Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

Bentuk Tari Renteng di Dusun Saren I, Nusa Penida, Klungkung Anak Agung Gde Agung Indrawan Indrawan; I Ketut Sariada; Ni Made Arshiniwati
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 36 No 1 (2021): Februari
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v36i1.1129

Abstract

Tari Renteng yang terdapat di Dusun Saren I, Nusa Penida, Klungkung adalah tarian sakral yang dibawakan oleh sekelompok orang dengan gerak, busana, dan iringan musik yang sangat sederhana. Tarian ini memiliki keunikan tersendiri yaitu bentuknya yang sederhana dan ditarikan secara berulang-ulang, terdapat prosesi ritual yang harus dilakukan oleh penari sebelum dipentaskan, memiliki keterkaitan dengan Pura Penataran Ped. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tari Renteng secara umum, dan khususnya memahami tarian ini melalui bentuknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang diterapkan adalah teori bentuk bermakna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk tari Renteng di Dusun Saren I, Nusa Penida, Klungkung dapat dilihat dari gerak tari, struktur pertunjukan, dan elemen-elemen pertunjukannya. Kesimpulannya adalah bentuk tari Renteng di Dusun Saren I, Nusa Penida, Klungkung adalah tarian sakral yang ditarikan secara massal oleh sekelopok wanita dewasa berjumlah ganjil. Terdiri dari tiga gerak pokok yaitu ngelikas, nguler, dan mentang. Struktur pertunjukannya meliputi bagian awal, tengah, dan akhir. Tempat pentas yang digunakan yaitu pentas arena. Penarinya adalah wanita yang sudah menikah, berasal dari Dusun Saren I, dan menjadi penari atas keinginannya sendiri. Terdapat sesajen yang digunakan untuk mendak renteng. Rias yang digunakan adalah rias natural, sedangkan busananya yakni pakaian adat persembahyangan yang menjadi busana tari, dan diiringi dengan gamelan rerentengan.
Representasi Budidaya Rumput Laut Dan Kain Rangrang Dalam Tari Gulma Penida Ni Made Arshiniwati; I Wayan Mudra; Ni Luh Sustiawati; I Gusti Ngurah Sudibya; Yanti Heriyawati
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 36 No 2 (2021): Mei
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v36i2.1475

Abstract

Nusa Penida merupakan kecamatan di dareah pesisir di Kabupaten Klungkung Bali yang banyak dikunjungi wisatawan nasional maupun internasional dan terkenal dengan mata pencahariannya berupa budi daya rumput laut dan kerajinan kain rangrang. Penelitian ini bertujuan menciptakan sebuah tarian yang mengangkat potensi SDA rumput laut dan kerajinan kain rangrang di Desa Nusa Penida Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung Bali sebagai upaya pengembangan atraksi wisata di desa tersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode penciptaan tari ini dilakukan melaui tahapan eksplorasi, improvisasi, dan pembentukan. Dalam proses penciptaannya melibatkan publik sebagai penilai untuk penyempurnaan karya yang dilakukan melalui FGD dan pementasan. Hasil penelitian menunjukkan tercipta sebuah tari pesisir yang berdurasi 8.14 menit, diberi judul Tari Gulma Penida. Tarian ini dibawakan oleh 4 orang penari laki-laki dan perempuan sebagai penggambaran petani rumput laut di Desa Nusa Penida. Pada tarian ini ditampilkan kisah keseharian petani rumput laut dalam melakoni aktifitasnya mulai dari bangun pagi, pergi kelaut, menanam, merawat, memanen, dan membawa pulang hasil panennya dan menikmati kegembiraan atas berkah yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kain rangrang dalam penciptaan tari ini digunakan sebagai kostum untuk menggambarkan potensi sumber daya yang ada di Nusa Penida.
Legong Kreasi Mahisamanggala Ni Putu Leslyani; Ni Made Arshiniwati; A.A.Ayu Mayun Artati
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 1 No 1 (2021): Terbitan Pertama Bulan Juni
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.281 KB)

