Claim Missing Document
Check
Articles

Dermatitis Kontak Iritan Et Causa Asam Salisilat Pada Lesi Post Herpes Zoster Thoracalis Sinistra Diana Mayasari; Andika Yusuf Ramadhan
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 4 No. 1 (2017): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dermatitis kontak iritan merupakan penyakit yang cukup sering mengenai masyarakat ditandai dengan 80% kasus dermatitis di Indonesia merupakan dermatitis kontak iritan. Insidensi dermatitis kontak iritan akibat obat di Indonesia mencapai 7,3 setiap 10.000 orang. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan asam salisilat dengan konsentrasi >5%.Pajanan asam salisilat dengan konsentrasi >5% pada lesi patologi seperti herpes zoster dapat menimbulkan dermatitis kontak iritan dengan efloresensi beragam dan lesi yang luas. Pria, 61 tahun datang ke poli penyakit kulit dan kelamin dengan keluhan sensasi panas dan nyeri serta timbul kemerahan pada kulit setelah penggunaan salep asam salisilat 12% pada lesi herpes zoster thoracalis sinistra. Sebelumnya pasien terdiagnosis herpes zoster dan sudah mengalami perbaikan, pasien lalu membeli dan menggunakan salep asam salisilat 12% dengan frekuensi 5 kali setiap hari selama 4 hari pada lesi herpes zoster. Efloresensi yang muncul setelah pajanan asam salisilat 12% berupa patches eritematosa, sebagian hiperpigmentasi dengan permukaan berskuama disertai dengan papul berdistribusi diskret berukuran lentikuler hingga numular berbentuk ireguler dengan batas tak tegas disertai dengan likenifikasi. Pasien didiagnosis dengan dermatitis kontak iritan et causa asam salisilat dan herpes zoster perbaikan. Terapi yang diberikan berupa menghentikan pajanan asam salisilat, pengobatan sistemik dan topikal. Pengobatan sistemik yang diberikan ceterizine 10 mg setiap 24 jam oral. Sedangkan pengobatan topikal yang diberikan berupa deoxymethasone cream serta chloramphenicol cream dioles setelah mandi 3 kali setiap hari.Kata kunci: asam salisilat, dermatitis kontak iritan, herpes zoster
Pencegahan Noise Induced Hearing Loss pada Pekerja Akibat Kebisingan Diana Mayasari; Rifda Khairunnisa
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 4 No. 2 (2017): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL) adalah penurunan pendengaran atau tuli akibat bising yang melebihi nilai ambang batas dengar (NAB) dilingkungan kerja. Dampak dari gangguan ini adalah kurangnya konsentrasi, kelelahan, sakit kepala, gangguan tidur, hingga berdampak kepada kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu sangatlah penting bagi pelaku industri maupun pekerja memahami tentang NIHL sehingga dapat melakukan upaya pencegahan dan rehabilitasi untuk mengatasi permasalahan ini. Faktor resiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intesitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Secara umum NIHL memang tidak dapat disembuhkan namun dapat dicegah dan dilakukan rehabilitasi. Pencegahan dapat dilaksanakan dengan cara penerapan hearing conservation program (HCP) yaitu dengan prosedur pengukuran kebisingan, pengendalian kebisingan, pengukuran audiometri berkala, perlindungan pendengaran, pendidikan pekerja, pencatatan dan evaluasi. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hearing conservation program adalah sebagai pedoman untuk mendiagnosis hearing loss, pencegahan terhadap dampak perburukan akan terpapar kebisingan.Kata kunci: faktor resiko, hearing conservation program, noise Induced hearing loss, pencegahan
Laporan Kasus Kecelakaan Kerja: Fraktur Tertutup Inkomplit Os Metakarpal dan Falang Proksimal Digiti II Regio Manus Dekstra pada Karyawan Factory Divisi Mill Boiler PT. X Diana Mayasari; Kharisma MR
