Articles
Tinjauan Normatif Kewenangan Penuntutan oleh KPK Atas Tindak Pidana Pencucian Uang
Pohan, Sarmadan
DOKTRINA: JOURNAL OF LAW Vol 2, No 2 (2019): Doktrina:Journal of Law Oktober 2019
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (891.589 KB)
|
DOI: 10.31289/doktrina.v2i2.2615
Debate over the issue of the authority of the corruption eradication commission in conducting investigations, investigations and investigators. The purpose of this study is to examine the legal basis for the authority to prosecute KPK for money laundering and the position of the authority to prosecute corruption eradication commissions for money laundering crimes in the future. This research method is normative, in which research of document studies using a variety of secondary data. The results obtained from this study are that the Article 6 of Law Number 30 of 2002 that the KPK only has authority in conducting investigations, investigations and prosecutions of money laundering crimes. In IusConstitutim or what applies in a regulation or better known as the law, the Corruption Eradication Commission does not have the authority to prosecute money laundering, different empirically different from seeing what happens in society that the KPK is deemed necessary to prosecute a laundering crime in TPPU is a double-track criminality in which there is an original and advanced crime, if the money laundering is a further criminal act of corruption as an original criminal act empirically then the Eradication Commission Corruption continues to prosecute because it still have a rights.
Penerapan Hukuman Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Hubungan Keluarga (Studi Kasus Nomor, 593/Pid.B/2012/PN.Psp)
Samsir Alam;
Sarmadan Pohan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 2 (2019): Jurnal Justitia : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (229.576 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i2.31-42
The purpose of this research is to find out which factors are the occurrence of a family crime and to find out which is the basis for the Judge's determination to determine the guilt of the defendant in the crime of murder related to family. The research method that the author uses in writing this research is normative research using secondary data sources and in the form of legislation. Collecting techniques, namely Interview (Interview), Documentation Study and also study the files that have been archived in Padangsidimpuan District Court which will then be analyzed by Induction and Deduction. The conclusion in this study that the factors that lead to the murder of family relationships is caused by disputes between the accused and the victim where disputes include the issue of children and the problem of disharmony between the defendant and the victim and that the basis for consideration by the Judge to determine mistakes the defendant in the crime of murder of family relations is by proving the chronology of the murder by confessing the defendant in court.Key words: Victims of Narcotics Abuse; Criminal Prison; Rehabilitation.
Hambatan Yang Ditemui Dalam Perwalian Anak Di Bawah Umur Berdasarkan Surat Penetapan Pengadilan Negeri Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
Sarmadan Pohan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 2 (2018): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (38.919 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i2.371-379
Tulisan ini bertujuan untuk Untuk mendapatkan gambaran tentang praktek perwalian yang merupakan salah satu upaya hukum untuk melindungi kepentingan seorang anak dibawah umur.Metode yang dipergunakan dalam menganalisa permasalahan penulis akan menggunakan metode penelitian secara deskriptif dengan cara Library Research dan Field Research dengan memakai teknik pengumpulan data dengan melalui interview dan studi dokumentasi, dan setelah data terkumpul akan diuji melalui teknik pengujian deduktif dan induktif. Kesimpulan dalam penelitian bahwa Kitab Undang-Undang Hukum perdata menentukan seseorang yang belum berumur 18 tahun adalah masih anak di bawah umur, akan tetapi berdasarkan perkembangan hukum dapat diletakkan dibawah perwalian adalah orang yang berumur dibawah 18 tahun saja. Dan Seorang anak yang tidak berada dibawah kekuasaan orangtua diletakkan dibawah perwalian apabila umurnya belum mencapai 18 tahun. Kata-kata Kunci: Perwalian, Anak, Dibawah umur
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA EKONOMI PUPUK BERSUBSIDI
Sarmadan Pohan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 7, No 4 (2020): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (306.549 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v7i4.756-767
