cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Indonesian Journal of Human Nutrition
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : 24426636     EISSN : 23553987     DOI : https://doi.org/10.21776
Core Subject : Health,
Indonesian Journal of Human Nutrition (IJHN) merupakan jurnal ilmiah yang memuat artikel penelitian di bidang gizi manusia dan di terbitkan oleh Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dan terbit dua kali dalam setahun (bulan Mei dan November).
Arjuna Subject : -
Articles 199 Documents
Hubungan Konsumsi Minuman Berpemanis dengan Kejadian Kegemukan pada Remaja di SMP Negeri 1 Bandung (Correlation of Sweetened-Drink Consumption with Obesity Prevalence in Adolescence in State Secondary School 1 Bandung) Akhriani, Mayesti; Fadhilah, Eriza; Kurniasari, Fuadiyah Nila
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.445 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.01.4

Abstract

AbstrakMinuman berpemanis adalah minuman yang ditambahkan gula sederhana selama proses produksi sehingga dapat menambah kandungan energi, tetapi memiliki sedikit kandungan zat gizi lain. Minuman berpemanis di Indonesia mengandung 37-54 gram gula dalam kemasan saji 300-500 ml. Jumlah kandungan gula ini melebihi 4 kali rekomendasi penambahan gula yang aman pada minuman, yaitu 6-12 gram dan menyumbang energi 310-420 kkal. Konsumsi berlebih minuman berpemanis mungkin dapat menjadi penyebab dari kegemukan. Kegemukan adalah akibat dari berlebihnya asupan energi dibandingkan penggunaan energi sehingga terjadi penyimpanan berlebih lemak tubuh di jaringan adiposa. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan konsumsi minuman berpemanis dengan kejadian kegemukan remaja di SMP Negeri 1 Bandung. Data diperoleh dari cross-sectional study dengan jumlah responden 100 siswa kelas VIII pada November 2014. Responden berumur 12-14 tahun dengan status gizi IMT/U >-2,00 SD. Data konsumsi minuman berpemanis diperoleh dari metode wawancara dengan menggunakan Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) selama satu minggu. Status gizi kegemukan menggunakan indikator IMT/U. Hasil uji statistik univariat didapatkan bahwa rata-rata konsumsi minuman berpemanis sebesar 60,43 gram (±36,31SD) menyumbangkan 19,04% energi dari rata-rata total energi responden 1754,089 kkal, sedangkan rata-rata status gizi berdasarkan IMT/U adalah 0,149 (±1,016SD) dan kejadian kegemukan sebesar 21% dari seluruh responden. Kesimpulan berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak ada hubungan antara konsumsi minuman berpemanis dan kejadian kegemukan pada remaja di SMP Negeri 1 Bandung (p>0,05).Kata kunci: minuman berpemanis, remaja, kegemukan AbstractSugar-sweetened drinks are drinks that are added with sugar during production process and contribute to energy content but have less nutrients. Sugar-sweetened drinks in Indonesia contained 37-54 gram (gms) sugar for 300-500 ml serving. This sugar content exceeds 4 times the recommended added sugar for drinks, that is 6-12 gram and has contributed in 310-420 energy calories. Excessive sugar-sweetened drinks may cause overweight. Overweight is a condition when energy consumption was exceeding energy expenditure, therefore there will be an excessive fat storage in adipose tissue. The aim of this research is to find the correlation between sugar-sweetened drinks consumption and overweight in adolescents. This research was a cross-sectional study with 100 subjects from second grade and held on November 2014. Subjects were aged from 12 to 14 years, and had z-score more than -2 SD. Sugar-sweetened drinks consumption was obtained by the interview with Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) for a week. Overweight status was measured by using BMI for age z-score. The unvaried statistic result show that average of sugar-sweetened drinks consumption was 60,43 gram (±36,31SD) and it contributed to 19,04% energy from the average subject’s energy, 1754,089 calories. Meanwhile, nutritional status average based on z-score was 0,149 (±1,016SD) and overweight prevalence was 21%. It was then concluded based on Pearson’s correlation analysis that there was no correlation between sugar-sweetened drinks consumption and overweight in adolescents (p>0,05) Keywords: sugar-sweetened drinks, adolescents, overweight
Mi “Mocafle” Peningkatan Kadar Gizi Mie Kering Berbasis Pangan Lokal Fungsional (Mocafle Noodle to Increase the Nutritional Level of Dry Noodles as Fuctional Local Food Based) Aliya, Lisana Shidiq; Rahmi, Yosfi; Soeharto, Setyawati
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016): Suplemen "Malang Current Issues On Nutrition (MCION)"
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.887 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.4

