cover
Contact Name
Suwari Akhmaddhian
Contact Email
suwari_akhmad@uniku.ac.id
Phone
+62232-8900796
Journal Mail Official
unifikasi@uniku.ac.id
Editorial Address
Jalan Cut Nyak Dhien No.36 A Cijoho Kuningan Jawa Barat
Location
Kab. kuningan,
Jawa barat
INDONESIA
Unifikasi: Jurnal Ilmu Hukum
Published by Universitas Kuningan
Core Subject : Social,
Unifikasi: Jurnal Ilmu Hukum, an ISSN national journal p-ISSN 2354-5976, e-ISSN 2580-7382, provides a forum for publishing research result articles, articles and review books from academics, analysts, practitioners and those interested in providing literature on Legal Studies. Scientific articles covering: Sustainable Development Goals (SDGs) Law, Natural Resources Law and Environmental Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 155 Documents
The Authority of The Civil Service Police Unit in Handling Beggars, Vagabonds And Derelicts in Kuningan District, Indonesia Igit Wijaya Susanto; Erga Yuhandra
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.916

Abstract

Beggars, vagabonds and derelicts need to be disciplined by the government in order to maintain public orderliness and peace. The purpose of this research is to analyze the authority of the Civil Service Police Unit in handling beggars, vagabonds and derelicts based on Regional Regulation Number 03 of 2015 and the factors inhibiting the Civil Service Police Unit in handling beggars, vagabonds and derelicts in Kuningan District. The method used in this research was an empirical juridical approach by using primary and secondary data in which the data were collected through field and literary studies. The results showed that the authority of the Civil Service Police Unit in handling beggar, vagabonds and derelicts based on Regional Regulation Number 03 of 2015 is as an organizer of public orderliness and peace related to social orderliness as stipulated in Article 28-30; and the factors inhibiting the Civil Service Police Unit in handling PGOT in Kuningan District, namely internal and external factors, such as PGOT knows when the Civil Service Police Units car comes to discipline them, PGOTs are repeatedly raided, lack of APBD funds, and there is no shelter for PGOT. In conclusion, it is proved that the authority of the Civil Service Police Unit in handling PGOT based on Regional Regulation Number 03 of 2015 concerning public orderliness and peace is repressive where the discipline actions are only in the form of non-judicial acts towards beggars, vagabonds and derelicts.Penulis melakukan penelitian ini dengan latar belakang yaitu untuk mengetahui kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penanganan Pengemis, Gelandangan dan Orang Terlantar (PGOT) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2015 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penanganan masalah pengemis, gelandangan dan orang terlantar berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2015 dan faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat Satuan Polisi Pamong Praja dalam penanganan pengemis, gelandangan dan orang terlantar di Kabupaten Kuningan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan yuridis empiris dengan menggunakan data primer dan data sekunder serta alat pengumpul data yang digunakan melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penanganan masalah pengemis, gelandangan dan orang terlantar berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2015 adalah sebagai penyelenggara ketertiban umum dan ketentraman masyarakat berkaitan dengan ketertiban sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 28-30; dan faktor-faktor yang menjadi penghambat Satuan Polisi Pamong Praja dalam penanganan PGOT di Kabupaten Kuningan yaitu faktor internal dan eksternal PGOT berupa mengetahui ketika mobil Satpol PP datang untuk menertibkannya, PGOT berulang kali terjaring razia, kurangnya dana APBD, dan tidak adanya tempat penampungan bagi PGOT yang terjaring. Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penanganan PGOT berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2015 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum hanya bersifat represif yaitu hanya tindakan berupa penertiban nonyustisial terhadap pengemis, gelandangan, dan orang terlantar.
The Policy of Kuningan District Regional Government in The Efforts to Prevent Human Trafficking Haris Budiman
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.1073

