Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

UKURAN PERTAMA KALI TERTANGKAP, UKURAN PERTAMA KALI MATANG GONAD DAN STATUS PENGUSAHAAN Selar boops DI PERAIRAN BITUNG Rudi Saranga; Silvester Simau; Jerry Kalesaran
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 3, No 1 (2019): JFMR VOL 3 NO.1
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.146 KB) | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2019.003.01.9

Abstract

This research was carried out because the information related to the size of fish capture and the status of exploiting S. boops was still very little, especially in the waters around Bitung. The appropriate size of capture and exploitation status can be used as a reference to assess whether the utilization of S. boops resources in the waters around Bitung is in accordance with the sustainable management guidelines for fish resources. This study aims (1) to get the size of the first caught fish (Lc); (2) get the size of fish first cooked gonad (Lm); (3) obtain S. boops business status. The sampling of fish was obtained from the Bitung coastal fishermen who landed his catch at the Bitung Ocean Port. Retrieval of fish sample data was carried out from February 2016 to January 2017 with a total samples 1,659 using the survey method. The results showed that the size of first captured 15.10 cm FL while the size of the first matured obtained 16.30 cm FL. The status of exploitation based on the comparison of Lc and Lm parameters that percentage of matured and the SPR value categorized as overfishing.
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kelurahan Pasir Panjang-Kecamatan Lembeh Selatan-Kota Bitung Silvester Simau; Samuel Hamel; Jenny I. Manengkey
JURNAL BLUEFIN FISHERIES Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (553.472 KB) | DOI: 10.15578/jbf.v2i1.60

Abstract

Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu aset nasional yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah. Pemanfaatan sumberdaya ini, harus dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup sebagai dasar untuk pembangunan berkelanjutan.     Valuasi ekonomi sumberdaya hutan mangrove merupakan suatu kebutuhan yang segera dipenuhi sehingga semakin sempurnanya perencanaan pembangunan di daerah. Nilai total ekonomi hutan mangrove secara secara garis besar dapat dikelompokan sebagai nilai manfaat (use value) dan nilai bukan manfaat (non use value). Selanjutnya  bahwa nilai manfaat dapat dibagi lagi menjadi nilai guna langsung (direct use value) dan nilai guna tidak langsung  (indirect use value). Nilai manfaat berhubungan dengan nilai di mana masyarakat memanfaatkan atau berharap akan memanfaatkan di masa yang akan datang.     Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya potensi sumberdaya hutan mangrove dalam bentuk fisik dan mengetahui nilai ekonomi atau kekayaan sumberdaya hutan mangrove dalam bentuk moneter di Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Lembeh Selatan-Kota Bitung. Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah memberikan informasi tentang kekayaan moneter sumberdaya hutan mangrove, sebagai  alat pertimbangan pengambilan kebijakan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan.       Penyebaran hutan mangrove di Kelurahan Pasir Panjang berada pada daerah yang terlindung. Hasil penelitian diperoleh jenis hutan mangrove terdiri dari 5 famili yaitu Rhizophoraceae, Sonneratiacea, Avicenniaceae, Melliceacea, dan Myrsinaceae dengan 12 jenis yang mendominasi ditemui yaitu :  Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata, Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera cylindrica, Sonneratia alba, Avicennia marina,  Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis, Aegiceras corniculatum, dan Aegiceras floridium.     Hasil identifikasi terhadap nilai penggunaan hutan mangrove di Kelurahan Pasir Panjang, terdiri dari nilai manfaat langsung (direct use value) dan nilai manfaat  tidak langsung (indirect use value). Nilai manfaat langsung terdiri dari tiga guna yaitu : (1) nilai guna langsung pengambilan ikan, (2) nilai guna langsung pengambilan kepiting, dan (3) memiliki nilai potensi ekowisata. Nilai manfaat tidak langsung dari pemanfaatan hutan mangrove terdiri dari dua manfaat yaitu (1) sebagai nursery ground, dan (2) sebagai pelindung abrasi.      Hasil analisis nilai ekonomi sumberdaya hutan mangrove diperoleh nilai manfaat tidak langsung memiliki nilai tertinggi sebesar Rp 2.150.000.000,00/tahun, manfaat langsung sebesar Rp 523.292.000,00/tahun. Dari sumberdaya mangrove yang sudah dianalisis tersebut terdapat cadangan sumberdaya hutan mangrove sebesar Rp. 2.673.292.000,00/tahun.Kata kunci : valuasi ekonomi, nilai ekonomi mangrove
Kajian Sumberdaya Lobster yang didaratkan di Kota Sorong, Papua Barat misbah Sururi; Silvester Simau; Sudirman Sudirman; Endang Gunaisah; Sepri Sumbung; Muh Suryono; Samsul Muhamad; Abdul Gofir
Jurnal Airaha Vol 5 No 1: Juni 2016
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (827.058 KB)

