Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Analisa Jenis Fluida Pendingin Proses Quenching Pada Besi Cor Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Atmoko, Nugroho Tri; Margono, Margono; Priyambodo, Bambang Hari
ROTASI Vol 23, No 3 (2021): VOLUME 23, NOMOR 3, JULI 2021
Publisher : Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/rotasi.23.3.26-30

Abstract

Proses quenching merupakan salah satu metode perlakuan panas terhadap logam dengan cara memanaskan material pada fasa austenit, kemudian didinginkan secara cepat. Tujuan dari proses quenching pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan sifat mekanik berupa kekerasan  dan sifat fisis berupa struktur material. Furnace digunakan dalam penelitian ini sebagai alat untuk memanaskan material. Suhu furnace diatur pada temperatur 8500C (fase austenit) serta waktu tahan selama 20 menit, dilanjutkan didinginkan secara cepat menggunakan media pendingin berupa air, air es dan oli. Karakteristik mikro dilakukan untuk mengetahui struktur dan ukuran butir serta untuk mengetahui sifat mekanik dilakukan uji kekerasan vickers, sesuai standar ASTM E92. Hasil menunjukkan bahwa struktur material yang terlihat berupa pearlit, ferrit dan cementit. Struktur dan ukuran butir tersebut cenderung lebih kecil dikarenakan efek pendinginan yang cepat. Sifat mekanik berupa kekerasan juga mengalami peningkatan. Kekerasan tertinggi didapat ketika media pendingin yang digunakan air es yakni 766.6 HV atau meningkat sekitar 350% dibandingkan dengan besi cor non treatment. Meningkatnya tingkat kekerasan besi cor dikarenakan ukuran butir menjadi kecil sesuai dengan hukum Hall petch dimana semakin kecil ukuran butir maka kekerasan semakin meningkat.
Pengaruh Variasi Daya Pompa pada System Pendinginan TEG terhadap Tegangan yang Dihasilkan TEG Hendi Lilih Wijayanto; Amiruddin Amiruddin; Kadriadi Kadriadi; Kadex Widhy Wirakusuma; Nugroho Tri Atmoko
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 22, No 1 (2022): Februari
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/jiubj.v22i1.2017

Abstract

The amount of heat energy wasted on the furnace wall is of concern to researchers who are trying to utilize the heat energy wasted from a furnace wall as a generator or source of electricity. The waste heat from the combustion in the furnace can now be used as a source of electricity. The waste heat is converted into electricity using a thermoelectric generator, the TEG generator is an electrical generator device that converts heat (temperature difference) directly into electrical energy. In this research, the heat used is the cylindrical wall of the furnace with variations in the size of the pump that flows the coolant to the waterblock, to determine the efficiency and magnitude of the power pump used to cool the hot side of the TEG, which produces a high temperature difference and also produces large electrical energy. thermoelectric generator module reused 4 pieces SP1848 27145 SA module.
Efek Perlakuan Panas (Heat Treatment) pada Besi Cor Kelabu terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Nugroho Tri Atmoko; Moch Chamim; Subiyati Subiyati; Bambang Hari Priyambodo
Creative Research in Engineering Vol 1, No 2 (2021): Creative Research in Engineering (CERIE)
Publisher : Lembaga Publikasi Ilmiah dan Penerbitan (LPIP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (977.562 KB) | DOI: 10.30595/cerie.v1i2.10847