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 4 No. 2 (2017): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada masyarakat luas. Seorang pria usia 53 tahun datang ke IGD health center di perusahaan PT. X dengan keluhan bengkak pada tangan kanan dan jari-jari sejak kurang lebih 15 menit sebelum masuk IGD. Bengkak disebabkan oleh karena tangan terhimpit di antara alat pemotong besi dan tiang saat mendorong alat pemotong besi. Hasil analisa kecelakaan kerja pada kasus ini, diketahui terdapat beberapa faktor penyebab langsung (immediate causes) dari kasus, yaitu kelalaian pekerja karena kurang konsentrasi dan kurangnya koordinasi antar pekerja serta tidak menggunakan alat pelindungi diri. Faktor penyebab dasar (basic causes) dari kasus adalah pencahayaan yang kurang, kebisingan, alat yang berat, jalan yang sempit dan melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diduga, tidak diharapkan yang menggangu suatu proses dari aktivitas yang telah ditentukan dari semula dan mengakibatkan kerugian dengan korban manusia dan harta benda sehingga harus dicegah dengan pelaksaan program kesehatan dan keselamatan kerja.Kata kunci: analisis kecelakaan kerja, kecelakaan kerja, pencegahan, pelaksanaan K3
Potensi Biomarka High Mobility Group Box 1 (HMGB 1) sebagai Kriteria Diagnosis Asbestosis Diana Mayasari; Cakra Wijaya
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 5 No. 1 (2018): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Asbestosis merupakan penyakit paru kronik akibat menghirup serat asbestos. Serat asbestos yang terhirup ke dalam paru akan menyebabkan cedera sel epitel saluran napas dan sel makrofag yang akan memfagosit serat asbes. Inhalasi seratasbestos terus-menerus akan menyebabkan alveolitis dan reaksi jaringan yang lebih hebat. Efek paparan serat asbestos akan muncul setelah paparan selama 20-30 tahun. Pemeriksaan penunjang yang saat ini digunakanuntuk diagnosisasbestosis adalah tes pencitraan dan spirometri. Penegakan diagnosis asbestos sulit dilakukan karena memiliki tanda dan gejala serta hasil radiologi sederhana yang mirip dengan penyakit parulainnya. High mobility group atau HMG merupakanprotein yang terdapat dalam kromosom dan berperan pada proses transkripsi, replikasi, rekombinasi dan perbaikan DNA. High Mobility Group Box 1 adalah sitokin proinflamasi yang disekresikan oleh sistem kekebalan tubuh alami dandisekresikan secara pasif selama adanya kerusakan dan kematian, seperti nekrosis. Peningkatan kadar HMBG1 yang terdeteksi dapat mengonfirmasi diagnosis asbestosis, setelah ditemukannya fibrosis paru pada x-ray. Pemeriksaan high mobility group box 1 (HMGB1) direkomendasikan sebagai biomarka pemeriksaan penunjang dalam diagnosis asbestosis.Kata Kunci: asbestosis, biomarka, diagnosis, HMGB 1
Dampak Pajanan Organoklorin terhadap Perubahan Kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) Helimawati Rosita; Diana Mayasari
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 5 No. 1 (2018): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Organoklorin merupakan suatu pestisida yang banyak digunakan di dunia. Organoklorin merupakan dari halogenated hydrocarbon, salah satunya adalah polyclorinated biphenyls yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikanberbagai hama dalam bidang agrikultural. Senyawa ini dikenal dengan toksisitasnya yang tinggi, degradasi lambat, dan bioakumulasi pada lingkungan. Organoklorin tidak reaktif, stabil, memiliki kelarutan yang sangat tinggi di dalam lemak,serta memiliki kemampuan degradasi yang rendah. Paparan pestisida secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan gangguan pada neuromuskular, stimuli obat dan metabolisme steroid. Insektisida organoklorin yangmengandung ion klor (Cl) melakukan aksi kompetitif dengan ion iodium (I) yang berfungsi dalam pembentukan hormon tiroid. Oleh karena ion Cl memiliki daya ikat yang lebih kuat dibandingkan ion I, maka hormon tiroid berupa T3 dan T4 yangdihasilkan oleh kelenjar tiroid tidak dapat terbentuk. Hal ini merangsang hipotalamus untuk mensekresikan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) berlebih sehingga menyebabkan kadar TSH di dalam darah naik. Semakin banyak konsentrasi insektisida organoklorin yang masuk ke dalam tubuh, maka semakin besar kemungkinan adanya kenaikan kadar TSH di dalam darah, dan dapat menyebabkan suatu kelainan tiroid yang disebut dengan hipotiroidisme.Kata kunci: hipotiroidisme, organoklorin, pestisida, thyroid stimulating hormone
Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya Sutarto Sutarto; Diana Mayasari; Reni Indriyani
