Claim Missing Document
Check
Articles

KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PANDANGAN HUKUM PROGRESIF Achmad Busro
Masalah-Masalah Hukum Vol 40, No 2 (2011): Masalah-Masalah Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.798 KB) | DOI: 10.14710/mmh.40.2.2011.172-177

Abstract

Freedom of contract is a principle that exists in the legal agreement, which gives freedom to the parties determine the content and the terms of the agreement with restrictions. The restrictions, which are not contrary to law, moral and public order. In this modern era, contracts tend to use a standard contract. Standard contract is a contract made by one party and another party only approve or not without any involvement in the making of the contract. Therefore, the principle of freedom of contract can not function properly in the implementation of standard contract. Given the aforementioned facts necessary to restore the principle of freedom of contract as appropriate for use by the public. One effort to overcome this is by using the principle of freedom of contract in the eyes of progressive law. View of progressive laws against the principle of freedom of contract has purpose to provide liberation and enlightenment in society. Progressive view of law is that law that frees where the scince of law has close relationship with the community. Is worth when it is said that the law is always tertanan in "peculia from of sociailife" and "socially specific". Kata kunci: Kebebasan Berkontrak, Hukum progresif
GANTI KERUGIAN KEHILANGAN SEPEDA MOTOR YANG DITITIPKAN PADA MATAHARI MALL DAN BANDARA AHMAD YANI SEMARANG Achmad Busro
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 41, Nomor 2, Tahun 2012
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3095.444 KB) | DOI: 10.14710/mmh.41.2.2012.268-277

Abstract

Abstract Motorcycles entrust entered in the entrust agreement which the provisions in The third book of The Book of Civil Law (Civil Code) Chapter XI of the Baggage.  Motorcycle entrust is not only on the Mall, but also at the airport, as do the studies that researchers at the Matahari Mall and Ahmad Yani Airport, Semarang. The method used purposive sampling, where the results showed in the provision of compensation reached by way of succumbing to win the family over the market price. Keywords: Entrust Agreement, Motorcycles. Abstrak   Penitipan sepeda motor masuk dalam perjanjian penitipan yang ketentuannya ada dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Bab XI tentang Penitipan Barang. Penitipan sepeda motor tidak hanya di Mall tetapi juga di Bandara, seperti penelitian yang peneliti lakukan yaitu di Mall Matahari dan Bandara Ahmad Yani Semarang. Metode yang digunakan adalah purposive sampling, di mana hasil penelitian menunjukan dalam pemberian ganti kerugian ditempuh dengan cara mengalah untuk menang secara kekeluargaan di atas harga pasaran.   Kata Kunci : Perjanjian Penitipan, Sepeda Motor.
Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Inform Consent) Dalam pelayanan Kesehatan Achmad Busro
Law, Development and Justice Review Vol 1, No 1 (2018): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ldjr.v1i1.3570

Abstract

Abstract Approval of medical treatment (inform consent) in health services is a matter that must be carried out by doctors to patients in terms of legal aspects. For this reason, it is necessary to pay attention to the implementation of the medical action agreement. So to note also the obstacles and solutions to overcome the implementation of health services to patients, so that there is a legal protection for both doctors and patients. Key Words  : Inform Consent, Doctor, Patient Abstrak Persetujuan tindakan medis ( inform consent ) dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh dokter terhadap pasien ditinjau dari aspek hukumnya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam implementasinya persetujuan tindakan medis itu. Jadi untuk diperhatikan pula hambatan dan solusi mengatasi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada pasien, sehingga terdapat adanya perlindungan hukum baik bagi dokter maupun pasien. Kata Kunci  : Inform Consent, Dokter, Pasien
Kedudukan Badan Pertanahan Nasional Dalam Pembatalan Hak Guna Usaha Atas Tanah Terlantar Fida Adhiati; Achmad Busro
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.532 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i6.7308

Abstract

Adanya kasus HGU PT. Sinar Kartasura yang tidak digunakan sesuai peruntukanya sehingga menjadi tanah terlantar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis kedudukan Badan Pertanahan Nasional dalam penerbitkan surat keputusan pembatalan hak guna usaha atas tanah terlantar PT. Sinar Kartasura dan akibat dan status hukum pengelolaan tanah HGU setelah dibatalkan namun kemudian dimanfaatkan secara komunal oleh warga. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian ini yaitu (1) kedudukan BPN dalam menerbitkan SK pembatalan HGU didasarkan pada putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde) yang amarnya memerintahkan agar BPN melaksanakan pembatalan terhadap HGU karena diterlantarkan. (2) HGU PT. Sinar Kartasura Semarang setelah dibatalkan oleh negara berakibat pada pemutusan hubungan hukum antara PT. Sinar Kartosuro dengan objek tanah HGU tersebut sehingga PT. Sinar Kartasura Semarang tidak dapat lagi mengelola atas tanah tersebut.
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelaksanaan Bongkar Muat Barang Pada Perusahaan Bongkar Muat Barang Di Kota Jambi Amanysiwiokta Erlangga; Achmad Busro; Irawati Irawati
Notarius Vol 14, No 2 (2021): Notarius
Publisher : Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/nts.v14i2.43721