Abstract

Besi tuang yang digunakan sebagai bahan dasar pada industri otomotif dan manufaktur mengharuskan memiliki sifat mekanik dan karakteristik yang perlu disesuaikan dengan sifat dan tujuan aplikasinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sebelum dan sesudah proses perlakuan panas terhadap sifat mekanik dan struktur mikro material besi cor untuk industri otomotif dan manufaktur. Penelitian ini menggunakan 3 macam metode proses perlakuan panas yaitu annealing , normalizing , dan quenching. Spesimen akan dibakar di dalam furnace chamber menggunakan temperatur 850 °C dan waktu penahanan 20 menit sampai spesimen benar-benar teraustenisasi. Untuk analisis pengaruh proses perlakuan panas besi cor, dilakukan uji struktur mikro dan pengukuran kekerasan mikro. Hasil penelitian ini bahwa perbedaan proses perlakuan panas akan mempengaruhi sifat struktural dan mekanik dimana metode annealing pada besi cor akan menyebabkan penurunan kekerasan, hal ini disebabkan fasa ferit yang semakin mendominasi matriks. Metode quenching akan menyebabkan peningkatan kekerasan yang signifikan sebesar 104% sehingga material yang diquenching sesuai untuk diaplikasikan pada bagian-bagian yang memerlukan getas seperti roda gigi, guide rail, dll.
Effect of power and diameter on temperature and frequency in induction heating process of AISI 4140 steel Amarulloh Amarulloh; Haikal Haikal; Nugroho Tri Atmoko; Bagus Radiant Utomo; David Setiadhi; Denis Marchant; Xiaomeng Zhu; Tri Widodo Besar Riyadi
Mechanical Engineering for Society and Industry Vol 2 No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/mesi.6782

Abstract

This research aims to design an induction heating system and to investigate the effect of power supply and specimen diameter on specimen temperature and frequency on the coil. This study began with the development of an induction heating system that made use of circulating coolers outfitted with Thermoelectric Cooler Materials (TEC). It was intended to keep the temperature of the coil and the Printed Circuit Board (PCB) as low as possible. This study used AISI 4140 steel material with diameter variations of 7 mm, 14 mm, 21 mm, and 28 mm, with power levels of 60 W, 240 W, 540 W, and 960 W. The temperature was measured using a thermocouple connected to the specimen, and the frequency value obtained was measured using an oscilloscope. The research findings show that varying the applied power affects the frequency of the coil and the temperature of the specimen, with the higher the power, the faster the temperature of the specimen rises. The 60 W power can heat the specimen at an average temperature of 470°C and a frequency of 102 kHz. When the power variation is 960 W, the temperature in the specimen is 746°C, and the frequency is 110 kHz. On the temperature and frequency gradient pattern in the 0-600 s period, there are two stages, the first of which is ferromagnetic and the second of which is paramagnetic.
An Experimental Study of the TEG Performance using Cooling Systems of Waterblock and Heatsink-Fan Nugroho Tri Atmoko; Agus Jamaldi; Tri Widodo Besar Riyadi
Automotive Experiences Vol 5 No 3 (2022)
Publisher : Automotive Laboratory of Universitas Muhammadiyah Magelang in collaboration with Association of Indonesian Vocational Educators (AIVE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/ae.6250

Abstract

Two third of the total energy in the internal combustion engine (ICE) system is lost and turns as waste heat through the exhaust system and coolant circulations. Therefore, it is necessary to have a technology that is able to convert waste heat from ICE into electrical energy using thermal electric generator (TEG). To have the best thermoelectric generator (TEG) performance in terms of higher electricity generation, the temperature on the hot surface should be higher, and the temperature on the cold surface should be as low as feasible. The goal of the study was to study how differences in TEG cooling systems affected the overall performance. Water block and heatsink-fan are two different types of cooling systems that have been used in this experiment. The water flow rate in water block cooling systems varies between 200, 300, 400, 500, and 600 l/h. The TEG module was heated with gas-fired lighters. Arduino-based data loggers were used to record hot and cold temperatures on the TEG surface. A USB multimeter is used to measure TEG performance as electrical voltage. The results showed that 300 l/h was the best water flow rate for TEG cooling. When using a water block cooling system instead of a heat sink, the electrical voltage generated by the TEG module is 12 percent higher. This study found that a cooling system with water blocks is superior to heatsink-fan.
Pengaruh Penambahan Isolator Terhadap Distribusi Temperatur dan Nyala Efektif Api Pada Tungku Gasifikasi Tipe Downdraft Agus Jamaldi; Nugroho Tri Atmoko; Arif Hidayat Purwono; Edy Suryono
Creative Research in Engineering Vol 1, No 2 (2021): Creative Research in Engineering (CERIE)
Publisher : Lembaga Publikasi Ilmiah dan Penerbitan (LPIP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (762.906 KB) | DOI: 10.30595/cerie.v1i2.10845