Abstract

This paper describes the state of lobster resource which landed in Sorong, including species, fishing season, and the analysis of weight-length relationship. The measurements were carried out by using randomized sampling in three (3) lobster shelter in Sorong from September - November 2015. Total of 1.316 lobster were observed during this research. The data observed were species, carapace length (mm), weight (g) and gender. The aspects of fishing technique, season, marketing and lobster types were analyzed by using descriptive analysis, whereas the measurement data was analyzed by using linear allometrik model to see the weight-length relationship with the equation of W = a Lb . The result showed that there are six types of lobster which landed in Sorong namely are; Panulirus ornatus, P. versicolor, P. longipes, P homarus, P penicillatus, and Thenus orientalis. Fishing season was carried the whole year which consists of the peak season (June, November, December), middle season (March-July, September-October) and bad season (August, January, February). The whole lobster observed in this research have negative allometric growth pattern which indicates that the lobster are in growth stage.
Potensi Sumberdaya Udang Penaeid di Perairan Kepulauan Aru Bagian Timur Sub Wilayah Aru dan Sekitarnya Franklyn Hoek; Silvester Simau; Muhfizar Muhfizar; Amir Suruwaky,; M Ali Ulat; Arhandy Arfah
Jurnal Airaha Vol 4 No 1: Juni 2015
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The utilization of the resources of shrimp penaeid in the eastern part of the archipelagic waters Aru and surrounding sub-region III, to estimate the abundance of shrimp by using the swept area method. The aim of research to determine the composition of species caught by shrimp trawlers using a double rig, Comparative production of penaeid shrimp catch in 2014 and in 2012. Potential sustainable and penaeid shrimp with Swept area method. Results Composition Penaeid Shrimp Catch in archipelagic waters Aru and surrounding sub-region (III). There are 9 types of penaeid shrimp with the amount of catches of 17 988 kg and is the most dominant type of Green Tiger Prawn (Penaeus semisulcatus), while the lowest amount was kind Banana Prawn (Penaeus merguensis). The results of a comparative test with Chi Square (χ2) turns Ho rejected and Ha accepted, wherein χ2 count 7.40 is greater than χ2 tables 0.05 (3.84) and χ2 tables 0.01 (6.63), this means that there are differences in yield catches in 2012 And in 2014 was very significant. There is a decline in production is very significant from 2012 until 2014. The potential outcome in the waters of the sub region Aru Islands and surrounding waters -III which covers 13,000 km2, where willingness stock (B) 579.58 tons, sustainable potential (MSY) amounted to 576.58 tons / year while the Total Allowable Catch (TAC) amounted to 463.67 tons / year.
Penangkapan Udang Penaeid Pasca Moratorium dan Pelarangan Kapal Trawl di Kabupaten Kaimana Propinsi Papau Barat Misbah Sururi; Abudarda Razak; Silvester Simau; Endang Gunaisah; M Ali Ulat; Sudirman Sudirman; Handayani Handayani; Amir Suruwaky,; Sepri Sumbung; Muh Suryono; Mustasim Mustasim; Muhfizar Muhfizar; Samsul Muhamad
Jurnal Airaha Vol 6 No 2: Desember 2017
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (702.352 KB) | DOI: 10.15578/ja.v6i2.80