Abstract

AbstrakBerdasarkan Riskesdas 2010, prevalensi balita Kurang Energi Protein (KEP) sebesar 17,9%. Penduduk Indonesia yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal sebanyak 40,7%, sedangkan untuk protein sebanyak 37%. Salah satu cara mengatasi KEP antara lain dengan diversifikasi pangan terutama di daerah rawan pangan ataupun masyarakat berdaya beli rendah. Pangan lokal fungsional yang bisa diupayakan adalah mocaf karena karbohidratnya tinggi dan lele karena proteinnya tinggi. Ketersediaan mocaf dan lele cukup melimpah dan mudah didapat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan formulasi tepung mocaf dan tepung lele pada produk Mie Kering “Mocafle” dapat diterima secara mutu fisik maupun mutu organoleptik dan terdapat peningkatan kadar zat gizinya. Metode penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan dan 5 kali replikasi. Taraf perlakuan berdasarkan proporsi tepung terigu, tepung mocaf, tepung tapioka, dan tepung lele dengan perbandingan P0 (100%; 0%; 0%; 0%), P1 (40%; 40%; 20%; 0%), P2 (35%; 40%; 20%; 5%), P3 (30%; 40%; 20%; 10%), dan P4 (25%; 40%; 20%; 15%). Parameter yang diamati adalah daya putus mie, rasa, warna, aroma, tekstur, karbohidrat, protein, lemak, dan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian terbaik panelis, mie “Mocafle” dengan formulasi tepung terigu 35%, tepung mocaf 40%, tepung tapioka 20%, dan tepung lele 5% secara mutu fisik dan mutu organoleptik relatif sama dengan mie kontrol, secara kandungan gizi proteinnya sedikit lebih rendah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dapat mewujudkan suatu produk berbahan dasar pangan lokal fungsional yang dapat diterima oleh masyarakat dan pemanfaatan mocaf dapat mengurangi ketergantungan kepada terigu.Kata kunci : tepung mocaf, tepung lele, mie kering, pangan lokal AbstractBased on Riskesdas 2010, the prevalence of toddler’s Protein Energy Deficiency (PEM) was accounting for 17.9%. Indonesian people consume under the minimal requirements as much as 40.7% for energy and 37% for protein. One of the ways to overcome PEM is food diversification, especially in food insecure areas and has low purchasing power. Local functional foods that could be secured are mocaf because of its high carbohydrate and catfish because of its high protein. The availability of mocaf and catfish is relatively abundant and easily obtained. The purpose of this research is to prove mocaf flour and catfish flour formulations on dried noodles "Mocafle" acceptable in their physical quality and organoleptic quality and to increase the nutritional quality. Research methods were completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. Treatment was based on the proportion of wheat flour, mocaf flour, tapioca flour, and catfish flour with comparison P0 (100%:0%:0%:0%), P1 (40%: 40%: 20%: 0%), P2 (35%: 40%: 20%: 5%), P3 (30%: 40%: 20%: 10%), and P4 (25%: 40%: 20%: 15%). Parameters measured were breaking power of noodle, taste, color, flavor, texture, carbohydrates, protein, fat, and water content. The results showed that the best assessment based panelists was that "Mocafle" noodle with formulation of 35% wheat flour, 40% mocaf flour, 20% tapioca flour, and 5% catfish flour is relatively the same as standard noodles in their physical quality and organoleptic quality, while in their nutritional quality it has lower protein level. The conclusion of this study is that local functional food can be produced which can be accepted by the society and reduces wheat flour dependence.Keywords : mocaf flour,catfish fluor, dry noodles, local food
Ketersediaan dan Keragaman Pangan serta Tingkat Ekonomi sebagai Prediktor Status Gizi Balita (The Availability and Diversification of Food as Well as Economic Status as the Predictor of Nutritional Status of Children Under 5 Years Old) Wirawan, Nia Novita; Rahmawati, Widya
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016): Suplemen "Malang Current Issues On Nutrition (MCION)"
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (472.93 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.9