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan isolator terhadap kinerja tungku gasifikasi tipe downdraft . Tiga bahan isolator yang digunakan yaitu serbuk batu bata, serbuk batu padas dan pasir. Parameter utama yang digunakan sebagai tolok ukur kinerja tungku gasifikasi yaitu suhu pembakaran dan durasi  nyala  api  yang dihasilkan dari bahan  bakar  biomassa . Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah  sekam padi. Penelitian dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama dilakukan pengujian kinerja tungku gasifikasi tanpa menggunakan isolator. Tahap kedua yaitu dilakukan pengujian dengan menggunakan isolator  yang dipasang pada dinding  tungku gasifikasi. Hasil pengujian tungku tanpa isolator didapatkan temperatur rata-rata nyala api sebesar 272 °C dan nyala efektif  api  selama 5 3  menit . Pengujian dengan penambahan isolator didapatkan suhu rata-rata nyala api  dengan bahan  serbuk batu bata sebesar 506°C dengan isolator suhu 102°C dan nyala efektif  api  selama 54 menit. Untuk serbuk batu padas suhu rata-rata nyala api  sebesar 484°C dengan isolator suhu 134°C dan nyala efektif  api  selama 53 menit. Sedangkan isolator pasir temperature rata-rata nyala api  sebesar 466°C, temperature isolator 146°C dan nyala efektif  api  selama 52 menit. Berdasarkan  hasil penelitian yang dilakukan  maka kinerja tungku gasifikasi dengan menggunakan isolator meningkat dibandingkan tungku tanpa isolator . I solator serbuk batu bata meningkat kan kinerja  tungku gasifikasi  sebesar 90,2% sedangkan untuk serbuk batu padas dan pasir masing-masing sebesar 83,2% dan 77,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk batu bata merupakan isolator yang paling optimal dibandingkan dengan serbuk batu padas dan pasir. 
Efek Perbaikan Las Berulang (Multilayer Repair Welding) pada Baja Carbon SS400 terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Burhanudin Burhanudin; Moch Chamim; Fatimah Nur Hidayah; Bagus Radiant Utomo; Radik Syamsul Erfan; Nugroho Tri Atmoko
Creative Research in Engineering Vol 2, No 1 (2022): Creative Research in Engineering (CERIE)
Publisher : Lembaga Publikasi Ilmiah dan Penerbitan (LPIP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/cerie.v2i1.14050

Abstract

Salah satu metode untuk menghilangkan cacat pada hasil pengelasan adalah dengan melakukan perbaikan las ( repair welding ). Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi karakteristik material baja carbon tipe SS400 sebelum dan sebelum mengalami perbaikan las (repair welding). Pengelasan dilakukan menggunakan metode Shielded Metal Arc Welding (SMAW) dengan elektroda jenis LB-52U E7016 yang memiliki diameter 2,6 mm. Sebelum dilakukan perbaikanlas ( repair welding ), dilakukan pengelasan lapisan ( multilayer weld ing ) pada spesimen sebanyak tiga kali lapisan yakni lapisan rootpass , hotpassdan caping. Kemudian spesimen yang telah mengalami pengelasan berlapis ( multilayer welding ) dilakukan perbaikan las ( repair welding ) pada daerah kawah lasan ( weld ). Spesimen selanjutnya dianalisa terhadap perubahan struktur mikro menggunakan pengujian morfologi berupa foto mikro serta sifat mekanik menggunakan uji kekerasan Vickers disetiap daerah lasan yakni logam induk ( base metal ), Heat Affected Zone (HAZ) dan daerah pengelasan ( weld ) pada spesimen sebelum dan sebelum perbaikan las berulang ( pengelasan perbaikan multilayer ).Hasil dari Analisis menunjukkan bahwa struktur mikro spesimen sebelum dan sebelum perbaikan las terdapat 2 fasa yang terlihat yakni fasa ferit dan fasa perlit. Pada daerah base metal fasa ferit lebih mendominasi dengan batas butir yang cenderung besar pada spesimen sebelum dan sebelum perbaikan las. Sedangkan pada daerah HAZ terlihat pengkasaran butir ( grain
Efek Perbaikan Las Berulang (Multilayer Repair Welding) pada Baja Carbon SS400 terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Burhanudin Burhanudin; Moch Chamim; Fatimah Nur Hidayah; Bagus Radiant Utomo; Radik Syamsul Erfan; Nugroho Tri Atmoko
Creative Research in Engineering Vol 2, No 1 (2022): Creative Research in Engineering (CERIE)
Publisher : Lembaga Publikasi Ilmiah dan Penerbitan (LPIP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/cerie.v2i1.13899

