Angkasa Angkasa
<a href=http://seo.kambasoft.com/ >seo</a> <a href=http://seo.kambasoft.com/ >seo</a> <a href=http://seo.kambasoft.com/ >seo</a> <a href=http://seo.kambasoft.com/ >seo</a>

Published : 30 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

Perbandingan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia Dan India (Studi di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia dan India Centre for Victimology and Psychological Studies) Anang Riyan Ramadianto; Angkasa Angkasa; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 3, No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.4.72

Abstract

Terorisme merupakan kejahatan yang menjadi ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari penderitaan korban tindak pidana terorisme yang membutuhkan perlindungan hukum dari negara. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan bentuk-bentuk perlindungan hukum dalam tatanan normatif dan empiris yang diberikan kepada korban tindak pidana terorisme di Indonesia dan India. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Penelitian dilakukan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Jakarta dan India Centre for Victimology and Psychological Studies, New Delhi. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka. Data yang diperoleh diolah dengan reduksi data, display data, katagorisasi data. Penyajian data dalam bentuk uraian teks naratif, dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hukum korban tindak pidana terorisme di kedua negara mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, adapun perlindungan hukum yang memerlukan perhatian lebih lanjut mengenai bantuan medis, hal lain yaitu pengajuan hak-hak korban tindak pidana terorisme masa lalu terbatas tanggal 22 Juni 2021 sedangkan di India tidak karena akan merugikan korban. Adapun terdapat faktor-faktor penghambat perlindungan hukum korban tindak pidana terorisme di Indonesia dan India dilihat dari (1) substansi hukum (2) struktur hukum, dan (3) kultur hukum.
EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA SIBER OLEH UNIT CYBERCRIME DI POLRESTA BANYUMAS Leon Caesar; Angkasa Angkasa; Dwi Hapsari Retna Ningrum
Soedirman Law Review Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.1.128

Abstract

Cybercrime ialah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan criminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital. Kasus cybercrime kini tidak hanya terjadi di kota besar saja, di Kabupaten Banyumas marak terjadi seperti kasus penipuan online, pencemaran nama baik, penyebaran video asusila melalui sosial media sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Pada penelitian ini memunculkan permasalahan efektivitas penegakan hukum oleh Polresta Banyumas dan kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum cybercrime. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penegakan hukum terhadap cybercrime oleh Polresta Banyumas dan meneliti hambatan atau kendala yang dihadapi Polresta Banyumas dalam penegakan hukum terhadap cybercrime. Penelitian ini menggunakan metode yuridis sosiologis, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, lokasi penelitian di Kepolisian Polresta Banyumas, dengan sumber data yang digunakan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa praktik penegakan hukum terhadap cybercrime secara umum telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun belum efektif dalam penegakannya. Kendala dalam penegakan hukum terhadap cybercrime antara lain karena kurangnya fasilitas dan sarana, minimnya kemampuan penegak hukum, dan tidak ada unit khusus yang menangani kasus cybercrime.Kata Kunci : Efektivitas, Penegakan Hukum, Cybercrime
Efektivitas Pemulihan Korban Kekerasan Seksual Berdasarkan di Wilayah Hukum Polresta Banyumas Nico Yohanes Imanuel Alliandus; Angkasa Angkasa; Dwi Hapsari Retnaningrum
Soedirman Law Review Vol 6, No 1 (2024)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2024.6.1.16036

Abstract

Kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak menempatkan korban berada pada posisi tidak aman baik di rumah maupun di luar rumah. Pasal 6 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2014 mengatur bahwa dalam korban kekerasan seksual berhak untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psikosial dan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemulihan korban kekerasan seksual berdasarkan UU No. 31 Tahun 2014 di wilayah hukum Polresta Banyumas serta mengetahui kendala yang dialami dalam memulihkan korban kekerasan seksual di wilayah hukum Polresta Banyumas walau sudah adanya undang-undang tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dengan. Lokasi penelitian yaitu di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polresta Banyumas. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, metode penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling. Pemulihan korban kekerasan seksual di wilayah hukum Polresta Banyumas masih kurang efektif akibat masih terdapatnya perbedaan antara law in action dengan law in book/theory. Kendala-kendala yang ada dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu aspek struktur hukum (legal structure) di mana kurangnya penyebaran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menyulitkan korban yang berada di wilayah hukum Polresta Banyumas untuk memperoleh restitusi, substansi hukum (legal substance) di mana belum adanya pengaturan mengenai mekanisme tertentu untuk mempermudah korban yang berdomisili di wilayah hukum Polresta Banyumas untuk memperoleh restitusi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang berada di Semarang, dan budaya hukum (legal culture) di mana timbulnya stigma buruk di masyarakat yang beranggapan bahwa jika seorang korban kekerasan seksual merupakan aib di lingkungan masyarakat tersebut.
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBINAAN NARAPIDANA PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II.A PEREMPUAN SEMARANG, JAWA TENGAH Fadhila, Talitha; Angkasa, Angkasa; Retnaningrum, Dwi Hapsari
Jurnal Idea Hukum Vol 9, No 2 (2023): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH FH UNSOED