Abstract

Tari Legong Kreasi Mahisamanggala adalah tari yang ditarikan oleh enam orang penari putri, yang terinspirasi dari ritual Kebo Dongol di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Tari ini hanya mengangkat inti sari dari ritual Kebo Dongol sebagai ide garapan yang terdiri dari penari yang menarikan sesajen, bentuk sesajen yang menyerupai kerbau, pertemuan sesajen Kebo Dongol dan Pedang Sudamala serta adanya megarang-garangan sesajen. Berorientasi dari pemikiran tersebut, maka terciptalah hasil penciptaan berjudul Mahisamanggala. Mahisamanggala merupakan istilah lain untuk menjelaskan Ritual Kebo Dongol. Tari Legong Kreasi Mahisamanggala tercipta menggunakan prinsipprinsip metode angripta sesolahan yang terdiri dari Ngarencana yaitu proses awal penjelajahan sumber yang mendukung penciptaan, Nuasen merupakan upacara ritual yang dilakukan sebelum berproses, Makalin merupakan proses pemilihan materi yang mengandung terciptanya karya tari, Nelesin yaitupenggabungan untuk menentukan bentuk ciptaan dan Ngebah merupakan pementasan pertama dari sebuah hasil karya tari. Penggarapan Tari Legong Kreasi Mahisamanggala dikemas dalam lima struktur terdiri dari pepeson, pengawak, pengetog, pengecet, pekaad. Secara keseluruhan, karya tari Legong Kreasi Mahisamanggala digarap tidak bercerita, namun disajikan secara dramatik dengan menggunakan mode penyajian simbolik. Tujuan dari penciptaan tari Legong Kreasi Mahisamanggala adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat, bahwa ritual Kebo Dongol memiliki nilai-nilai filosofi dan estetika yang tinggi, sekaligus melestarikan kesenian dengan memuat budaya lokal.Kata Kunci : Ritual Kebo Dongol, Penciptaan, Legong Kreasi Mahisamanggala.
Tari Kreasi Ngelinyar Ni Luh Putu Eka Wahyuningsih; Ni Made Arshiniwati; A.A.Ayu Mayun Artati
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 1 No 1 (2021): Terbitan Pertama Bulan Juni
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.063 KB)

Abstract

The creative source of this dance work comes from the creator's personal experience by seeing firsthand how the character Liku dances on stage in such a unique and eccentric style and has had several opportunities to support the dance test at ISI Denpasar. The experience gave the creator an idea to create a dance work that shows how bright female characters is klinyar. The word klinyar has meanings, namely nglinyar which means lively and maklinyaran which means flirty, with a special view of girls. The process of realizing it into a dance work using the method of creation by applying the principles of angripta-sesolahan, among others: ngarencana (exploration), nuasen (ceremony before the improvisation process), makalin (improvisation), nelesin (forming), and ngebah (first performance). This dance work is packaged in the form of creative dance, with the theme of social life, which is danced by six female dancers. The selection of dancers is adjusted to the creator's body posture. The accompaniment music uses the Semara Pagulingan barungan combined with the strains of the gerong sound to make the musical atmosphere more memorable. The realization of this dance work is expected to provide awareness on how to judge someone not only from the outside, but it is better if we also know how the character is inside.Keyword : character, Liku, klinyar, creation.
TARI KREASI SAGUNG WAH I Gusti Ayu Agung Adi Sartika Dewi; Ni Made Arshiniwati; Gusti Ayu Ketut Suandewi
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 1 No 2 (2021): Terbitan Kedua Bulan Oktober tahun 2021
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.75 KB)

Abstract

Sagung Wah's dance was inspired by the heroic story of Sagung Ayu Wah as a young woman who fought against the invading forces who wanted to rule her kingdom, the Kingdom of Tabanan. The story of Sagung Wah's struggle is also written in the Chronicle of Arya Tabanan and Queen of Tabanan. The heroic story of Sagung Ayu Wah was then poured into the form of dance creations. Kreasi baru dance is a type of dance that has been given a directed pattern that has been developed and refined so that it can create a new movement pattern. The creator chooses dance movements that are created but still based on traditional motion patterns in order to gain freedom in moving and imagination.The method that the creator used in working on this dance work is alma M. Hawkins creation method consisting of exploration, improvisation, and forming stage. The three methods were successfully applied in working on this work with dance supporters. The purpose of the creation of this dance creation is to commemorate the story and services of a Sagung Wah in defending the tabanan kingdom as well as a form of appreciation as a woman of Tabanan region.Sagung Wah dance created by eight dancers consists of five female dancers and three male dancers. Makeup on this film uses soft makeup but still sharpens the eyes to fit the concept of clothing used. The dress of this work combines the colors between white which has a sacred meaning and the colors gold and black will look magnificent and authoritative. The dance creations of Sagung Wah are packaged in five structures, namely, flashback, papeson, pangawak, pangecet, pasiat, and panyuwud. The 12-minute directed is accompanied by Semara Pegulingan gamelan.Keywords: Sagung Wah, Tabanan Kingdom, Dance Creations, Creatio.
Pembelajaran Tari Legong Lasem Di Sanggar Tari Warini Ni Komang Putri Cahyanthi; Ni Made Arshiniwati; I Gusti Lanang Oka Ardhika
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 2 No 1 (2022): Terbitan Pertama Bulan Juni tahun 2022
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.744 KB) | DOI: 10.1212/1