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 5 No. 1 (2018): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%) dan menduduki peringkat kelima dunia. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 HariPertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara 1.Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. 2.ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makananĀ  pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 3.Memantau pertumbuhan balita di posyandu. 4.Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.Kata kunci: stunting, gizi, balita
Perbandingan Efektivitas Terbinafin dengan Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata. L) terhadap Pertumbuhan Jamur (Malassezia Furfur) sebagai Etiologi Pityriasis Versicolor Tri Umiana Sholeha; Muhammad Ricky Ramadhian; Efrida Warganegara; Diana Mayasari; Delvi Rusitaini Putri
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 5 No. 02 (2018): Jurnal Kesehatan dan Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pityriasis versicolor merupakan penyakit jamur yang menginfeksi kulit dengan prevalensi yang tinggi di daerah tropis (50%), penyakit ini disebabkan oleh Malassezia Furfur. Daun ketepeng cina (Cassia alata. L) merupakan salah satu bahan alam kaya kandungan kimia yang memiliki khasiat sebagai anti-jamur. Terbinafin adalah obat anti-jamur yang efektif dalam pengobatan Pityriasis versicolor yang disebabkan oleh Malassezia Furfur. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan terbinafin dengan ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata. L) terhadap pertumbuhan jamur (Malassezia Furfur) sebagai etiologi Pytiriasis versicolor. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik menggunakan modifikasi Kirby Bauer. Variabel bebas penelitian adalah kadar ekstrak daun ketepeng cina dan variabel terikat adalah pertumbuhan jamur Malasezia Furfur. Data dianalisis dengan menggunakan uji One Way Anova dengan nilai kemaknaan p< 0,05. Kadar ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata. L) yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, terbinafin sebagai kontrol positif dan aquabides sebagai kontrol negatif dengan masing- masing dilakukan empat pengulangan sehingga didapatkan 28 sampel. Hasil penelitian didapatkan diameter rerata zona hambat pada konsentrasi 20%; 40%; 60%; 80%; dan 100% pada jamur Malasezzia Furfursecara berturut- turut adalah 11,78 mm, 13,52 mm, 15,44 mm, 18,98mm, dan 25,46 mm. Pada terbinafin sebagai kontrol positif adalah 35,09 mm.Kata Kunci: daun ketepeng cina (cassia alata.l), malassezia furfur, pityriasis versicolor, terbinafin.
Gangguan Fungsi Paru akibat Pajanan Pestisida pada Pekerja di Sektor Agrikultur M. Addin Syakir; Diana Mayasari
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 5 No. 02 (2018): Jurnal Kesehatan dan Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Saat ini penggunaan pestisida telah berkembang pesat terutama pada negara-negara berkembang, namun penggunaan pestisida yang berkembang pesat tidak diikuti dengan cara penggunaan pestisida yang tepat serta kurangnya pengetahuan tentang keselamatan dalam bekerja menyebabkan meningkatnya jumlah pekerja yang terpajan pestisida di lingkungan agrikultur. Pajanan pestisida menimbulkan efek yang dapat mengancam kesehatan salah satunya adalah gangguan pada fungsi paru yaitu Force Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1), Forced Expiratory Flow (FEF), dan Forced Vital Capacity (FVC). Mekanisme terjadinya gangguan pada fungsi paru berbeda setiap pestisida, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa organofosfat paling sering dalam menyebabkan gangguan terutama pada fungsi paru. Organofosfat dapat menghambat Asetilkolinesterase (AChE) menyebabkan asetilkolin berlebihan pada sinapsis kolinergik akhirnya menimbulkan manifestasi gangguan pernapasan dan penurunan fungsi paru. Gangguan pada fungsi paru baik bersifat obstruktif maupun restriktif yang dialami oleh pekerja yang terpajan pestisida di sektor agrikultur. Pentingnya memperhatikan risiko kesehatan yang berkaitan dengan pekerja agrikultur dan program yang mendukung dalam metode keselamatan dari pajanan pestisida, meningkatkan kesadaran penggunaan alat pelindung diri bersamaan dengan pemberian edukasi tentang pentingnya penggunaan alat pelindung diri serta informasi tentang risiko penyakit respirasi di lingkungan agrikultur dapat mengurangi risiko penyakit pernapasan di lingkungan agrikultur.Kata kunci: fungsi paru, pekerja, pestisida