Abstract

Penelitian ini mendiskripsikan penangkapan udang penaeid di Kabupaten Kaimana setelah moratorium dan Pelarangan Penangkapan ikan dengan Pukat Hela/Pukat Tarik untuk memberi gambaran dalam perencanaan pengelolaan perikanan udang yang berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah metode survei lapangan dengan mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan oleh nelayan, pengukuran alat tangkap dan wawancara yang dilakukan mulai bulan September – November 2017 kemudian diolah dan di bahas secara deskriptif. Penangkapan udang penaeid di Kabupaten Kaimana setelah moratorium dan Pelarangan Penangkapan ikan dengan Pukat Hela/Pukat Tarik dilakukan oleh nelayan skala kecil yang berasal dari daerah Arguni dan Nelayan Kaimana menggunakan trammel net dan jaring udang monofilament dengan menggunakan perahu katinting dan longboat motor tempel. Penangkapan udang dengan jaring udang PA monofilament dilakukan pada perairan pesisir pantai pada kedalamanan 1 – 5 meter dan penangkapan udang dengan trammel net dilakukan pada perairan pesisir pantai pada kedalamanan 5 – 20 m. Umumnya dasar perairan lumpur berpasir dengan warna perairan keruh abu-abu, dan sepanjang pantai terdapat hutan mangrove dengan hasil tangkapan didominasi udang banana. Musim penangkapan terjadi pada bulan November – April untuk Perairan Arguni, dan Juni – Oktober di Perairan Teluk Kaimana.
Identifikasi Teknis Aplikasi Aturan 2, 23, 26 dan Ketentuan Tambahan I PIMTL 1972 Pada KMN. Indah Permata yang Berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate da Gomez, Grandhi Kaenato; Simau, Silvester; Manengkey, Jenny Inescry; Putri, Elsari Tanjung; Pontoh, Peggy; Abil, Moh.
JURNAL BLUEFIN FISHERIES Vol 6, No 1 (2024)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jbf.v6i1.232

Abstract

Hasil Kerja Praktik Taruna Politeknik KP Bitung pada kapal penangkap ikan purse seine, kapal pole and line, dan kapal pukat hela (trawl) dengan ukuran panjang > 20 m atau < 50 m menunjukkan belum sepenuhnya menerapkan aturan Peraturan Internasional Mencegah Tubrukan di Laut 1972 (PIMTL 1972). Hal ini melatarbelakangi tim peneliti melakukan identifikasi salah satu kapal penangkap ikan pole and line kaitannya dengan penerapan aturan PIMTL 1972, agar menjadi perhatian semua pihak yang terlibat baik Syahbandar Pelabuhan Perikanan, pemilik kapal, nakhoda dan Anak Buah Kapal untuk menerapkan peraturan tersebut. Metode penelitian berupa wawancara, pengamatan dan pengukuran langsung untuk memastikan ketentuan teknis yang disyaratkan berdasarkan aspek-aspek penerapan aturan PIMTL 1972. Analisis yang digunakan berupa analisis deskriptif dari data kuantitatif yang dikumpulkan di KMN. Indah Permata yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate. Data hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman syahbandar perikanan bagi pemilik kapal, nakhoda dan Anak Buah Kapal bahwa aturan 2, aturan 23 dan aturan 26 PIMTL 1972 menjadi ketentuan sesuai aturan pada kapal penangkap ikan. Aturan PIMTL 1972 wajib diterapkan secara baik dan benar untuk semua kapal penangkap ikan jenis pole and line sesuai ukuran panjang kapal penangkap ikan.   
MELACAK AKTIFITAS ILLEGAL FISHING MELALUI PEMANFAATAN AIS (AUTOMATIC IDENTIFICATION SYSTEM) PADA KAPAL DAN AIS HYBRID SEBAGAI ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN Simau, Silvester; Prakoso, Imam; Manengkey, Jenny I; Manohas, Jul; Pontoh, Peggy; da Gomez, Grandhi K
JURNAL BLUEFIN FISHERIES Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jbf.v4i2.145

