Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Efek penggunaan ulang larutan fiksatif formalin pada kualitas preparat histopatologi dan jumlah limbah yang dihasilkan Hardi, Zon; Wiryanti, Wiwin; Durachim, Adang; Rahmat, Mamat
Current Biomedicine Vol. 2 No. 2 (2024): July
Publisher : School of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, IPB University, Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/currbiomed.2.2.71-83

Abstract

Background: Neutral buffered formalin (NBF) 10% fixative solution is widely used in histopathological slides. The fixation process generates liquid waste of NBF 10% and solid waste of tissue remnants. Objective: The research aimed to assess the reuse of NBF 10% fixative solution on the quality of histopathological slides and calculate the amount of waste produced. Methods: Treatments included single-use of fixative solution (control), reuse for 1, 2, and 3 times. Ten sample slides were prepared for each treatment, consisting of intestinal tissue, uterine fibroids, prostate, uterus, ovarian cyst, portio vaginalis cervicis, thyroid, rectum, breast fibroadenoma, and gallbladder tissues. Tissues were fixed with NBF 10% and processed histologically with hematoxylin-eosin staining. Liquid waste of NBF 10% and solid waste of tissue remnants were quantified. Histopathological slide quality was measured under a microscope for nuclear and cytoplasmic clarity, staining intensity, and color uniformity. Results: Control slides exhibited good quality with clearly blue-stained nuclei, pink cytoplasm, no color accumulation, and uniform staining across fields of view. Reused NBF 10% slides experienced a decrease in quality compared to the control but were still usable for diagnosis. Slides reused 2 and 3 times showed poor quality, making diagnosis difficult. Fixation resulted in 299.0 liters of liquid waste of NBF 10% and 64.9 kilograms of solid tissue remnants. Conclusion: Reusing NBF 10% decreases histological slide quality, though reuse once still allows for diagnosis. Reusing 10% NBF for tissue fixation can reduce the liquid waste of fixative solution and solid tissue waste.
Efektivitas Kuersetin Fraksinasi Daun Teh Hijau Sebagai Antioksidan dan Antiagregasi Platelet Terhadap Stabilitas Bahan Kontrol dan Darah Simpan Hayati, Eem; Durachim, Adang; Nurhayati, Betty; Juliastuti, Aditya
Jurnal Analis Kesehatan Vol. 10 No. 2 (2021): JURNAL ANALIS KESEHATAN
Publisher : Department of Health Analyst, Politeknik Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tanjungkarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26630/jak.v10i2.2688