Perbandingan Efektivitas Mencuci Tangan Menggunakan Hand Sanitizer dengan Sabun Antiseptik pada Tenaga Kesehatan di Ruang ICU RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Raka Novadlu Cordita; Tri Umiana Soleha; Diana Mayasari
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 6 No. 1 (2019): Jurnal Kesehatan dan Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai kecenderungan 5-8 kali lebih tinggi untuk terkena infeksi. Salahsatu pengendalian infeksi ialah kebersihan tangan tenaga kesehatan dengan mencuci tangan baik menggunakan sabun antiseptik maupun hand sanitizer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas mencuci tangan menggunakan hand sanitizer dengan sabun antiseptik pada tenaga kesehatan di ruang ICU RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain pre-test post-test control group design menggunakandata primer dengan pemeriksaan laboratorium. Penelitian dilakukan di ruang ICU RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Sampel diambil menggunakan simple random sampling dengan kelompok perlakuan 13 orang mencuci tangan menggunakan hand sanitizer dan 13 orang mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik. Variabel independen adalah jumlah angka kuman sebelum mencuci tangan pada kedua kelompok perlakuan. Variabel dependen adalah jumlah angka kuman sesudah mencuci tangan dan persentase penurunan jumlah angka kuman pada kedua kelompok perlakuan. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon dan uji T tidak berpasangan dengan α=0,05 dan CI=95%. Terdapat perbedaan jumlah angka kuman sebelum dan sesudah mencuci tangan menggunakan hand sanitizer (p=0,001) dan sabun antiseptik (p=0,001). Terdapat perbedaan persentase penurunan jumlah angka kuman pada perlakuan mencuci tangan menggunakan hand sanitizer dengan sabun antiseptik (p=0,041). Efektivitas penurunan jumlah angka kuman mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebesar 60% dan sabun antiseptik sebesar 73%. Mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik lebih efektifdibandingkan mencuci tangan menggunakan hand sanitizer.Kata kunci: efektivitas, hand sanitizer, sabun antiseptik
Pengaruh Pajanan Organofosfat terhadap Kenaikan Tekanan Darah pada Petani Diana Mayasari; Irfan Silaban
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 6 No. 1 (2019): Jurnal Kesehatan dan Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pola penggunaan agrokimia, khususnya pestisida, oleh petani semakin meningkat. Petani di Indonesia cederung memakai pestisida bukan atas dasar indikasi untuk pengendalian hama, namun mereka menjalankan cara cover blanket system. Cover blanket system yaitu metode penyemprotan pestisida tanpa memperhatikan ada atau tidaknya hama pada tanaman. Petani menjadi kelompok yang berisiko mengalami penyakit akibat kerja, karena selama bekerja petani mendapat kontakdengan pestisida. Jenis pestisida yang paling banyak digunakan adalah organofosfat. Penggunaan organofosfat yang tidak tepat, memungkinkan bahan aktifnya lebih mudah masuk ke dalam tubuh. Ketepatan waktu, dosis, jenis dan kualitas pestisida terhadap sasaran, dan cara penggunaan pestisida, juga memengaruhi toksisitas yang ditimbulkan dari pemakaian organofosfat. Organofosfat memiliki berbagai efek toksik pada tubuh, baik pajanan akut ataupun kronis. Salah satu pengaruh yang dapat ditimbulkan adalah kenaikan tekanan darah. Tekanan darah dapat meningkat akibat dampak paparan organofosfat yang mempunyai kemampuan mengganggu kerja ezim asetilkolinesterase di dalam tubuh. Asetilkolin dapat terakumulasi apabila kerja enzim Asetilkolinesterase (AChE) terhambat. Stimulasi tersebut menyebabkan terganggunya fungsi sistem simpatik dalam mengatur tekanan darah. Selain itu, paparan kronik organofosfat dapat menyebabkan mutasi berupa perubahan formasi serat kolagen, perubahan tonus otot pembuluh darah serta berkurangnya enzim Paraoxonase-1 (PON-1) yang memungkinkan terjadinya hipertensi.Kata kunci: asetilkolinetrerase, elastin, hipertensi, organofosfat, kolagen, Paraoxonase-1.