Abstract

Legong Lasem Dance Lesson at Warini Dance Studio Legong Lasem dance is danced by 3 female dancers including 1 Condong dancer and 2 Legong dancers. Legong Lasem dance tells the love did not reach Prabu Lasem to Princess Rangkesari. Legong Lasem dance prioritiez aesthetic movements, and there are also elements of expression or drama. This studi examines how the Legong Lasem dance learning method is at the Warini Studio, how the Legong Lasem dances enthusiasts are at the Warini Studio, and how are the Legong Lasem dance learning outcomes at the Warini Studio as an effort to increase students understanding of Legong Lasem dance. This study uses a qualitative approach with data collection techniques through observation, interviews, and documentation, uses 2 methods, namely demonstration and imitation. Legong Lasem dance is one of the mandatory materials taught at the Warini dance studio, because this dance is the basis of other dances. The results obtained from this study are able to know the process of learning the Legong Lasem dance in the Warini dance studio as a basis for training dance, thus giving birth to dancers who have strong qualities and techniques due to the will of dancer and the most important thing is the perseverance and patience of a dance maestro, Ms. Arini. Keywords : Legong Lasen dance, method, results
PROJEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR PANCASILA (P5) MELALUI PENCIPTAAN KARYA SENI TARI GULMA PENIDA PADA KURIKULUM MERDEKA Sudibya I Gusti Ngurah; Arshiniwati Ni Made; Sustiawati Ni Luh
GETER : Jurnal Seni Drama, Tari dan Musik Vol 5 No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Jurusan Sendratasik FBS Unesa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan referensi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) melalui penciptaan karya seni Tari Gulma Penida pada sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan Kurikulum Merdeka. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan mengkaji berbagai sumber untuk memperoleh makna yang mendalam untuk menjawab suatu permasalahan terkini. Hasil penelitian ini menemukan bahwa proses penciptaan karya seni Tari Gulma Penida melalui metode penciptaan Alma Hawkins dengan tahap (1) eksplorasi, (2) improvisasi, serta (3) pembentukan, ini dapat digunakan guru sebagai sumber belajar untuk memfasilitasi, membimbing, maupun memotivasi proyek penciptaan karya seni Tari Nusantara peserta didik. Proses penciptaan Tari Gulma Penida dalam mengeksplorasi kearifan lokal masyarakat Nusa Penida sesuai dengan tema Kearifan Lokal pada Kurikulum Merdeka. Kearifan lokal tersebut merupakan kebiasaan masyarakat dalam budidaya rumput laut serta teknik tenun kain rangrang sebagai kerajinan yang diwariskan secara turun temurun. Tari Gulma Penida mengungkap kemampuan masyarakat Nusa Penida dalam meningkatkan nilai tanaman yang dianggap tidak bermanfaat atau gulma menjadi tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Pemanfaatan proses penciptaan Tari Gulma Penida sebagai sumber belajar projek penciptaan karya seni Tari Nusantara dapat mengembangkan Profil Pelajar Pancasila pada enam dimensi yakni (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; (2) Berkebinekaan global; (3) Bergotong-royong; (4) Mandiri; (5) Bernalar kritis; serta (6) Kreatif.
Empowerment of Ratu Kinasih Studio as a Media for Introducing Gulma Penida Dance for Tourists in Lembongan Village Nusa Penida Klungkung I Gusti Ngurah Sudibya; Ni Made Arshiniwati; Ni Luh Sustiawati
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 38 No 1 (2023)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v38i1.2270