Abstract

The era of regional autonomy has made regions strive to utilize their potential for the sake of community’s welfare. Yet, the limited job opportunities cause the job seekers to work abroad which results in various legal cases, including human trafficking. The purpose of this research is to analyze the regulations on human trafficking, the factors causing human trafficking, and the role of regional government in preventing human trafficking. The research method used was non-doctrinal. The results showed that human trafficking has been regulated in various regulations, but in practice, the regulations are not well implemented because of various factors, including economic, social, and cultural factors. Moreover, the policy of Kuningan District Regional Government in the efforts to prevent human trafficking is limited to the forming of Integrated Service Center for Empowering Women and Children (P2TP2A) which in its implementation has not run optimally due to limited funds and participation from the community. Era otonomi daerah menjadikan daerah berupaya untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Akan tetapi keterbatasan lapangan kerja menyebabkan  tingginya  para pencari kerja untuk bekerja di luar negeri, sehingga menimbulkan berbagai kasus hukum, diantaranya perdagangan manusia. Rumusan masalah: bagaimana pengaturan tentang perdagangan manusia,  faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya perdagangan manusia, serta bagaimana peran pemerintah daerah dalam mencegah terjadinya Perdagangan manusia. Metode penelitian yang digunakan bersifat non doktrinal dengan pendekatan yuridis empiris. Pengaturan perdagangan manusia telah diatur dalam berbagai perundang-undangan namun dalam pelaksanaannya tidak berjalan dengan optimal karena ada faktor yang mempengaruhi.  Faktor-faktor tersebut antara lain faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor budaya. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan dalam upaya mencegah perdagangan manusia baru sebatas membentuk  Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). yang dalam pelaksanaannya belum berjalan optimal karena 
The Effectiveness of Village Consultative Body in Kuningan District in Implementing Legislative Function Erga Yuhandra; Gios Adhyaksa
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.922

Abstract

Village Government has a very significant role in managing social processes in the society. The purpose of this research is to examine the process of village regulations making in Kuningan District and the effectiveness of the Village Consultative Body (BPD) in implementing legislative function. The method used in this research was a juridical-empirical research method. A rational analysis based on juridical references was then conducted through literature and field research. The results showed that the Village Consultative Body as a legislative institution at the lower level has an important role in establishing government legal products to realize checks and balances system and accommodating the society’s aspirations. Normatively, the establishment of village regulations in Sukaharja village is not running properly, and in its implementation, the establishment of village regulation in Sukaharja has not fully contained the principles of good regulations making based on Law Number 12 of 2011 concerning Establishment of Legislation. In its process, there are some stages which are not implemented by both village head and BPD so that the regulation is less effective for the society. The Village Consultative Body has three main functions, namely legislation, supervision, and aspiration. Here, the Village Consultative Body is still less effective in implementing those three functions, especially the legislative function. It can be seen from the period of 2010-2015 in which the legal products produced by the BPD are very low, whereas there are many provisions that should have a legal umbrella in order to create legal certainty for the society. This situation happens because there is a lack of human resources in forming the village regulation draft, and the village government does not understand what the contents of the village regulations that should have a legal umbrella in village regulations making.Pemerintah Desa memiliki peran yang sangat signifikan dalam pengelolaan proses sosial di dalam masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana proses pembentukan peraturan desa di Kabupaten Kuningan dan evektifitas Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsi legislasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis-empiris selanjutnya dilakukan analisa rasional berdasarkan acuan yuridis melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Hasil penelitian bahwa Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga legislatif di tingkat bawah yang mana memiliki peranan penting dalam pembentukan produk hukum pemerintahan desa untuk mewujudkan sistem check and balences dan penyambung lidah masyarakat dalam menyampaikan aspirasi. Secara normatif pembentukan perdes di desa Sukaharja belum sesuai, namun dalam tarap implementasinya dalam pembentukan peraturan desa di desa Sukaharja belum sepenuhnya memuat asas-asas pembentukan peraturan yang baik menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam prosesnya masih terdapat tahapan-tahapan yang tidak dijalankan baik oleh kepala desa maupun BPD, sehingga peraturan tersebut kurang berdaya guna bagi masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa memiliki tiga fungsi yaitu legislasi, pengawasan, dan menampung aspirasi masyarakat. Dalam menjalankan fungsi legislasi tertutama dalam hal ini masih kurang efektif dilihat dari kurun waktu tahun 2010-2015 produk hukum yang dihasilkan oleh BPD sangat rendah, seyogianya banyak ketentuan yang harus dibuatkan payung hukum agar terciptanya kepastian hukum bagi masyarakat setempat. Hal tersebut terjadi karena masih minimnya sumber daya manusia dalam menyusun draf rancangan perdes, serta pemerintah desa belum memahami apa saja materi muatan dari  peraturan desa yang harus dibuat payung hukum dalam pembuatan perdes.
Limits on The Implementation of Contrario Actus Principle in The Procurement of Civil Servants Risang Pujiyanto; Sonny Taufan; Netti Iriyanti
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.1237