Abstract

Fungsi Puskesmas berorientasi kepada upaya kuratif dan rehabilitatif, saat ini bergeser kepada upaya preventif dan promotif tanpa mengabaikan orientasi sebelumnya. Untuk dapat melaksanakan fungsi pelayanan laboratorium di puskesmas dibutuhkan sumber daya manusia yang mencukupi baik jumlah maupun mutunya. Berdasarkan Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas dokumen yang harus terpenuhi sesuai kriteria persyaratan akreditasi yaitu terdapatnya SOP tentang Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal (PME).  Bahan kontrol komersial sangat baik digunakan untuk pelaksanaan PMI karena sangat stabil sampai masa expiry date nya, namun secara ekonomis relatif mahal sehingga  untuk penggunaan bahan kontrol komersial secara rutin di laboratorium terutama laboratorium puskesmas atau laboratorium institusi pendidikan kurang terjangkau dan cukup memberatkan. Bahan kontrol yang banyak digunakan di antaranya bahan kontrol darah lengkap komersial untuk  pemeriksaan hematologi.  Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pembuatan bahan kontrol buatan dari Packed Red Cell sebagai alternatif penggunaan bahan kontrol komersial. Bahan tambahan yang akan digunakan  dalam penelitian adalah kuersetin yang diperoleh dari hasil fraksinasi daun teh hijau. Berdasarkan penelitian sebelumnya telah diketahui kuersetin dapat berfungsi sebagai antioksidan dan anti agregasi platelet. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium. Hasil penelitian setelah diuji secara statistik dengan uji GLM dapat disimpulkan bahan kontrol yang ditambah dengan kuersetin, jumlah eritrosit stabil selama 20 hari, lekosit stabil 15 hari dan trombosit disimpan selama 5 hari sudah tidak stabil, sedangkan bahan kontrol komersil disimpan selama 15 hari sudah terjadi penurunan jumlah sel.
PENGARUH VARIASI LAMA DAN CARA SIMPAN FRESH FROZEN PLASMA (FFP) YANG TELAH DICAIRKAN TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT Arum, Nafilah; Durachim, Adang; Marliana, Nina; Novia, Ganjar
Jurnal Kesehatan Siliwangi Vol. 4 No. 3 (2024): JURNAL KESEHATAN SILIWANGI
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fresh Frozen Plasma (FFP) merupakan komponen darah. FFP dapat digunakan pada pasien yang telah menerima transfusi darah masif dan terus mengalami pendarahan setelah transfusi trombosit. FFP dalam keadaan cair harus segera ditransfusikan selambat-lambatnya 6 jam setelah pencairan. Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh variasi lama dan cara simpan Fresh Frozen Plasma (FFP) yang telah dicairkan terhadap jumlah trombosit. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Hasil pemeriksaan trombosit pada labu darah Fresh Frozen Plasma (FFP) yang berasal dari Platelet Rich Plasma (PRP) diberi perlakuan pada lama dan cara simpan yang bervariasi setelah dicairkan. Penelitian ini dilakukan dengan design serial waktu yaitu pembacaan trombosit pada FFP yang telah dicairkan di 0 jam (segera), 4 jam, dan 6 jam. Kemudian pembacaan serial waktu dilakukan dalam dua perlakuan berbeda, dengan penyimpanan di refrigerator 2-8°C dan agitator 20-25°C. Hasil rata-rata jumlah trombosit segera setelah dicairkan 0 jam, 4 jam dan 6 jam pada refrigerator adalah 94x103/µL. Sedangkan rata-rata jumlah trombosit pada penyimpanan agitator setelah 4 jam adalah 68x103/µL dan 6 jam adalah 46x103/µL. Hasil di uji statistik pada penyimpanan refrigerator suhu 2- 8°C nilai Sig. 0.84 >0.05 tidak berbeda bermakna secara statistik. Sedangkan pada penyimpanan agitator suhu 20-25°C nilai Sig. 0.00 <0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna secara statistik.
HUBUNGAN VIRAL LOAD TERHADAP NEUTROPHIL LYMPHOCYTE RATIO (NLR) DAN LIMFOSIT T CD4+ PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Suhartini, Anita; Marliana , Nina; Hayati, Eem; Durachim, Adang
Jurnal Kesehatan Siliwangi Vol. 4 No. 3 (2024): JURNAL KESEHATAN SILIWANGI
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh, menjadikan tubuh rentan terhadap berbagai penyakit. Pemeriksaan viral load, yang mengukur kuantitas RNA dalam darah, digunakan untuk menentukan tingkat keberadaan virus HIV. RNA berperan selama proses replikasi virus, membentuk dasar pembentukan virus baru. Sebagai penanda peradangan untuk mendiagnosis HIV dan mengukur tingkat keparahan infeksi HIV dapat menggunakan Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) sebagai marker berbagai penyakit. Cluster of Differentiation 4 (CD4) adalah penanda pada permukaan sel limfosit T yang menjadi tempat melekatnya virus HIV. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan viral load terhadap Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) dan Limfosit T CD4+ pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasi dengan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang diperiksa merupakan penderita penyakit HIV yang melakukan pemeriksaan Viral load, NLR dan Limfosit T CD4+. Sampel diperoleh dari 30 orang penderita penyakit HIV yang melakukan pemeriksaan Viral load, NLR dan Limfosit T CD4+. Data statistik yang di gunakan yaitu uji korelasi Spearman. Hasil penelitian pada pasien ODHA menunjukkan rata - rata viral load adalah 34.432, NLR 3,18, dan CD4+ 229,4. Dapat disimpulkan terdapat hubungan antara Viral load dengan NLR dan CD4 dengan tingkat signifikansi < 0,05.
The effects of varying in incubation time and temperature of methyl salicylate as a clearing agent on the quality of breast tissue slides Fathiasari, Fariha; Wiryanti, Wiwin; Durachim, Adang; Rahmat, Mamat
JURNAL INDONESIA DARI ILMU LABORATORIUM MEDIS DAN TEKNOLOGI Vol 6 No 2 (2024): Promising and valuable research towards diagnosis, prognosis and treatment of dis
Publisher : Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33086/ijmlst.v6i2.4812