Abstract

 Penyebab tidak langsung dari masalah gizi balita adalah ketersediaan pangan dan keragamannya. Ketersediaan dan keragaman pangan ini tidak terlepas dari tingkat sosial ekonomi keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dari keragaman pangan, ketersediaan pangan, dan tingkat ekonomi dengan status gizi balita di Kota Malang. Penelitian cross-sectional dengan metode multistage sampling pada 57 kelurahan di kota Malang dilakukan pada 115 keluarga yang mempunyai balita pada tahun 2014. Keragaman pangan tingkat rumah tangga diukur dengan kuesioner Household Dietary Diversity Score (HDDS), ketersediaan pangan rumah tangga dengan Household 7-days-food record, tingkat ekonomi dengan indikator jenis dan total pendapatan, persen pengeluaran untuk pangan (%PP) serta status gizi balita dengan indikator z-skor BB/TB, BB/U, dan TB/U. Analisis dilakukan dengan uji korelasi Spearmann/Pearson dan Fisher’s exact.  Rata-rata usia balita adalah 24,22 ± 15,74 bulan terdiri dari laki-laki 61 (53%) dan 54 (47%) perempuan. Prevalensi balita kurus 12,17%, pendek 26,09%, dan berat badan kurang 11,3%. Median HDDS adalah 9 dengan ketersediaan energi/kapita/hari sebesar 983,28 (631,58; 2210,97) kkal/kapita/hari. Rata-rata total pendapatan per rumah tangga adalah Rp.1.176.576±1,94 dan Rp.374.47±1,9 per kapita. Adapun %PP  sebesar 59,13±1,8%. Terdapat hubungan negatif antara z-skor BB/TB dan HDDS dengan dengan %PP (p=0.042, r=-0.19 dan p=0,002 dan r=-0,29) serta hubungan positif antara HDDS dengan jumlah pendapatan (p<0,001 dan r=0,378). Z-skor BB/TB juga mempunyai hubungan dengan jenis pendapatan (p<0,05). Kesimpulannya bahwa ada hubungan antara keragaman pangan dan pendapatan (jumlah dan jenis) dengan Z-skor BB/TB sehingga hal ini dapat digunakan sebagai prediktor status gizi.Kata Kunci: Keragaman pangan; ketersediaan pangan; status gizi; HDDS  The underlying cause of malnutrition among children under the age of five is food availability and food diversity. These factors are related to economic level of the household. The aim of this study was to assess the correlation betwen food availability and diversity as well as economic status and nutritional status of children under five in Malang City. A cross-sectional study with multistage sampling method from 57 villages in Malang city was conducted among 115 households having underfive age children in 2014. Food diversity was measured using  Household Dietary Diversity Score questionnaire (HDDS), household food availability using Household 7-day-food record, economic status using the indicator types of income, total income, and proportion of food expenditure (%FE). WHZ, WAZ and HAZ were used to determine nutritional status. Analisis was performed by Spearmann/Pearson correlation and Fisher’s exact.  The average age of children was 24,22 ± 15,74 months, consisting of 61 (53%) male and 54 (47%) female. Prevalence of wasting was 12,17%, stunting 26,09% and underweight 11,3%. Median HDDS was 9, food availaibilty in term of energy/person/day was 983,28 (631,58; 2210,97) kcal/person/day. The average income per household was Rp.1.176,576±1,94 and Rp.374.47±1,9 per person. Proportion of food expenditure was 59,13±1,8%. There was a negative correlation between WHZ and HDDS with %FE (p=0.042, r=-0,19 dan p=0,002 dan r=-0,29) and positive correlatition between HDDS and total income (p<0,001 dan r=0,378). WHZ was also correlated with types of incomes (p<0,05). The conclusion was that dietary diversity and income (types and amount) was correlated with WHZ. Therefore these indicators can be used as a predictor of nutritional status. Key words: dietary diversity; food availability; nutritional status; HDDS
Pengaruh Pemberian Jus Jambu Biji Merah (Psidium guajava) dan Jeruk Siam (Citrus nobilis) terhadap Kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada Pasien Dislipidemia (The Effect of Guava Extract (Psidium guajava) and Siam Citrus Fruit (Citrus nobilis) on HDL Level in Dyslipidemic Patients) Hayudanti, Dewinta; Kusumastuty, Inggita; Tritisari, Kanthi Permaningtyas
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.759 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.01.5