Subsidized Fertilizer is goods under supervision whose procurement and distribution is subsidized by the government for the needs of Farmer groups and / or Farmers in the agricultural sector including Urea fertilizer, SP 36 Fertilizer, ZA Fertilizer, NPK Fertilizer, and other types of subsidized fertilizers as determined by Government affairs in agriculture. This objective is to see how the legal arrangements regarding the supervision, procurement and distribution of Subsidized Fertilizer and to see how the judge's consideration in imposing sanctions on the economic crime of Subsidized Fertilizer at the Padangsidimpuan District Court. Economic Crime is a criminal act in Articles 1e, 2e and 3e of the Emergency Law Number 7 of 1955 concerning Investigation, Prosecution and Economic Justice. One of the criminal acts in economic crime is the trading of goods under the supervision of Subsidized Fertilizer, this is in accordance with the Regulation of the President of the Republic of Indonesia Number 15 of 2011 concerning Stipulation of Subsidized Fertilizer as goods under Supervision. In the juridical analysis, the Panel of Judges is in accordance with the elements in the facts at the trial
PERAN KEJAKSAAN DALAM PENGAWASAN DANA DESA DI WILAYAH KOTA PADANGSIDIMPUAN (STUDI DI KEJAKSAAN NEGERI PADANGSIDIMPUAN)
Sarmadan Pohan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 1 (2022): Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (282.807 KB)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kedudukan Barang Sitaan dalam perkara pidana menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang tata cara pengelolaan barang bukti di Polres Kota Padangsidimpuan dan untuk mengetahui realita Kedudukan Barang Sitaan dalam perkara pidana menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang tata cara pengelolaan barang bukti di Polres Kota Padangsidimpuan.Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskeipsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan dan pemikiran orang secara indivudual maupun kelompok.Adapun kedudukan barang sitaan bahwa yang berhak atau berwewenang menyita barang yang telah terjadi tindak pidana dalam peraturan PERKAPOLRI No 10 Tahun 2010 ini Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian RI mulai dari proses penerimaan, perawatan, pengeluaran dan sampai pemusnahan Barang Bukti dilakukan oleh penyidik atapun PPBB yang telah dikelolah dengan baik. Sedangkan Kedudukan Barang Sitaan ini termasuk dalam Kedudukan Materil. Sebagaimana yang dimaksud dengan Materil yaitu kebenaran yang sebenar-benarnya, yang selengkap-lengkapnya, yang mendekati kebenaran itu sendiri dan yang dimaksud dari fungsi kedudukan barang sitaan itu untuk membuktikan suatu perkara tindak pidana. Adapun realita kedudukan Barang sitaan dalam perkara pidana ini adalah sebagaimana halnya dari hasil penelitian atau realita yang terjadi di lapangan, secara normatif memang betul barang yang disita itu telah dikelolah baik oleh pihak penyidik dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam PERKAPOLRI Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun terdapat kendala-kendala pada saat proses pengelolaan barang bukti seperti yaitu: Sarana dan prasarana masih belum memadai, dalam hal perawatan, penyimpanan dan pemeliharaan. terutama yang menyangkut alat transportasi termasuk juga kendala dari Anggaran pemeliharaan basan dan baran yang masih sangat terbatas (belum maksimal).
TINJAUAN NORMATIF TENTANG KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN ELEKTRONIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Sarmadan Pohan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 2 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (261.602 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i2.380-391
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kekuatan hukum barang bukti elektronik dalam pembuktian perkara pidana biasa dan untuk mengetahui kekuatan pembuktian barang bukti elektronik dalam hukum pidana biasa dengan hukum pidana khusus.Bahwa bukti elektronik saat ini merupakan kebutuhan untuk mengungkap tindak pidana yang dipersidangan pengadilan, terutama yang sulit pembuktiannya dan atau masih tidak cukup meyakinkan alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP. Meskipun hukum acara pidana tidak mencantumkan secara tegas tentang bukti elektronik namun hakim bisa menggunakan bukti elektronik tersebut sebagai alat bukti petunjuk dengan persesuaian alat bukti lain. Mahkamah Agung sejak tahun 1988 sudah mengakui alat bukti elektronik dipersidangan pengadilan.Meskipun sekarang ini sudah banyak peraturan perundangan di Indonesia yang mengakui alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, bahkan Mahkamah Agung (MA) sudah mengakuinya sejak 1988. Namun nilai pembuktian alat bukti elektronik sebagai alat bukti di pengadilan nampaknya masih dipertanyakan validitasnya. Dalam praktek pengadilan di Indonesia, penggunaan data elektronik sebagai alat bukti yang sah memang belum biasa digunakan. Kebutuhan bukti elektronik sudah secara tegas diatur dalam undang-undang ITE memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan. Jenis bukti elektronik yang dibutuhkan dalam mengungkap kasus pidana bisa berupa cctv, rekaman, videoa conference, dan jenis-jenis bukti elektronik yang dapat merekam, memuat gambar atau catatan dan terekam dalam bukti elektronik dan dengan bukti yang meyakinkan tersebut seorang hakim dapat menjadikanya sebagai dasar pertimbangan dalam merumuskan putusan.