Abstract

Discusses consumer protection in the implementation of loading and unloading activities carried out by loading and unloading companies (PBM), which are engaged in loading and unloading goods from ships (unloading), in which there are consumers (service users). and producers (business actors). The existence of consumer protection plays an important role, this is regulated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, which aims to create protection for consumers with legal certainty. The method used in this research is juridical normative, by examining library materials or secondary data obtained. The results show that the loading and unloading company (PBM) has responsibility for what happens to consumer goods, including the losses suffered by consumers. This loss can be caused by several factors, including negligence of the loading and unloading workers (TKBM), weather / natural conditions, and negligence on the part of land transportation. Responsibility for goods during loading and unloading basically includes protection that is administrative in nature and protection that is physical in nature. Conflicts or disputes between business actors and consumers in the implementation of loading and unloading are generally based on things that both parties do not want, even the consumers did not expect beforehand.Keywords: legal protection; consumer; responsible AbstrakMembahas tentang perlindungan konsumen dalam pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang yang dilakukan oleh Perusahaan Bongkar Muat (PBM), yang bergerak di bidang jasa pemuatan barang ke kapal (loading) dan pembongkaran barang dari kapal (un loading), dalam pelaksanaannya ada konsumen (pengguna jasa) dan produsen (pelaku usaha). Keberadaan perlindungan terhadap konsumen sangat berperan penting, ini diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, bertujuan untuk menciptakan perlindungan terhadap para konsumen dengan adanya kepastian hukum. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative, dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan bongkar muat (PBM) memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi terhadap barang konsumen, termasuk kerugian yang dialami oleh konsumen. Kerugian ini bisa disebabkan beberapa faktor antara lain karena kelalaian Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), keadaan cuaca/alam, dan kelalaian dari pihak pengangkutan darat. Tanggung jawab terhadap barang dalam pelaksanaan bongkar muat pada dasarnya meliputi perlindungan yang bersifat administratif dan perlindungan yang sifatnya fisik. Konflik atau sengketa antara pelaku usaha dan konsumen pada pelaksanaan bongkar muat pada umunya didasarkan pada hal-hal yang tidak dikehendaki kedua belah pihak bahkan tidak diduga oleh para konsumen sebelumnya.Kata kunci: perlindungan hukum; konsumen; tanggung jawab
PEMUTUSAN KONTRAK AKIBAT WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN ANTARA DINAS BINA MARGA KAB. GROBOGAN DENGAN CV. ABDI MANUNGGAL SAKTI (Studi Kasus Gugatan atas Pengembangan Jalan Gajah Mada dan Jalan Untung Suropati Tahun 2014) Berlian Harina Sari; Achmad Busro; Suradi Suradi
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.286 KB)

Abstract

Pemerintah menyadari peran penting sektor swasta dalam upaya melaksanakan pembangunan. Kerjasama antara pemerintah dan swasta ini membutuhkan adanya suatu perjanjian/kontrak pengadaan barang dan jasa untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak. Dalam pelaksanaannya tidak dapat dihindarkan dari adanya suatu wanprestasi yang mengakibatkan proses pemutusan kontrak. Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan dikatakan wanprestasi yakni sejak tidak dibayarnya jalan (prestasi) yang telah di buat oleh CV. Abdi Manunggal Sakti dan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan memiliki kewenangan untuk memutus secara sepihak dalam hal ini perjanjian telah diperjanjikan menyimpang dari Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata  dan memasukannya pada daftar hitam dalam hal dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak karena kesalahan Penyedia. CV. Abdi Manunggal Sakti dikatakan wanprestasi yakni ketika tidak membuat jalan sesuai dengan perjanjian kerjasama untuk melaksanakan pekerjaan jalan beton K-300.
PERBANDINGAN KONTRAK UTANG PIUTANG KONVENSIONAL DENGAN KONTRAK ELEKTRONIK KREDIVO Anung Ronggo Yudha; Achmad Busro; Ery Agus Priyono
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (858.375 KB)

