Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search
Journal : AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman

Gambaran Ca’oca’an yang Melegalisasi Pernikahan Dini Studi Analisis Wacana Kritis dan Analisis Gender Muniri; Biati, Lilit; Mahsun
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 2 No. 2 (2019)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/al-fikrah.v2i2.60

Abstract

Penelitian ini, mengambil sampel desa Batokorogan dan desa Kokop Kecamatan Kokop Kabupaten Bangkalan. Dilakukan untuk mengetahui pendapat masyarakat setempat, tentang tiga ca’oca’an yang bernuansa legalisasi pernikahan dini, antara lain: (1) “oreng bhini’ mon omor eyattas 12 taon, mon gita’ andhi’ bhekal eyanggep ta’ pajuh (Perempuan yang berumur di atas 12 tahun, jika belum mempunyai tunangan dianggap tidak laku)”, (2) “Andhi’ ana’ bhini’ bhedeh neng kennengan kala, mon bedeh se mentah dulih beghi” (Mempunyai anak perempuan berada di posisi kalah, kalau ada yang meminang segera terima), (3) “Je’ pasakolah ana’eh mon lo’ deddiyeh prabhen toah” (Jangan disekolahkan anakmu, agar tidak menjadi perawan tua). Tiga ca’oca’an ini, sengaja dilestarikan melalui mekanisme klasifikasi, negasi, dan hasrat kekuasaan kaum laki-laki, untuk menciptakan rasa takut pada perempuan menjadi ta’ pajuh lakeh dan menjadi prabhen toah. Penciptaan rasa takut dengan mekanisme tersebut masuk kategori kekerasan psikis, yang menyebabkan kaum perempuan merasa tidak percaya diri, tidak mampu membuat keputusan mandiri, dan tidak berdaya melakukan penolakan atas keputusan lingkungan sosialnya untuk tidak melakukan pernikahan dini.
Adab dan Urgensi Khiá¹­bah pada Era Kontemporer: Kajian Tafsir Fiqh dalam Surat Al-Baqarah [2]: 235 K. Daud, Fathonah; Muniri
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 3 No. 1 (2020)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sudah menjadi tradisi di mana-mana bahwa sebelum pernikahan terdapat pertunangan terlebih dahulu. Pertunangan atau disebut khiṭbah itu sendiri sebagai masa perkenalan antara kedua calon ataupun masa persiapan untuk menuju mahligai rumah tangga. Ajaran khiṭbah dalam Islam sarat hikmah. Syariat khiṭbah telah dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah: 235. Tetapi di era kontemporer ini masih banyak masyarakat yang kurang memahami makna dan adab dalam syariat khiṭbah bahkan. Sebagian masyarakat Islam ada yang memahami khiṭbah (seolah-olah) seperti makna pernikahan, yang membolehkan berpegang-pegangan dan apa saja bagi calon laki-laki dan calon perempuan. Bagaimanapun khiṭbah tidak akan dapat memberikan hak apa-apa kepada si peminang melainkan hanya dapat menghalangi lelaki lain untuk meminang calon pendampingnya. Perkembangan tradisi khiṭbah mengalir normal berabad-abad hingga hari ini. Justru ada perspektif berbeda bahwa dengan (keluarga) perempuan mendatangi si lelaki untuk diminta persetujuannya menjadi menantunya atau menikahi putrinya itu dipandang baik saja, lumrah dan tidak melanggar tatasusila adat yang berlaku. Tulisan ini akan menguraikan kandungan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah [2]: 235 dalam perspektif fiqh, termasuk keutamaan, adab dan larangan-larangan dalam pertunangan.
Melacak Pembentukan Prinsip-Prinsip Hidup Komunitas Blat?r dan Justifikasi dalam Ajaran Agama Islam Muniri
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 4 No. 1 (2021)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/al-fikrah.v4i1.108

