Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Pengembangan Indikator Logistik untuk Wilayah Kepulauan Agsari Aulia Pamudji; Tri Achmadi
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.035 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.379

Abstract

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau-pulau besar dan beberapa gugusan pulau kecil yang menuntut adanya sistem logistik yang efisien dan efektif. Publikasi World Bank tentang Indeks Kinerja Logistik tahun 2010 (Logistik Performance Index) menempatkan Indonesia dengan kinerja logistik yang kurang bagus, yaitu pada urutan 75 dari 155 negara. LPI kurang mencerminkan kondisi Indonesia yang berupa kepulauan, sehingga perlu dibuat suatu kajian ulang mengenai penyusunan indeks logistik yang sesuai dengan karakteristik Indonesia. Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui indikator yang mencerminkan kondisi kepulauan di Indonesia dan untuk mengetahui cara menyusun indeks logistik. Jumlah indikator yang ditentukan adalah lima indikator kinerja logistik. Pembuatan indikator memperhatikan beberapa faktor, yaitu Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bounded, dan Continuously Improve. Wilayah yang dijadikan sampel dalam Tugas Akhir ini adalah Surabaya, Jakarta, Makassar, Kepulauan Nusa Tenggara Timur, dan Kepulauan Maluku. Penyusunan indeks dilakukan dengan membuat model matematika dan pembobotan indikator dilakukan dengan Analytic Hierarchy Process. Model matematika tersebut berisi kerangka penyusunan indeks. Data yang diperlukan untuk Tugas Akhir ini adalah data operasional kapal, pelabuhan, tarif, data survei kuesioner dan wawancara. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk menguji tingkat kevalidan dan reliabilitas data yang digunakan sebagai input dari perhitungan. Data tersebut kemudian diujikan dalam model matematis sehingga menghasilkan indeks dari masing-masing kepulauan, yaitu Kepulauan Maluku =2.85, Kepulauan Nusa Tenggara Timur =2.78, dan Makassar = 2.95.
Penentuan Pola dan Pusat Distribusi Bahan Pokok Untuk Wilayah Berbasis Kepulauan Tiara Figur Alfenza; Tri Achmadi
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.058 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.380

Abstract

Wilayah kepulauan Indonesia yang tersebar hingga ujung perbatasan negeri menyebabkan terjadinya kesenjangan perekonomian, khususnya untuk ketersediaan bahan pokok. Harga bahan pokok yang dijual di wilayah kepulauan terluar Indonesia jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga jual di Pulau Jawa. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi tersebut adalah dengan merencanakan pusat distribusi dan pola jaringan transportasi laut yang sesuai dengan karakteristik kepulauan. Penentuan pusat distribusi menggunakan metode gravitasi dan didapat Pulau Ulu dan Pulau Sangihe sebagai  hub port. Penentuan rute optimum menggunakan teori Travelling Salesman Problem. Teori jaringan yang direncanakan adalah multiport calling dan hub and spoke network. Dalam satu tahun kapal untuk konsep multiport calling dapat beroperasi 52 kali dan untuk konsep hub and spoke network dapat beroperasi 53 kali. Selisih unit biaya kedua pola tersebut adalah sebesar 2%.
Analisis Hubungan Kluster Industri dengan Penentuan Lokasi Pelabuhan: Studi Kasus Pantai Utara Pulau Jawa Maulana Prasetya Simbolon; Tri Achmadi
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.929 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.385

