cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
Gender Equality: Internasional Journal of Child and Gender Studies
ISSN : 24611468     EISSN : 25481959     DOI : -
Core Subject : Social,
GENDER EQUALITY : International Journal of Child and Gender Studies, a journal focuses on issues related to child and gender studies, is published by Center for Child and Gender Studies, State Islamic University of Ar-Raniry, Banda Aceh. The scope of article received can be approached from multidisciplinary context linking to child and gender studies. Hence, this journal appreciate contribution of knowledge from different perspectives such as education, law, social, political, religion, culture, economic, psychology, science and technology. This journal appears 2 (two) numbers in a year, March and September
Articles 224 Documents
PERNIKAHAN ANAK DI KALIMANTAN SELATAN: PERSPEKTIF NILAI BANJAR Kumari, Fatrawati; Kurdi, Muqarramah Sulaiman
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v6i1.6223

Abstract

This research is motivated by the high number of child marriages in South Kalimantan which reached 51 / 1,000 population in 2010 and 2016 which exceeded the national average, which is 40 / 1,000 population. In 2017 there has been no significant change in numbers. One of the root causes of child marriage is the values of Banjar that shape the behavior of child marriage. These values need to be studied in the form of research. Through the descriptive-qualitative method, this study took 7 sample districts, each consisting of 5 respondents. Data collection uses snowball technique, observation and interviews. The analysis was carried out qualitatively based on the theory of ethics and Banjar values. The following findings. First, the Banjar values which form the basis of child marriage are given 3 main values, namely the value of harmony, economic value and religious value, which are all interrelated in determining how to marry a child. Second, efforts to achieve value have not been carried out optimally. Third, generally child marriage companions do not get assistance that is not important to change the culture of child marriage.
Usaha Orang Tua dalam Peningkatan Pendidikan Anak di Pidie Umar, Juairiah
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v4i2.4532

Abstract

Peran serta orang tua dalam mendidik anak adalah kunci keberhasilan orang tua dalam membentuk kepribadian anak. Anak cenderung meniru setiap hal yang dilihat dari orang tuanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran orang tua dalam mendidik anak di Pidie dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi orang tua dalam mendidik anak di Gampong Rumia, Tamping Tunong, Pulo Baroh Kecamatan Indrajaya dan Kecamatan Delima Pidie . Metode penelitian ini adalah kualitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh orang tua atau kepala keluarga (KK) yang ada di tiga Gampong, Rumia, Tamping Tunong, Pulo Baroh sebanyak 269 KK, sampel penelitian ini diambil sebanyak 15 KK dari keseluruhan KK yang dipilih secara acak. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dokumentasi. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua di Gampong Rumia, Tamping Tunong, Pulo Baroh, memberikan keteladanan yang baik kepada anak-anaknya, keteladanan yang diberikan meliputi pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan intelektual, pendidikan psikis dan juga pendidikan sosial. Orang tua juga berusaha sebagai pembimbing yang baik, yaitu melalui pengawasan terhadap anak baik tentang kegiatan sehari-hari maupun tentang tugas-tugas sekolah yang diberikan guru. Usaha orang tua selanjutnya sebagai motivator bagi anak-anaknya agar lebih giat dalam belajar dengan menasehati anak terhadap hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang buruk, selain itu dalam memotivasi anak orang tua di Gampong Rumia, Tamping Tunong, Pulo Baroh, meningkatkan kedisiplinan anak dalam belajar. Kendala yang dihadapi orang tua di Gampong Rumia, Tamping Tunong, Pulo Baroh dalam mendidik anaknya adalah kemajuan teknologi yang sulit dikontrol oleh orang tua, apalagi ketika anak-anaknya menggunakan Hp android yang dapat mengakses internet tanpa mampu dikontrol oleh orang tua. Selain itu, orang tua juga mengakui bahwa lingkungan pergaulan anak juga ikut menjadi kendala dalam mendidik anak-anak mereka.
Perlindungan Anak dalam Perspektif Hukum Islam dan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Friatna, Ida
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 5, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v5i2.5589

