Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

The Oogenesis of Sclerectinian Corals Caulastrea furcata and Lobophyllia corymbosa MUJIZAT KAWAROE; DEDI SOEDHARMA; MAULINIA MAULINIA
HAYATI Journal of Biosciences Vol. 14 No. 1 (2007): March 2007
Publisher : Bogor Agricultural University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.951 KB) | DOI: 10.4308/hjb.14.1.31

Abstract

Caulastrea furcata and Lobophyllia corymbosa are corals of order Sclerectinian. Caulastrea furcata is the only species of genus Caulastrea that could be found in Kepulauan Seribu and L. corymbosa is a rare species. The purpose of this research was to study sexual reproduction of the Sclerectinian coral. The result showed that the ovaries of C. furcata and L. corymbosa were developed in the mesentery, inside the mesoglea, and pinched by gastrodermis. Distinctive channel with trophonema like structure was found in both species as well as gamete which was spawned from polyp through distinctive channel. The gamete simply spawned trough gastrodermis, heading from mesentery filament to excretion track. Histological observation showed that there were four stages of gamet maturity level. However, gonad maturity level consisted of three stadia depended on the characteristic of the ovary. Key words: oogenesis, sexual, reproduction, corals Caulastrea, Lobophyllia, Seribu Island
Molecular Phylogeny of Giant Clams Based on Mitochondrial DNA Cytochrome C Oxidase I Gene AGUS NURYANTO; DEDY DURYADI; DEDI SOEDHARMA; DIETMAR BLOHM
HAYATI Journal of Biosciences Vol. 14 No. 4 (2007): December 2007
Publisher : Bogor Agricultural University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (37.454 KB) | DOI: 10.4308/hjb.14.4.162

Abstract

There is an uncertainty for the relationships among giant clam species of Tridacninae, in particular among species belongs to subgenus Chametrachea i.e. Tridacna crocea, T. maxima, and T. squamosa based on different genetic markers. This study examined the relationships among three species within subgenus Chametrachea compared to the previous studies. Neighbour Joining, Maximum Parsimony and Maximum Likelihood tree were constructed based on 455 bp of the mitochondrial DNA cytochrome c oxidase I gene from T. crocea, T. squamosa, T. maxima, T. gigas, and several sequences derived from Genbank for the outgroups. The results showed that giant clams formed a monophyletic group. Within Tridacna group, T. crocea was more closely related to T. squamosa than to T. maxima and they formed a monophyletic group. T. crocea and T. squamosa were sister taxa and sister group to T. maxima and T. gigas. Close affinity between T. crocea and T. squamosa was also supported by high similarity on nucleotide level (94.30%) and concordant with the results of the previous studies using mitochondrial 16S rRNA and nuclear 18S rRNA. Key words: phylogenetic relationships, Chametrachea, cytochrome c oxidase I
POLA RENANG DAN GERAKAN IKAN KARANG DI SEKITAR RUMPON DAN BUBU Fonny J.L. Risamasu; Mulyono S. Baskoro; M. Fedi A. Sondita; Dedi Soedharma
Buletin PSP Vol. 16 No. 3 (2007): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper describes swimming and movement patterns of some reef fishes around some fish aggregating devices (FADs) and some traps deployed in Hansisi waters, Semau, Kupang. There were 62 species of reef fishes observed around the FADs and 47 species around the fish traps. The distances between the reef fishes from the FADs and between the fishes and the traps were commonly between 1-2 m. Around the FADs, the swimming patterns of the fishes commonly observed included soliter (36 species), front approach (56 species or 90%), up-down movement (28 species or 45%), above the FADs (24 species or 39%) and beside the FADs (24 species or 39%). Around the traps, the swimming patterns observed were soliter (26 species) while movement patters observed were front approach (37 species or 79%), up-down movement (24 species or 50%), above the traps (21 species or 45%) and beside the traps (30 species or 64%). These patterns of fish swimming and movement determined effectivness of the FADs as fish attractor and traps as capture devices.
AFINITAS SPESIES PADA KOMUNITAS ENDOPSAMMON DI ZONE INTERTIDAL DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BALI BARAT Ida Bagus Jelantik Swasta; Dedi Soedharma; Mennofatria Boer; Yusli Wardiatno
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 13 No. 2 (2006): Desember 2006
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.682 KB)