Abstract

Proses distribusi barang merupakan suatu rangkaian proses yang terkait dalam upaya penguasaan areal pasar terluas melalui maksimisasi penjualan dan minimisasi biaya produksi (transportasi). Sebagian contoh nyata di beberapa wilayah, proses distribusi barang tidak didasarkan pada aspek minimisasi biaya transportasi/trucking (teori lokasi tradisional) dimana pengiriman barang tidak melalui pelabuhan muat yang dekat dengan lokasi industri. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara industri dengan penentuan lokasi pelabuhan serta faktor yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan adalah metode komparasi hasil perhitungan model deterministik (Linear Programming dan Gravitasi dengan Pembatas Tunggal) dengan data yang ada, serta analisis korelasi (model uji kebebasan dan Crammer’s-Coefficient of Association) dalam mengukur keeratan hubungan faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan lokasi pelabuhan. Hasil perhitungan menunjukkan adanya hubungan/ korespondensi antara lokasi pelabuhan dengan lokasi industri dimana lokasi kluster industri terlebih dahulu ada dan diikuti lokasi pelabuhan. Faktor utama yang berpengaruh dalam penentuan lokasi pelabuhan adalah jumlah kunjungan kapal. Prosentase hasil komparasi (selisih hasil perhitungan model gravitasi dengan data yang ada) untuk variabel jumlah kunjungan kapal (2,2%); daya tampung gudang/CY (2,3%); biaya transportasi/trucking (12,7%). Nilai koefisien korelasi variabel jumlah kunjungan kapal = 0,866 (keeratan hubungan: kuat/tinggi), daya tampung gudang/CY = 0,878 (kuat/tinggi), biaya transportasi (inland) = 0,699 (sedang/cukup). Persebaran muatan (ekspor) dari: Jawa Timur ke pelabuhan Tanjung Perak (97%), Tanjung Emas (1%), Tanjung Priok (2%); Jawa Tengah & D.I.Yogyakarta ke pelabuhan Tanjung Emas (72%), Tanjung Perak (15%), Tanjung Priok (13%); Jawa Barat ke pelabuhan Tanjung Priok (97,2%), Tanjung Emas (1,5%), Tanjung Perak (1,3%); DKI Jakarta & Banten ke pelabuhan Tanjung Priok (99,96%), Tanjung Emas (0,02%), Tanjung Perak (0,02%).
Analisis Pengembangan Pendidikan Wilayah Kepulauan Berbasis Transportasi Laut I Wayan Sion; Setijopradjudo Setijopradjudo; Tri Achmadi
Jurnal Teknik ITS Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.635 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v1i1.386

Abstract

Faktor sosial dan fisik-geografis kepulauan menjadi masalah dalam pemerataan proses pendidikan sehingga penyediaan infrastruktur pendidikan pada pulau menjadi penting. Pendekatan metode pendidikan dan alternatif pengembangan infrastruktur dapat dilakukan dengan memanfaatkan moda transportasi laut, yaitu dengan sekolah terapung dan perahu sekolah. Hasil analisis dengan mengembangkan model skenario operasi ketika kondisi peserta konstan atau meningkat menunjukkan konsep pembangunan sekolah di darat untuk setiap wilayah membutuhkan pembiayaan terkecil yaitu Rp 4.137.190.200 atau 18,04% dengan jam pengajaran 288 jam atau 30,34% dan unit biaya Rp 17.888/pax.jam. Akan tetapi, selama periode operasi lima tahun dengan peserta menurun menunjukkan konsep pengembangan perahu sekolah dengan pembiayaan terkecil yaitu Rp 3.672/pax.jam atau 19,05% dengan jam pengajaran 225 jam atau 23,69%. Faktor jarak antar pulau dan spesifikasi teknis armada sangat berpengaruh terhadap opsi pengembangan yang dipilih. Pada penelitian ini, perahu sekolah dipilih jika jarak kurang dari 10 mile. Sedangkan, konsep sekolah terapung dipilih jika jarak wilayah operasi antara 10-40 mile. Jarak wilayah lebih dari 40 mile diperlukan depot khusus karena ratio waktu operasi lebih kecil dari waktu tempuh. Konsep pembiayaan pendidikan kepulauan yang menggunakan moda laut dapat dilakukan dengan pembagian biaya sesuai anggaran pemerintah. Secara investasi didukung dari pihak pemerintah pusat atau daerah karena anggaran yang besar. Sedangkan untuk biaya operasional bisa dilakukan oleh pemerinah kabupaten/kota karena merupakan pelaksana sekolah.
Analisis Hubungan Pola Migrasi Penduduk dengan Transportasi Laut (Studi Kasus: Jawa – Kalimantan) Rizky Ramadhan Eka Putra; Tri Achmadi
Jurnal Teknik ITS Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (802.26 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v2i1.2529

Abstract

Transportasi laut yang handal dibutuhkan untuk mengangkut para migran Jawa – Kalimantan karena kondisi geografisnya yang dipisahkan oleh laut. Tetapi pada saat peak time terjadi lonjakan penumpang kapal yang drastis sehingga kapal mengangkut penumpang melebihi kapasitasnya dan melebihi load factor yang diijinkan. Selain itu, terdapat beberapa kapal yang tidak cocok dioperasikan pada rute Jawa – Kalimantan. Tugas Akhir ini menganalisis tentang hubungan pola migrasi penduduk dengan transportasi laut menggunakan metode kuesioner dan analisis regresi logistik biner. Selain itu, di dalam tugas akhir ini juga berisi analisis pangsa pasar perusahaan pelayaran yang melayani rute Jawa – Kalimantan menggunakan Herfindahl-Hirschman Indeks (HHI) dan perencanaan transportasi laut untuk migrasi Jawa – Kalimantan menggunakan vehicle routing problem (VRP). Hasil hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat variabel X dan atribut Y yang mempengaruhi jumlah migrasi melalui transportasi laut. Setiap lokasi penelitian menghasilkan variabel X dan atribut Y yang berbeda-beda. Di dalam analisis pangsa pasar menunjukkan PT. Pelni mempunyai pangsa pasar terbesar dan struktur pasar adalah pasar ekonomi monopoli. Pada perencanaan transportasi laut menghasilkan skenario 3.2 sebagai rute dan penugasan kapal yang optimal untuk melayani migrasi penduduk Jawa – Kalimantan beserta tarif yang akan dibebankan kepada para migran.
Penentuan Pelabuhan Hub untuk Crude Palm Oil (CPO) Ekspor di Indonesia Eko Andi Haranto; Tri Achmadi
Jurnal Teknik ITS Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.622 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v2i1.2532