Abstract

Salah satu cara untuk menghilangkan cacat las adalah dengan memperbaiki las. Penelitian ini akan menyajikan karakteristik material baja karbon tipe SS400 sebelum dan sebelum menjalani proses perbaikan pengelasan. Pengelasan dilakukan dengan menggunakan metode Shielded Metal Arc Welding (SMAW) dengan elektroda tipe LB-52U E7016 yang memiliki diameter 2,6 mm. Sebelum dilakukan pengelasan, menjalani pengelasan multilayer tiga kali yaitu rootpass, layer dan caping.Setelah dilakukan perbaikan lasan, spesimen dianalisa perubahan struktur mikronya dengan pengujian morfologi berupa foto mikro dan sifat mekanik menggunakan uji kekerasan Vickers pada setiap bagian zona pengelasan yaitu logam dasar Heat Affected Zone (HAZ) dan area pengelasan pada spesimen sebelum dan sebelum pengelasan perbaikan multilayer. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada struktur mikro benda uji sebelum dan sebelum dilakukan perbaikan las terdapat 2 fasa yang tampak yaitu fasa ferit dan fasa perlit. Pada logam dasar fasa ferit mendominasi dengan batas butir yang cenderung besar pada benda uji sebelum dan sebelum dilakukan las. Sementara itu, di wilayah HAZ terlihat butirannya kasar.Hasil foto mikro pada lasan setelah dilakukan perbaikan las didominasi oleh fasa perlit dengan ukuran butir yang cenderung lebih besar. Hasil uji kekerasan Vickers menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi terdapat pada las yaitu 177,53 HVN pada saat benda uji belum diperbaiki, sedangkan setelah mengalami perbaikan nilai kekerasan pada lasan sebesar 5,8% menjadi 167,06 HVN. yaitu fase ferit dan fase perlit. Pada logam dasar fasa ferit mendominasi dengan batas butir yang cenderung besar pada benda uji sebelum dan sebelum dilakukan las. Sementara itu, di wilayah HAZ terlihat butirannya kasar. Hasil foto mikro pada lasan setelah dilakukan perbaikan las didominasi oleh fasa perlit dengan ukuran butir yang cenderung lebih besar.Hasil uji kekerasan Vickers menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi terdapat pada las yaitu 177,53 HVN pada saat benda uji belum diperbaiki, sedangkan setelah mengalami perbaikan nilai kekerasan pada lasan sebesar 5,8% menjadi 167,06 HVN. yaitu fase ferit dan fase perlit. Pada logam dasar fasa ferit mendominasi dengan batas butir yang cenderung besar pada benda uji sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan las. Sementara itu, di wilayah HAZ terlihat butiran kasar. Hasil foto mikro pada lasan setelah dilakukan perbaikan las didominasi oleh fasa perlit dengan ukuran butir yang cenderung lebih besar. Hasil uji kekerasan Vickers menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi terdapat pada lasan yaitu 177,53 HVN pada saat spesimen belum diperbaiki, sedangkan setelah mengalami perbaikan nilai kekerasan pada lasan sebesar 5,8% menjadi 167,06 HVN. di wilayah HAZ terlihat butiran kasar. Hasil foto mikro pada lasan setelah dilakukan perbaikan las didominasi oleh fasa perlit dengan ukuran butir yang cenderung lebih besar. Hasil uji kekerasan Vickers menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi terdapat pada las yaitu 177,53 HVN pada saat benda uji belum diperbaiki, sedangkan setelah mengalami perbaikan nilai kekerasan pada lasan sebesar 5,8% menjadi 167,06 HVN. di wilayah HAZ terlihat butiran kasar. Hasil foto mikro pada lasan setelah dilakukan perbaikan las didominasi oleh fasa perlit dengan ukuran butir yang cenderung lebih besar. Hasil uji kekerasan Vickers menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi terdapat pada las yaitu 177,53 HVN pada saat benda uji belum diperbaiki, sedangkan setelah mengalami perbaikan nilai kekerasan pada lasan sebesar 5,8% menjadi 167.06 HVN.
Optimalisasi Pembuatan Jamu Tradisional Berbahan Empon-empon Menggunakan Mesin Pemarut Semi-Otomatis Nugroho Tri Atmoko; Bambang Hari Priyambodo; Suhartoyo Suhartoyo; Margono Margono
Jurnal ETAM Vol. 2 No. 2 (2022): OCTOBER
Publisher : Politeknik Negeri Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46964/etam.v2i2.284