TINJAUAN NORMATIF TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) YANG BERASAL DARI TINDAK PIDANA KORUPSI
Sarmadan Pohan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 7, No 2 (2020): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (259.845 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v7i2.275-289
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tinjauan normatif terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dan untuk mengetahui sistem pembuktian dalam perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian hukum Kewenangan KPK dalam menggabungkan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian uang sebagai upaya mencegah Tindak Pidana Korupsi secara represif dan preventif hanya memilik dasar sebagai penyidik bukan sebagai penuntut umum. Namun apabila dipandang secara keseluruhan baik dari aspek manfaat, dan keadilan KPK memiliki landasan sosiologis untuk melakukan penuntutan karena berdasarkan Urgensi perkara korupsi yang terjadi di Indonesia yang sudah berada dalam tahap yang membahayakan sehingga membutuhkan penuntutan yang dilakukan yang lebih kredibel yang dapat mencapai tujuan untuk mencegah tindak pidana korupsi secara preventif dan represif mengingat dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan itu sendiri sangatlah buruk bagi perkembangan bangsa sehingga hal ini mengeseampingkan kepastian hukum dan mengedepankan azas kemanfaatan karena menurut penulis hukum harus bermanfaat apabila hukum tidak bermanfaat maka tidak ada lagi fungsi hukum. Selain itu hukum pidana Indonesia mengenal concursus (perbaarengan Tindak Pidana) sehingga untuk melaksanakan penuntutan yang melanggar lebih dari satu Tindak Pidana tidak membingungkan dibanding karena keterbatasan suatu pengadilan seorang harus di adili di pengadilan berbeda pada saat yang bersamaan. Selain itu hakim harus memandang suatu putusan bukan hanya dari segi kepastian hukum namun perlu juga dipandang dampak kedepannya dalam putusan tersebut. Apabila hakim tidak mengizinkan KPK dalam melakukan penuntutan maka akan tidak menjerakan pelaku korupsi. Dalam hal penerapann system pembuktian dalam penggabungan perkara tersebut sifatnya berdiri sendiri tidak bisa disamakan walaupun system pembuktian kedua tindak pidana tersebut sama yaitu system pembalikan beban pembuktian namun diklasifikasikan berbeda menurut Undang Undang dimana Tindak Pidana Korupsi selain terdakwa membuktikan Penuntut umum pun punya kewajiban yang sama sedangkan Tindak Pidana Pencucian Uang menganut system Pembalikan beban pembuktian secara mutlak yaitu beban pembuktian ada pada terdakwa. Namun beban untuk membuktikan bahwa harta kekayaan yang di ajukan di depan persidangan adalah milik terdakwa tetap melekat pada Penuntut Umum.
PERBANDINGAN LEMBAGA ANTI KORUPSI DI INDONESIA DAN BEBERAPA NEGARA DUNIA
Sarmadan Pohan
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 1 (2018): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (359.228 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v1i1.271-303
Korupsi adalah suatu perbuatan kejahatan yang dapat dikategorikansebagai tindak pidana kejahatan yang sangat luar biasa yang sangat merugikan bagi kelanjutan berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak jarang setiap Negara dalam memberikan hukuman terhadap koruptor berbeda-beda, ada Negara dengan hukuman mati dan ada juga menganggap tindakan korupsi sebagai kejahatan biasa. Begitu maraknya korupsi di Indonesa, maka perlu kiranya membandingkanupaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh beberapa Negara. Dengan membandingkan upaya pemberantasan korupsi tersebut diharapkan penanganan korupsi di Indonesia dapat di cegah dengan sebaik-baiknya
Tinjauan Normatif Kewenangan Penuntutan oleh KPK Atas Tindak Pidana Pencucian Uang
Sarmadan Pohan
DOKTRINA: JOURNAL OF LAW Vol 2, No 2 (2019): Doktrina:Journal of Law Oktober 2019
Publisher : Universitas Medan Area
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/doktrina.v2i2.2615
Debate over the issue of the authority of the corruption eradication commission in conducting investigations, investigations and investigators. The purpose of this study is to examine the legal basis for the authority to prosecute KPK for money laundering and the position of the authority to prosecute corruption eradication commissions for money laundering crimes in the future. This research method is normative, in which research of document studies using a variety of secondary data. The results obtained from this study are that the Article 6 of Law Number 30 of 2002 that the KPK only has authority in conducting investigations, investigations and prosecutions of money laundering crimes. In IusConstitutim or what applies in a regulation or better known as the law, the Corruption Eradication Commission does not have the authority to prosecute money laundering, different empirically different from seeing what happens in society that the KPK is deemed necessary to prosecute a laundering crime in TPPU is a double-track criminality in which there is an original and advanced crime, if the money laundering is a further criminal act of corruption as an original criminal act empirically then the Eradication Commission Corruption continues to prosecute because it still have a rights.
Keabsahan Kesaksian (Keterangan Saksi) Yang Disampaikan Secara Teleconference Di Persidangan (Studi Di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan)
Sarmadan Pohan Pohan;
Indra Purba Harahap
Jurnal Ilmiah Muqoddimah: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hummaniora Vol 7, No 1 (2023): Pebruari, 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31604/jim.v7i1.2023.245-254
Pengaturan mengenai pemeriksaan saksi melalui teleconference diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus menyangkut pembuktian dengan media elektronik di mana dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut diatur mengenai pemeriksaan saksi di persidangan tanpa bertatap muka dengan terdakwa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan dan praktek kesaksian yang disampaikan secara teleconference di persidangan, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif, Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan hukum teleconference serta kekuatan pembuktian keterangan saksi melalui teleconference di persidangan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, sepanjang saksi memenuhi syarat-syarat sahnya sebagai saksi yaitu keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan, dengan disumpah terlebih dahulu serta tentang peristiwa tertentu yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri.