TikTok not only to express self-acceptance but also to construct counter-narratives that challenge dominant beauty ideals. Hashtags such as #day1merusakstandarkecantikanindonesia serve as digital tools for disrupting aesthetic bias. Ultimately, the study highlights how digital platforms provide space for symbolic resistance and broaden public discourse around beauty, identity, and diversity.