cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 110 Documents
SALINE INFUSION SONOHYSTEROGRAPHY PADA KELAINAN ENDOMETRIUM DAN TES PATENSI TUBA Doster Mahayasa, Putu
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transvaginal Sonography (TVS) uterus dan tuba telah berkembang menjadi prosedur diagnostik rutin untuk mengevaluasi kelainan – kelainan ginekologi. Telah banyak dibuktikan bahwa TVS sangat akurat dalam menemukan kelainan di kavum uteri dan tuba. Prosedur ini memiliki keuntungan di mana untuk pencitraan normal hampir tidak terdapat perbedaan interpretasi meskipun pemeriksaan dilakukan oleh operator yang berbeda. Namun akurasi diagnostiknya akan menurun jika digunakan untuk kasus abnormalitas dan inkonklusif. Di sisi lain, histeroskopi sering digunakan sebagai metode untuk evaluasi endometrium pada  pasien perdarahan uterus abnormal dan dinilai cukup efektif namun metode ini mahal dan invasif. Hysterosalphingography (HSG) dan Laparoskopi merupakan 2 metode klasik yang digunakan untuk tes patensi tuba, tetapi HSG memiliki kerugian antara lain merupakan prosedur yang tidak nyaman, terekspos terhadap radiasi dan meningkatkan risiko infeksi. Sementara itu Laparoskopi walaupun dapat memberikan gambaran anatomi pelvis lebih baik dari HSG tetapi tetap tidak dapat memberikan gambaran kavum uteri, invasif dan mahal, serta tidak dapat disingkirkan efek dari anestesi umum yang digunakan. Saline Infusion Sonohysterography (SIS) sudah diakui sebagai teknik yang baik dalam mengevaluasi kelainan kavum uteri, bahkan SIS dapat meningkatkan akurasi pemeriksaan TVS pada kasus abnormalitas dan inkonklusif.  Selain untuk mengevaluasi kavum uteri, SIS juga digunakan untuk tes patensi tuba pada kasus infertilitas. SIS memiliki kelebihan antara lain merupakan prosedur yang tidak invasif, sehingga meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien serta bebas efek anestesi umum.
PENINGKATAN JUMLAH NEUTROFIL PADA SEKRET VAGINA BERHUBUNGAN DENGAN TINGGINYA PERSALINAN PRETERM Suyasa Jaya, Made
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 1, No 3 (2013)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang : Infeksi saluran genitalia bawah merupakan salah satu penyebab terjadinya persalinan kurang bulan.Pematangan serviks dalam persalinan merupakan suatu proses inflamasi.  Proses ini menyebabkan terjadinya penurunan jumlah kolagen. Neutrofil merupakan sumber kolagenase, yang menyebabkan pematang serviks yang diperantarai oleh sitokin (IL-8). Pemeriksaan neutrofil vagina merupakan salah satu pemeriksaan penanda infeksi dan tidak invasif. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui jumlah neutrofil pada swab vagina dan menilai hubungannya dengan persalinan preterm. Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol. Jumlah sampel sebesar 52 sampel, dimana 26 sampel kasus persalinan preterm dan 26 sampel kontrol kehamilan preterm, yang dipasangkan (matching) dalam  hal umur  ibu, umur kehamilan dan paritas. Pengambilan spesimen dari vagina dengan swab, kemudian dioleskan ke objek glass dan dilakukan pewarnaan Gram dan pembacaan netrofil vagina perlapangan pandang di laboratorium. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan p <0,01. Rasio Odds digunakan menilai besarnya risiko. Hasil : Uji Chi-Square antara neutrofil vagina dan  persalinan preterm didapatkan nilai p=0,001. Hal ini berarti kejadian persalinan preterm pada kedua kelompok berbeda secara bermakna. Nilai Rasio Odds sebesar 18,3 (IK 95% = 2,15-56,58, p=0,001) yang berarti neutrofil vagina yang tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm sebesar  18 kali. Simpulan : Neutrofil vagina tinggi dapat meningkatkan secara bermakna risiko terjadinya persalinan preterm sebesar  18kali dibanding kontrol. Kata kunci : persalinan preterm, kehamilan preterm, neutrofil vagina.
