Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

People’s Power Policy in Legal Construction in Treason Criminal Law as Indonesian Penal Code Reform Nur Aripkah; Eko Soponyono; Aistha Wisnu Putra
Unram Law Review Vol 4 No 2 (2020): Unram Law Review (Ulrev)
Publisher : Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ulrev.v4i2.116

Abstract

Last year, People’s power was sounded during the presidential election period. It is still reaped the pros and cons in various circles, some called it as part of the treason, and some categorized it as a form of freedom of expression. The purpose of this article to see if the legal construction of treason criminal law is regulated under the current Penal Code, people’s power can be categorized as treason and how people’s power policies should be in the future under the legal construction of treason under criminal law. the normative point of view with the statutory approach, conceptual approach, and case approach, analyzing the concept of people’s power is not appropriate to calls as a criminal act of treason because it does not meet the juridical construction of treason under the Article 104, Article 106, and 107 of the penal code(KUHP). Likewise, in Article 191 Indonesian Penal Code Bill (RKUHP), Article 192, Article 193, and 194 RKUHP. People’s power policy in the legal construction of treason criminal law as an effort to reform the Penal Code needs to be reformulated in particular articles, later in Article 194 ofthe penal code(KUHP). The legal construction of treason criminal law then emphasized in words against the government without using the weapons.
Persoalan Kriteria Batasan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi: Tinjauan Terhadap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 Nur Aripkah
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 27 No. 2: MEI 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol27.iss2.art8

Abstract

The formulation contained in Article 4 paragraph (2) of Supreme Court Regulation (Perma)  No. 13 of 2016 concerning Procedures for Handling Criminal Cases by Corporations, especially those related to the element of determining errors in corporate criminal liability, still creates confusion and legal debate in it. As in addition to the element of actus reus (action) which is synonymous with criminal responsibility, there is an element of mens rea (error) which is also very essential and closely related to criminal liability. Thus in this research the study is focused on the problem of the criteria for limiting corporate criminal liability in accordance with Perma No. 13 of 2016 and the theory of corporate criminal responsibility contained in the Perma. The research method used is normative with a statutory, conceptual, and case approach. In the research it was found that the problem of the criteria for limiting corporate criminal liability as stipulated in Perma No. 13 of 2016 lies in the unclear and non strict standards of the criteria to regulate corporate criminal liability and this issue can be viewed from the vicarious liability theory and corporate culture model theory.
Tantangan Dan Strategi Kepolisian Dalam Menanggulangi Kejahatan Pada Masa Pandemic Covid-19 Ditinjau Dari Prespektif Criminal Policy Ana Rahmatyar; Nur Aripkah
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 5 No. 2 (2022): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v5i2.517

Abstract

Dampak virus korona atau Covid-19 semakin dirasakan masyarakat, terutama bagi mareka yang berpenghasilan pas-pasan atau kaum marjinal, saat ini masyarakat semakin menderita dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya karena tidak dapat beraktivitas normal dalam mencari nafkah. Dengan adanya ketimpangan tersebut, maka potensi kerusuhan sosial terbuka lebar, hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan masyarakat tidak akan berpikir lagi saoal baik dan buruk karena terus dihimpit oleh rasa lapar dan dahaga. Belum lagi pembebasan ribuan narapidana dengan dalih mengurangi resiko penyebaran di dalam sel bui, tentu hal ini semakin beresiko terhadap peningkatan kriminalitas di tengah-tengah pandemi ini.Jenis penelitian pustaka ini berupa pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach) yakni melakukan telaah mengenai Penaggulangan Kejahtan di di masa Covid-19.Dari penelitian di atas, strategi-strategi dari Kepolisian untuk menanggulangi kejahatan dalam masa pandemic ini. Seperti diketahui, Kapolri menerbitan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1238/IV/OPS.2/2020. Surat Telegram ini ditandatangani atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri selaku Kepala Operasi Terpusat (Kaopspus) Kontinjensi Aman Nusa II-Penanganan Covid-19 Tahun 2020 agar mengedepankan upaya preemtif dan preventif dalam rangka pemeliharaan ketertiban dan keamanan masyarakat (Harkamtibmas) guna mencegah meningkatnya angka kejahatan, khususnya kejahatan jalanan (street crime)
YURISDIKSI MENGADILI PELAKU PEMBAJAKAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN PRINSIP MANDATORY EXTRADITION Nur Aripkah
Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 2 (2020): JIH FH UNRI, Vol 9 No 2: 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30652/jih.v9i2.7907

