Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum
Jurnal Kertha Wicara diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Udayana secara berkala1 bulanan. Jurnal ini adalah jurnal yang bertemakan Ilmu Hukum, dengan manfaat dan tujuan bagi perkembangan Ilmu Hukum, dengan mengedepankan sifat orisinalitas, kekhususan dan kemutakhiran artikel pada setiap terbitannya. Tujuan dari publikasi Jurnal ini adalah untuk memberikan ruang mempublikasikan pemikiran hasil penelitian orisinal, para akademisi yaitu mahasiswa maupun dosen yang belum pernah dipublikasikan pada media lainnya. Fokus dan lingkup penulisan (Focus & Scope) dalam Jurnal ini memfokuskan diri mempublikasikan artikel ilmiah hukum dengan topik-topik sebagai berikut: Hukum Acara Hukum Tata Negara Hukum Administrasi; Hukum Pidana; Hukum Internasional; Hukum Perdata Hukum Adat; Hukum Bisnis; Hukum Kepariwisataan; Hukum Lingkungan; Hukum Dan Masyarakat; Hukum Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik; Hukum Hak Asasi Manusia; Hukum Kontemporer.
Articles
1,078 Documents
PENERAPAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) DALAM MENYELESAIKAN PERKARA-PERKARA PERDATA DI INDONESIA
Karolus Weladami;
Nyoman Satyayudha Dananjaya
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 03, Jun 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Jurnal ini berjudul “Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) Dalam Menyelesaikan Perkara-Perkara Perdata Di Indonesia”. Rumusan masalah dalam Jurnal ini berisikan tentang keberadaan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan penggunaan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam rangka proses ganti rugi untuk kasus-kasus perdata di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah yuridis empiris, menggunakan data primer, sekunder, tersier. Kesimpulan dari Jurnal ini adalahbahwa secara materil pengakuan secara hukum adanya gugatan class action telah diakui dan diatur dalam pasal 37 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; Pasal 71 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan; pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; dan secara formil dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, dan bahwa proses distribusi ganti rugi Gugatan class action dalam perkara-perkara perdata di Indonesia ternyata masih jauh dari ideal secara waktu, biaya dan kesederhanaan. Karena dalam peraturan perundang-undangan belum diatur tentang suatu lembaga yang membantu dalam proses ganti rugi dalam gugatan class action tersebut.
PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM MENEKAN ANGKA PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA SINGARAJA
I Kadek Angga Satya Pardidinata;
Gde Made Swardhana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Jurnal ini berjudul Efektivitas Penerapan Pidana Denda dalam menekan angka Pelanggaran Lalu Lintas ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Jalan raya merupakan salah satu sarana yang penting di dalam kehidupan manusia demi kelancaran didalam melakukan suatu aktivitas kehidupan sehari-hari, kita sebagai pemakai jalan raya hendaknya selalu mentaati tata tertib di dalam berlalulintas. Pada kenyataannya, di Kabupaten Buleleng banyak terjadi pelanggaran lalu lintas, baik itu yang dilakukan oleh orang dewasa maupun yang dilakukan oleh orang yang belum berhak berkendara baik itu roda dua ataupun roda empat di jalan raya. Pemecahan permasalahan ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan pidana denda di dalam menekan angka pelanggaran lalu lintas di Kabupaten Buleleng dan untuk mengtahui Faktor apa yang menjadi kendala dalam penerapan pidana denda terhadap pelanggaran lalu lintas di Kabupaten Buleleng. Metode yang digunakan dalam permasalahan jurnal ini adalah Metode penelitan empiris di Polres Buleleng Kota Singaraja guna melengkapi data yang ada dalam jurnal ini. Setelah mengetahui efektivitas sanksi pidana denda dalam tindak pidana pelanggaran lalu lintas di kabupaten Buleleng yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) dimana penerapan sanksi pidana denda ini belum efektif dikarenakan rendahnya jumlah denda yang dikenakan. Selanjutnya, faktor yang menjadi kendala adalah faktor substansinya dimana peraturan terkait hanya mengenakan pidana denda bagi pelanggarnya. Kata Kunci: Efektifitas, Pidana Denda, pelangaran lalul intas
PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA MATI YANG DIJATUHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI DENPASAR
Tri Ayu Neska Sanga Udiyani;
I Ketut Rai Setiabudhi;