PERANAN KADAR SERUM MALONDIALDEHID SEBAGAI RISIKO TERJADINYA ABORTUS IMINENS Rudi Susantha, I Nyoman
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 1, No 3 (2013)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Akhir-akhir ini dikemukakan teori radikal bebas sebagai pemicu terjadinya abortus. Ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan yang mengakibatkan peroksidasi lipid diduga berperan penting dalam terjadinya gangguan proses plasentasi sehingga menyebabkan terjadinya abortus. Malondialdehid  merupakan  penanda/produk lipidperoksidasi.   Tujuan : Untuk mengetahui peranan kadar serum malondialdehid sebagai faktor risiko terjadinya abortus iminens.   Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus-kontrol berpasangan. Sebanyak 60 ibu hamil diteliti, 30 orang kelompok kasus (abortus iminens) dan 30 orang kelompok kontrol (kehamilan normal). Pemeriksaan kadar serum malondialdehid dikerjakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, dan dilakukan analisa data dengan t-independent sample test. Untuk risiko terjadinya abortus iminens pada kadar malondialdehid yang tinggi dipakai uji Chi-Square.   Hasil : Pada penelitian ini didapatkanrerata kadar serum malondialdehid pada abortus iminens adalah  1,33±0,11 nmol/ml dan rerata kadar serum malondialdehid pada kehamilan normal adalah  1,03±0,10 nmol/ml. Analisis kemaknaan dengan  uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 11,44 dan nilai p= 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar serum malondialdehid pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Berdasarkan nilai titik potong 1,12 nmol/ml,didapatkan bahwa kadar serum malondialdehid yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya abortus iminens sebesar  29,57 kali (RO = 29,57, IK 95% = 6,85-127,64, p=0,001).   Simpulan : Kadar serum malondialdehid pada abortus iminens berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar serum malondialdehid pada kehamilan normal, dan tingginya kadar serum malondialdehid merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens.   Kata kunci : Abortus iminens, malondialdehid, kehamilan normal.
KAJIAN BIOMOLEKULER PADA PERSALINAN PRETERM AKIBAT INFEKSI Sudarsana, Putu
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Persalinan preterm didahului oleh berbagai mekanisme. Terdapat empat proses patologis yang terjadi pada persalinan preterm yaitu: 1) Infeksi dan atau inflamasi sistemik pada desidua-korion-amnionitik; 2) Stress maternal yang mengaktifkan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal yang melepaskan CRH dan kortikosteroid; 3) perdarahan desidua dan abrupsi plasenta, dan 4) peregangan uterus yang berlebihan akibat polihidramnion atau kehamilan ganda yang menyebabkan peningkatan kadar prostaglandin dan kolagenase. Dampak infeksi bakteri, virus atau parasit bergantung pada virulensi mikroorganisme disamping juga interaksi antara sistem kekebalan tubuh inang. Tubuh inang akan mengembangkan faktor spesifik dan non-spesifik untuk melindungi diri dari patogen, sementara patogen mengeluarkan mekanisme untuk menghindari pertahanan dari inang. Pada kehamilan, proses pertahanan tubuh inang dipengaruhi oleh umur kehamilan, paparan maternal sebelumnya dan kekebalan tubuh, keanekaragaman respon imun individu baik pada bayi maupun ibu, efektifitas sawar plasenta dan perkembangan imunitas fetal. Proses persalinan menyerupai respons inflamasi yang mencakup sekresi sitokin/chemokines oleh tubuh dan infiltrasi sel imun ke jaringan reproduksi dan janin/ibu. Aktivasi jalur inflamasi ini mengarah ke persalinan preterm, yang dapat mengakibatkan terjadinya kelahiran preterm. Persalinan preterm adalah penentu utama morbiditas dan mortalitas neonatus, oleh sebab itu pemahaman proses persalinan di tingkat molekuler dan selular sangat penting untuk mengerti patofisiologi dari persalinan preterm.
