Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Akses dan Kesetaraan Pendidikan di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua Pegunungan Selama Pemberlakuaan Otonomi Khusus Elopere, Person; Tutuarima, Fricean; Ratuanak, Andreas MD
SAKOLA: Journal of Sains Cooperative Learning and Law Vol 2, No 2 (2025): Oktober 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/sakola.v2i2.7171

Abstract

Penelitian ini mengkaji akses dan kesetaraan pendidikan di Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, selama pemberlakuan Otonomi Khusus. Kajian difokuskan pada rasio sekolah dan guru, kondisi sarana prasarana, serta faktor sosial, ekonomi, geografis, dan budaya yang memengaruhi pemerataan pendidikan. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Hasil menunjukkan bahwa meski jumlah sekolah dan alokasi Dana Otsus meningkat, pemerataan akses belum optimal. Ketimpangan guru dan fasilitas, sulitnya akses geografis, kemiskinan, rendahnya kesadaran pendidikan, serta lemahnya pengawasan kebijakan menjadi kendala utama. Otsus dinilai belum signifikan meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan. Disarankan reformulasi kebijakan berbasis konteks lokal, alokasi anggaran tepat sasaran, dan penguatan peran masyarakat adat.
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA EDUKASI DALAM MENANGGULANGI PERUNDUNGAN DI KALANGAN SISWA SMP NEGERI 1 KAIRATU Tuharea, Jumiati.; Tutuarima, Fricean; Litualy, Jurgen R.; Nindatu, Agustinus
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 5 No. 3 (2024): Volume 5 No. 3 Tahun 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v5i3.29574

Abstract

Proposal ini bertujuan untuk memanfaatkan media sosial sebagai sarana edukasi yang efektif dalam menanggulangi perundungan di kalangan pelajar SMP. Perundungan, atau sering disebut sebagai bullying, adalah masalah serius yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan siswa, baik secara fisik maupun mental. Mengembangkan strategi edukasi yang berfokus pada penggunaan media sosial sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang perundungan dengan menggunakan metode kampanye online, konten edukatif, dan pelatihan untuk mengajarkan siswa tentang pentingnya menghormati perbedaan, membangun empati, dan mempromosikan kebaikan di lingkungan sekolah. Menjalin kerja sama dengan pihak sekolah, guru, orang tua, dan komunitas lokal untuk memastikan keberhasilan proyek ini. Selanjutnya data yang dikumpulkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini untuk mengukur dampak dari penggunaan media sosial dalam upaya menanggulangi perundungan di kalangan siswa SMP Negeri 1 Kairatu Seram Bagian Barat. Diharapkan kegiatan ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengurangi perundungan dan menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendukung bagi para siswa SMP Negeri 1 Seram Bagian Barat.
Kesiapan Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Dalam Pemberlakuan Kurikulum K-13 Di SMA Negeri 10 Tanimbar Ratuanik, Herlin; Tutuarima, Fricean; Abas, Aisa
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3014