Abstract

This paper aims to study child protection in Islamic law perspective, and how the perspective has derived into the Qanun Aceh on child protection. Islamic law discusses child protection as childnurture/safeguards (hadhanah) and custodian (walayah). Child protection means fulfillingchildren's rights and protection from the harmful situation or things that could be a danger to theirphysics, soul, and property. On the national level, the Indonesian government stipulated theUndang-Undang Number 35 Year 2014 on Child Protection, so at the regional level, theGovernment of Aceh followed up by stipulating the Qanun Number 11 Year 2008 on ChildProtection. The Qanun states that child protection aims to ensure the right for life, grow, develop,and participate optimally as well as humanistic value and dignity, and children get protection fromexploitation, violence, and discrimination. Those all protections toward to realize the good quality ofchildren in Aceh, good morality, and wealth. Child protection is conducted through religion, custom,socio-cultural development. It puts forward basic principles, namely anti-discrimination, the child'sneeds-response, the right to live, and appreciation. Substantially, the Qanun contains all rights inprotecting the child. But there are needs in socializing and optimizing the law enforcer in protectingchildren. This study found many indicators on the less of child protection in Aceh. Recently, Acehstands as the third-highest rank province in Sumatera with the number of child violence.Furthermore, children's sexual harassment becomes the most reported case.
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DI SEKOLAH PERSPEKTIF KEMENDIKNAS Putry, Raihan
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v4i1.4480

Abstract

Artikel ini dilatarbelakangi oleh sebuah fenomena adanya dekadensi moral dan akhlak remaja di era globalisasi ini sudah tidak bisa dihindari lagi. Sebagai salah satu solusinya, pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mencetuskan adanya pendidikan karakter untuk diimplementasikan di sekolah, dan salah satu nilai karakter yang dimunculkan yaitu karakter religius. Survei yang dilakukan BKKBN menyatakan bahwa 63 persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia melakukan seks pranikah, dan para pelaku seks dini itu menyakini, berhubungan seksual satu kali tidak menyebabkan kehamilan. Dari berbagai kasus dan permasalahan pada era global sekarang, pendidikanlah yang pertamakali disoroti oleh masyarakat, khususnya pendidikan agama. Masyarakat menganggap bahwa pendidikan agama yang ada di Indonesia ini belum mampu membentuk manusia yang berkarakter dan berakhlak mulia. Sekolah sebagai suatu instansi pendidikan dianggap tidak mampu melaksanakan pendidikan agama dengan baik sehingga berdampak pada berbagai kasus tersebut di atas. Masyarakat mengaggap bahwasannya pelaksanaan pendidikan agama di sekolah belum mampu menyentuh aspek-aspek religius siswa dalam rangka membentuk siswa yang taat pada aturan agama dan berakhlak sesuai dengan aturan-aturan syariat.
PEMIKIRAN PROGRESIVISME DAN PEMIKIRAN EKSISTENSIALISME PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Dalam Pembelajaran Bcct Pamela Phelps) Mutmainnah, Mutmainnah
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v6i1.5918

Abstract

Early childhood education is usually better known as education that emphasizes playing while learning, by playing the child has been learning. One of the learning models in PAUD is the center and circle model which is a teaching approach that places children in a proportional position. The concept of early childhood education takes the form of play because play is a child's world. The point is playing is learning, and learning is playing. The implementation of learning in PAUD with the BCCT approach model is learning that focuses on activities in centers to optimize the multiple intelligences that must be developed in children. In the BCCT approach there are seven learning centers, namely preparatory centers, beam centers, major role playing centers, small role playing centers, natural material centers, art centers and imtaq centers. Progressivism is education that emphasizes the ability of children to be able to deal with social life in a community environment, is also a flow of educational philosophy that supports changes in the implementation of education. Existentialism is a philosophical school that prioritizes human freedom to actualize itself. This view of existentialism is that education is an attempt to liberate humanity from the things that bind it up so that the realization of human existence towards a more humane and civilized. Education aims to shape people into people who are moral, intelligent and can be responsible. Through education, children are expected to have a good attitude, extensive knowledge, and optimal skills.
PEMBINAAN IKLIM KASIH SAYANG TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Nurbayani, Nurbayani
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v5i1.5378