Abstract

Hukum perikatan pada umumnya hanya mengenal dua sistim hukum perikatan yaitu akta di bawah tangan dan akta otentik, dan apabila kita membahas kontrak yang ada pada kontrak elektronik, maka sebenarnya itu tidak termasuk di dalam kedua kategori tersebut, lalu kemana kontrak elektronik harus di kategorikan, dan apa yang membuat kontrak elektronik pada saat ini banyak digunaan di berbagai platfrom pada prodak perjanjian, salah satu prodaknya itu salah satunya adalah kontrak elektronik pada kegiatan pinjam meminjam secara elektronik Kredivo, Kredivo merupakan perusahaan yang bergerak pada sektor finansial teknologi atau fintech, bila pada umumnya dalam perjanjian kedua belah pihak dipertemukan untuk dapat membahas kontrak yang akan mereka setujui, dan sekaligus pada saat pelaksanaanya petugas dari pemberi kredit sekaligus melakukan survey terhadap calon debiturnya. Lalu bagaimana dengan kegiatan yang dilakukan secara online atau daring, yang artinya kedua belah pihak tidak secara nyata bertemu, dan apakah hal itu sah dilakukan, terutama apabila terjadinya wanprestasi, bagaimana pertanggungjawabannya.
TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK ( STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2863K/PDT/2011) Dwi Resti Prabandari; Achmad Busro; Ery Agus Priyono
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.296 KB)

Abstract

Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui aspek wanprestasi dalam sengketa medik, serta mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi pihak-pihak yakni pemberi dan penerima pelayanan kesehatan saat terjadi sengketa medik, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2863K/Pdt/2011.Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan perjanjian di bidang kesehatan antara rumah sakit dengan pasien yang didasarkan pada adanya persetujuan tindakan medik atau informed consent. Hakim menjatuhkan putusan wanprestasi kepada rumah sakit karena tidak memenuhi kewajiban hukumnya untuk memberikan isi rekam medis kepada pasien, yang mengakibatkan pasien mengalami kerugian immaterial. Putusan wanprestasi juga dijatuhkan kepada pasien karena pasien belum melunasi biaya perawatan selama di rumah sakit. Perlindungan hukum oleh Hakim Mahkamah Agung kepada para pihak dalam bentuk memaksakan ketaatan para pihak untuk memenuhi kewajibannya, serta menjatuhkan putusan ganti rugi kepada rumah sakit karena atas tindakannya menyebabkan kerugian immateril bagi pasien.
PERLINDUNGAN HUKUM AKIBAT SURAT HUTANG FIKTIF YANG DIKELUARKAN BANK TERHADAP NASABAH YANG SUDAH MEMUTUSKAN KONTRAKNYA (STUDI PADA PUTUSAN PN JAKARTA SELATAN NO. 258/PDT.G/2013/PN.JKT.SEL) Daniel Octavianus*, Achmad Busro, Marjo
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.267 KB)

Abstract

Dalam perkara pada Putusan PN. Jakarta Selatan No. 258/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel terdapat pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dan kerahasiaan bank. Annual Fee dari fasilitas Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang dikeluarkan oleh Tergugat yang dalam hal ini adalah pimpinan bank tetap dikenakan dan ditagih kepada Penggugat II yang dalam hal ini adalah nasabah hingga menerbitkan Konfirmasi Tagihan yang diserahkan kepada Debt Collector dalam keadaan terbuka sehingga menjadi “tidak rahasia”  untuk Penggugat II yang seharusnya sudah ditutup dan/atau dihapus dari database Tergugat karena Penggugat II telah menyatakan berhenti dan tidak mau lagi meneruskan fasilitas KTA serta meminta agar Acc. Number Penggugat II ditutup. Berdasarkan analisis diketahui bahwa Undang-Undang Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud antara lain regulasi mengenai Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, Batas Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva, Sistem Informasi Debitur, dan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan maka, pimpinan Bank terancam dikenakan sanksi pada Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Perbankan dan pimpinan Bank wajib mengganti kerugian kepada pihak nasabah yang dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum tersebut.
WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (STUDI KASUS DI RSUD CIBINONG) Rizki Imam Hidayat*, Achmad Busro, Dewi Hendrawati
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.398 KB)

Abstract

Kesehatan merupakan hak dari seluruh masyarakat, karena kesehatan merupakan modal utama bagi manusia dalam hidup. Di Indonesia kita mengenal suatu program yang bernama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan BPJS sebagai pihak yang ditunjuk Pemerintah untuk menjalankan program ini, namun dalam penerapannya belakangan ini banyak media yang memberitakan mengenai perlakuan tidak sama yang diberikan oleh pihak rumah sakit antara pasien BPJS dengan pasien non-BPJS. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah yuridis empiris. Hasil penelitian hukum ini menunjukkan bahwa pihak RSUD Cibinong tidak membedakan perlakuan antara pasien BPJS dengan pasien non-BPJS keduanya tetap mendapatkan pelayanan terbaik namun dalam penerapannya memang pasien BPJS diwajibkan mengikuti ketentuan tambahan yang telah disepakati oleh rumah sakit dengan BPJS, pembayaran biaya pengobatan pasien BPJS dilakukan dalam lima belas hari kerja dan tarifnya sesuai dengan INA-CBG’s. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pihak RSUD Cibinong tidak memenuhi unsur wanprestasi.