Abstract

The empowerment of the Ratu Kinasih studio through the Gulma Penida dance training is expected to be able to enrich the types of dance that previously existed in Nusa Penida and can also be presented as entertainment to tourists visiting Nusa Penida. The benefit of this program is that it can channel creativity; increase knowledge and skills of dance art; promote more interesting traditional dances with meaningful movements from the potential of local wisdom that has never been published; and be an attraction for foreign and local tourists. Empowerment of the Gulma Penida dance was carried out in Lembongan Village, a coastal area with the local wisdom of cultivating seaweed that has been practiced for a long time. Besides that, Nusa Penida is also known for its woven cloth crafts made by residents in Karang Ampel Village. The two potentials in Nusa Penida, namely the potential for seaweed farming and the craft of woven cloth, have been used as a source of ideas in the creation of the Gulma Penida dance. The implementation of this empowerment was carried out from April to August 2022. The empowerment program participants totaled 12 people. From this empowerment program, the result shows that students are skilled at dancing the Gulma Penida dance and can promote the Gulma Penida dance.
ESTETIKA TATA RIAS DAN TATA BUSANA TARI BARIS KEKUPU DI BANJAR LEBAH, DESA SUMERTA KAJA, DENPASAR Kadek Ayu Juni Aryani; Ni Made Arshiniwati; Ni Luh Sustiawati
Batarirupa: Jurnal Pendidikan Seni Vol. 2 No. 2 (2022): Batarirupa: Jurnal Pendidikan Seni
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.7672810

Abstract

Tari memiliki beberapa unsur-unsur yang tiap-tiap unsur tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Salah satunya tata rias dan tata busana, dimana penggunaan tata rias dan tata busana mampu memberi ciri khas dari segi estetikanya. Penelitian ini akan menggunakan teori estetika Thomas Aquinas mengenai tiga (3) persyaratan yakni keutuhan atau kesempurnaan, perimbangan atau keserasian dan kecemerlangan atau kejelasan. Penggunaan busana baris dan gelung legong sebagai hiasan kepala serta penggunaan kampid kupu-kupu, mampu memunculkan identitas dari Tari Baris Kekupu. Lokasi penelitian berada di Banjar Lebah, Desa Sumerta Kaja, Denpasar. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dengan mengggunakan dua teknik yakni observasi (pengamatan) dan wawancara. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang estetika yang mampu menunjang kesenian Tari Baris Kekupu. Unsur tata rias dan tata busana ini mampu memberikan identitas tokoh / peranan yang dibawakan di atas panggung, serta memperkuat karakter tarian. Pada estetika tata rias, pemilihan warna sangat diperlukan guna mendukung ketegasan garis wajah para penarinya. Sehingga estetika tata busana Tari Baris Kekupu sudah memiliki ciri khas yang menonjol, dimana pada tata busana tarian ini memiliki keunikan yang memasukkan dua unsur tarian yaitu, pemakaian elemen-elemen busana Tari Baris Kekupu dan penggunaan gelungan Tari Legong pada tarian ini serta pemakaian sayap kupu-kupu yang menjadi identitas Tari Baris Kekupu. Sehingga kedua unsur tersebut mampu menjadi daya tarik para penonton sebagai suatu seni pertunjukan.
Creative Art Work Atisundara | Tabuh Kreasi Atisundara Kadek Krisna Dwipa Diartama; Ni Made Arshiniwati; Ni Ketut Suryatini
GHURNITA: Jurnal Seni Karawitan Vol 3 No 1 (2023): Maret
Publisher : Pusat Penerbitan LPPMPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jurnalsenikarawitan.v3i1.1156

Abstract

In the process of forming this work, we get a touch of idea when we see a bird of paradise that is very beautiful and beautiful to look at, the beauty of its feathers and the combination of colors that produce a very beautiful harmonization when viewed. Then from there I got the idea to create a work of art based on a bird of paradise, and after looking for references to books and I got one word for the title of the work I will create, namely "ATISUNDARA". Atisundara means daat ayu, or listuayu which in Indonesian means beautiful, graceful and others that contain the word beautiful. And the beauty in question is the beauty of the bird of paradise which is very beautiful both from the feathers, tail and color. Then the idea is transformed into a work of Tabuh Kreasi by playing intertwined melodic patterns and added with flute playing patterns to produce harmony, besides that there are also melodic patterns both at the time of the singer or later, in the gendered section and others. This work uses four parts, namely the first part gineman, gegenderan, bapang, and also pengcet. And the medium of expression used is gamelan Gong Kebyar.