Abstract

Non-polar clearing agents have the ability to dissolve breast adipose tissue. While fat dissolution occurs during the clearing process, careful monitoring of adipose cell membranes mis crucial due to their impact on the behavior of breast cancer cells and disease progression. Xylol is a widely employed clearing agent. However, its toxicity and prolonged clearing time necessitate the exploration of alternatives. In this context, methyl salicylate emerges as a viable substitute. It is non-polar nature facilitates efficient fat dissolution, leading to quicker tissues clarification. This study adopted a quasi-experimental method, utilizing 24 pieces of breast tissue as the sample. These tissue sample were divided into six groups according to the treatment regimen. The treatment groups involved breast tissue clearing using xylol for 2x60 minutes at room temperature, methyl salicylate for 2x30 minutes at room temperature, and methyl salicylate at 60°C for 20 minutes, 30 minutes, 2x20 minutes, and 2x30 minutes. The quality of breast tissue slides was assessed by analyzing the color contrast between the nucleus and cytoplasm using ImageJ software, along with the clarity of adipose cell cell membrane using microscopy. The results indicated that prolonged exposure at high temperature resulted in poor quality breast tissue slides. Conversely, tissue clearing with methyl salicylate for 2x30 minutes at room temperature exhibited excellent contrast between the nucleus and cytoplasm, as well as clear adipose cell membranes. Further study is warranted to explore the applicability of methyl salicylate as a clearing agent in tissues with lower fat content.
Perbandingan Hasil Mikroskopis Preparat Jaringan dengan Minyak Daun Kayu Manis sebagai Agen Clearing pada Pematangan Jaringan Lamsudiansyah, Asrul Yudha Fadhiila; Durachim, Adang; Wiryanti, Wiwin; Riyani, Ani
JPP JURNAL KESEHATAN POLTEKKES PALEMBANG Vol 18 No 2 (2023): JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang)
Publisher : Poltekkes Kemenkes Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36086/jpp.v18i2.1832

Abstract

Latar Belakang Clearing adalah salah satu tahapan pada prosessing jaringan. Clearing memiliki tujuan untuk menghilangkan alkohol dan juga larutan dehidran lain dari dalam jaringan. Xylol adalah senyawa kimia yang biasa digunakan sebagai agen clearing, namun xylol memiliki kekurangan yaitu bersifat toksik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengganti xylol dengan reagen alternatif pada proses clearing. Metode Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian yakni deskriptif komparatif. Sampel yang digunakan adalah jaringan ginjal tikus Rattus norvegicus. Uji statistik yang digunakan adalah uji Independent T-Test pada saat data berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney U pada data yang tidak berdistribusi normal. Hasil Berdasarkan hasil nilai uji Independent T-Test yaitu nilai intensitas warna inti sel Sig 0.55 dan nilai intensitas warna sitoplasma Sig 0.582 yang mana keduanya bernilai > 0.05 artinya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara penggunaan xylol dan minyak daun kayu manis sebagai agen clearing. Kesimpulan Pada penelitian ini, minyak daun kayu manis dapat digunakan sebagai agen clearing pengganti xylol.
PENGARUH PENYIMPANAN ARSIP BLOK PARAFIN TERHADAP KUALITAS PREPARAT JARINGAN Nurdianti, Dinda; Wiryanti, Wiwin; Durachim, Adang; Gustira Rahayu, Ira
Jurnal Kesehatan Siliwangi Vol. 5 No. 2 (2024): JURNAL KESEHATAN SILIWANGI
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Paraffin block archive storage is the process of maintaining and managing used paraffin blocks. "A standardized paraffin block archive storage system will facilitate access for diagnostic purposes and help maintain the quality of the paraffin blocks over the long term. If the storage system is not standardized, it can cause several problems, such as delaying diagnostic services and reducing the quality of tissue preparations. Most paraffin blocks can be stored at temperatures of 20-27°C. Paraffin blocks should not be exposed to temperatures exceeding 27°C, as improper storage can cause the paraffin to soften and damage the tissue, reducing the quality of tissue preparations. This study aims to determine the effect of paraffin block archive storage on tissue preparation quality. The research samples used paraffin block archives stored in cabinets for 5 and 6 years, and paraffin block archives stored in plastic for 5 and 6 years. The quality of tissue preparations was assessed based on the clarity of the arrangement of bile duct cell walls, namely mucosa, lamina propria, muscularis and serosa microscopically and the color contrast of nuclei and cytoplasm using ImageJ software. The results of the study showed that there was no significant effect of paraffin block archive storage on tissue preparation quality. Further research needs to be conducted on the storage duration of paraffin block archives in wooden and plastic cabinets over a period of 10 years, as well as obtaining information related to the initial condition of the paraffin blocks, including color, texture, shape,and tissue authenticity.
PERBANDINGAN HASIL PEWARNAAN PREPARAT HISTOLOGI MENGGUNAKAN XYLOL DAN MINYAK JAGUNG YANG DIPANASKAN PADA PROSES DEPARAFINISASI Mufidah, Zahra; Wiryanti, Wiwin; Durachim, Adang; Rahmat, Mamat
Jurnal Kesehatan Siliwangi Vol. 5 No. 2 (2024): JURNAL KESEHATAN SILIWANGI
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Deparaffinization removes residual paraffin from tissue, enabling optimal dye absorption in histological preparations. While xylol is commonly used, its high exposure risks necessitate exploring safer alternatives. The research compares the efficacy of corn oil 60°C to xylol as a deparaffinization agent. Heated corn oil is necessary to reduce viscosity and increase solubility. Corn oil can also be used as an environmentally friendly and cost-effective alternative. The research employed a descriptive approach, comparing staining results of kidney tissue preparations from control and experimental groups. Assessment criteria included color uniformity and contrast, determined by the difference in Optical Density values between nuclear and cytoplasmic staining. Due to non-normal data distribution and the comparison of two unpaired means, the Mann-Whitney U test was utilized for statistical analysis. The results obtained an Asymp sig value of 0.002 where the value is included <0.05 which explains that there is a significant different on the staining results of tissue preparations deparaffinized using xylol and corn oil 60°C with the percentage of staining results in the good category deparaffinized using corn oil only reached 26.67%. The results showed that there were differences in the staining results of kidney tissue preparations deparaffinized using xylol and 60°C corn oil so that 60°C corn oil has less effective to be an alternative deparaffinization agent to replace xylol.
Pengaruh Lama Simpan dan Konsentrasi Antikoagulan Natrium Sitrat terhadap Nilai Laju Endap Darah Fitriani, Ishma Dwi; Hayati, Eem; Durachim, Adang; Wiryanti, Wiwin
Jurnal Analis Kesehatan Vol. 13 No. 2 (2024): Jurnal Analis Kesehatan
Publisher : Department of Health Analyst, Politeknik Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tanjungkarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26630/jak.v13i2.4536