Abstract

Procurement of Civil Servants (PNS) which is not in accordance with the legislations and the general principles of good governance have the potential to become State Administration disputes. One of the examples is a civil servant procurement dispute in Dompu District in 2014 where the Judges decided to reject the plaintiffs claim by considering the Contrario Actus Principle. This research was a normative research by using a statute and case approach. The legal materials used in this research were primary and secondary legal materials. Moreover, the data analysis method used was descriptive qualitative. The results showed that in the Civil Servant Procurement Dispute in Dompu District in 2014, the Judges of Mataram Administrative Court judged that the Dompu District Head, in terms of authority and procedure, did not violate the laws and the general principles of good governance. Moreover, in terms of substance, the Judges considered that the Dompu District Heads decision was in accordance with the Contrario Actus Principle. By looking at the decidende ratio and Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration, the limits on the implementation of the Contrario Actus principle in the procurement of Civil Servants are; 1) The withdrawn KTUN is a bound KTUN, 2) The withdrawn KTUN has a defective authority, 3) The withdrawn KTUN has a defective procedure, and/or 4) The withdrawn KTUN has a defective substance which is caused by fraud, coercion, bribe, or error.Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik berpotensi menjadi sengketa Tata Usaha Negara. Salah satu contohnya adalah sengketa pengadaan PNS di Kabupaten Dompu Tahun 2014 dimana Majelis Hakim memutuskan menolak gugatan penggugat dengan pertimbangan Asas Contrario Actus. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum dan bahan hukum sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam sengketa Tata Usaha Negara pengadaan PNS Kabupaten Dompu Tahun 2014, Majelis Hakim PTUN Mataram menilai secara kewenangan dan prosedur Bupati Dompu selaku tergugat tidak melanggar peraturan-perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Sementara secara substansi, Majelis Hakim menilai keputusan Bupati Dompu sudah sesuai dengan Asas Contrario Actus. Dengan melihat ratio decidende dan ketentuan Undang-Undang Nomor No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan maka batasan penggunaan asas Contrario Actus dalam pengadaan PNS adalah 1) KTUN yang dicabut merupakan KTUN yang bersifat terikat, 2) KTUN yang dicabut terdapat cacat wewenang, 3) KTUN yang dicabut terdapat cacat prosedur, dan/atau 4) KTUN yang dicabut terdapat cacat
Reconstruction of Advocate Policy in Assisting Child Cases Based on Value of Justice (A Study in Kuningan District) Diding Rahmat; Teguh Prasetyo; Sri Endah Wahyuningsih
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.1222