Abstract

Extradition is basically a form of international cooperation to arrest or hand over a fugitive, suspect, defendant or convict who escape to another country. Extradition is based on agreements between countries to deal with crime. Mandatory extradition in The Hague Convention 1970 of 1970 certainly caused another debate, which in general we know that extradition is an agreement made between countries, and sometimes a country also does not want to make an extradition treaty with another country. However, with this principle that the member countries of the convention without exception are required to conduct extradition of the perpetrators of aircraft hijacking. The research method used is normative with the statues approach and conceptual approach. In the research it was found that the 1970 The Hague Convention was likened to a multilateral extradition treaty for convention participating countries. The principle of mandatory extradition stipulates extradition to be an obligation that must be carried out by each participating country of the convention as a step to tackle and try airplane hijackers.
Tinjauan Yuridis Keselamatan Dan Keamanan Berlayar Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Nur Aripkah; Muhammad Taufik
Langgong: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 (2023)
Publisher : Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/langgong.v3i2.3203

Abstract

The condition of the ship that is boarded is of course important because if it is neglected, it can have an impact on the security and safety of the passengers. The condition of the ship's cargo that cannot be conditioned often occurs, it can be said that there are no clear provisions regarding the actual cargo of a passenger ship, and the existing supervision is not too strict. On this occasion, the author will discuss the provisions of shipping, especially related to the juridical review of sailing safety and security based on the provisions of Law No. 17 of 2008 concerning Shipping and the principles of legal responsibility for the safety and security of sailing in Law No. 17 of 2008 concerning Shipping. The research method used in this article is normative juridical which is examined by researching primary legal materials and secondary legal materials. The results of the study show that in the provisions of the Shipping Law ships do not just sail away, several maritime requirements must be met, including the safety and security of ships which are part of the ship's seaworthiness. In addition, there are principles of legal responsibility attached to three important elements in sailing, namely the harbor master, skipper, and shipping company.
Urgensi Standarisasi Kualifikasi Karyawan Notaris di Indonesia Asufie, Khairunnisa Noor; Aripkah, Nur; Impron, Ali
Notary Law Journal Vol. 2 No. 3 (2023): July-September
Publisher : Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/nolaj.v2i3.46

Abstract

Notaris adalah pejabat umum yang dalam pelaksanaan jabatannya memberikan pelayanan dalam ranah hukum perdata kepada masyarakat. Notaris dalam pelaksanaan jabatannya berkedudukan di Kantor Notaris pada wilayah kerjanya dengan dibantu oleh karyawan Notaris. Peran karyawan Notaris dalam pelaksanaan jabatan Notaris untuk membantu Notaris dalam pelaksanaan tata kelola administrasi kantor Notaris, seperti menjadi saksi pengesahan akta, mempersiapkan pembuatan akta, melakukan pengarsipan dokumen, menjaga kerahasian dokumen, dan beberapa tugas lainnya untuk membantu pelaksanaan jabatan Notaris. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan Notaris tidak memuat dengan jelas mengenai karyawan Notaris, sedangkan tidak dapat dipungkiri peran karyawan Notaris dibutuhkan dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Perlunya kualifkasi tertentu yang dimiliki oleh karyawan Notaris agar dapat memaksimalkan peran Notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Seorang karyawan Notaris setidaknya memiliki beberapa kriteria yang harus dimiliki untuk menjadi karyawan kantor Notaris karena berkaitan dengan pelaksanaan jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang menuntut karyawan Notaris agar mampu menjaga kredibelitas dan integritas Notaris tempatnya bekerja. Notaris dalam pelaksanaan jabatannya bersifat independen tapi ini berkaitan dengan kewenangan pembuatan akta, sedangkan dalam pelaksanaan tata kelola kantor Notaris diperlukan peran dari karyawan kantor Notaris. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian doktrinal dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Urgensi Bantuan Hukum Sebagai Wujud Perlindungan Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Aripkah, Nur
Notary Law Journal Vol. 2 No. 4 (2023): October-Desember
Publisher : Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/nolaj.v2i4.51