Abstract

      Information technology is growing rapidly with various facilities that can be obtained through various fields of work. Information technology can also be found in the field of work on fishing vessels. One of the means of communication that is being used by Indonesian commercial vessels (excluding fishing vessels) in the last two years is the Automatic Identification System (AIS). AIS is a Maritime Navigation System and Radio Communication. This system aims to improve life safety at sea, safety and efficiency of shipping and protection of the marine environment by communicating navigation information automatically on VHF channels between ships, as well as from ships and shore.     Fishing technology is gradually changing in the use of fishing aids with various ease of operation. Information technology developed by prioritizing easy access to data and information in the use of fishing aids. One of the information technologies used today is the use of AIS devices in ship’s navigation and marking fishing gear that is being operated.  AIS is a maritime navigation and radio communication system. This system aims to improve life safety at sea, safety and efficiency navigation as well as the protection of the marine environment by automatically communicating navigational information on the VHF channel between ships, through AtoN and shore stations. Various technological innovations developed with this AIS device have resulted in AIS hybrid that can be used as a fishing gear, especially as a fishing gear marker      Fishing aids that have been used so far by fishermen in terms of marking fishing gear that are being operated are marker buoys, radio buoys supported by RDF devices. The use of AIS hybrid in fishing techniques with long lines or other fishing gear is one of the technological developments, especially the use of AIS hybrid as a tool or a marker when fishing gear is operated.         The use of AIS hybrid on fishing vessels as a marker for fishing gear has not been widely applied in Indonesia. This needs to be introduced to fishermen or fishing vessel officers as has been used on foreign fishing vessels operating in Indonesian EEZ waters.  In order to avoid errors in accessing AIS data in the vessels tracking lane due to the AIS hybrid, it is recommended that the AIS hybrid MMSI number be issued by the competent authority in accordance with the applicable provisions of the IMO standard.
ANALISIS TEKNIS PENGOPERASIAN BAGAN APUNG (FLOATING BAGAN) DI PERAIRAN DESA BATU PUTIH KOTA BITUNG SULAWESI UTARA Darondo, Franky Adrian; Putri, Elsari Tanjung; Manohas, Jul; Santoso, Heru; Karyanto, Karyanto; Katili, Lidya; Manengkey, Jenny I; Saranga, Rudi; Simau, Silvester; Hamel, Samuel
Saintek Perikanan : Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology Vol 20, No 4 (2024): SAINTEK PERIKANAN
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ijfst.20.4.188-196