Abstract

Sebagai benthos hewani yang berukuran kecil dan menghuni ruang-ruang interstisial, endopsammon memiliki peranan ekologis yang amat penting dalam ekosistem laut. Karena itu, mengkaji aspek ekologi endopsammon sangat menarik. Afinitas spesies merupakan salah satu aspek ekologi yang amat penting untuk dipelajari. Dua aspek afinitas spesies yang sangat penting untuk dikaji adalah tumpang tindih relung dan asosiasi spesies khususnya dalam kaitannya dengan tingkat kekerabatan spesies dalam komunitas endopsammon.Dua tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui secara pasti apakah tumpang tindih relung dan asosiasi spesies terjadi dalam komunitas endopsammon dan 2) untuk mengetahui secara pasti apakah tingkat tumpang tindih relung dan tingkat asosiasi spesies dipengaruhi oleh tingkat kekerabatan di antara spesies endopsammon. Beberapa lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pantai Teluk Terima, pantai Labuhan Lalang, dan pantai Teluk Banyuwedang yang berada dalam kawasan Taman Nasional BaliBarat. Di semua lokasi ini dibuat 25 stasiun penelitian, dan di setiap stasiun contoh substrat diambil pada tiga tingkat kedalaman yaitu 0-5 cm, 5-10 cm, dan 10-15 cm. Contoh substrat diambil dengan menggunakan core, sedangkan ekstraksi contoh dilakukan dengan metode Uhlig, metode pembasuhan dan metode pengapungan. Spesimen yang didapat diawetkan dengan menggunakan larutan formalin 10 %, dan diwarnai dengan larutan Rose Bengal. Pengamatan dan identifikasi specimen dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Data yang didapat dianalisis dengan pendekatan statistik. Beberapa hasil dari penelitian ini adalah: 1) secara umum, diantara spesies endopsammon terjadi tumpang tindih relung dan asosiasi, dan 2) tingkat tumpang tindih relung dan tingkat asosiasi spesies dipengaruhi oleh tingkat kekerabatan diantara spesies endopsammon.Kata kunci: endopsammon, tumpang tindih relung, asosiasi spesies.
TINGKAT PEMANFAATAN PAKAN DAN KELAYAKAN KUALITAS AIR SERTA ESTIMASI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei, Boone 1931) PADA SISTEM INTENSIF Tatag Budiardi; Chairul Muluk; Bambang Widigdo; Kardiyo Praptokardiyo; Dedi Soedharma
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.405 KB)