Abstract

AbstrakPenurunan kadar HDL merupakan salah satu tanda yang terjadi pada penderita dislipidemia. Pada penderita dislipidemia, serat memiliki peranan penting sebagai arteroprotektif. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian jus jambu biji merah dan buah jeruk siam dapat memenuhi kebutuhan hingga 21,5 g serat/hari (serat larut air) sehingga dapat meningkatkan kadar HDL. Study quasi experimental ini  menggunakan desain pre-post test control group yang dilakukan  terhadap pasien dislipidemia di Puskesmas Cisadea Kota Malang. Sampel dipilih secara non probability yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol (n=16) yang hanya diberikan konseling gizi saja dan kelompok perlakuan (n=16) yang diberikan konseling gizi serta jus jambu biji merah dan buah jeruk siam yang diintervensi selama 14 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan selisih kadar HDL dari pemberian jus jambu biji merah dan buah jeruk siam antara kelompok kontrol ±1,06 dan kelompok perlakuan ±0,06. Setelah dilakukan analisis menggunakan uji Independent t-test, terdapat perbedaan yang signifikan (p&lt;0,05).Kata kunci: dislipidemia, HDL, jambu biji merah, buah jeruk siam. AbstractLow levels of HDL is a feature in dyslipidemia patient. Fiber has an important role as arteroprotective in dislipidemia patient. The fibers in red guava juice and siam citrus fruit can meet up to 21,5 g fiber/day. This research aims to prove that fibers increase HDL levels. Quasi experimental study used design pre-post test control group in patient with dislipidemia in Public Health Center Cisadea of Malang City. The sample was selected based on  by non probability sampling to be devided into two groups, the control group (n=16) were only given nutritional counseling and treatment (n=16) were given nutritional counseling as well as guava juice and siam citrus fruit who intervention during the 14 days. The results of this research suggest that increased the difference of levels of HDL as an influence of red guava juice and siam citrus fruits between control group ±0,06 mg/dl and treatment group 1.06 mg/dl, and it show that the comparison of the difference in HDL levels increase between groups, there was a significant different (p&lt;0,05). Conclusions of this research is red guava juice and siam citrus fruit affecting HDL levels significantly. Based on the research results, suggestions for further research are using other foods as a source of fiber.Keywords: dyslipidemia, HDL, red guava, siam citrus fruit.
Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Jeneponto (Risk Factors of Stunting among Children Aged 6-23 Months in Jeneponto Regency) Hafid, Fahmi; Nasrul, Nasrul
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016): Suplemen "Malang Current Issues On Nutrition (MCION)"
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (32.69 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016. 003. Suplemen.5

Abstract

AbstrakStunting adalah retardasi pertumbuhan linier kurang dari -2 SD panjang badan menurut usia. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktor risiko stunting anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Jenis penelitian analitik dengan disain cross sectional. Populasi penelitian adalah 410 Set e-files data Survei Gizi &amp; Kesehatan Ibu dan Anak Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2014 jumlah sampel sebanyak 350 set data dengan teknik exhaustive sampling. Analisis data dengan uji Chi Square dan regresi logistic. Hasil penelitian menemukan bahwa faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto adalah berat badan lahir rendah OR=4,018; 95%Cl 1,714-9,420, usia anak 12-23 bulan OR=2,688; 95%Cl 1,646-4,390, tinggi badan ibu &lt;150cm dengan OR=1,948 95%Cl 1,202-3,158, pengasuh anak tidak mencuci tangan menggunakan sabun OR=1,785; 95%Cl 1,102-2,893 serta imunisasi dasar yang tidak lengkap dengan OR= 1,673; 95%Cl 1,049-2,669. Berbagai tindakan pencegahan stunting anak usia di bawah dua tahun terutama pada kelompok berisiko stunting seperti anak dengan berat lahir rendah, tinggi badan ibu&lt;150cm dengan membiasakan praktik mencuci tangan menggunakan sabun serta imunisasi dasar yang lengkap.Kata Kunci: Stunting, Anak usia 6-23 bulan, BBLR AbstractStunting is a linear growth retardation of less than -2SD body height based on age from the WHO Child Growth Standards. This study was aimed to analyze the risk factors for Stunting of children aged 6-23 months in Regency of  Bontoramba Jeneponto. This type of research is analytic research with cross sectional design. The population was 410 Set e-files Nutrition Survey data and Maternal and Child Health District of Bontoramba Jeneponto 2014 with the total sample of 350 sets of data with exhaustive sampling technique. Data were analyzed by chi square test and logistic regression. The study found that the risk factors for Stunting in children aged 6-23 months in District Bontoramba Jeneponto is due to low birth weight OR = 4,018;95%Cl 1,714-9,420, age 12-23 months OR = 2,688; 95%Cl 1,646- 4,390), maternal height &lt;150cm with OR = 1,948; 95%Cl 1,202-3,158, caregivers not washing hands with soap OR = 1,785;95%Cl 1,102-2,893) and incomplete basic immunization with OR = 1,673; 95%Cl 1,049-2,669. There are various prevention of stunting in children aged under two years especially at-risk groups such as the stunting of children with low birth weight, maternal height &lt;150cm including getting the practice of washing hands with soap and complete basic immunization.Keywords: Stunting, Children aged 6-23 months, low birth body weight
Pengaruh Edukasi Gizi terhadap Feeding Practice Ibu Balita Stunting Usia 6-24 Bulan (The Effect of Nutritional Knowledge on Feeding Practice of Mothers Having Stunting Toddler Aged 6-24 Months) Dewi, Maryati; Aminah, Mimin
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016): Suplemen "Malang Current Issues On Nutrition (MCION)"
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.378 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.1