Abstract

Pada tahapan-tahapan pembentukan prinsip hidup komunitas Blatér, yang meliputi ketauhidan, hormat kepada Embho’ (Ibu), hormat kepada ghuru (Guru), ajhegeh téngka (menjaga etika), dan ajhegeh harga diri. Lima prinsip hidup Blatér ini, dimapankan dalam berbagai kesempatan, utamanya dalam momentum remoh. Remoh menjadi momentum ideal dalam menyesuaikan diri antara Blatér satu dengan Blatér lainnya. Modal imitasi yang didapatkan dari lingkungan terdekat tentang kosakata dan kehidupan Blatér, melahirkan proses sugesti pengalaman kebelat?ran kepada dirinya. Dari sugesti ini, berlanjut pada proses identifikasi diri dengan karakteristik Blat?r, hingga pada upaya menemukan figur penting yang dijadikan rujukan dalam sepak terjangnya di dunia kebelat?ran. Adapun bahasan tentang lima prinsip hidup komunitas Blat?r ditinjau dari ajaran agama Islam, ternyata hanya empat prinsip hidup, yaitu ketauhidan, hormat kepada Embho’ (Ibu), hormat kepada ghuru (Guru), ajhegeh téngka (menjaga etika), yang ada justifikasinya dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, sedangkan yang satu lagi; yaitu ajhegeh harga diri tidak ada justifikasinya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
MENGUNGKAP PERBEDAAN PANDANGAN ORANG MADURA TENTANG DEFINISI BLATÉR DAN BHAJINGAN Muniri; Mahsun; Ahmad Khoiri; Debby Ayu Febriyanti
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 5 No. 1 (2022)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini, membahas tentang definisi Blatér. Melalui wawancara kepada sejumlah tokoh yang mempunyai kedekatan dengan komunitas Blatér, didapatkan sebuah definisi tentang Blatér, yaitu sebagai Sifat dan Sosok. Disebut sebagai ‘sifat’ sekaligus ‘sosok’, manakala Blatér ditandai beberapa karakteristik yang melekat pada dirinya, antara lain; kennenga rembaghan (tempat konsultasi menyelesaikan masalah), bhangal (berani), jeg jeg (konsisten), lambha’/ta’ cerre’ (pemurah/tidak pelit), bennya’ kancana (mempunyai banyak teman/jaringan). Lima karakteristik tersebut, merupakan implementasi dari lima prinsip Blat?r yang dijadikan acuan prilaku sehari-harinya, antara lain; bertauhid, hormat kepada Embho’, hormat kepada ghuru, ajhaga téngka, dan ajhaga harga diri. Konsistensi Blat?r dalam menjaga perkataan dan perbuatan dalam keseharian menandakan diri Blat?r mempunyai pengaruh sosial yang luar biasa, atau dalam istilah lain sebagai manusia besar dalam lingkup terbatas. Berdasarkan katagori tipe manusia, Ordinary people (manusia-manusia biasa), Exceptional actors (tokoh-tokoh dengan kapasitas yang luar biasa), dan Holders of excetional positions (manusia pemimpin dan manusia aksi). Sosok Blatér masuk tipe Holders of excetional positions, karena umumnya Blat?r tidak sepintar Exceptional actors, tapi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat. Manakala prinsip dan karakteristik Blat?r menjadi satu kesatuan dalam citra diri seseorang, maka dapat disebut sebagai sosok Blat?r.
RELASI HUKUM DAN ETIKA ISLAM (Integrasi Ajaran Eksoteris dan Esoteris Dunia Islam) Muniri; Nur Chotimah Azis
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 6 No. 1 (2023)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/al-fikrah.v6i1.256

Abstract

Dialog antara hukum Islam (Shari>’ah) dan etika Islam (tasawuf) telah terjadi sejak lama. Hubungan keduanya di awal-awal sejarah pemikiran Islam bisa disebut kurang harmonis sehingga membuat penganut keduanya saling tuduh dan kritik. Para fuqaha (ahli hukum Islam) mempertanyakan sikap kelompok sufi (ahli tasawuf) yang cenderung mengabaikan ketentuan-ketentuan lahiriah hukum agama dan memodifikasi ajaran-ajaran mendasar agama dengan inovasi dan kreasi mereka sendiri. Modifikasi kaum sufi ini akhirnya mendorong tereduksinya ajaran-ajaran Islam yang menjadikan mereka menghapus diri dari komunitas muslim sejati. Sebaliknya para sufi yang mencari-menempuh jalan kebenaran melalui dimensi esoteris menyatakan bahwa kelompok fuqaha’ tidak lebih mampu melihat hal-hal eksplisit yang tersimpan di balik lembar-lembar teks al-Qur’an dan terlalu bersikap fomalitas sehingga darinya kehilangan kemampuan untuk menangkap substansi ajaran inti Islam. Metodologi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif jenis library research melalui pendektan analisis komparasi. Hasil dari penelitian ini adalah sekalipun antara hukum Islam dan etika Islam memiliki hubungan kurang baik dalam awal-awal sejarah pemikiran Islam akibat perbedaan sudut pandang dan jalur tempuh dimensi namun keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yakni kebenaran hakiki yaitu ridha Tuhan.
PROBLEM PSIKOLOGIS MENIKAH DINI DALAM PERSPEKTIF MAQA>S}ID AL-SHARI>’AH Nur Chotimah Azis; Muniri
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/al-fikrah.v7i1.305