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Kesiapan Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewaganegaraan Dalam Pemberlakuan Kurikulum K-13 Di SMAN 10 Tanimbar. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui Kesiapan Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewaganegaraan  Dalam Pemberlakuan Kurikulum K-13 Di Smanegeri 10 Tanimbar. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Proses Kesiapan Guru PPKn dalam Pemberlakuan Kurikulum 2013 pada SMA Negeri 10 Tanimbar Selatan bahwa sejak tahun 2017 implementasi kurikulum 2013 dilaksanakan pada pada SMA Negeri 10 Tanimbar Selatan dan hampir sebagian besar guru sudah memiliki pelatihan kurikulum 2013. Kesiapan guru untuk sarana prasarana dalam melaksanakan kurikulum 2013 belum maksimal menunjang proses pembelajaran dikelas sehingga sekolah berkomitmen untuk terus membenahi sarana dan prasarana tersebut. Hambatan Kesiapan Guru PKn Dalam Mengimplementasikan Kurikulum 2013 bahwa ada hambatan yang dihadapi para guru ketika kurikulum 2013 diimplementasikan. Yaitu 1) penyesuaian kurikulum 2013, 2) keterbatasan akses internet, 3) kemampuan siswa yang berbeda. hambatan yang dihadapi guru PKn dan siswa adalah sarana prasarana yang tidak memadai, misalnya tidak ada LCD proyektor di tiap ruang kelas, sumber-sumber literature buku bagi siswa yang digunakan dalam proses belajar mengajar masih minim..Solusi untuk Mengimplementasikan Kurikulum 2013 bahwa Solusi untuk implementasi setiap hambatan yang terjadi dalam kurikulum 2013 adalah meningkatkan kualitas guru dengan memberikan pelatihan bagi guru supaya memahami kurikulum 2013 dengan baik, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai guna menunjang implementasi kurikulum 2013Kata Kunci: Kesiapan, Guru, Kurikulum 2013 AbstractThis study aims to describe the readiness of Pancasila and Citizenship Education Teachers in the Implementation of the K-13 Curriculum at Smanegeri 10 Tanimbar. At SMAN 10 Tanimbar. Data collection techniques were carried out by observation and interview techniques. The results of this study indicate that the PPKn Teacher Readiness Process in the Implementation of the 2013 Curriculum at SMA Negeri 10 Tanimbar Selatan that since 2017 the implementation of the 2013 curriculum has been carried out at SMA Negeri 10 Tanimbar Selatan and almost most of the teachers already have training in the 2013 curriculum. Teacher readiness for infrastructure in implementing the 2013 curriculum, it has not maximally supported the learning process in the classroom so that the school is committed to continuing to improve the facilities and infrastructure. Barriers to the Readiness of Civics Teachers in Implementing the 2013 Curriculum that there are obstacles faced by teachers when the 2013 curriculum is implemented. Namely 1) 2013 curriculum adjustment, 2) limited internet access, 3) different student abilities. The obstacles faced by Civics teachers and students are inadequate infrastructure, for example, there is no LCD projector in each classroom, the sources of book literature for students used in the teaching and learning process are still minimal..Solutions for Implementing Curriculum 2013 that Solutions for implementation every obstacle that occurs in the 2013 curriculum is to improve the quality of teachers by providing training for teachers to understand the 2013 curriculum well, providing adequate facilities and infrastructure to support the implementation of the 2013 curriculum.Keywords: Readiness, Teachers, Curriculum 2013
Era Revolusi Industri 4.0 dan Realita Masyarakat Adat di Negeri Soya, Kota Ambon Rihya, Jhody Charlosye; Tutuarima, Fricean
CIVICA: Jurnal Sains dan Humaniora Vol 13 No 1 (2024): Civica: Jurnal Sains dan Humaniora
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/civica.13.1.1-10

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui realita kehidupan masyarakat adat Negeri Soya pada era Revolusi Industri 4.0 serta dampak yang mereka rasakan akibat perkembangan tersebut. Revolusi Industri 4.0 dikenal sebagai era yang ditandai dengan kemajuan teknologi digital, otomatisasi, dan konektivitas yang sangat cepat. Kondisi ini membawa pengaruh yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk komunitas adat yang selama ini dikenal memiliki tatanan nilai, norma, dan tradisi yang kuat. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendalam mengenai keadaan nyata di lapangan. Teknik pengumpulan data meliputi observasi langsung dan wawancara dengan tokoh adat serta masyarakat setempat, sehingga peneliti memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai situasi yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Negeri Soya merupakan komunitas adat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan warisan leluhur mereka. Namun, seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya perkembangan teknologi pada era Revolusi Industri 4.0, pola kehidupan mereka mengalami perubahan. Perubahan tersebut terlihat pada cara berkomunikasi, mencari informasi, hingga pola kerja yang mulai memanfaatkan teknologi modern. Meskipun demikian, masyarakat Negeri Soya tetap berupaya mempertahankan tradisi dan kearifan lokal sebagai identitas yang membedakan mereka dari masyarakat umum. Dengan demikian, modernisasi dan adat istiadat berjalan berdampingan, meskipun tantangan untuk menjaga keseimbangannya semakin besar.
Larangan Perkawinan dalam Perjanjian Pela Darah antara Abio, Ahiolo, Walakone, dan Rumbelu Ditinjau dari UU. Nomor 39 Tahun 1999 Reane, Markus; Tutuarima, Fricean; Tuharea, Jumiati
CIVICA: Jurnal Sains dan Humaniora Vol 13 No 2 (2025): Civica: Jurnal Sains dan Humaniora
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/civica.13.2.18-25