Abstract

AbstrakStunting merupakan masalah gizi kurang yang kronis. Praktik pemberian makan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kejadian stunting, sehingga diperlukan adanya edukasi gizi mengenai praktik pemberian makan. Tujuan dilakukannya penelitian adalah mempelajari pengaruh intervensi edukasi gizi terhadap perbaikan pengetahuan dan praktik pemberian makan (feeding practice) ibu yang memiliki balita stunting. Desain penelitian digunakan desain quasi experiment dengan pre-post test two group design. Lokasi penelitian adalah 6 posyandu di kelurahan Cibeureum Kota Cimahi yang memiliki prevalensi stunting cukup tinggi, jumlah subyek penelitian penelitian pada kelompok satu dan dua masing-masing adalah 20 orang dengan kriteria inklusi meliputi ibu memiliki anak balita stunting usia 6-24 bulan saat penelitian berlangsung, anak tidak cacat, ibu dapat diajak berkomunikasi, bersedia menjadi subyek penelitian penelitian. Intervensi berupa edukasi gizi menggunakan booklet PMBA, cara mencuci tangan yang benar, daftar ukuran rumah tangga dan contoh hidangan yang diberikan 3 kali dengan selang waktu 1 minggu. Data yang dikumpulkan meliputi usia ibu, pendidikan, status bekerja, memberikan ASI, mulai MP-ASI, mendapat penyuluhan gizi, pre-post pengetahuan, pre-post feeding practice. Analisis statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna pada skor pengetahuan sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok (p=0,006; p=0,003), terdapat perbedaan rerata yang bermakna pada skor feeding practice sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok (p=0,002; p=0,05).Kata kunci: stunting, pengetahuan gizi, feeding practiceAbstract Feeding practices was one of the factors that contribute to the incidence of stunting and nutritional education needed to improve feeding practices. The purpose of this study was to study the effect of nutritional educational interventions to improve the knowledge and mother’s practice of feeding who has stunting toddlers. The design of this study used quasi-experimental design with pre-post test of two group design. This research was done in the six Public Health Centres of Cibeureum Cimahi which has high prevalence of stunting with the total number of samples in this study were 40 people and the member of each group was 20 people who have a criteria of mothers having stunting toddler aged 6-24 months as the research proceeds, toddler not disabled, mothers being able to communicate, willing to be a sample.  The Intervention of nutritional education using a PMBA booklet, poster about proper wash hands, and food sample given three times at intervals of one week. Data collected were maternal age, education, work status, breastfeeding, complementary feeding, nutritional counseling administration, pre-post knowledge, pre-post feeding practice. The statistical analysis used was Wilcoxon and Mann Whitney test. The result showed there were differences between the mean which was significant in knowledge score before and after the intervention in both groups (p=0,006; p=0,003), there is a mean difference that was significant in scores of feeding practices before and after the intervention in both groups (p=0,002; p=0,05).Keywords: stunting, knowledge of nutrition, feeding practices
Hubungan Status Gizi dan Pola Makan terhadap Penambahan Berat Badan Ibu Hamil (Correlation between Nutritional Status and Dietary Pattern on Pregnant Mother’s Weight Gain) Harti, Leny Budhi; Kusumastuty, Inggita; Hariadi, Irwan
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016): Suplemen "Malang Current Issues On Nutrition (MCION)"
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.387 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.6