Abstract

Pemanfaatan sumberdaya perikanan berupa usaha penangkapan ikan dengan bagan apung (floating bagan) telah berlangsung lama di desa Batu Putih dan jumlah bagan yang aktif cenderung berkurang. Penelitian ini bertujuan  untuk mengkaji aspek teknis pengoperasian bagan apung di perairan desa Batu Putih. Manfaat dari studi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan informasi ilmiah dan referensi bagi akademisi maupun pelaku usaha dibidang penangkapan. Penelitian dilaksanakan Agustus–November 2024, lokasi penelitian di perairan desa Batu Putih. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Analisis data menggunakan teknik pengumpulan data observasi partisipan.  Penelitian dilakukan dengan melakukan pengoperasian bagan apung selama 4 (empat) trip penangkapan  dan melakukan pengambilan data yang terdiri dari desain dan konstruksi alat tangkap, proses pengoperasian dan hasil tangkapan selain itu pengambilan data parameter oseanografi perairan. Waktu terbaik untuk mengoperasikan bagan adalah saat arus tidak mengalami perubahan arah antara pukul 03.00 – 04.30 dini hari, dengan kedalaman daerah penangkapan bagan apung pada kedalaman 75 depa. Hasil analisis menunjukan  bahwa aspek teknis pengoperasian bagan apung di perairan Batu Putih meliputi perahu pelang berkapasitas 15 PK sebagai sarana transportasi menuju fishing ground dan alat tangkap itu sendiri yang terbuat dari rangkaian kayu dengan jaring/cang dengan bantuan lampu. Adapun beberapa tahap pengoperasiannya meliputi persiapan, pemasangan lampu, pengamatan ikan, penurunan jarring, pengangkatan jaring, penanganan hasil tangkapan. Hasil tangkapan utama yang diperoleh selama penelitian yaitu 65% ikan teri, 23% ikan layang dan 12% ikan sardin.
Pemetaan Daerah Penangkapan Potensial Ikan Demersal Dengan Kapal Latih KM. Coelacanth Di Perairan Bitung Sulawesi Utara Darondo, Franky Adrian; Manohas, Jul; Putri, Elsari Tanjung; Karyanto, Karyanto; Santoso, Heru; Katili, Lidya; Hamel, Samuel; Tauladani, Saeful A.; Simau, Silvester; Saranga, Rudi; Antou, Lusje D.; Pontoh, Peggy; Akbar, Mohammad; Purwanto, Yuli
Zona Laut : Jurnal Inovasi Sains Dan Teknologi Kelautan Volume 6, Number 1, March 2025 Edition
Publisher : Departemen Teknik Kelautan Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62012/zl.v6i1.43221

Abstract

The waters of Bitung, located in North Sulawesi Province, have long been known for their rich underwater biodiversity, specifically unique and exotic creatures. They are a potential demersal fishing ground for coastal fishermen in Bitung City. However, information on demersal fishing grounds is limited, so it is necessary to conduct research and map demersal fishing grounds in Bitung waters. This study aims to obtain data on the geographical position of demersal fishing areas in Bitung waters to be mapped into a map of demersal fishing areas in Bitung waters and determine the types of catches from bottom fishing rods. Data was collected directly by following demersal fishing operations on the training ship FV. Coelacanth. The data were analyzed using survey methods and direct observation, which is an effort to collect information directly from a part of the population that is considered a specified population and has the nature of authentication or checking of existing theories. The study's results obtained geographical data on demersal fishing areas in Bitung waters at (1) 10°23.447' N, 125°06.934' E (Suar Batu Kapal area),, (2) 10°23.483' N, 125°09.567' E (Karang Tanjung Merah area) (3) 10°23.283' N, 125°10.852' E (Batu Angus Area), (4) 10°30.393' N, 125°15.392' E (Menara Lampu Hijau Area), and (5) 10°32.706' N, 125°18.105' E (Dua Pulau area). The primary catches of bottom fishing consist of fish species: grouper, snapper, trevally fish, Gora fish, emperor fish and parrot fish.
UKURAN PERTAMA KALI TERTANGKAP, UKURAN PERTAMA KALI MATANG GONAD DAN STATUS PENGUSAHAAN Selar boops DI PERAIRAN BITUNG Saranga, Rudi; Simau, Silvester; Kalesaran, Jerry
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 3 No. 1 (2019): JFMR
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2019.003.01.9

Abstract

This research was carried out because the information related to the size of fish capture and the status of exploiting S. boops was still very little, especially in the waters around Bitung. The appropriate size of capture and exploitation status can be used as a reference to assess whether the utilization of S. boops resources in the waters around Bitung is in accordance with the sustainable management guidelines for fish resources. This study aims (1) to get the size of the first caught fish (Lc); (2) get the size of fish first cooked gonad (Lm); (3) obtain S. boops business status. The sampling of fish was obtained from the Bitung coastal fishermen who landed his catch at the Bitung Ocean Port. Retrieval of fish sample data was carried out from February 2016 to January 2017 with a total samples 1,659 using the survey method. The results showed that the size of first captured 15.10 cm FL while the size of the first matured obtained 16.30 cm FL. The status of exploitation based on the comparison of Lc and Lm parameters that percentage of matured and the SPR value categorized as overfishing.