Abstract

Pemeriksaan LED harus dilakukan maksimal 2 jam setelah pengambilan darah, jika dilakukan setelah lebih dari 2 jam bentuk eritrosit akan menjadi lebih bulat dan menyebabkan nilai LED menjadi rendah.. Pada pemeriksaan LED konsentrasi dari antikoagulan Natrium Sitrat dapat mempengaruhi hasil, penurunan konsentrasi akan menyebabkan larutan hipotonik sehingga hasil LED menjadi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh lama simpan dan konsentrasi antikoagulan Natrium Sitrat terhadap nilai Laju Endap Darah. Metode penelitian yang dilakukan adalah secara quasi eksperimen dengan subjek penelitian yaitu spesimen darah normal. Data hasil penelitian di uji secara statistik dengan uji General Linear Model (GLM) – repeated measure. Hasil statistik pada lama simpan didapatkan nilai sig 0,000 < 0,05 disimpulkan bahwa terdapat pengaruh lama simpan darah 3 jam terhadap nilai LED, sedangkan pada konsentrasi antikoagulan Natrium Sitrat didapatkan nilai sig 0.099 > 0,05. Dapat disimpulkan tidak ada pengaruh konsentrasi antikoagulan Natrium Sitrat 3,8% dan 3,0% terhadap nilai LED.
Pengaruh Waktu Dekalsifikasi Jaringan Tulang Menggunakan Larutan Asam Nitrat 5% terhadap Tingkat Kelunakan dan Kualitas Preparat Widiawati, Widi; Durachim, Adang; Wiryanti, Wiwin; Solihat, Mohamad Firman
Jimmi: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Multidisiplin Vol. 2 No. 1 (2025): JIMMI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Multidisiplin
Publisher : Fanshur Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71153/jimmi.v2i1.222

Abstract

Dekalsifikasi merupakan proses penghilangan garam kalsium dan mineral dari jaringan keras seperti tulang agar menjadi lunak, sehingga dapat dipotong menggunakan mikrotom dan diproses lebih lanjut menjadi preparat histologi. Salah satu agen dekalsifikasi yang banyak digunakan adalah asam nitrat 5%, yang dikenal efektif dalam menjaga integritas jaringan serta meminimalkan kerusakan struktur seluler jika digunakan dengan kontrol waktu yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh waktu dekalsifikasi menggunakan asam nitrat 5% terhadap tingkat kelunakan dan kualitas preparat jaringan tulang. Sampel yang digunakan berupa tulang femur marmut yang didekalsifikasi dalam waktu 6, 12, 18, dan 24 jam. Parameter yang diukur mencakup tingkat kelunakan jaringan, keberadaan artefak, serta kejelasan struktur seluler. Analisis statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa dekalsifikasi selama 24 jam menghasilkan tingkat kelunakan tertinggi (skor 3), lebih tinggi dibandingkan dengan waktu 6, 12, dan 18 jam (skor 2). Nilai Asymp.Sig sebesar 0,000 menunjukkan pengaruh signifikan waktu dekalsifikasi terhadap kelunakan tulang. Namun, analisis terhadap kualitas preparat tidak menunjukkan perbedaan signifikan dengan nilai Asymp.Sig sebesar 0,773. Secara keseluruhan, kualitas preparat yang dihasilkan tergolong baik dengan skor rata-rata 3, menunjukkan bahwa asam nitrat 5% tetap mempertahankan struktur jaringan dengan baik dan dapat digunakan sebagai agen dekalsifikasi yang efektif.