Abstract

AbstrakStatus gizi dan pola makan merupakan faktor yang mempengaruhi penambahan berat badan ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara status gizi dan pola makan terhadap penambahan berat badan ibu hamil. Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 71 orang responden di wilayah kerja Puskesmas Penujak Kecamatan Praya Barat Nusa Tenggara Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner, SQ-FFQ, dan data dari buku KIA. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden, berat badan awal, berat badan saat hamil trimester 3 serta pola makan (pola makan makanan pokok dan lauk hewani). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson pada program SPSS windows version 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus gizi normal dengan rata-rata IMT 21,68 kg/m2 (±1,887 SD), rata-rata penambahan berat badan selama kehamilan 7,06+ 3,956 SD, dan sebagian besar pola konsumsi makanan pokok adalah 6 porsi dan lauk hewani <4 porsi dan >4 porsi. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi terhadap penambahan berat badan (p= 0,008, r = -0,311), ada hubungan antara pola makan makanan pokok terhadap penambahan berat badan (p= 0,003, r = 0,344), dan ada hubungan antara pola makan lauk sumber hewani terhadap penambahan berat badan (p= 0,024, r = 0,268). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dan pola makan (pola makan makanan pokok dan lauk hewani) terhadap penambahan berat badan ibu hamil.Kata kunci: status gizi, pola makan, penambahan berat badan ibu hamil AbstractNutritional status and diet are factors that influence weight gain for pregnant women. This study aims to prove the relationship between nutritional status and diet on weight gain for pregnant women. This study uses an analytic observational study with cross sectional approach conducted on 71 respondents in Public Health Centre of Penujak Praya District of West Nusa Tenggara Barat. Data was collected through interviews with questionnaires, SQ-FFQ, and data from KIA book. Data collected included the characteristics of the respondent, the initial weight loss, weight gain during pregnancy in the third trimester and diet (diet of staple food and animal protein dish). Statistical analysis was performed using Pearson correlation test in SPSS windows version 15. The results showed that most respondents have normal nutritional status with an average BMI of 21,68 kg / m2 (± 1,887 SD), the average weight gain during pregnancy 7,06+ 3,956 SD, and the majority of staple food consumption patterns is 6 servings and animal protein  side dish <4 servings and> 4 servings. Based on the statistical test it showed that there is a correlation between the nutritional status of the weight gain (p = 0,008, r = -0,311) and there is a relationship between diet of staple food to weight gain (p = 0,003, r = 0,344), and there is a correlation  between diet of dishes of  animal protein and weight gain (p = 0,024, r = 0,268). The conclusion of this study indicates that there is a significant relationship between nutritional status and diet (diet of staple food and animal protein  side dish) and weight gain for pregnant women.Keywords: nutrition, diet, weight gain of pregnant women
Asupan Serat dan Tekanan Darah WUS Madura Penderita Tekanan Darah Tinggi di Malang (Fiber Intake and Blood Pressure among Madurese People Residing in Malang) Sari, Novita; Rahmawati, Widya; Nugroho, Fajar Ari; Wirawan, Nia Novita
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.394 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.01.1

Abstract

AbstrakPenelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kejadian obesitas sentral pada suku Madura lebih tinggi dibandingkan suku Jawa. Obesitas sentral meningkatkan risiko kejadian penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi. Menurut Riskesdas, 2013, prevalensi kurang makan buah dan sayur di Jawa Timur adalah 90,5%. Konsumsi rendah serat memiliki risiko menderita hipertensi 4,5 kali lebih besar dibandingkan dengan sampel yang mengkonsumsi serat cukup. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan asupan serat dan tekanan darah pada Wanita Usia Subur (WUS) dengan tekanan darah tinggi di Kecamatan Kedungkandang. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah WUS usia 19-44 tahun sebanyak 48 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Analisis menggunakan uji korelasi Spearman dengan tingkat kemaknaan 95%. Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat sampel yang asupan seratnya sesuai dengan anjuran. Hasil uji korelasi Spearman, hubungan antara asupan serat dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik tidak bermakna secara statistik (p=0,787 ; p=0,521). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan serat dengan tekanan darah. Kata kunci : asupan serat, tekanan darah AbstractPrevious research which was conducted in Madurese and Javanese ethnic groups showed that the incidence of central obesity in Madurese ethnic group was higher than the Javanese. Central obesity increases the risk of incidence of degenerative diseases such as high blood pressure. According to Riskesdas, 2013, the prevalence of eating less fruit and vegetables in East Java were about 90.5%. People with low consumption of dietary fiber have a risk of suffering from hypertension, 4.5 times greater than the respondents with enough dietary fiber. The purpose of this study was to determine the correlation of dietary fiber intake with blood pressure in WUS with high blood pressure in Kecamatan Kedungkandang. The design of this study was a descriptive cross sectional analytic approach. Respondents in this study were 19-44 years of age WUS as many as 48 people. Respondents retrieval technique using purposive sampling technique. Analysis using Spearman correlation test with significance level of 95%. The result of the research showed that the respondents did not consume the appropriate dietary fiber intake. Spearman correlation test results, shown the correlation between dietary fiber intake with systolic and diastolic blood pressure were not statistically significant (p = 0.787 ; p = 0.521). It can be concluded that there was no statistical relationship between dietary fiber intake with blood pressure, but there was a trend where more and more dietary fiber intake, the lower the systolic and diastolic blood pressure at WUS with pre hypertension and hypertension.Keywords: dietary fiber intake, blood pressure
Sensitifitas dan Spesifisitas IMT dan Lingkar Pinggang-Panggul dalam Mengklasifikasikan Kegemukan pada Wanita (Sensitivity and Specificity of Body Mass Index and Waist-Hip-Ratio in Classifying Obesity on Woman) Wirawan, Nia Novita
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016)
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.322 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.01.6