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jih.2023.9.2.408

Abstract

AbstractThe implementation of coaching for correctional inmates or prisoners is based on systems, institutions and coaching methods which are expected to be in accordance with the goals of prisons, namely producing inmates who have good personalities and have independence. The aim of this research is to analyze the effectiveness of the implementation of the female prisoner development program and the obstacles to implementing the program at the Class II.A Women's Penitentiary in Semarang, Central Java. This research uses a sociological juridical type of legal research. In this research, the research specifications are qualitative descriptive. Data types and sources consist of primary data and secondary data. The data collection methods are interviews, observation, literature study and documentary study. Data processing methods consist of data reduction, data display, and data categorization. The data presentation method is carried out in the form of narrative text and qualitative matrices. Data analysis uses qualitative analysis methods. The results of the research and discussion indicate that the Class II.A Women's Penitentiary in Semarang, Central Java, implements its program based on the Decree of the Minister of Justice of the Republic of Indonesia Number: M.02-PK.04.10 of 1990 concerning the Pattern for the Development of Prisoners and Detainees, which is not yet effective. The obstacle can be seen from the legal structure factor, namely there are only 7 officers. Ideally, one officer will train around 7-8 inmates, but in reality 1 officer will train around 35-42 people out of a total of 295 inmates.Keywords : Effectiveness, Development, Female Prisoners. AbstrakPelaksanaan pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan atau narapidana bersumber pada sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang diharapkan dapat menghasilkan hasil yang ditargetkan sesuai dengan tujuan Lapas yang terwujud dari kinerja atas proses pembinaan yang dilakukan oleh pegawai agar dapat menghasilkan narapidana berkepribadian baik dan memiliki kemandirian. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis efektivitas pelaksanaan program pembinaan narapidana perempuan dan hambatan-hambatan pelaksanaan program pembinaan narapidana perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Perempuan  Semarang, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum secara yuridis sosiologis, Dalam penelitian ini spesifikasi penelitian secara deskrtiptif kualitatif. Jenis dan sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Adapun metode pengumpulan data secara wawancara, observasi, studi kepustakaan dan studi dokumenter. Metode pengolahan data terdiri dari reduksi data, display data, dan kategorisasi data. Metode penyajian data dilakukan secara bentuk teks naratif dan matriks kualitatif. Analisis data menggunakan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program pembinaan narapidana perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Perempuan Semarang, Jawa Tengah  didasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan belum efektif. Hambatan-hambatan efektivitas pelaksanaan program pembinaan narapidana perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Perempuan  Semarang, Jawa Tengah, dapat dilihat dari faktor struktur hukum (legal structure) yakni petugas yang masih belum memadai hanya berjumlah 7 petugas.  Idealnya untuk satu petugas membina sekitar 7-8 orang warga binaan, tetapi dalam kenyataannya bahwa 1 petugas membina sekitar 35-42 orang dari jumlah 295 warga binaan.Kata kunci : Efektivitas, Pembinaan, Narapidana Perempuan.
EFEKTIVITAS CONJUGAL VISIT DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERBUKA KELAS IIB NUSAKAMBANGAN Sukardi, Sukardi -; Angkasa, Angkasa; Budiyono, Budiyono
Jurnal Idea Hukum Vol 9, No 1 (2023): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH FH UNSOED

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jih.2023.9.1.411

Abstract

The provision of conjugal visit facilities in prisons is one of the rights needed by prisoners as a maintenance and improvement of relationships with their legal partners, in addition to fulfilling their sexual desires and avoiding deviations of sexuality that prisoners are vulnerable to in prison. The effectiveness of the implementation of conjugal visits for prisoners in Nusakambangan Class IIB Open Correctional Institution can be said to be effective because prisoners who carry out the conjugal visit program feel the benefits in maintaining and maintaining the integrity and harmony of the household, so that prisoners who will soon be free feel more ready and confident to return to society. The obstacles faced by correctional officers in carrying out conjugal visits for prisoners in Nusakambangan Class IIB Open Correctional Institutions are from the aspect of legal substance, namely the implementation of the conjugal visit program at Nusakambangan Class IIB Open Correctional Institutions using assimilation rights and the right to receive family visits so that there is no implementing regulation that specifically regulates the conjugal visit program.
Tinjauan Viktimologi terhadap Perlindungan Hukum bagi Korban Salah Tangkap dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor 1/Pid.Pra/2019/PN.Kbu) Gustono, Andi; Angkasa, Angkasa; Wahyudi, Setya
Amnesti: Jurnal Hukum Vol. 7 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37729/amnesti.v7i1.5715