I Wayan Suardana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 10 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pidana mati merupakan sanksi pidana terberat yang dijatuhkan terhadap kejahatan yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan apabila seluruh hak-hak hukum terpidana telah terpenuhi. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah tekait pelaksanan pidana matidi Pengadilan Negeri Denpasar dan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pidana mati. Tujuan penulisan ini adalah agar dapat memahami proses pelaksanaan pidana mati di Pengadilan Negeri Denpasar serta mengetahui faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan eksekusi pidana mati. Penulisan ini menggunakan metode hukum empiris yang dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan putusan eksekusi mati di Pengadilan Negeri Denpasar telah sesuai dengan PNPS No. 2 Tahun 1964 yang dilaksanakan dengan ditembak sampai mati dan dilakukan oleh regu Brigade Mobil yang dipimpin oleh Perwira. Faktor pendukung terlaksananya eksekusi mati beberapa diantaranya adalah pemenuhan hak-hak terpidana melalui pengajuan upaya hukum biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) dan Grasi serta kelengkapan sarana fasilitas dalam pelaksanaan pidana mati. Adapun Faktor penghambat pidana mati itu sendiri ialah yang pertama, dalam KUHAP tidak ada batas jangka waktu dalam pengajuan peninjauan kembali sehingga terpidana cenderung menunda hukumannya. Kedua, terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-IX/2013 yang memungkinkan pengajuan PK dilakukan lebih dari satu kali. Ketiga, terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 yang menghapus jangka waktu pengajuan permohonan grasi yakni satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Kata Kunci: Pelaksanaan Putusan, Pidana Mati, Peradilan Umum, Peradilan Militer.
UPAYA MEDIASI OLEH JAKSA SEBAGAI PENGACARA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA WANPRESTASI TUNGGAKAN PEMBAYARAN LISTRIK NEGARA
Ni Kadek Erna Dwi Hapsari;
I Dewa Gede Dana Sugama
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 11 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Profesi seorang jaksa sangat identik dengan tindak pidana karena jaksa berperan sebagai penuntut umum dalam persidangan. Selain itu jaksa juga memiliki peran lain yaitu jaksa dapat berperan sebagai pengacara negara (JPN) yaitu tugas jaksa dalam bidang perdata dan TUN. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui batasan kewenangan JPN dalam melakukan mediasi pada sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia serta untuk mengetahui proses mediasi yang dilakukan oleh JPN dalam penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analisis konsep hukum (analytical coceptual approach). Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang kemudian teknik pengolahan datanya menggunakan teknik pengolahan analisis kualitatif normatif. Hasil penelitian ini bahwa batasan kewenangan mengenai upaya mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 adalah belum mencakup kepada upaya mediasinya sehingga dalam pelaksanaannya juga disesuaikan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Kep.225/A/J/A/3/2003 Tentang Tugas dan Wewenang JPN. Kemudian dalam proses mediasinya JPN melakukan suatu pendekatan persuasif kepada pelanggan listrik negara yang melakukan penunggakan pembayaran listrik karena langkah ini lebih efektif untuk dilakukan sebagai upaya penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara. Kata Kunci : Jaksa, Jaksa Pengacara Negara, Perkara Perdata, Wanprestasi, Mediasi.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI KAWAT GIGI MELALUI JASA TUKANG GIGI ATAS PELANGGARAN PERJANJIAN TERAPEUTIK
Ida Ayu Marlies Dwimaya;
I Nyoman Suyatna
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 6 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Banyaknya kasus yang merugikan pasien melibatkan penyakit gigi dan mulut akibat kinerja tukang gigi yang telah melakukan pemasangan kawat gigi tanpa ilmu pengetahuan spesialis orthodonti. Perbuatan yang dilakukan oleh tukang gigi sudah melanggar perjanjian terapeutik antara dokter dengan pasien. Karya ilmiah ini akan membahas tentang pengaturan hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik dan perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik. Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk mengetahui pengaturan hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik. Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, metode yang digunakan yakni metode normatif. Hasil studi menunjukkan bahwa Tukang gigi yang melakukan penyelewengan dalam melaksanakan pekerjaannya selain apa yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan. Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Kesehatan pemberian ganti rugi kepada pasien dapat dilakukan setelah 7 (tujuh) hari melakukan transaksi, hal ini dapat merugikan pasien karena pemakaian kawat gigi baru dapat dilihat hasilnya setelah menggunakan kawa gigi beberapa bulan kedepan. Kata kunci: Kerugian, Tukang gigi, Terapeutik
KEKUATAN PEMBUKTIAN SUMPAH LI’AN SEBAGAI ALAT BUKTI PADA PERSIDANGAN PERKARA PERCERAIAN DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA
Ida Bagus Sony Andara Putra;
I Made Dedy Priyanto