Abstract

AbstrakPersen lemak tubuh merupakan indikator paling tepat untuk mengidentifikasi kegemukan namun memerlukan alat yang relatif mahal dan untuk pengukuran tebal lemak bawah kulit memerlukan keterampilan pengukur yang tinggi. Indikator yang sering digunakan dalam penentuan kegemukan di masyarakat adalah Indeks Masa Tubuh (IMT), Lingkar pinggang (Lipi), dan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP). Namun uji sensitifitas dan spesifisitas ketiga parameter tersebut terhadap hasil pengukuran persen lemak tubuh perlu dilakukan. Sebanyak 185 subyek wanita usia 20-49 tahun dipilih secara convenience. Persen lemak tubuh didapatkan dari pengukuran tebal lemak suprailiac dengan skinfold caliper dan dihitung dengan rumus Sirri dan Durnin Womersly. Uji sensitifitas dan spesifisitas dilakukan menggunakan Receiver Operator Characteristic Curve (ROC). Cut-off persen lemak tubuh yang digunakan untuk mengklasifikasikan kegemukan adalah ≥32% dan ≥28%. Diagnostic power dari pengukuran IMT, Lipi, dan RLPP ditentukan berdasarkan area di bawah kurva (area under the curve (AUC)). Median IQR usia responden adalah 33 (27; 44), rata-rata IMT 24,49±0,01; Lipi 79,27±1,15, dan RLPP 0,83±0,085. Berdasarkan kurva ROC maka IMT dan lingkar pinggang mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi kegemukan yang sangat baik (AUC >0,9) dibandingkan dengan RLPP (AUC 0,79-0,8) sehingga RLPP mempunyai validitas lebih rendah dibanding IMT dan Lipi. Penggunaan cut-off IMT 25 kg/m2 dalam mengklasifikasikan kegemukan mempunyai nilai spesifisitas yang sangat baik (97%) namun sensitifitas jelek (60%).  Adapun Lipi  dengan cut-off 80 cm mempunyai spesifisitas 98% dan sensitifitas 70%; RLPP dengan cut-off 0,8 mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tingkat sedang (70% dan 70%). Sehingga direkomendasikan cut-off dengan sensitifitas dan spesifisitas optimal untuk IMT adalah 21,41-22,7 kg/m2 dan 73,9-76,08 cm untuk Lipi.Kata kunci: sensitifitas, kegemukan, lingkar pinggang, RLPP, IMT. AbstractPercent body fat is the most appropriate indicator for identifying obesity. However this indicator requires sophisticated instruments and a high skillful personel. Some alternative indicators mostly used in community are body mass index (BMI), waist circumference (WC) and waist hip ratio (WHR). This study aims to assess sensitivity and specificity of these three indicators by comparing with two percent body fat (BF) cut-off, i.e. 32% and 28%. A total of 185 female subjects aged 20-49 years old was selected using convenience sampling. BF was derived from suprailiac skinfold thickness that was measured by using skinfold caliper and calculated using Sirri and Durnin Womersly formula. Sensitivity and specificity were performed by Receiver Operator Characteristic Curve (ROC). Diagnostic power from BMI, WC and WHR was defined based on the area under the curve (AUC). Median IQR of respondents ages was 33 (27; 44) years with the mean±SD of BMI was 24,49±0,01 kg/m2; WC 79,27±1,15cm and WHR 0,83±0,085. BMI and WC have better diagnostic power compared to WHR (AUC >0,9 and 0,79-0,8, respectively). The use of 25 kg/m2 BMI  and 80 cm of WC cut-off was shown to have a very good specificity (97 and 98%) but poor and fair sensitivity (60% and 70% respectively), whereas for 0,8 cut-off for WHR it has  fair sensitivity and specificity (each 70%). Therefore, this study suggested to use a lower cut-off of BMI and WC for classifying Indonesian women based on optimal sensitivity- specificity i,e. 21,41-22,7 kg/m2 for BMI and 73,9-76,08 cm for WC.Keywords: sensitivity, obesity, waist circumference, waist hip ratio, BMI.
Pandangan Sosial Budaya terhadap ASI Eksklusif di Wilayah Panarung Palangkaraya (Social and Cultural Aspect toward Exclusive Breastfeeding in Panarung Palangkaraya) Hervilia, Dwirina; Munifa, Dhini
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol 3, No 1 (2016): Suplemen "Malang Current Issues On Nutrition (MCION)"
Publisher : Jurusan Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.009 KB) | DOI: 10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.7