Abstract

An advocate is a person whose profession is providing legal services both inside and outside the court that meets the requirements based on legislations. In child cases, the role of advocates is needed to provide legal protection for children in order to create a child generation which is free from discrimination, violence and exploitation. The purpose of this research is to analyze various regulations regarding advocate policy in legal assistance on criminal cases, especially on child cases and how the policy is implemented in assisting child cases at the level of investigations in police, prosecutors office and court in Kuningan District. The method used in this research was the Evaluative Analysis method, which is a method of collecting and presenting the obtained data to analyze actual situation and subsequently carry out rational analysis based on juridical references through library and field research. As results, this research found that the regulations applied in providing legal assistance on child cases include; Article 23 paragraph (1) of Law Number 11 of 2012 concerning System of Child Criminal Justice, and Kuningan District Regulation Article 17 Point (b) Number 15 of 2003 concerning Implementation of Child Protection. Moreover, the implementation of advocate policy in assisting child cases in Indonesia has not been carried out optimally both in police, prosecutor's office and court due to the following factors, namely legislation factors, legal apparatus factors, and society awareness factors (legal culture). Therefore, there is a need for reconstruction of legal awareness through education, training and socialization, especially for the law enforcement of child cases. Besides, the societys legal culture regarding the obligation of advocate assistance needs to be improved so that the objectives to provide child protection can be achieved.Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik didalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan per Undang Undang. Dalam perkara anak peran advokat sangat di perlukan dalam perlindungan hukum bagi anak yang merupakan bagian terpenting dalam menjaga generasi anak yang bebas dari diskriminasi, kekerasan dan eksploitasi sehingga mampu membangun generasi anak bahagia dan sejahtera. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbagai peraturan mengenai kebijakan advokat dalam pendampingan hukum dalam perkara pidana khususnya terhadap terhadap perkara anak serta bagaimana implementasi kebijakan peran advokat dalam pendampingan perkara anak di tingkat penyelidikan dan penyidikan di kepolisisan, kejaksaan dan pengadilan Negeri Kuningan. Methode penelitian yang digunakan oleh penyusun dalam pembahasan penelitian ini adalah methode Evaluatif Analisis, yaitu suatu methode mengumpulkan dan menyajikan data yang diperoleh untuk menganalisis keadaan yang sebenarnya dan selanjutnya dilakukan analisis rasional berdasarkan acuan yuridis melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil Penelitian ini yaitu Pertama,.Pasal 23 ayat (1) Undang Undang nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Perda Kabupaten Kuningan Pasal 17 hurp (b) No.15 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak .Kedua, Implementasi peran advokat dalam pendampingan perkara anak di Indonesia belum dilaksanakan dengan maksimal baik di kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan hal ini karena faktor faktor sebagai berikut yaitu Faktor Peratuan Perundang Undangan, Faktor Aparat Hukum dan Faktor Kesadaran Masyarakat (Budaya Hukum). Oleh sebab itu perlu adanya rekontruksi peningkatan kesadaran melalui pendidikan, pelatihan dan sosialisasi terhadap penegak hukum perkara anak maupun terhadap budaya hukum masyarakat tentang kewajiban pendampingan advokat sehinga tujuan keadilan perlindungan anak dapat terpenuhi.
The Formulation Policy on Corporate Criminal Liability System For The 1950 - 2017 Period and Its Harmonization in The Renewal of National Criminal Law Dwidja Priyatno; Kristian Kristian
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.1392

Abstract

The Criminal Code (KUHP) which currently applies does not recognize corporations as the subject of criminal acts. Therefore, the formulation/legislation policy concerning corporate criminal liability system in Indonesia is only regulated in various specific criminal laws (lex specialis). This research discusses the formulation/legislation policy regarding the corporate criminal liability system in 124 special criminal legislations outside the Criminal Code (KUHP) from 1950-2017. This research used a normative juridical research method as well as interpretation method with a policy-oriented approach. Types and sources of data used were secondary data in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials. The collected data were then analyzed based on qualitative analysis method. The results of the research showed that the corporate criminal liability system in legal politics in Indonesia (especially in the formulation/legislation policy) still experiences disorientation and disharmonious. Besides, the national law development should follow every development and/or change of society that is developing in the direction of modernization and globalization and should be able to accommodate all society’s needs in various fields. This legal development should be continuously carried out (as a dynamic and an endless process) by "improving (making things better)" and "changing the law to be better and modern".Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku tidak mengakui korporasi sebagai subjek tindak pidana.Oleh karenanya, kebijakan formulasi/legislasi mengenai sistem pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia hanya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan pidana yang bersifat khusus (lex specialis). Penelitian ini akan membahas mengenai kebijakan formulasi/legislasi mengenai sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dalam 124 (seratus dua puluh empat) peraturan perundang-undangan pidana khusus di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dari tahun 1950-2017. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode interpretasi dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach). Jenis dan sumber data yang dipergunakan adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Data yang telah terkumpul akan dianalisis berdasarkan metode analisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dalam politik hukum di Indonesia (khususnya pada kebijakan formulasi/legislasi) masih mengalami disorientasi dan disharmoni. Selain itu, pembangunan hukum nasional harus mengikuti setiap perkembangan dan/atau perubahan masyarakat yang sedang berkembang ke arah modernisasi dan globalisasi serta mampu menampung semua kebutuhan masyarakat di berbagai bidang. Pembangunan hukum seperti ini harus terus-menerus dilakukan (sebagai proses yang dinamis dan proses yang tidak pernah berakhir) dengan cara “menyempurnakan (membuat sesuatu yang lebih baik)” dan “mengubah agar hukum menjadi lebih baik dan modern”.
Human Rights Implementation in The Means of Social Control on Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT) In Indonesia Desvia Winandra
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.1160