Abstract

Tradisi pela darah di Maluku merupakan perjanjian persaudaraan antar-negeri yang mengatur kewajiban sosial dan larangan perkawinan antar-negeri se-Pela. Penelitian ini bertujuan menganalisis larangan perkawinan dalam pela darah dari perspektif hak asasi manusia (HAM) dan mekanisme penyelesaian pelanggaran adat yang diterapkan masyarakat. Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif, dengan lokasi di Negeri Abio, Ahiolo, Walakone, dan Rumbelu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Subjek penelitian meliputi tokoh adat, tokoh masyarakat, dan keluarga yang terikat tradisi pela darah. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam, kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pela darah lahir dari kesepakatan damai pascaperang antara suku Alune dan Wemale, dengan ketentuan utama berupa kewajiban saling tolong-menolong, menjamu tamu, dan larangan perkawinan antar-negeri se-Pela. Larangan perkawinan ini, meski berpotensi bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, namun berfungsi menjaga perdamaian, identitas kolektif, dan stabilitas sosial. Penyelesaian pelanggaran dilakukan melalui musyawarah adat, ritual, dan sosialisasi kepada generasi muda. Penelitian ini menegaskan bahwa hukum adat seperti pela darah tidak bertentangan dengan prinsip HAM, melainkan dapat menjadi instrumen untuk memperkuat solidaritas sosial, menjaga keharmonisan antar-negeri, dan melestarikan tradisi budaya lokal.
Budaya Kewarganegaraan dalam Perkawinan Adat di Desa Buano Utara, Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Barat Hitimala, Ardan; Tutuarima, Fricean; Soumokil, Agustinus
CIVICA: Jurnal Sains dan Humaniora Vol 12 No 1 (2023): Civica: Jurnal Sains dan Humaniora
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/civica.12.1.11-20

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai kearifan lokal dalam adat pernikahan masyarakat Buano Utara di Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Barat. Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Konteks sosial penelitian meliputi: (1) Lokasi: Desa/Negara Buano Utara sebagai lokasi penelitian; (2) Partisipan: individu yang berdomisili di desa; (3) Aktivitas: perilaku dan tradisi mereka dalam menjalankan adat pernikahan. Sampel dipilih secara purposive sampling, dengan melibatkan 12 informan seperti lembaga adat, tokoh desa, anggota masyarakat, orang tua pengantin, dan pasangan itu sendiri. Metode pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dalam tiga tahap: reduksi data, penyajian, dan verifikasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa budaya kewarganegaraan dalam pernikahan adat Suku Alifuru di Buano Utara mewujudkan berbagai nilai kearifan lokal. Nilai-nilai tersebut meliputi: (1) Religius - menekankan ajaran agama dalam ritual pernikahan; (2) Gotong royong - partisipasi komunal dalam upacara; (3) Persatuan - membina hubungan antar warga; (4) Estetika - menonjolkan keindahan dalam praktik upacara; dan (5) Konsensus - mengutamakan kesepakatan bersama di setiap tahapan. Temuan-temuan ini menggarisbawahi pentingnya adat pernikahan sebagai sarana melestarikan nilai-nilai budaya dan meningkatkan kohesi sosial dalam masyarakat.
Karakteristik dan Simbol Rumah Pusaka Lima Soa sebagai Wujud Persatuan Masyarakat Negeri Buano Utara Nurlette, Hariono; Tutuarima, Fricean
CIVICA: Jurnal Sains dan Humaniora Vol 14 No 1 (2025): Civica: Jurnal Sains dan Humaniora
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/civica.14.1.13-24

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dan simbol Rumah Pusaka Lima Soa sebagai perwujudan persatuan masyarakat Desa Buano Utara, Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Barat. Rumah pusaka merupakan warisan budaya leluhur yang memiliki makna mendalam, tidak hanya sebagai bangunan fisik, tetapi juga sebagai simbol identitas, kohesi sosial, dan solidaritas antar warga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik purposive sampling. Informan penelitian meliputi raja desa, lima ketua soa, lima ketua dati, tokoh adat, dan tokoh masyarakat yang berjumlah 15 orang. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, kemudian dianalisis melalui reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol-simbol yang terkait dengan Rumah Pusaka Lima Soa, seperti pilar, ukiran, dan tata ruang, mengandung nilai-nilai filosofis yang menekankan persatuan, kebersamaan, dan keseimbangan dalam hidup. Rumah pusaka juga berfungsi sebagai titik fokus kegiatan adat yang memperkuat identitas masyarakat Buano Utara. Namun, modernisasi dan memudarnya pemahaman di kalangan generasi muda menimbulkan tantangan dalam melestarikan nilai-nilai tersebut. Peran para pemimpin adat, masyarakat, dan lembaga soa sangat penting dalam melestarikan warisan rumah pusaka melalui ritual adat, transmisi nilai, dan peningkatan kesadaran budaya. Dengan demikian, Lima Rumah Pusaka Soa tidak hanya mewakili simbol fisik tetapi juga berfungsi sebagai alat pendidikan budaya yang memperkuat persatuan masyarakat dalam menghadapi perubahan zaman.