Abstract

Korban salah tangkap adalah sebuah fenomena yang tidak hanya merugikan individu secara hukum, tetapi juga secara psikososial dan ekonomi. Meskipun regulasi yang ada memberikan hak ganti rugi dan rehabilitasi nama baik bagi korban, pelaksanaan kebijakan tersebut sering kali terkendala oleh berbagai hambatan. Penelitian ini mengusung pendekatan viktimologi untuk menganalisis perlindungan hukum bagi korban salah tangkap, yang belum banyak diangkat dalam studi sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme pemulihan bagi korban salah tangkap, serta mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang memengaruhi terjadinya salah tangkap. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan studi kepustakaan, studi kasus dan studi peraturan perundang-undangan. Analisis data dilakukan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban salah tangkap dapat mengajukan pemulihan melalui mekanisme praperadilan dengan kompensasi materiil. Implementasi kebijakan ini masih belum efisien karena faktor-faktor penyebab salah tangkap meliputi faktor eksternal, seperti kesalahan keterangan saksi atau korban, identifikasi yang keliru, serta faktor internal, termasuk keterbatasan sumber daya manusia, tekanan penyelesaian kasus yang cepat, dan kompleksitas dinamika kerja kepolisian sehingga tidak memadainya dukungan psikologis bagi para korban. Penelitian ini menyimpulkan pentingnya reformasi dalam sistem penegakan hukum untuk meminimalkan risiko salah tangkap dan mengoptimalkan pemulihan bagi korban.
EFEKTIVITAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL SEBAGAI HUKUM POSITIF DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI Angkasa, Angkasa; Windiasih, Rili; Juanda, Ogiandhafiz
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 4 No. 1 (2021): MAY
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v4i1.2696

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mereview Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUUPKS) dalam perspektif Viktimologi dengan titik berat pada perlindungan hukum dan perhatian hukum terhadap korban akibat kekerasan seksual. Kajian ini dilakukan dengan melalui   library research dengan sumber data sekunder berupa RUU PKS dan bahan referensi terkait. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa RUU PKS sangat berorientasi terhadap korban. Hal ini ditunjukan dengan   banyaknya hak-hak korban maupun   keluarga korban serta perhatian hukum terhadap korban. Hak-hak korban dinyatakan secara tegas pada Pasal 22 hingga Pasal 31 RUU PKS. Perhatian Hukum terhadap korban terdapat dalam konsidertan hingga pasal demi pasal dengan adanya regulasi yang mewajibkan serta melarang aparat penegak hukum yang meliputi penyidik, jaksa penuntut umum hingga hakim. Selain itu juga terdapat aturan tentang pasrtisipasi masyarakat untuk ikut serta mencegah terjadinya kekerasan seksual hingga melakukan bantuan secara sosial terhadap korban kekerasan seksual. Namun demikian RUU PKS diprediksi sangat berat untuk dapat efektif mencapai tujuan dikarenakan besarnya dana yang dubutuhkan dalam rangka untuk membentuk Pusat Pelayanan Terpadu beserta pelaksanaan tugasnya.   Untuk itu maka komitmen pemerintah dalam penyediaan dana untuk mendukung sepenuhnya maksud dibuat nya UU PKS menjadi sangat urgen.  
Pembinaan Terhadap Narapidana Penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) / Aids (Acquired Immune Deficiency Syndrome) Dalam Upaya Mencegah Terjadinya Penularan Terhadap Narapidana Lainnya (Studi di Lapas IIA Purwokerto) Rani, Titah Sulistifa; Angkasa, Angkasa; Hendriana, Rani
Soedirman Law Review Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2019.1.1.17