Abstract

Human rights applied in Indonesia do not conflict with Pancasila, the 1945 Constitution and religion, and are relative-particularistic. All citizens have the basic rights to freedom. However, the freedom they possess has limits that apply to all citizens without exception, including for lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) people. The purpose of this research is to analyze the treatment and views of the society and the implementation of human rights on lesbian, gay, bisexual, and transgender. The method used was non-doctrinal research method. The results of the research showed that the presence of LGBT people is still accepted, but their behavior is not acceptable in society. In conclusion, human right is basically the basic right that every human being has from the womb, born until his death and this right is irrevocable for any reason, except by the Almighty God as the Creator. Indonesia strictly forbids LGBT because it is not in accordance with Pancasila and contradicts with Indonesian cultural values. Yet, in Human Rights Law context, LGBT should get the same rights as other citizens. Human Rights Law in Indonesia protects all citizens’ rights, without exception, especially their civil rights.Hak Asasi Manusia (HAM) yang berlaku di Indonesia tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 dan agama, serta bersifat partikularistik relatif. Semua manusia memiliki hak asasi atas kebebasan. Namun, kebebasan yang dimiliki memiliki batas-batas yang berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali, termasuk bagi kaum lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT). Tujuan penelitian ini yaitu merumuskan perlakuan dan pandangan masyarakat serta implementasi hukum hak asasi manusia terhadap lesbian, gay, biseksual, transgender. Metode penelitain yaitu mengunakan penelitian non doktrinal. Hasil dari penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa kaum LGBT kehadirannya masih diterima tetapi perilaku mereka tidak dapat diterima di dalam masyarakat. Simpulan yaitu bahwa Pada dasarnya hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak dalam kandungan, lahir sampai kematiannya yang tidak dapat dicabut dengan alasan apapun juga kecuali oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai penciptanya. Indonesia melarang keras LGBT karena tidak sesuai dengan Pancasila dan bersimpangan dengan nilai budaya Indonesia, tetapi dalam konteks Hukum Hak Asasi Manusia, LGBT seharusnya mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat lain. Hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia melindungi seluruh hak masyarakatnya, tanpa terkecuali, terutama hak sipilnya.
Legal Analysis of The Implementation of Child Inmates Coaching in Class II-B Correctional Institution of Langsa City, Indonesia Wilsa Wilsa
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.864