Abstract

Penelitian ini, menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan psikologis dan maqa>s}id al-shari>’ah. Adapun pendekatan psikologis digunakan untuk mengentahui dampak kejiwaan bagi pelaku dan anak hasil dari pernikahan dini. Sedangkan pendekatan maqa>s}id al-shari>’ah untuk menimbang hukum pernikahan dini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dampak pernikahan dini berlawanan dengan bagian integral dari maqa>s}id al-shari>’ah sebagaimana dalam al-duru>riyah al-khamsah (aspek perlindungan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan). Menikah dini terjadi karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain; faktor pendidikan, ekonomi, dan budaya. Dampak yang dihasilkan oleh praktik pernikahan dini bagi pelaku adalah dampak biologis dan psikologis. Dua dampak ini memicu hubungan keluarga yang rentan tidak harmonis, demikian juga pada aspek hubungan sosialnya.
MENANGKAL KONFLIK PASCA PEMILU LEGISLATIF 2024 BERBASIS IKATAN GEMEINSCHAFT; MENGUATKAN NILAI-NILAI TOLERAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL ISLAM Muniri; Mahsun; Nur Chotimah Aziz
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peran gemeinschaft dalam mencegah konflik yang mungkin timbul selama pemilu legislatif 2024. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-fenomenologis, penelitian ini mengkaji interaksi di dalam masyarakat Desa Kopang, yang terletak di Karang Gayam, Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan, setelah pemilu. Penelitian ini mengidentifikasi tiga faktor kunci yang mendorong masyarakat untuk menghindari konflik pasca pemilu: ikatan bersama dengan tempat asal mereka, koneksi klan keluarga, dan kebutuhan kerja sama ekonomi di bidang pertanian. Elemen-elemen ini sangat dihargai oleh masyarakat Kopang dan dianggap lebih penting daripada terlibat dalam perselisihan yang tidak produktif. Masyarakat menganggap ikatan-ikatan tersebut sebagai sesuatu yang sakral dan memprioritaskannya di atas kepentingan-kepentingan pragmatis yang bersifat sementara. Perspektif ini mencerminkan kemampuan mereka untuk berpikir dan bertindak secara rasional, dengan menekankan pentingnya kenangan lama yang terkait dengan asal-usul bersama, jaringan keluarga, dan saling ketergantungan ekonomi. Ikatan abadi ini tidak tergantikan dan tetap menjadi pusat untuk menjaga keharmonisan dalam menghadapi peristiwa politik yang berpotensi memecah belah.
BLUE-GREEN ECONOMY DALAM PERSPEKTIF FIQH LINGKUNGAN Muniri; Nur Chotimah Azis
AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman Vol. 7 No. 2 (2024)
Publisher : Pendidikan Agama Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Membahas konsep Blue-Green Economy dalam perspektif fiqh lingkungan Islam sebagai pendekatan alternatif terhadap krisis ekologi global. Konsep ini merupakan integrasi antara ekonomi hijau (green economy) dan ekonomi biru (blue economy) yang menekankan pembangunan berkelanjutan baik di daratan maupun lautan. Dengan menggunakan metode studi pustaka dan pendekatan kualitatif deskriptif, penulis mengkaji kesesuaian antara prinsip-prinsip Blue-Green Economy dan nilai-nilai Islam seperti tauhid, khalifah, amanah, mizan, dan larangan israf. Hasil kajian menunjukkan bahwa fiqh lingkungan dapat memberikan dasar normatif dan etis yang kuat dalam implementasi pembangunan berkelanjutan di masyarakat Muslim. Berbagai contoh penerapan seperti eco-masjid, ekowisata berbasis komunitas, dan pertanian organik memperlihatkan bagaimana nilai-nilai Islam dapat menjadi penggerak perubahan menuju ekonomi yang adil dan lestari. Artikel ini juga menyoroti tantangan implementasi, seperti rendahnya literasi lingkungan berbasis Islam, serta menawarkan solusi kolaboratif antara negara, lembaga keagamaan, dan masyarakat sipil untuk memperkuat peran Islam dalam menjaga kelestarian alam.