PERANAN PEROKSIDASI LIPID PADA PATOGENESIS PREEKLAMSIA Parwata Yasa, Gede
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 1, No 3 (2013)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Preeklamsia merupakan suatu kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang  mempengaruhi baik ibu maupun  janin. Angka kejadian preeklamsia sangat tinggi, di Indonesia sendiri kelainan ini masih merupakan tiga besar penyumbang tertinggi angka kematian ibu bersalin setelah pendarahan dan infeksi1. Hingga saat ini preeklamsia masih dinyatakan sebagai kelainan dengan beragam teori (disease of theory) yang merefleksikan ketidakpastian sebab dan patofisiologi preeklamsia. Berbagai penelitian terhadap preeklampsia telah dilakukan untuk mencari faktor risiko, etiologi, maupun intervensi yang terbaik untuk preeklampsia4. Berdasarkan fakta bahwa preeklamsia membaik setelah dilahirkannya plasenta serta melihat klinis penyakit yang ditimbulkan yang menunjukkan adanya kerusakan endotel, maka satu teori yang dianggap dapat menerangkan patofisiologis preeklamsia secara lebih baik adalah teori kegagalan implantasi trofoblas, iskemia plasenta dan kerusakan endotel1. Kegagalan infasi trofoblas menyebabkan terjadinya  iskemia plasenta, yang selanjutnya menyebabkan keluarnya produk uteroplasenta dan akhirnya terjadi kerusakan endotel.  Diantara bahan yang dihasilkan akibat hipoperfusi uteroplasenta yang dapat menimbulkan kerusakan pada endotel maternal adalah produk  oksidasi lipid atau selanjutnya lebih dikenal sebagai produk peroksidasi lipid1,3. Peroksidasi lipid dapat diartikan sebagai degradasi oksidatif lemak. Merupakan suatu proses  dimana radikal bebas “mencuri” elektron-elektron lemak pada membran sel dan menyebabkan kerusakan sel16 Mekanisme pasti bagaimana peroksidasi lipid menyebabkan terjadinya kerusakan endotel belum dapat dijelaskan dengan baik. Peroksidasi lipid yang bersifat sangat reaktif menyebabkan kerusakan sel endotel melalui berbagai mekanisme baik melalui  interaksi langsung dengan membran sel endotel maupun secara tidak langsung melalui aktifasi mediator lain oleh produk peroksidasi lipid16. Peroksidasi lipid berperan menimbulkan preeklamsia dengan berbagai manifestasi klinisnya melalui aktivasi atau kerusakan sel endotel, sehingga terganggunya pengeluaran endothelial derived factors, yang mengganggu fungsi utama dari sel endotel25. Secara ringkas peranan peroksidasi lipid pada patogenesis preeklamsia dapat dilihat pada gambar 11. Terdapat beberapa cara untuk menilai kadar peroksidasi lipid dalam tubuh. Hingga saat ini pengukuran yang digunakan dan dianggap sebagai baku emas kadar peroksidasi lipid adalah pengukuran malondialdehid (MDA) dan isoprostan (IsoP). MDA maupun IsoP telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis tubuh, namun plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasif.
DELAPAN-HIDROKSI-2’DEOKSIGUANOSIN SERUM SEBAGAI FAKTOR RESIKO ABORTUS IMINENS Darmayasa, Made
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 1, No 3 (2013)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abortus iminens  adalah perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus pada umur kehamilan dibawah 20 minggu tanpa adanya pembukaan serviks  dimana hasil konsepsi masih didalam uterus yang dibuktikan dengan ultrasonografi dan tes kehamilan positif. Insidennya kurang lebih 25% pada wanita hamil muda. Abortus iminens dapat bertahan sampai hamil aterm atau berlanjut menjadi abortus spontan baik komplit maupun inkomplit, dimana abortus inkomplit  memerlukan tindakan kuretase untuk membersihkan sisa jaringan  hasil konsepsi. Tindakan kuretase memiliki resiko berupa perdarahan, infeksi, sepsis sampai dengan kematian, dan  dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah infertilitas. Terjadinya abortus dapat berulang dan disebut abortus habitualis apabila kejadiannya lebih dari tiga kali.  