Abstract

ABSTRAKPenelitian tingkat pemanfaatan pakan dan kelayakan kualitas air serta estimasi pertumbuhan dan produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sistem intensif telah dilakukan di Pelabuan Ratu, Jawa Barat pada bulan Mei sampai Agustus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat pemanfaatan pakan dan kelayakan kualitas air pada sistem budidaya udang vaname intensif. Penelitian ini didasarkan pada observasi enam tambak selama satu masa pemeliharaan (100 hari) dengan desain kausal dan metode ex postfactountuk mendapatkan data kualitas air dan produksi udang. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa penurunan kualitas air mulai terjadi pada pemeliharaan hari ke-40 dan terus menurun sampai akhir pemeliharaan. Tingkat pemanfaatan pakan yang tinggi menghasilkan kelayakan kualitas air dan laju pertumbuhan yang tinggi sehingga menghasilkan produksi biomassa udang yang tinggi. Model hubungan jumlah pakan yang diberikan (x) dan biomassa yang dihasilkan (y) berupa regresi kuadratik y = 0.00006x2 + 1.3506x + 7.3864 (R2 = 0.9801) sehingga biomassa maksimum tercapai pada 7 593 kg dengan pemberian pakan sebanyak 11 255 kg atau FCR sebesar 1.48.Kata kunci: sistem intensif, udang, pakan, kualitas air, biomassa, tambak.ABSTRACTA study on feed utilization, and the suitability of water quality and the estimation of vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) growth and production of an intensive system was conducted in Pelabuan Ratu, West Java during Mei-Agustus. The research was aim at evaluating feeding practices, and suitability of its water quality obtained. This study was based on observations six ponds during one growout period (100 days) with causal design and ex post-facto method to obtain data on water quality and production. The result showed that degradation of water quality occurred not until the 40th day of cultivation, and progressively decreased up to the end of the growout period. The high level of feed utilization produced suitable water quality, and high shrimp growth rates, thus, yielding high shrimp biomass. Feed-shrimp biomass relationship could be expressed by the following quadratic regression: y = 0.00006x2 + 1.3506x + 7.3864 (R2 = 0.9801), from which the maximum shrimp biomass was reached at 7 593 kg on 11 255 kg feed, giving a feed conversion ratio of 1.48.Keywords: intensive system, shrimp, feed, water quality, biomass, tambak.
KONDISI TELUR PADA BERBAGAI BAGIAN CABANG KARANG Acropora nobilis Chair Rani; Dedi Soedharma; Ridwan Affandi; , Suharsono
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 11 No. 1 (2004): Juni 2004
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.031 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi telur menurut tingkat perkembangannya, rataan jumlah telur per polip dan proporsi polip yang reproduktif pada berbagai bagian cabang karang A. nobilis. Sebanyak 10 koloni A. nobilis yang berdiameter > 15 cm diambil contohnya secara acak di bagian barat laut perairan terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Kepulauan Spermonde, Makassar pada tanggal 27 Januari 2002 (satu hari sebelum bulan purnama). Polip dari tiga bagian cabang (apikal, tengah dan basal) diperiksa jumlah telur yang dikandungnya secara histologis. Terdapat interaksi antara pertumbuhan dan reproduksi terhadap alokasi sumber daya pada berbagai bagian koloni karang. Alokasi sumber daya terhadap fungsi biologi tertentu akan mengorbankan fungsi biologi lainnya. Pertumbuhan karang yang terlokalisasi pada bagian tertentu suatu koloni karang berhubungan dengan rendahnya aktivitas reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p < 0.001) distribusi telur menurut tingkat perkembangannya pada berbagai bagian cabang karang. Bagian tengah cabang memiliki proporsi polip karang yang berkaitan dengan lokasi energi untuk pertumbuhan yang lebih reproduktif (100%) dengan kandungan rataan jumlah telur yang lebih tinggi (5.22 butir/potongan polip) dibanding bagian apikal dan basal cabang.Kata kunci: Distribusi, telur, cabang karang, Acropora nobilis
Struktur Komunitas dan Distribusi Ikan Karang di Perairan Pulau Sekepal dan Pantai Belebuh , Lampung Selatan , dan Hubungannya dengan Karakteristik Habitat Maya F Tamimi; Dedi Soedharma; Nurlisa A Butet; Dietriech G Bengen
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 1 No. 2 (1993): Desember 1993
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5378.385 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan distribusi ikan karang serta hubungannya dengan karakteristik habitat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai infonllasi yang berguna bagi pengelolaansumberdaya ikan karang. Pengamatan komunitas ikan karang dilakukan dengan menggunakan metoda pencacahan langsung. Struktur komunitas ikan karang dilihat berdasarkan indekskeragaman, keseragaman dan dominansi, sedangkan untuk melihat distribusi spasial ikim karang dan hubungannya dengan karakteristik habitat, digunakan metoda analisis faktorial koresponden.Struktur komunitas ikan karang di perairan Pulau Sekepal dan Pantai Belebuh umurnnya berada pada kondisi masih stabil, kecuali pada stasiun 14. Pada stasiun 14 sering terjadi kekeruhan yang disebabkan oleh adanya sirkulasi air yang tidak stabil. Hal ini merupakan faktor yang tidak menunjang bagi kehidupan komunitas karang dan ikannya. Dari studi ini juga dapat diketahui bahwa distribusi beberapa jenis ikan karang secara nyata dapat dicirikan oleh karakteristik habitattertentu, disamping adanya beberapa jenis ikan yang kosmopolit.Kata-kata kunci: struktur komunitas, ikan karang, karakteristik habitat, analisisfaktorial koresponden
Struktur dan Distribusi Spasial Teripang(Holothuroidea) Serta Interaksinya dengan Karakteristik Habitat di Rataan Terumbu Pantai Blebu, Lampung Selatan Kurdi Gunawan; Dietriech G Bengen; Dedi Soedharma; R Widodo
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 2 No. 2 (1994): Desember 1994
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10.661 KB)

