Claim Missing Document
Check
Articles

TANGGUNG JAWAB DOKTER TERKAIT PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) PADA KORBAN KECELAKAAN DALAM KONDISI TIDAK SADAR (STUDI PERMENKES NOMOR 290/Men.Kes./Per/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN) Reza Aulia Hakim*, Achmad Busro, Dewi Hendrawati
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (550.718 KB)

Abstract

Tindakan kedokteran yang diberikan kepada pasien harus mendapat persetujuan, dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran, namun dokter wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat, pemberian persetujuan tindakan medis tidak menghapuskan tanggung gugat hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang mengakibatkan kerugian pada pasien. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab dokter dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien dalam kondisi tidak sadar, untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap pasien yang mendapat kerugian, secara teoritik hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep tanggung jawab dokter dalam pemberian informed consent yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Persetujuan harus diperoleh pada saat pasien dalam keadaan tanpa tekanan. Pemberian informed consent yang dilakukan di RSUD R.A. Kartini telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur dan Standar Profesi Medis, dokter yang berada di Unit Gawat Darurat telah menjalankan disiplin profesinya secara baik sesuai dengan profesionalitasnya sebagai seorang dokter yang telah disumpah dan menjunjung tinggi tanggung jawab profesinya. Diharapkan setiap pihak untuk lebih mementingkan komunikasi antara dokter dan pasien dalam setiap pemberian tindakan medis agar kedepannya tidak muncul masalah yang dapat merugikan pihak yang bersangkutan.
ANALISIS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (Studi Kasus PT. Lekom Maras Pangabuan Melawan Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan PT. Pertamina) Andri Rachmat Suwardho*, Achmad Busro, R. Benny Riyanto
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.454 KB)

Abstract

Arbitrase  merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa yang diberikan oleh undang-undang, dimana dalam penyelesaian sengketa tersebut kewenangan diberikan kepada pihak arbiter untuk memutus sengketa. Putusan dari arbitrase harus dipatuhi dan dijalankan oleh para pihak karena jika tidak eksekusi paksa dapat dijalankan oleh pengadilan negeri. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut, maka kedudukan dan kewenangan dan arbitrase di Indonesia sudah semakin jelas dan kuat. Permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah Pertama mengenai kewenangan absolut dari forum arbitrase tersebut untuk mengesampingkan segala peradilan dalam memeriksa sengketa, termasuk dalam kasus ini antara PT. Lekom Maras Pangabuan dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Permasalahan kedua adalah bagaimana eksekusi dari putusan arbitrase yang juga pada lain pihak diputus juga oleh Mahkamah Agung, sehingga menimbulkan problematika dari segi kepastian hukum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai alternatif penyelesaian sengketa, Arbitrase merupakan solusi bagi dunia bisnis karena berdampak pada kelancaran bagi dunia usaha daripada harus menyelesaikan sengketa melalui peradilan biasa
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI JASA PERANTARA Davy Ibnu Aziz*, Achmad Busro, Siti Malikhatun Badriyah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (610.624 KB)

Abstract

Dewasa ini dunia perdagangan/jual beli sudah semakin banyak dibutuhkan oleh manusia, hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan dari manusia yang lain. Dalam kehidupan manusia saat ini hampir setiap hari terlibat dalam hubungan jual beli, oleh karenanya norma hukum, yang mengatur jual beli dari hari ke hari semakin dirasa penting. Jual beli adalah salah satu bentuk perjanjian yang sangat dibutuhkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun mengingat kesibukan manusia saat ini hampir tidak semua urusan dapat dikerjakan sendiri khususnya yang menyangkut perbuatan hukum seperti jual beli tidak jarang dibutuhkan adanya jasa perantara. Oleh karenanya keberadaan jasa perantara sebagaimana halnya agent properti sebagai penghubung antara penjual dan pembeli dewasa ini menjadi suatu hal yang sangat penting. Agen Properti merupakan seorang yang diberikan kewenangan oleh prinsipal untuk mewakili dirinya untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau hubungan hukum dengan pihak ketiga. Hubungan hukum antara prinsipal dan agen yang didasarkan pada perjanjian keagenan. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, Dengan menggunakan data sekunder yang kemudian dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan Perjanjian jual beli melalui jasa perantara antara Pemilik Properti dengan Agen Properti menggunakan perjanjian baku yang telah dibuat sebelumnya oleh Agen Properti. Namun demikian tetap mengacu pada ketentuan kaidah hukum yang berlaku. Dalam arti tanggung jawab para pihak dalam hal ini apabila terjadinya wanprestasi, maka pihak yang ingkar janji harus bertanggung jawab atas perbuatan. 
ANALISIS TERHADAP KESEPAKATAN DAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT.INTAN SEJATI ANDALAN DENGAN SUPLIER TENTANG JUAL BELI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (TBS) Aptest Arlien Friedrich.P*, Achmad Busro, Ery Agus Priyono
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (478.09 KB)