Abstract

Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, lapas-lapas di Indonesia telah mengalami kelebihan penghuni yang akan meningkatkan resiko penularan HIV/AIDS. Oleh karena itu narapidana penderita HIV/AIDS harus mendapatkan perlakuan khusus daripada narapidana yang tidak menderita HIV/AIDS. Hal ini tidak hanya untuk kepentingan dirinya, melainkan juga kepentingan kesehatan narapidana lain dari penularan HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana penderita HIV/AIDS di LAPAS IIA Purwokerto dan mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana penderita HIV/AIDS di LAPAS IIA Purwokerto. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian yaitu deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu wawancara dan sekunder yaitu studi kepustakaan. Hasil penelitian  ini disajikan dalam bentuk  uraian-uraian  yang  disusun secara sistematis. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembinaan terhadap narapidana penderita HIV/AIDS di LAPAS IIA Purwokerto disamakan dengan narapidana lain yang bukan penderita HIV/AIDS, sehingga pembinaan terhadap narapidana penderita HIV/AIDS  tidak  berjalan  secara optimal.  Adapun  faktor penghambat pembinaan narapidana penderita HIV/AIDS di LAPAS IIA Purwokerto dari struktur hukum yaitu tidak adanya dokter dan psikolog, ruangan khusus konsultasi bagi narapidana penderita HIV/AIDS, tidak diwajibkannya VCT bagi narapidana dan over population, dari   substansi hukum yaitu tidak adanya peraturan dan pembinaan khusus yang mengatur mengenai hak narapidana penderita HIV/AIDS dan dari budaya hukum yaitu HIV/AIDS dipandang sebagai aib oleh masyarakat, sehingga respon masyarakat lebih berorientasi pada labelling negatif terhadap penderita HIV/AIDS, termasuk di dalam LAPAS IIA Purwokerto yang kerahasiaan identitas narapidana penderita HIV/AIDS masih menjadi prioritas utama daripada pembinaan dan pencegahan penularan.Kata Kunci : Pembinaan, HIV/AIDS, Lembaga Pemasyarakatan 
Efektivitas Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual (Studi Kasus di Kota Tegal) Rachma, Alfianti Dwi; Angkasa, Angkasa; Wahyudi, Setya
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 5 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i5.4814

Abstract

Angka kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin saja meningkat setiap tahunnya. Data yang diperoleh Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan (CATAHU) tahun 2023, dijelaskan bahwa adanya peningkatan pengaduan kepada Komnas Perempuan dari 4.322 kasus pada tahun 2021 menjadi 4.371 kasus di tahun 2022. Dapat dikatakan bahwa rata-rata Komnas Perempuan menerima 17 aduan kasus per hari. Menurut data CATAHU 2023 kasus di ranah personal yang diadukan ke Komnas Perempuan berjumlah 2.098 kasus. Sementara itu, kasus di ranah publik tercatat ada 1.276 yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertatik untuk melakukan penelitian Tesis dengan judul “Efektivitas Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual (Studi Kasus di Kota Tegal)”. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa efektivitas perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak korban kekerasan seksual dan upaya serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Sumber data berasal dari data primer dengan metode wawancara, data sekunder dengan studi pustaka, jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris penyajian dalam bentuk deskriptif naratif. Berdasarkan hasil penelitian perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual telah dilakukan oleh Polres Tegal Kota dan UPTD PPA (DPPKBP2PA) belum sepenuhnya efektif. Dikarenakan perlindungan anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 64 ayat (3) belum semua hak-hak anak korban kekerasan seksual dilindungi dan diimplementasikan oleh Polres Tegal Kota dan DPPKBP2PA. Oleh karena itu baik Polres Tegal Kota maupun DPPKBP2PA masih perlu memperbanyak pelatihan kompetensi dan menambah formasi di Unit PPA masing-masing.
Efektivitas Diversi dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Kepolisian Resor Kota Banyumas Pangestu, Jeffry Eguh; Angkasa, Angkasa; Wahyudi, Setya
As-Syar i: Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga  Vol. 6 No. 2 (2024): As-Syar’i: Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga
Publisher : Institut Agama Islam Nasional Laa Roiba Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47467/as.v6i2.1866

Abstract

This research aims to determine, understand, and analyze elaboratively the effectiveness of implementing diversion and inhibiting factors faced by the police in resolving criminal acts that occur in the jurisdiction of the Banyumas City Police Department. The research method used in this paper is qualitative research with a sociological juridical approach, with analytical descriptive research specifications. The location of this research is at the Banyumas City Police Department. The types and sources of data in this research include primary data and secondary data. Primaries data were obtained through interviews and secondaries data were obtained through literature study which was described narratively and systematically. Based on the research results, it was concluded that the implemention of diversion in resolving criminal acts at the Banyumas City Police Department jurisdiction had been effective in cases that met the material and formal requirements as determined in statutory regulations such as Law Number 11 of 2012 concerning Juvenile Criminal Justice System, Government Regulation Number 65 of 2015 concerning Guidelines for Implementing Diversion and Handling Childen Who Are Not Yet 12 (twelve) Years Old, as well as Police Regulation Number 8 of 2021 concerning Handling Criminal Offenses based on Restorative Justice. Then, regarding the inhibiting factors faced by the police in implementing diversion at the investigation level, they consist of: Legal structure factors, namely the lack of understanding by internal resources, especially police officers at the lowest level (Polsek) regarding the mechanisms and rules for resolving criminal cases through diversion, Legal substance factors, namely the absence of internal police regulations that specifically regulate technical and administrative instructions for investigations (Standard Operational Procedures) relating to the implementation of diversion at the investigative level, (3) Legal culture factors, namely the community at generally, there is still a paradigm that the concept of justice for perpetrators of criminal acts is punishment or criminal imposition which focuses on the aspect of retaliation.