Penyebab pasti abortus iminens tidak selalu jelas, ada beberapa faktor yang diduga berperanan, salah satunya adalah peranan radikal bebas yang menimbulkan stress oksidatif  pada awal kehamilan, yang  dapat menimbulkan kerusakan protein, lipid dan DNA pada sel-sel desidua basalis, sitotrofoblast maupun sinsitiotrofoblast yang berpengaruh pada fase organogenesis plasenta janin. Delapan-hidroksi 2’Deoksiguanosin (8-OHdG)  dapat dipakai untuk menilai kerusakan DNA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 8-OHdG serum sebagai faktor resiko abortus iminens. Desain pada penelitian ini berupa studi kasus kontrol yang melibatkan 68 orang wanita yang dikelompokkan menjadi 34 orang kasus abortus iminens dan 34 orang wanita hamil muda sebagai kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang datang ke Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar. Dilakukan pemeriksaan serum darah untuk mengetahui kadar 8-OHdG pada kedua kelompok dengan metode Elisa. Berdasarkan uji independent test-t diperoleh hasil dimana tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal umur ibu, umur kehamilan dan paritas antara kelompok kasus abortus iminens dan kelompok kontrol yaitu hamil muda (p<0,05). Terdapat perbedaan (p<0,05) yang secara signifikan bermakna antara kadar serum 8-OHdG pada abortus iminens (0,16+0,06) µg/ml dan  hamil muda normal (0,13+0,06) µg/ml. Dengan uji Chi-Square diperoleh nilai rasio odds (RO=6,00;IK95%=1,95-17,97,p=0,001). Berdasarkan kurva ROC diperoleh nilai cut off point kadar 8-OHdG adalah sebesar 0,131µg/ml. Pada hamil muda dengan kadar 8-OhdG > 0,131 µg/ml beresiko 6 kali untuk terjadi abortus iminens.   Kata kunci :  Abortus iminens, kadar 8-Hidroksi 2’Deoksiguanosin (8-OHdG)
PERBEDAAN KADAR SERUM C-REACTIVE PROTEIN PADA PRETERM INPARTU DENGAN PRETERM TIDAK INPARTU Surya Negara, Ketut
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendekatan klinis tidak terbukti cukup sensitif dan spesifik dalam mencegah persalinan preterm. Diketahui bahwa peningkatan kadar serum maternal Interleukin-6 (IL-6) berkaitan inisisasi persalinan preterm. Interleukin-6  berperan sebagai perangsang utama respon protein fase akut, salah satu diantaranya adalah C- reactive protein (CRP). Untuk mengetahui kadar serum CRP pada preterm inpartu dan preterm tidak inpartu, serta untuk mengetahui perbedaan kadar serum preterm inpartu konservatif dan preterm inpartu yang gagal konservatif. Penelitian ini merupakan desain cross sectional analitik. Dari 64 sampel, didapatkan 32 kasus preterm inpartu dan 32 kasus preterm tidak inpartu setelah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar serum CRP di laboratorium patologi klinik RSUP Sanglah. Dari data yang terkumpul, dilakukan pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov (K-S), setelah itu dilakukan analisis data dengan uji t-independent. Dari hasil analisis didapatkan rerata kadar CRP kelompok preterm inpartu adalah 26,99±44,45 dan rerata kelompok preterm tidak inpartu adalah 3,41±1,85. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent didapatkan bahwa nilai t = 2,99 dan nilai p = 0,004. Hal ini berarti bahwa rerata kadar CRP pada kedua kelompok berbeda secara bermakna. Kemudian rerata kadar CRP kelompok preterm inpartu konservatif adalah 31,67±48,08 dan rerata kelompok preterm inpartu lahir adalah 6,15±7,50. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 1,28 dan nilai p = 0,210. Hal ini berarti bahwa rerata kadar CRP pada kedua kelompok tidak berbeda. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rerata kadar CRP kelompok preterm inpartu adalah 26,99±44,45 dan rerata kadar CRP kelompok preterm tidak inpartu adalah 3,41±1,85, di mana secara statistik berbeda bermakna. Dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara preterm inpartu konservatif dengan preterm inpartu yang gagal konservatif.
PERAN MATRIX METALLOPROTEINASE PADA PEMATANGAN SERVIKS DALAM KASUS PERSALINAN PRETERM Suwardewa, Tjokorda G A
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbedaan fundamental antara persalinan aterm dan persalinan preterm dihasilkan dari perbedaan aktivasi masing-masing common pathway, yang mana pada persalinan aterm, terjadi aktivasi fisiologis, sedangkan pada persalinan preterm terjadi aktivasi patologis. Common pathway of parturition artinya setiap kejadian klinis, perubahan biokimiawi, perubahan anatomi, imunologi dan endokrinologi yang terjadi baik pada ibu maupun janinnya pada persalinnan aterm atau persalinan preterm (Romero, 2009). Perubahan-perubahan klinis yang terjadi pada komponen uterus dalam common pathway tersebut antara lain, kontraksi myometrium, pematangan serviks, dan pecahnya membran janin. Pada persalinan preterm ketiga komponen ini harus terjadi secara sinkron. Ada kalanya ketiga hal di atas terjadi tidak sinkron, misalnya hanya kontraksi myometrium saja yang disebut premature contraction, bila hanya membran yang pecah disebut premature rupture of the membrane, sedangkan bila hanya terjadi dilatasi serviks disebut incompetent cervix (Romero, 2009).