Abstract

Republic of Indonesia Law Number 12 of 1995 concerning Corrections assets that correctional coaching is carried out based on several principles, namely: guidance; treatment and service equality; education and counseling; respect for human dignity; and guarantee to keep in touch with families and certain people. Class II-B Correctional Institution of Langsa city is an adult Correctional Institution. The purpose of this study is to analyze the implementation of child inmates coaching in Class II-B Correctional Institution of Langsa city and find out the efforts done to overcome constraints in the implementation of child inmates coaching. The method used in this research was Juridical Empirical research method that examines the implementation of normative legal behavior relating to the implementation of child inmates coaching in Class II-B Correctional Institution of Langsa city. The results showed that the implementation of child inmates coaching does not correspond to childs rights since, in addition to an over capacity of the correctional institution, child inmates do not get personality and self-reliance coaching. In conclusion, the child inmates coaching which is expected to be well implemented is far from the expectations since it does not correspond to childs rights. Therefore, it suggested that the government can immediately build a special Correctional Institution for child inmates with appropriate facilities and infrastructure since children are the next generation of a nationUndang-undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dimana menegaskan pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan beberapa asas yaitu : Pengayoman ; Persamaan perilaku dan pelayanan ; Pendidikan dan pembimbingan ; Penghormatan harkat dan martabat manusia ; Kehilangan kemerdekaan satu-satu nya penderitaan ; Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu . Lembaga Pemasyarakatan kelas II-B Kota Langsa adalah lembaga Pemasyarakatan Dewasa, Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis bagaimana pelaksanaan pembinaan hak-hak narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan kelas II-B Kota Langsa dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pembinaan narapidana anak. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu Metode penelitian yang digunakan yaitu Yuridis Empiris yaitu mengkaji mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (perundang-undangan) yang berhubungan dengan pembinaan narapidana anak di lembaga pemasyarakatan Kelas II-B kota Langsa. Hasil penelitian pelaksanaan pembinaan narapidana anak tidak memenuhi hak-hak narapidana anak, karena selain keadaan lembaga pemasyarakatan over kapasitas, kenyataan apa yang diharapkan tidak terealisasi dengan baik, karena narapidana anak tidak mendapatkan pembinaan kepribadian dan pembinaam kemandirian. Simpulan secara faktual pembinaan narapidana anak yang diharapkan tidak terlaksana dengan baik, jauh dari harapan pemenuhan hak-hak narapidana anak., disarankan pemerintah segera membangaun Lembaga pemasyarakatan khusus anak dengan sarana dan prasarana yang layak. Mengingat anak adalah generasi yang berpotensian bagi bangsa
The Implication of Pancasila Values on The Renewal of Criminal Law in Indonesia Dian Alan Setiawan
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.948

Abstract

The current draft of the Criminal Code is inseparable from the idea that the legal characteristics in Indonesia are the adoption of the societys social order which is reflected in the living code of cultural values and social life in Indonesian society which is heterogeneous and plural. The existence of cultural values as a developing law in the society cannot be denied its role in a basic framework for the arrangement of national criminal law in the future. The problem examined in this research is formulated into the following questions: What are the influences of cultural values on the renewal of criminal law? What are the implications of Pancasila values on the development of the current criminal law? The method used in this research was normative legal research method where the law is conceptualized as a method. This research is a legal research using a conceptual and legislation approach that will review the related law. The results of this research provide an understanding to pay attention to the characteristics of criminal law in Indonesia in accordance with the characteristics of Indonesian citizen which is based on the philosophy of Pancasila. It needs to be emphasized since the future renewal of the Criminal Code is expected to be valid in a long term period so that the renewal needs to be done carefully and thoroughly, starting from its substance and structure, legal cultural values, to legal validity. Those aspects should be carefully considered so that the renewal of the Criminal Code is in line with law enforcement efforts which correspond to the societys demands in the reform era. Lastly, this research is expected to provide input to governments, especially to the related lawmakers and law enforcement officers, to make improvements and enhancements in the provisions concerning the influence of Pancasila values on the renewal of criminal law.Konsep Rancangan KUH Pidana yang ada sekarang ini tidak terlepas dari pemikiran bahwa karakteristik hukum di Indonesia merupakan adopsi dari tatanan sosial masyarakat yang tercermin dalam tata laku hidup nilai nilai budaya dan kehidupan sosial dalam keragaman masyarakat Indonesia yang heterogen dan plural. Keberadaan nilai nilai budaya sebagai hukum yang berkembang di masyarakat tidak dapat dipungkiri peranannya dalam suatu kerangka dasar penyusunan hukum pidana nasional di masa yang akan datang. Rumusan masalah yang ditelaah dalam penelitian ini apakah pengaruh nilai nilai budaya terhadap pembaharuan Hukum Pidana ? Apakah implikasi nilai pancasila terhadap perkembangan hukum pidana saat ini ? Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dimana hukum dikonsepkan sebagai kaedah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan yang akan meninjau kembali Undang-Undang terkait. Hasil penelitian ini memberikan pemahaman agar memperhatikan karakteristik hukum pidana sesuai dengan ciri khas kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini perlu ditekankan karena pembaharuan KUH Pidana ke depan diharapkan dapat diperlakukan dalam jangka panjang sehinga perlu digarap dengan cermat dan teliti substansi maupun struktural, nilai budaya hukum, sampai validitas hukum (daya berlaku). semua itu dimaksudkan agar pembentukan KUH Pidana yang baru tersebut tidak menjadi sia-sia dengan upaya penegakan hukum yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dalam era reformasi. Simpulan dan saran dalam penelitian ini diharapkan memberi masukkan kepada pemerintah terutama kepada para pembuat undang-undang dan para penegak hukum terkait untuk melakukan penyempurnaan dan perbaikan dalam ketentuan mengenai nilai-nilai pancasila yang memberikan pengaruh terhadap pembaharuan hukum pidana
Legal Antropology Approach on The Application of Village Website in Digital Economic Era in Indonesia Sarip Sarip; Diana Fitriana
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v5i2.877