Abstract

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang mempunyai hak-hak asasi yang wajib dilindungi. Anak merupakan salah satu kelompok yang rentan menjadi korban maupun menjadi pelaku tindak pidana. Negara berkewajiban melindungi anak-anak dari perlindungan hukum, baik itu pada saat itu menjalani pengadilan sampai sesudah menjalani pengadilan tersebut. Karena setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan dari hukum, terutama anak-anak yang masih sangat perlu dalam menjalani kasus hukum tersebut. Begitupun halnya dengan hak bantuan hukum yang harus didapatkan anak dalam menjalani proses sistem peradilan pidana. Tujuan penulisan artikelini adalah untuk mengkaji urgensi pemberian bantuan hukum dalam sistem peradilan pidana. Adapun metodologi penelitian dalam artikel ini adalah normatid dengan pendekatan perundang-undangan
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemalsuan Tanda Tangan Elektronik dalam Kerangka Hukum Positif Indonesia Aripkah , Nur; Asufie, Khairunnisa Noor
Notary Law Journal Vol. 3 No. 2 (2024): April-Juni
Publisher : Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/nolaj.v3i2.89

Abstract

Perkembangan teknologi digital memberikan berbagai dampak dalam sisi kehidupan. Berbagai hal yang semula dilakukan secara konvensional bergeser menjadi digital. Penggunaan tanda tangan digital menjadi salah satu dari kemajuan digital yang dimana keabsahan legalitas penggunaan tanda tangan digital masih diperdebatkan beberapa pihak. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat tentang pengaturan penggunaan tanda tangan elektronik. Penggunaan tanda tangan elektronik saat ini mulai dipergunakan akan tetapi yang menjadi permasalahan rentannya pemalsuan tanda tangan dalam bentuk elektronik, kemudian bagaimana pengaturan tindak pidana pemalsuan tanda tangan elektronik berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian normati
Kedudukan Pemenuhan Hak Korban: Persoalan Consent Dalam Konteks In Relationship Berdasarkan UU TPKS Aripkah, Nur; Asufie , Khairunnisa Noor
Langgong: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 1 (2024)
Publisher : Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/langgong.v4i1.3913

Abstract

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai bentuk sikap negara untuk menghadapi banyaknya aduan kasus kekerasan seksual di Indonesia. Kedudukan korban kekerasan seksual menjadi satu poin penting untuk mendapat perhatian dan perlindungan. Guna mengetahui kedudukan korban dan pelaku dalam tindak pidana kekerasan seksual perlu dikaji mengkaji adanya consent didalamya. Menjadi suatu hal yang menarik jika pelaku dan korban dari tindak pidana kekerasan seksual dalam hubungan in relationship, sehingga apakah kondisi yang demikian mempengaruhi kedudukan dari pelaku dan korban apabila dikaitkan dengan unsur consent. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian yuridis empiris, dengan melakukan pengumpulan data melalui studi dokumen dan wawancara.
Urgensi Pembentukan Undang-Undang Tentang Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim Rahman, Luthfi Ahmadani; Reswanto, Arnianti Jastin Prameswari; Ibrahim, Ferdian; Alifah, Dinda Mayang; Aripkah, Nur
Nomos : Jurnal Penelitian Ilmu Hukum Vol. 5 No. 1 (2025): Volume 5 Nomor 1 Tahun 2025
Publisher : Actual Insight

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56393/nomos.v5i1.2511

Abstract

Penelitian ini mengkaji urgensi pembentukan Undang-Undang tentang Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (UU PMKH) di Indonesia. Menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, studi ini menganalisis kebutuhan akan regulasi khusus untuk melindungi institusi peradilan dari PMKH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terkait PMKH masih lemah, terlihat dari absennya RUU PMKH dalam Prolegnas 2024 dan terbatasnya regulasi yang ada. Penelitian ini mengusulkan sembilan pokok materi muatan yang perlu diatur dalam UU PMKH, meliputi ketentuan umum, ruang lingkup, asas dan tujuan, larangan PMKH, hak dan perlindungan korban, ketertiban persidangan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Pembentukan UU PMKH dianggap krusial untuk memberikan perlindungan hukum yang komprehensif bagi hakim dan institusi peradilan, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai tempat mencari keadilan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa UU PMKH perlu segera dibentuk untuk menghadapi tantangan era digital dan memperkuat sistem peradilan Indonesia.