Abstract

This paper intends to provide an overview of the importance of affection for children in the family. This writing is based on the needs of children in their childhood because they have not yet perfect knowledge and mental readiness to live together with adults. Therefore parents have the task of providing education that can accommodate their instinctive natural needs. Children are God's mandate that needs to be given education. The process of children's education starts from the mother’s womb until adulthood. Parents have the responsibility of educating children in the right way in accordance with Islamic teachings. The main obligation is to instill faith in a child's soul. Muslim families who are builded on the basis of faith have the following identities: first, the righteous beliefs and to Allah SWT. Second, worship (al-ibadah ash-shahihah) in accordance with the shari'ah of Allah and His Messenger. And third, applying moral values (al-Akhlaqul karimah) in the family through education in the household. To realize the responsibility of taking care of children need several strategies.
PENGAWASAN ORANG TUA TERHADAP TONTONAN TELEVISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEDISIPLINAN ANAK Dhin, Cut Nya
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v6i1.6508

Abstract

Television broadcasts that are not in accordance with Islamic teachings, make children can watch whenever and wherever the broadcasts are. Therefore parents are needed supervision to select every television program watched by children. The problem in this study is parental supervision of television viewing and child discipline, as well as the efforts made by parents in increasing supervision of television viewing and child discipline, the constraints that become the population In this study are children aged 6-14 years, a total of 102 children and a sample of 30 children (30%). The methodology used in this study is field research. Data collection techniques used were observation, interviews, questionnaires and documents. The results showed that parental supervision of children's television viewing was not optimal. Obstacles faced by parents in supervising television viewing and child discipline are busy parents who work outside the home, lack of parental knowledge and parental indifference to television viewing supervision. Parents do not make any effort When children watch television that is violent/pornographic, but only a few who turn off the television and explain that these conditions are not good.
ANOMALI PEREMPUAN PENGEMIS; (Benturan antara Keadilan Gender, Kearifan Lokal dan Permasalahan Sosial Masyarakat Aceh Kontemporer) Muhibuddin, Muhibuddin; Husnizar, Husnizar; Ramli, Ramli
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v4i2.4537

Abstract

Keterlibatan kaum perempuan dalam meminta-minta (mengemis) dalam masyarakat Aceh telah menimbulkan masalah sosial tersendiri dilihat dari aspek kultur masyarakat Aceh kontemporer. Kegiatan meminta-minta dengan mengandalkan belas kasihan orang lain (mengemis) yang dilakukan oleh kaum perempuan dewasa merupakan suatu fenomena sosial paling aktual dan semakin marak di kawasan pusat dan pinggiran kota Banda Aceh, kota Lhoekseumawe dan kota Langsa. Gejala sosial ini disinyalir sebagai akibat dari berubahnya kultur budaya dan teologi agama yang dianut oleh perempuan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Gejala sosial ini disinyalir sebagai akibat dari berubahnya kultur budaya dan teologi agama yang dianut oleh perempuan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Budaya masyarakat Aceh yang dilandasi dengan ajaran Islam yang kental dan dipadu dengan kearifan lokalnya yang apik berpandangan kurang positif terhadap pekerjaan mengemis. Seting sosial budaya masyarakat Aceh yang masih cukup kental berpegang pada nilai tradisional menilai sebagai sesuatu yang kurang pantas bila ada kaum perempuan berada di luar domain domestik secara leluasa, apalagi lagi untuk mengemis. Karena bagaimanapun, budaya, sosial maupun doktrin agama melarang tegas memposisikan “tangan di bawah”. Larangan ini secara sosial-budaya dan agama dimaksudkan untuk menjaga kehormatan kaum perempuan. Namun sebuah anomali terjadi ketika sebagian masyarakat Aceh melabrak ajaran syari`ah ini melalui kegiatan mengemis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan pengemis di kota yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan suatu keprihatinan yang serius sehingga diperlukan perhatian dan penanganan yang bersifat darurat. Dimana martabat kaum perempuan dalam lingkaran komunitas pengemis semakin jauh dari harapan keadilan gender dan bahkan jatuh ke dalam jurang dehumanisasi yang parah. Perempuan pengemis posisinya tidak lebih dari penyangga ekonomi kaum laki-laki baik di dalam keluarga maupun antar sesama komunitas pengemis. Bahkan mereka tidak memiliki hak atas dirinya sendiri, seperti hak atas kebebasan dalam menentukan martabatnya sendiri sebagai perempuan yang berdaulat atas tubuhnya, berdaulat atas hak asasinya sebagai manusia pada umumnya.
KONSTRUKSI MAKNA NUSYUZ DALAM MASYARAKAT ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERILAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Kecamatan Ingin Jaya) Analiansyah, Analiansyah; Nurzakia, Nurzakia
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 5, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v5i2.5602