Abstract

Perusahaan pemilik pabrik minyak kelapa sawit melakukan perjanjian jual-beli tandan buah segar kelapa sawit dengan suplier untuk memberikan kepastian bahwa nantinya para suplier akan mengirimkan tandan buah segar kelapa sawit yang berkualitas.Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan perjanjian serta hubungan hukum dan kedudukan para pihak dalam proses jual-beli tandan buah segar kelapa sawit. Selain  untuk mengetahui proses pelaksanaan perjanjian, penelitian  juga bertujuan untuk mengetahui  sistem penyelesaian yang di lakukan para pihak jika terjadi wanprestasi. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis empiris dan spesifikasinya menggunakan deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dengan metode pengumpulan data langsung pada objeknya yaitu dengan metode wawancara, dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer dan  bahan hukum sekunder. Metode dalam menganalisa data dilakukan secara kualitatif, komprehensif, deduktif, dan lengkap.Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa adanya wanprestasi yang di lakukan pihak suplier dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara PT.Intan Sejati Andalan dengan suplier tentang jual-beli tandan buah segar kelapa sawit. Kriteria tandan buah segar kelapa sawit dan kendala dalam proses pengiriman tandan buah segar kelapa sawit menjadi masalah yang paling sering terjadi dalam pelaksanaan perjanjian. Penyelesaian dari wanprestasi di lakukan dengan cara non-litigasi dan pembayaran ganti rugi. Saran penulis untuk PT.Intan Sejati Andalan adalah lebih rinci dalam menjelaskan kriteria tandan buah segar kelapa sawit yang dapat mereka terima dan juga menjelaskan mengenai peraturan dan larangan dalam kawasan pabrik minyak kelapa sawit, agar dapat menghindari risiko yang mungkin dapat terjadi pada saat pelaksanaan perjanjian tersebut.
KAJIAN HUKUM TERHADAP KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN JASA PARKIR PT CIPTA SUMINA INDAH SATRESNA DENGAN KONSUMEN DI SAMARINDA (STUDI KASUS : PUTUSAN MA NO 2157 K/PDT/2010) Putri Citra Purnamawati*, Achmad Busro, R. Suharto
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.293 KB)

Abstract

Perjanjian baku merupakan salah satu perjanjian yang biasa digunakan dalam kegiatan bisnis antara pelaku usaha dengan konsumen, mengingat perjanjian baku lebih efektif serta efisien apabila diterapkan dalam  kegiatan bisnis seperti halnya perjanjian parkir antara PT. Cipta Sumina Indah Satresna dengan konsumen. Dalam perjanjian parkir yang tertuang dalam karcis tersebut terdapat satu klausula  yang menyatakan bahwa pengelola jasa parkir tidak bertanggung jawab atas hilangnya kendaraan bermotor dari pengguna parkir. Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui keabsahan dari klausula baku pada perjanjian parkir PT. Cipta sumina Indah Satresna dengan konsumen. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji atau menganalisis bahan kepustakaan atau data sekunder dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klausula baku pada karcis parkir PT. Cipta Sumina Indah Satresna yang berisi pengalihan tanggung jawab pengelola jasa parkir pada kasus yang dialami oleh Ramadhan M dan Ariyanti dapat dianggap tidak sah. Hal ini dikarenakan klausula baku tersebut jelas melanggar Pasal 18 ayat 1 huruf a Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1493 KUH Perdata sebagaimana pasal tersebut yang menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan perjanjian parkir.
ASPEK PERDATA DALAM PELAKSANAAN INFORMED CONSENT PADA OPERASI MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SLEMAN Adelia Imelda Napitupulu*, Achmad Busro, Ery Agus Priyono
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.698 KB)