Abstract

Proses pembuatan jamu oleh pengrajin jamu khususnya didaerah Bulakrejo kabupaten Sukoharjo dilakukan melalui pemarutan empon-empon secara manual. Hal demikian berimbas pada tingkat produksi yang kurang efisien, kebersihan serta keselamatan kerja yang tidak terjamin. Melalui program pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pengertian dalam penggunaan mesin pemarut empon-empon selain itu UKM mampu bekerja secara efektif dalam proses pembuatan jamu tradisional. Metode yang dilakukan untuk mencapai tujuan yakni dengan cara melakukan pelatihan pembuatan jamu tradisional berbahan empon-empon di UKM Sumber Waras Sukoharjo. Adapun tahapan pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat diantaranya adalah survey, pelaksanaan pelatihan dan penggunaan alat parut empon-empon semi-otomatis. Berdasarkan analisa dan proses kegiatan yang sudah dilaksanakan menunjukkan hasil bahwa Mesin pemarut empon-empon yang dibuat dapat dioprasikan dengan baik oleh mitra/peserta pelatihan. Selain itu, kegiatan ini mampu meningkatkan proses produksi jamu dengan kualitas sesuai yang diharapkan.
KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA PADUAN RENDAH HASIL PROSES HARDENING Moch. Chamim; Margono Margono; Fatimah Nur Hidayah; Nugroho Tri Atmoko
Jurnal Rekayasa Mesin Vol. 14 No. 1 (2023)
Publisher : Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/jrm.v14i1.1080

Abstract

The purpose of this study was to determine how the mechanical properties and microstructure formed on low alloy steel (tooth bucket) heated at temperatures of 850 ⁰C and 850 ⁰C then held for 15 minutes after that it was cooled with oil. The material hardening process was carried out by testing the Vickers hardness, impact, and observing the microstructure using an optical microscope with 200x magnification. Hardness values obtained from low alloy steel after heat treatment at temperatures of 800 ⁰C and 850 ⁰C are 389.2 HV and 414.6 HV. The optimum hardness is obtained at a temperature of 850 ⁰C with an increase of about 1.14% compared to that of raw material, which is 364.5 HV. From the results of the impact test on heat treatment with a temperature of 850 ⁰C, the highest impact value is 0.574 Joule/mm2. Furthermore, the results of the microstructure on heat treatment at a temperature of 850 ⁰C resulted in homogeneous microstructures, namely chrome, martensite, and bainite.