Abstract

Setelah menikah, isteri diperintahkan untuk patuh kepada perintah suaminya. Isteri yang tidak mau patuh kepada perintah suami dianggap berbuat “nusyuz” (durhaka kepada suami). Dalam kitab fikih makna ini dianggap tunggal. Namun, karena dinamika sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Aceh, makna tersebut turut mengalami perubahan, yaitu perbuatan nusyuz dapat pula dilakukan oleh suami terhadap isterinya. Atas dasar ini, yang menjadi tujuan pembahasan dalam tulisan ini adalah penjelasan makna nusyuz dalam masyarakat Aceh dan dampaknya terhadap pelakuan KDRT dalam keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sumber data diperoleh dari tokoh agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat umum. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Selanjutnya, data dianalisis dengan teori perubahan hukum karena perubahan waktu dan tempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kalangan masyarakat terdapat tiga kategori makna nusyuz. Pertama, nusyuz adalah durhaka yang dilakukan oleh suami atau isteri kepada pasangannya. Kedua, nusyuz adalah sikap tidak patuh yang dilakukan oleh isteri terhadap suaminya. Ketiga, tidak mengetahui istilah nusyuz, namun hanya mengetahui bahwa isteri wajib mematuhi semua perintah isteri. Terbentuknya pemaknaan nusyuz dalam masyarakat bersumber dari pendidikan yang didapatkan. Selanjutnya, pemaknaan konsep ini memberikan dampak yang besar terhadap munculnya sikap sewenang-wenang atau kekerasan dalam rumah tangga yang menjadikan isteri sebagai korban.
PANDANGAN ULAMA DAYAH TERHADAP PEREMPUAN PEKERJA PADA MALAM HARI PADA FASILATAS UMUM (Studi Penelitian di Kabupaten Bireun) Muhibuddin, Muhibuddin
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v4i1.4485

Abstract

Perdebatan tentang pekerja perempuan dalam berbagai aspeknya dan persoalan yang dialami para pekerja perempuan lebih disebabkan diantaranya oleh konstruk sosial budaya mereka di tengah-tengah masyarakat serta perbedaan penafsiran dalam agama. Penafsiran yang timpang dan generalisasi terhadap perempuan pekerja malam yang identik dengan pekerjaan yang sarat maksiat dapat membelenggu kesempatan kaum perempuan untuk mencari rizki yang halal di malam hari. Seting sosial budaya masyarakat Aceh yang di daerah tertentu masih cukup kental dengan nilai tradisional sepertinya belum mengizinkan kaum perempuan berada di luar domain domestik secara leluasa, konon lagi hingga malam hari. Hal ini berbeda dengan apa yang dialami oleh mayoritas kaum laki-laki di Aceh. Sementara ruang dan waktu kerja bagi kaum perempuan masih dibatasi pada tempat-tempat tertentu dan jam kerja pagi hingga sore hari saja. Pembatasan secara sosial-budaya saja sudah mengekang ruang gerak kaum perempuan, apalagi ditambah dengan formalisme agama yang dipahami dan digeneralisasi secara seadanya. Ulama sebagai elemen penting dalam masyarakat Aceh memegang peranan signifikan terhadap pelaksanaan syari`at Islam di Aceh terutama pada ranah penerapan Qanun Khalwat. Melalui pandangan dan pertimbangnya, ulama mampu merekomendasi pemerintah Aceh untuk melindungan masyarakat pada umumnya dan kaum perempuan khususnya dari berbagai kemungkinan pelanggaran syari`at Islam. Apakah yang dilakukan oleh kaum perempuan pekerja itu sendiri maupun oleh masyarakat pengguna jasa kaum perempuan pekerja tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan ulama dayah terkait dengan fenomena semakin maraknya kaum perempuan yang bekerja pada fasilitas umum sampai malam hari di wilayah Kabupaten Bireun khususnya dan di seluruh Aceh pada umumyn terbagi kepada tigaa tipologi pandangan, yaitu; (a) membolehkan dan kemashlahatannya (baik buruknya) diserhkan kepada kaum perempuan sendiri untuk mempertimbangkannya, (b) membolehkan dengan sejumlah catatan demi kehati-hatian, (c) melarang dengan sejumlah dalil dan kekhawatiran.

Page 10 of 23 | Total Record : 224