Abstract

Kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan, penghargaan terhadap hak menentukan nasib sendiri, dan perubahan pola hubungan terapeutik antara dokter dan pasien semakin meningkatkan sorotan masyarakat terhadap profesi kesehatan, khususnya dokter. Perubahan keadaan ini membuat dokter tidak bisa semena-mena menentukan tindakan medis yang akan dilakukannya terhadap pasien jika sebelumnya tidak terjadi informed consent. Pelaksanaan informed consent dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan mengingat informed consent merupakan proses komunikasi yang banyak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Berdasarkan permasalahan ini, peneliti berupaya melakukan penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan informed consent pada operasi medis di RSUD Sleman telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pola hubungan kerja antara dokter dan RSUD Sleman menggunakan pola dokter sebagai employee sehingga apabila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh dokter maka pertanggungjawaban ada di pihak rumah sakit. Apabila timbul kerugian pada pihak pasien, RSUD Sleman menerapkan ganti rugi dalam bentuk materiil dan immateriil yang keseluruhannya dibicarakan secara musyawarah.
KAJIAN HUKUM INFORMED CONSENT PADA PERJANJIAN TERAPEUTIK ANTARA DOKTER DAN PASIEN DIBAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 290/MENKES/PER/III/2008 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN Febrina Elisa*, Achmad Busro, R. Suharto
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 1 (2016): Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.673 KB)

Abstract

Tindakan medis / kedokteran merupakan salah satu upaya pengembangan usaha kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Hubungan kontrak yang terjalin antara pasien dengan dokter disebut transaksi terapeutik. Transaksi terapeutik antara dokter dan pasien dewasa ini terlihat semakin berkembang. Perkembangan ini dapat terjadi karena adanya landasan kepercayaan yang dapat diterima nalar atau patut diberikan, karena dokter memiliki pengetahuan untuk itu.Sesuai dengan uraian diatas maka dalam penelitian ini diangkat dua permasalahan yaitu pertama, apakah informed consent yang dibuat dalam perjanjian baku telah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam hukum perjanjian dan kedua, bagaimanakah penyelesaian gugatan apabila orangtua atau wali pasien menggugat dokter karena keputusan menolak rencana perawatan yang telah direncanakan dokter terhadap pasien ternyata membawa dampak buruk bagi pasien.Dalam penulisan hukum  ini, metode pendekatan  yang digunakan adalah yuridis normatif sedangkan spesifikasi penelitian yang digunakan yaitu bersifat deskriptif analitis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengolah data primer dan data sekunder. Kemudian, metode penyajian data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan Metode analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dimana metode tersebut akan menghasilkan data deskriptif analitis.Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa formulir informed consent yang ada adalah formulir yang berbentuk perjanjian baku, yaitu dimana isi dan bentuknya telah ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan mempersingkat waktu pengisian dan menjaga terpenuhinya standar baku informed consent, sehingga apabila dikemudian hari timbul sengketa maka formulir informed consent tersebut dapat dijadikan suatu alat bukti yang sah di pengadilan.
TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI PERJANJIAN KREDIT DI PT BPR MRANGGEN MITRA PERSADA (STUDI KASUS : PERJANJIAN KREDIT ANTARA PT BPR MRANGGEN MITRA PERSADA DENGAN SUJONO DKK) Rizky Auliandi*, Achmad Busro, Ery Agus Priyono
Diponegoro Law Journal Vol 4, No 1 (2015): Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.534 KB)