Abstract

Penelitian ini Bertujuan untuk Mengkaji struktur komunitas dan distribusi spasial teripang (Holothuroidea) serta interaksinya dengan karakteristik habitat Perairan di rataan terumbu pantai Blebu, Lampung Selatan. Pengambilan contoh teripang di lakukan dengan menggunakan teknik pengambilan contoh sistematis pada titik plot yang telah di tentukan. kestabilan struktur komunitas teripang dikaji dengan menggunakan indeks keanekaragaman hill. Variasi Karakteristik habitat perairan dikaji dengan menggunakan analisis komponen utama, sedangkan evaluasi kuantitatif terhadap distribusi spasial teripang dan interaksinya dengan karakteristik habitat perairan di lakukan dengan menggunakan analisis faktorial koresponden. dari hasil pengamatan di peroleh 7 spesies teripang, yang termasuk ke dalem 2 ordo (Aspidochirotida dan Apoda) dan 3 famili (Holothuridae , Stichopididae dan synaptiade)  . analisis terhadap kestabilan struktur komunitas teripang memperlihatkan ketidakstabilan pada stasiun 2 , sedangkan stasiun 4 memiliki struktur komunitas yang paling stabil. analisis komponen utama terhadap karakteristik habitat perairan memperlihatkan adanya variasi spasial yang nyata dari arus, kekeruhan suhu, sedangkan salinitas tidak memperlihatkan adanya variasi. adanya variasi karakteristik habitat perairan berkontribusi terhdap distribusi spesies teripang. hasil analisis faktorial koresponden memperlihatkan pengelompokan  stasiun berdasarkan struktur komunitas teripang , analisis ini juga memperlihatkan pengelompokan beberapa spesies teripang yang memiliki preferensi yang sama terhadap karakteristik habitat perairan.kata-kata kunci:teripang, struktur komunitas ,karakteristik habitat perairan,analisis komponen utama, analisis faktorial koresponden
Keanekaragaman Makrozoobentos dan Hubungannya dengan Kualitas Lingkungan Pesisir Teluk Lampung Dedi Soedharma
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 2 No. 2 (1994): Desember 1994
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10.661 KB)

Abstract

Makrozoobentos merupakan organisme dasar yang hidupnya di daerah pasir atau pasir berlumpur. Komunitas makrozoobentos dapat dipakai sebagai indikator pencemaran, karena organisme ini relatif tidak banyak bergerak atau berpindah-pindah Pengamatan komunitas makrozoobentos dan kualitas air di Teluk Lampung dilakukan dari bulan April sampai dengan Oktober 1989, yaitu temperatur, salinitas, kecerahan, nitrogen dan fosfat umumnya masih dalam keadaan normal untuk kehidupan organisme. Dari hasil pengamatan tersebut terdapat: 16 jenis kerang-kerangan/moluska, 11 jenis anellid, 1 jenis ekhinodennata dan 11 jenis ostrocoda. Prionospio malmgreni dan anellid merupakan jenis yang dominan di sekitar Sungai Blau, sedangkan keragaman dan keseragaman makrozoobentos variasinya masih nOllnal dengan variasi suksesi antara stadium 1 sampai dengan stadium 3.Kata-kata kunci : makrozoobentos, struktur komunitas, produktifitas, grafik frontier.
PEMODELAN KO-EKSISTENSI PARIWISATA DAN PERIKANAN: ANALISIS KONVERGENSI –DIVERGENSI (KODI) DI SELAT LEMBEH SULAWESI UTARA Parwinia .; Akhmad Fauzi; Dedi Soedharma; Andin H Taryoto; Mennofatria Boer
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 14 No. 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.413 KB)

Abstract

Perlindungan sebagian kawasan pesisir untuk konservasi dan pariwisata bahari akan memberikan manfaat baik secara ekonomi maupun ekologi. Namun demikian dalam kondisi dimana area yang dilindungi ini tumpang tindih dengan area penangkapan ikan tradisional maka diharapkan kegiatan-kegiatan ini dapat saling ko-eksis. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab issu tersebut melalui pemodelan bio-ekonomi. Dilakukan di Selat Lembeh Sulawesi Utara yang terkenal sebagai area yang dimanfaatkan untuk perikanan tangkap dan pariwisata. Penelitian ini juga menghasilkan empat tipologi interaksi antara pariwisata dan perikanan tergantung dari besaran kapasitas ekonomi dan kapasitas biofisik. Beberapa alternative kebijakan untuk melindungi pengelolaan kawasan pesisir yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui kemitraan antara pengelola kawasan konservasi dan wisata dengan nelayan (sebagai guide diving, pemandu wisata). Analisis dinamik merupakan interaksi antara kegiatan perikanan yang diwakili dengan potensi perikanan dengan kegiatan pariwisata yang diwakili jumlah wisatawan. Konvergensi terjadi pada tahun ke 40 dengan nilai biomasa ikan sebesar lebih kurang 13 ton dengan jumlah tersebut wisatawan sebanyak 119 orang. Sementara itu interaksi dinamik melalui analisis phase line memiliki keseimbangan stable focus dimana keseimbangan system jangka panjang akan dicapai melalui penyesuaian antara kedua kegiatan tersebut. Artinya bahwa peningkatan jumlahwisatawan hanya bisa dicapai jika kegiatan perikanan dikurangi.Kata kunci: daerah perlindungan laut, ko-eksistensi, konvergensi, divergensi.