Masa depan merupakan suatu keadaan yang belum dapat dipastikan. Sehingga apapun yang diperkirakan akan terjadi hanyalah sebuah prediksi. Penyebaran virus Covid-19 pada masa kini (tahun 2020) menghasilkan banyak prediksi tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Penyebaran virus ini juga menghasilkan banyak pemikiran tentang konspirasi tentang adanya senjata biologis pemusnah masal yang diciptakan untuk menyiapkan terjadinya perang dunia ketiga. Virus ini juga diduga akan menimbulkan permasalahan sosial seperti kerusuhan masal yang bisa menjadi pemicu terjadinya perang saudara maupun kudeta terhadap pihak penguasa. Berdasarkan hal tersebut, pencipta ingin mengangkat fenomena prediksi masa depan dalam sebuah karya film. Karya film ini bukan hanya ditujukan sebagai media hiburan, namun juga sebagai bentuk pemikiran atas apa yang mungkin terjadi di masa depan. Karya film ini mengambil bentuk film fiksi dengan teknik bertutur cerita berbingkai dengan judul Kembara. Film Kembara mengambil genre post apocalypse sebagai konsep utama penggarapannya dengan teori utama menggunakan teori Simulakra oleh Jean Baudrillard dan beberapa teori pendukung yaitu teori film fiksi, teori cerita berbingkai, teori konflik dan anarkisme. Metode penciptaan yang digunakan adalah metode penciptaan film yang terdiri atas Praproduksi, Produksi, Pasca Produksi dan Distribusi. Penciptaan film Kembara dilakukan dengan mencoba mengerjakan tujuh mayor dalam film secara tunggal. Sehingga produksi film Kembara bisa dilakukan dengan konsep low budget production. Wujud karya film Kembara berupa film dengan format digital standar sinema 2K (2048x858) dengan aspek rasio 1:2,39. Format film digital ini sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk penayangan di bioskop. Bentuk simulasi dalam film Kembara memasukkan fakta-fakta di lapangan sebagai dasar cerita imaji yang disampaikan. Sehingga simulasi ini mempu memengaruhi pola pikir penontonnya untuk memprediksi keadaan di masa depan.