Abstract

Masyarakat di negara maju dan berkembang khususnya di Indonesia dalam melakukan kegiatan sehari – hari sangat membutuhkan bank dalam melakukan kegiatan transaksi keuangan. Salah satu produk bank selain menghimpun dana dari masyarakat yaitu adalah penyaluran kredit. Di atur dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Suatu hal yang sering timbul dalam perjanjian kredit adalah masalah cidera janji (wanprestasi), yang dapat berupa keterlambatan pengembalian kredit sebagaimana diperjanjikan atau yang disebut dengan kredit macet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah debitur telah melaksanakan prestasinya sebagaimana semestinya dan mengetahui akibat hukum bagi debitur bila berusaha melaksanakan prestasinya lebih dari tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan.Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau doktrinal yang bersifat deskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian.Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul penulisan hukum secara jelas dan rinci yang kemudian dianalisis guna menjawab permasalahan yang diteliti. Jenis data sekunder yaitu data yang didapat dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung, melalui studi kepustakaan yang terdiri dari dokumen-dokumen, buku-buku literatur, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.Melalui hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sujono yaitu selaku debitur dan PT BPR MRANGGEN MITRA PERSADA selaku kreditur telah melaksanakan perjanjian kredit, Dengan dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, baik syarat subyektif maupun syarat obyektif, maka perjanjian kredit antara PT. BPR MRANGGEN MITRA PERSADA selaku kreditur dan Sujono selaku debitur adalah perjanjian yang sah, namun dalam pengembalian kredit Sujono memiliki tunggakan pengembalian kredit yang terhitung dari hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya yang muncul akibat adanya tunggakan tersebut. Sejak PT. BPR MRANGGEN MITRA PERSADA mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Blora pihak sujono sebagai tergugat tidak ada itikad baik untuk menghadiri persidangan. Majelis Hakim memutuskan  untuk menjatuhkan putusan tanpa hadirnya tergugat yang disebut dengan verstek. Dari putusan tersebut pihak tergugat atau Sujono melakukan perlawanan terhadap verstek atau yang disebut dengan verzet. Terhadap verzet yang diajukan oleh Sujono hakim mempertimbangkan bahwa perlawanan (verzet) tersebut ditolak oleh Majelis Hakim berdasarkan pertimbangan bahwa pihak Sujono telah keliru menentukan subyek hukumnya dan salah menentukan dalil-dalil perlawanan yang diajukan pihak Sujono terhadap PT. BPR MRANGGEN MITRA PERSADA. Berdasarkan keputusan Majelis Hakim tersebut pihak Sujono tetap dianggap melakukan wanprestasi dan harus memenuhi prestasinya.Berdasarkan proses Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah di jelaskan tersebut pihak kreditur dapat melakukan proses penyelesaian sesuai dengan diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Namun dalam kasus ini proses penyelesaian sengketa yang dilakukan tergantung berdasarkan keputusan pihak kreditur untuk menyelesaikan kasus tersebut, apakah melalui proses pengadilan yaitu mengajukan gugatan secara tertulis ke pengadilan atau melalui proses penyelesaian di luar pengadilan yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
MEKANISME NOVASI SUBJEKTIF PASIF DENGAN ADANYA DELEGASI (STUDI PADA PT BANK MANDIRI (PERSERO) TBK CABANG KEBON JERUK JAKARTA BARAT) Corry Angelica Bintania Dwi Putri*, Achmad Busro, Ery Agus Priyono
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.689 KB)

Abstract

Salah satu upaya penyelamatan kredit bermasalah oleh bank yang termasuk dalam restrukturisasi kredit adalah dengan cara Pembaharuan utang atau novasi yaitu salah satu bentuk hapusnya perikatan yang terwujud dalam bentuk lahirnya perikatan baru. Novasi yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini yaitu novasi subjektif pasif yaitu kredit diperbaharui dengan membuat perikatan baru yang menghapus perikatan yang lama sehingga kreditur yang lama melepaskan haknya. Latar belakang dilakukannya novasi dari debitor lama kepada debitor baru yaitu karena usia debitur saat dilakukan Novasi berusia 64 tahun dimana bank menilai bahwa usia debitor lama dinilai sudah lanjut dan dapat menghambat jalannya usaha yang dimiliki debitor lama selain itu alasan dilakukannya pengalihan hutang kepada debitor baru karena debitor lama telah mengikutsertakan anaknya (debitor baru) sejak tahun 2002 untuk membantu atau terlibat langsung dalam operasional usaha, bahkan saat ini anaknya sudah mampu menjalankan sendiri usaha orang tuanya tersebut,  atau dengan kata lain usaha tersebut saat ini  sepenuh nya telah dijalankan oleh debitor baru . Ketentuan Pasal 1415 KUHPerdata menyatakan : “Tiada pembaharuan utang yang dipersangkakan. kehendak seorang untuk mengadakannya harus dengan tegas ternyata dari perbuatannya”. Maknanya adalah peralihan debitor (pembaharuan utang) mensyaratkan adanya akta, namun  ketentuan ini tidak bersifat memaksa
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TINDAKAN MEDIS DAN PENYELESAIANNYA DI MAHKAMAH AGUNG (STUDI KASUS PERKARA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 352/PK/PDT/2010) Rini Dameria*, Achmad Busro, Dewi Hendrawati
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 1 (2017): Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (637.46 KB)

Abstract

Perbuatan melawan hukum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Kajian penelitian mengenai Perbuatan Melawan Hukum dalam Tindakan Medis serta penyelesaiannya ini bersifat juridis normatif yang pembahasannya didasarkan pada perundang undangan dan prinsip hukum yang berlaku.Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Perumusan perbuatan melawan hukum tersebut sudah pasti tidak dapat dicari dalam Pasal 1365 KUH Perdata tersebut. Sekiranya Pasal 1365 KUH Perdata sudah mencakup perumusan perbuatan melawan hukum, maka sudah ada perumusan sempit dan perumusan luas itu karena perkembangan penafsiran luas perbuatan melawan hukum.Suatu perbuatan melanggar hukum apabila dari perbuatannya itu menimbulkan kerugian pada orang lain dan dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur harus ada perbuatan melawan hukum, harus ada kesalahan, harus ada hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan kerugian dan harus ada kerugian.