PERANAN GLUTATHIONE PEROXIDASE SEBAGAI PENCEGAH TERJADINYA PREEKLAMPSIA Suastika, Made
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 2 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sampai saat ini penyebab awal preeklampsia masih belum diketahui dengan jelas, sehingga  preeklampsia masih dikenal sebagai the disease of theories. Hipotesis mengenai penyebab preeklampsia yang telah diterima secara luas oleh para ahli mengenai munculnya sindroma klinis preeklampsia ini  salah satunya adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi tropoblas ke dalam arteri spirales, sehingga menyebabkan suplai darah uteroplasenta menjadi terganggu. Penurunan perfusi uteroplasenta menyebabkan terjadinya kelainan iskemia-hipoksia pada plasenta yang berakibat di produksinya radikal bebas berlebihan dalam sirkulasi maternal. Radikal bebas mempunyai efek toksik khusus yang akan merusak membran dan seluruh struktur sel pembuluh darah yang  di kenal sebagai disfungsi endothel yang selanjutnya akan berdampak pada kerusakan target organ vital tubuh dan menimbulkan berbagi sindroma klinis dari preeklampsia pada tubuh ibu hamil serta mempengaruhi kondisi janin. Bersamaan dengan terbentuknya radikal bebas/oksidant, dalam keadaan normal sistem pertahanan tubuh sebetulnya sudah mampu meredam radikal bebas atau oksidan yang timbul dengan cara memproduksi antioksidan dalam jumlah yang memadai. Tetapi apabila keseimbangan tersebut terganggu dimana oksidan atau radikal bebas diproduksi meningkat dalam jumlah yang melebihi kemampuan tubuh dan produksi antioksidan menurun maka kemungkinan besar akan  terjadi suatu  kerusakan biologis sel yang dikenal sebagai keadaan stres oksidatif.  Hal ini terjadi dalam tubuh akibat produksi Reactive oxygen species (ROS) yang berlebihan maupun akibat defisiensi antioksidan enzimatik dan non-ensimatik. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel. Antioksidan secara biologis mempunyai pengertian yang luas yaitu semua senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan/radikal bebas, termasuk enzim dan protein pengikat logam. Salah satu antioksidan enzimatik yang penting di dalam tubuh dalam fungsinya sebagai pertahanan pertama terhadap radikal bebas adalah GPX. GPX merupakan enzimatik antioksidan dan selono-enzim yang berperan penting dalam mengatasi stres oksidatif yang berperan dalam pathogenesis terjadinya preeklampsia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui kadar aktivitas GPX pada ibu hamil dengan preeklampsia menunjukan hasil yang  cenderung menurun. Penelitian oleh Mystri, 2008 melakukan pengukuran level aktivitas GPX sebagai salah satu pertanda stres oksidatif dimana darah diambil dari darah vena umbilicalis plasenta pada ibu hamil dengan preeklampsia, hasilnya didapatkan penurunan kadar dan aktivitas dari GPX yang cukup signifikan pada ibu hamil dengan preeklampsia di bandingkan dengan ibu hamil normal.
PERANAN BRACHYTHERAPY SEBAGAI TERAPI PADA KANKER SERVIKS Mayun Mayura, I G P
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 2, No 3 (2014)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kanker serviks merupakan suatu keganasan memiliki insiden rendah di Eropa Barat dan Amerika Utara tetapi masih tinggi insidennya di negara berkembang. Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16,18,31,33 memainkan peran penting dalam terjadinya kanker serviks dan ditemukan pada 90 % dari semua wanita dengan kanker serviks. Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan insiden kanker serviks terutama terjadi pada wanita muda berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke uterus. Gejala tergantung pada tahap penyakit yaitu penyakit tanpa gejala pada awal penyakit dan berbagai gejala seperti keputihan dan perdarahan pada penyakit lanjut sesuai dengan ekstensi tumor pada individu. Faktor prognosis yang paling penting adalah ukuran tumor, ekstensi tumor, dan keterlibatan kelenjar getah bening. Terapi kanker serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker/tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker serviks tergantung pada ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Standar pengobatan kanker serviks meliputi pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Pengobatan kanker serviks stadium IB dan IIA tergantung ukuran tumornya. Bila ukuran tumor tidak melebih 4 cm, disarankan radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemo. Bila ukuran tumor lebih dari 4 cm, pasien disarankan menjalani radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi. Salah satu dari terapi radiasi yang sedang dikembangkan saat ini yaitu brachytherapy. Brachytherapy memainkan peran penting dalam pengobatan semua kanker serviks invasif. Dalam pengobatan radikal, brachytherapy biasanya dikombinasikan dengan radioterapi eksternal, tetapi juga dapat dikombinasikan dengan aplikasi/ penanaman sebelum dan/atau pasca operasi. Baru-baru ini, radioterapi telah digabungkan dengan kemoterapi berbasis platinum simultan pada kanker serviks stadium IB hingga IVA. Brachytherapy terutama diterapkan sebagai prosedur intrakavitari, pada kasus tertentu dilengkapi dengan implan interstitial. Brachytherapy radikal untuk kanker serviks selalu didasarkan pada penggunaan sumber intrauterin dan intravaginal.

Page 5 of 11 | Total Record : 110