Abstract

AbstrakFaktor sosial budaya merupakan suatu faktor pendorong yang cukup kuat terhadap seseorang untuk berperilaku. Faktor sosial budaya ini yang membentuk seorang ibu mau untuk memberikan ASI eksklusif. Seorang ibu yang lingkungan sosialnya mendukung ASI eksklusif juga akan mempengaruhi sikap ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Menurut laporan bulanan di Puskesmas Panarung pada bulan September 2015 angka cakupan ASI eksklusifnya adalah 5,81%. Tujuan dari penelitian ini adalah Diketahuinya sikap dan faktor sosial budaya ibu terhadap ASI eksklusif. Metode yang dipergunakan dengan pendekatan kualitatif, dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber informasi melalui wawancara mendalam kepada ibu dan tenaga kesehatan di Puskesmas sebagai informan. Dilakukan juga observasi partisipatif  kepada ibu dan bayi. Hasil penelitian didapatkan Semua informan berpendapat bahwa makanan yang paling bagus diberikan untuk bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). Tetapi pada pelaksanaannya para ibu merasa masih banyak menghadapi kesulitan. Tenaga kesehatan bersikap positif dan menganggap bahwa kemauan ibu untuk memberikan ASI eksklusif merupakan kunci untuk keberhasilan. Informan percaya akan adanya makanan pelancar ASI kebanyakan menjawab bahwa sayuran hijau yang dapat memperlancar produksi ASI. Seperti daun katuk, pucuk pepaya, dan kacang-kacangan. Makanan prelakteal yang diberikan berupa madu hutan, air kopi, santan kental, air gula merah dan susu formula. Makanan prelakteal dipercaya secara budaya turun temurun contohnya untuk memberikan madu hutan karena manis, air kopi supaya tidak step, santan kental untuk membersihkan perut. Pemberian makanan bayi yang dilakukan informan paling banyak dipengaruhi oleh orang tua. Ada juga peran bidan, tetangga, posyandu dan ada juga yang mencari informasi sendiri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menurut informan sosial budaya sangat mempengaruhi, ibu bayi sangat terpaku dan patuh dengan adat kebiasaan. Karena banyak informasi-informasi yang berdasar pada sosial budaya tidak relevan dengan informasi kesehatan.Kata kunci : ASI eksklusif, sosial budaya, makanan prelakteal. AbstractSocio-cultural factors is an adequately strong driving factor towards someone to behave. This socio-cultural factors shape a mother’s willingness to give breast feeding exclusively. A mother who supports her neighborhood to do exclusive breast feeding will also affect the attitude of the mother to give breast feeding exclusively. According to the monthly reports on the number of Puskesmas Panarung coverage exclusive breast feeding figures was 5,81%. The purpose of this research is to know the attitudes and socio-cultural factors of the mother toward  exclusive breast feeding The method used was a qualitative approach by exploring the sources of information through in-depth interviews to mothers and health workers in Puskesmas as informants as many as 28 people. Participatory observation was also performed to mothers and babies. The research results obtained by all informants argued that most good food given to infants is breast feeding. But in practice the mother feels that there are still many difficulties. Health workers had positif minds and assumed that the mother's willingness to provide exclusive breast feeding is a key to success. The informant believed the presence of food that can increase the production of breastmilk such as green vegetables including katuk leaves, cassava leaves, and beans. Prelacteal food was  given in the form of forest honey, coffee, thick coconut milk, brown sugar liquid, and infant formula. Prelacteal food was culturally trusted among generations for example, by giving the forest honey because of its sweetness, coffee drink due to its property to prevent from seizures, thick coconut milk to cleanse the stomach. Baby feeding administration conducted by informants were heavily influenced by parents. There is also midwife, neighbors, Posyandu’s role as well as the effort of individual information . It was then concluded from this study that social and cultural aspects are heavily influential in which mothers are very obedient with local customs. In addition, much information based on soial and cultural aspect is not relevant with healt information.Keywords : breast feeding exclusively, social culture, prelacteal food

Page 4 of 20 | Total Record : 199