Abstract

CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu komoditi ekspor terbesar di Indonesia. Moda angkut darat dan sungai menjadi pilihan untuk didistribusikan menuju calon pelabuhan hub. Tugas Akhir ini bertujuan untuk merencanakan pola operasi armada pengangkut CPO, dan penentuan pelabuhan hub untuk ekspor CPO. Metode Transportasi digunakan untuk memilih pabrik pengolahan CPO sebagai pemasok utama. Dari hasil analisis didapatkan bahwa penggunaan moda darat menggunakan truk lebih optimal dibandingkan menggunakan tongkang hal ini dikarenakan kondisi sungai di Kalimantan Tengah yang dangkal. Dengan menggunakan metode transportasi didapatkan empat lokasi pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. Pelabuhan hub yang terpilih berlokasi di Bagendang dan Bumi Harjo. Kedua titik tersebut dipilih karena sudah memiliki tangki timbun dan dermaga untuk ekspor CPO, selain itu pemilihan berdasarkan hasil analisa didapatkan biaya dari Pabrik PT. ATLANTIS ke Pelabuhan Bagendang dengan truk berukuran 10 ton memerlukan biaya sebesar Rp. 333.016,25/TRIP/TRUK. Pabrik PT. ATLANTIS II ke Pelabuhan Bagendang Rp. 237.868,75/TRIP/TRUK. Pabrik PT. TIGER ke Pelabuhan Bumi Harjo Rp. 475.737,50/TRIP/TRUK. PT. TIGER II merupakan pabrik yang dapat melakukan pengiriman langsung menggunakan tongkang berukuran 1800 DWT melewati sungai Barito, dengan biaya Rp.123.007.828,27,- /voyage.
Perencanaan Transportasi Sapi Ternak Dengan Menggunakan Kapal Tradisional Untuk Wilayah Pulau Madura Bayu Moerdianto Wahid; Tri Achmadi
Jurnal Teknik ITS Vol 2, No 2 (2013)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.107 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v2i2.4527

Abstract

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat mengakibatkan kebutuhan akan daging sapi juga semakin meningkat. Sampai saat ini, Indonesia memenuhi kebutuhan dagingnya sebesar 30% dari impor dimana terjadi kenaikan harga karena adanya peningkatan harga bahan bakar dan pakan ternak. Potensi sapi di Madura yang besar menjadikan wilayah ini menjadi salah satu sentra produksi sapi di Indonesia. Saat ini pengiriman sapi dari Madura melalui laut melayani untuk tujuan Kalimantan Selatan (Banjarmasin). Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui potensi supply dan demand sapi di Madura ke Kalimantan serta menganalisa pola pengangkutan sapi ternak untuk mengetahui biaya total transportasi. Dari hasil penelitian diketahui potensi supply sapi pada tahun 2013 di kabupaten Bangkalan saat ini sebesar 10% dari jumlah populasi sapi atau sebesar 22.345 ekor, dan demand sapi di provinsi Kalimantan Selatan sebesar 12,6% dari jumlah populasi sapi atau sebesar 18.769 ekor. Pola pengangkutan sapi ternak menggunakan tiga kapal jenis KLM (Kapal Layar Motor), dengan lama RTD (Round Trip Days) kapal yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan sapi di Kalimantan Selatan adalah dengan menggunakan KLM Purnama Indah selama 7 hari, KLM Karya Utama dan KLM Karya Utama II selama 14 hari. Skenario ini memberikan keuntungan yang lebih besar terhadap pemilik kapal sebesar Rp.1.449.380.873 tiap tahun atau tiga kali lebih besar dari keuntungan saat ini.
Model Revitalisasi Pasar Tradisional Terapung Untuk Menunjang Logistik Wilayah Pedalaman: Studi Kasus Sungai Barito Chandra Karta Yudha; Tri Achmadi; Siti Dwi Lazuardi
Jurnal Teknik ITS Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.985 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v7i1.29939