Abstract

Legal anthropology approach is a scientific discipline which explicitly focuses on normative complexity in society and on the relationship between human behavior and its complexity and changes in both human behavior and normative complexity. The application of modern technology in villages has shown the central governments support, especially in the acceleration of village economy. On the other hand, there are not many people in the village who understand the application of the technology itself. Villages, that are vulnerable to changes, require special attention especially with regard to technology. The aim of legal anthropology in accelerating the digital economy is expected to provide a balance in the acceleration of village economy. Thus, the issue raised in this research is how the novelty and renewal of law on digital economy acceleration through the village website viewed from legal anthropology. This research used a normative legal research method which was done by describing views related to the subject matter. In terms of anthropological tendency, there is a tendency adjusted to the dynamics of the societys culture including the acceleration of digital economy for the village. Anthropology sees only law as an aspect of culture, namely an aspect used by public authority in regulating behavior and society, so that there are no deviations and irregularities of the determined social norms. Legal anthropology looks at possible differences or even conflicts in order to assess the modernization culture with the level of understanding in the village. The legal novelty and renewal in the village with regard to digital economic acceleration is considered as a channel, means, and a type of membrane that can be penetrated without disturbing or damaging the membrane.Pendekatan Antropologi hukum merupakan disiplin ilmiah yang paling eksplisit memusatkan perhatian pada ke-kompleksitasan normatif dalam masyarakat dan pada hubungan antara prilaku manusia dengan ke-kompleksitasan, perubahan-perubahan baik dalam prilaku manusia maupun dalam kekompleksitasan normatif. Penerapan teknologi modern di desa- desa telah menunjukan dukungan pemerintah pusat terutama dalam percepatan ekonomi desa. Di sisi lain masyarakat desa masih belum banyak yang mengerti akan penerapan teknologi itu sendiri. Desa yang rentan akan perubahan memerlukan perhatian yang khusus apalagi berkenaan dengan teknologi. Tujuan antropologi hukum dalam percepatan ekonomi digital diharapkan memberikan keseimbangan dalam percepatan ekonomi desa. Maka yang menjadi pertanyaan yakni bagaimana kebaruan dan pembaharuan hukum percepatan ekonomi digital melalui website desa dilihat dari sisi antropologi hukum. Penelitian sendiri menggunakan metode penelitian hukum normative dilakukan dengan cara mendeskripsikan pemikiran yang berkenaan dengan pokok bahasan. Kecenderungan antropologis, terdapat kecenderungan yang disesuaikan dengan dinamika budaya masyarakat termasuk didalamnya percepatan ekonomi digital bagi desa. Antropologi melihat hukum sebagai aspek dari kebudayaan, yaitu suatu aspek yang digunakan oleh kekuasaan masyarakat yang teratur dalam mengatur perilaku dan masyarakat, agar tidak terjadi penyimpangan dan penyimpangan yang terjadi dari norma-norma sosial yang ditentukan dapat diperbaiki.Antropologi hukum dengan melihat kemungkinan perbedaan atau bahkan pertentangan masyarakat desa dalam rangka menilai budaya modernisasi dengan tingkat pemahaman di desa.Kebaruan dan pembaharuan hukum di desa berkenaan dengan percepatan ekonomi digital dianggap sebagai saluran, sarana, sejenis selaput yang bisa ditembus tanpa mengganggu atau merusak selaput.

Page 5 of 16 | Total Record : 155