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 8 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Konteks perkawinan pasangan suami isteri yang dilakukan menurut agama Islam, tentunya disamping tunduk pada hukum nasional juga tunduk terhadap hukum Islam. Apabila terjadi gugatan perceraian, dalam hal ini Pengadilan Agama memiliki kompetensi dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut. Tujuan dari penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui kedudukan dan kekuatan alat bukti sumpah li’an dalam Persidangan Peradilan Agama. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menginventarisasikan hukum positif melalui sumber hukum seperti KUH Perdata, Undang-undang Peradilan Agama, dan Undang-undang Perkawinan. Hasil penelitian menunjukan bahwa hukum acara peradilan agama memiliki kekhususan alat bukti sumpah yaitu sumpah li’an, yang dimana kedudukan alat bukti sumpah terletak pada bagian akhir dari hierarki pengaturan alat bukti yang sah pada sistem hukum acara peradilan agama. Ada pun kekuatan pembuktian dari sumpah li’an yaitu sama dengan sumpah pelengkap di pengadilan umum, akan tetapi prosesnya merujuk pada Al-Qur’an, Surah 24, An-Nur, ayat 6-9 dengan mengucapkan lafal yang ditujukan kepada Allah mengenai tuduhan yang di tujukan kepada pihak berperkara. Kata Kunci : Sumpah Li’an, Pengadilan Agama, Perceraian
UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR
I Ketut Adi Widhiantara;
I Wayan Suardana
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 03, Juli 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
The meaning of gambling actually is changing. Some times viewed as a gamblingand in other place and time viewed as a non gambling. Rapid technological developmentsome times abused by user. For example hand phone in use for gambling via short massageservice (SMS). Therefore, this paper will describe why someone love to gambling togel.This paper also describe remedies that conducted by police to tackling gambling. Thisresearch using yuridical empirical method. This method use for describe and analyze thecause of gambling. Based on the results of research that is why someone lave to gamblingtogel because a few factor, like external factor and internal factor. Remedies that conductedby police to tackling gambling such as preventive and repressive.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI
Desak Made Pratiwi Dharayanti;
A. A. Sri Indrawati
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 04, No. 01, Februari 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
The paper is titled " Criminal Responsibility Offenders Rape of Men " . The problems discussed regarding the rape of men and accountability of the crime of rape against men . The method used in this paper is the normative study . Article 285 of the Criminal Code only mentions of rape against women only and not to men . There is no clear regulations on rape committed by men and women with male victims and in case of rape against men used Article 289 of molestation . Meaning molestation act is against sexual shame . The element of abuse of Article 289 that a person by force or threat of violence ; force ; perform or tolerate obscene acts . The conclusion that there are no clear regulations on rape victims were male and accountability of the crime of rape against men used Article 289 of molestation.
Bank's Liability Regarding The Implementation of Secrecy Principle For The Interest of The Corruption Court
Syifa Namira;
Putu Gede Arya Sumerthayasa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 9 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Bank’s secrecy principle requires bank to keep its customer’s data safe, in which the customer’s trusted the bank to save their deposits in. However, secrecy principle isn’t formally absolute. In other words, there are exceptions of the implementation of the principle itself, including corruption case. Therefore, there needs to be bank’s liability as a form of protection for the bank’s customers in order for the secrecy principle to be implemented well. This research’s purposes are to know the regulation regarding bank’s secrecy principle in a corruption case and the bank’s liability regarding bank’s secrecy principle for the matter of the court in a corruption case. Through normative method, this research is systematically arranged to be understood more easily. The results of this research show that the regulation regarding bank’s secrecy principle in a corruption case is regulated outside of the law of banking and the bank’s liability regarding the implementation of bank’s secrecy for the matter of the court in a corruption case is just the same as any other exceptional circumstances inside the law of banking.
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBERIAN GRASI BAGI TERPIDANA MATI
Josi Dedi Gultom;
A. A. Gde Oka Parwata
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 03, Juli 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Clemency is an effort that may be filed by death row inmate to the President to ask for forgiveness or reduction of sentence to the President in order to avoid the implementation of the death penalty. In other words clemency was sentenced to death early efforts to preserve his life. By granting clemency to death row inmate is President authority as stipulated in the 1945 Constitution Article 14 paragraph (1) and the Act No. 5 of 2010 on the Amendment to the Law No. 22 Year 2002 on clemency.