Abstract

Banjarmasin merupakan wilayah yang memiliki 103 sungai yang salah satunya digunakan untuk pasar terapung. Tetapi kondisi Pasar Terapung tidak seramai dahulu, seiring dengan berkembangnya zaman keberadaan pasar terapung ini mulai mengalami penurunan, baik dari sisi luas kawasan, jumlah penjual, jumlah transaksi jual beli dan lain-lain. Sementara itu Undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, pasal 13 ayat (1), (2) dan (3) yang mengamanatkan bahwa Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah melakukan pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat guna peningkatkan daya saing. Tujuan dari penelitian membuat model revitalisasi pasar apung dengan memperbaiki fasilitas kapal dan dermaga. Metode yang digunakan dalam penentuan ukuran utama dan jumlah kapal adalah optimasi. Dan hasil dari penelitian diperoleh revitalisasi kapal menggunakan material kayu ukuran panjang (Lpp) 11,97 m, lebar (B) 3,05 m, tinggi (H) 2,4 dan sarat (T) 1,7 m dengan tarif  Rp. 70.000,-/ton. Sementara itu pengadaan dermaga dengan ukuran panjang 58 m, lebar 10 m dan tinggi 8,8 m membutuhkan investasi sebesar 1,6 miliar rupiah dengan jenis dermaga terbuat dari kubus HDPE. Dengan adanya revitalisasi tersebut mengakibatkan kenaikan biaya angkut kapal sebesar 40% sehingga diperlukan subsidi dari pemerintah untuk menutupi kenaikan biaya tersebut sebesar 20 ribu rupiah/ton.
Analisis Skala Penambangan Mineral dan Pengangkutan: Studi Kasus Angkutan Nikel di Sulawesi Tenggara Karina Novita Sari Setiawan; Tri Achmadi; Siti Dwi Lazuardi
Jurnal Teknik ITS Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.143 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v7i1.30001

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk bahan tambang, salah satunya yakni nikel. Hasil olahan nikel yaitu feronikel, merupakan bahan baku pembuatan stainless steel, yakni pelapis besi anti karat. Sampai saat ini masih banyak ditemui berbagai permasalahan terkait pengiriman feronikel. Kurangnya perhatian terhadap hubungan antara kapasitas armada kapal dengan jumlah muatan hasil produksi tambang, khususnya feronikel menyebabkan biaya transportasi menjadi acak dan tidak ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan biaya dan keekonomisan antara moda transportasi laut yaitu bulk carrier, general cargo dan self – propeller barge untuk melayani permintaan selama 5 (lima) tahun mendatang. Penggunaan metode optimasi dengan biaya pengiriman optimum sebagai kriteria utama serta pemenuhan permintaan akan memberikan solusi moda transportasi yang sesuai. Berdasarkan hasil optimasi, moda transportasi bulk carrier merupakan moda yang optimum dengan optimum cost untuk pengiriman feronikel dengan unit cost sebesar Rp 524.735,93 per ton, sedangkan jika menggunakan kapal general cargo dan self – propeller barge menghasilkan unit cost sebesar Rp 549.168,18 per ton dan Rp 583.118,20 per ton.
ENVIRONMENTAL QUALITY AND OPTIMAL INVESTMENT IN TOURISM INFRASTRUCTURES: SETTING AN ENVIRONMENTALLY FRIENDLY PORT LOCATION COMBINED TO TOURIST DESTINATIONS USING TSP MODEL Nyoman, R.M. Budiartha; Djauhar Manfaat; Tri Achmadi
Bumi Lestari Journal of Environment Vol 10 No 2 (2010)
Publisher : Environmental Research Center (PPLH) of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The rapid growth of cruise ships has encouraged the Indonesian government and Bali’s local governments in particular, to compete in developing and upgrading their existing ports. It needs a holistic and integrated transportation system before a decision to locate a port can be made. In order to avoid unconstructive local exploitation to the whole system and given the fact that cruises’ visits are usually only for a short period, requirement for a synergized system is fundamental, in order to measure the whole chain of factors and values involved in the decision making process. Traveling Salesman Problem (TSP) Model implemented in this study is expected to be able integrate tourist destinations and transportation system. Findings derived from this research will be used as guidance in managing many tourist destinations, which include the organization of local traffic and accessibility by introducing alternative routes; managing demands for transportation infrastructures, facilities, and services; reducing traffic congestion; controlling speed limit; mitigating air pollution; and synchronising location of the port and tourist destination. The strategic Environmental Sustainable Transportation is urgently needed to implement in Bali as the major tourist destination in Indonesia in order to minimized CO2 emission