Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Penerapan Prinsip Humanitarian Intervention Sebagai Cara Penyelesaian Konflik Bersenjata Internasional Dikaitkan Dengan Kedaulatan Negara Rury Octaviani; Setyo Febrian
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (589.587 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v4i1.683

Abstract

Kewajiban suatu negara untuk tidak ikut campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain, tercantum dalam Piagam PBB Pasal 2 ayat (7) yang menetapkan bahwa larangan mengintervensi urusan-urusan yang pada dasarnya berada dalam yurisdiksi negara lain. Ketentuan tersebut didukung pula dengan adanya Resolusi Majelis Umum PBB tahun 1970 tentang Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan yang Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara. Namun pada prakteknya negara-negara seringkali melanggar prinsip-prinsip tersebut dengan alasan kemanusiaan, yang dikenal dengan Prinsip Intervensi Kemanusiaan (Humanitarian Intervention), prinsip ini merupakan upaya untuk mencegah atau menghentikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dengan kekuatan tertentu di suatu negara, baik dengan atau tanpa persetujuan negara itu. Prinsip ini pernah dilakukan di Irak pada tahun 1991, Somalia pada tahun 1992, dan Kosovo pada tahun 1999 merupakan bukti bukti bahwa prinsip intervensi kemanusiaan telah dilakukan oleh Negara-negara dalam hubungan internasionalnya. Atas dasar itulah artikel ini mencoba untuk membahas mengenai prinsip Humanitarian Intervention yang dapat dijadikan cara penyelesaian konflik bersenjata di suatu wilayah, tanpa melanggar kedaulatan suatu Negara, untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian kepustakaan dan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang diteliti.
PENERAPAN TEORI KEADILAN BERMARTABAT DALAM KASUS KORBAN PELECEHAN SEKSUAL YANG MELAKUKAN PENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL Yunan Prasetyo Kurniawan; Lisda Syamsumardian; Siti Nurhalizza; Henri Christian Pattinaja; Cipta Indralestari Rachman; Rury Octaviani; Endra Wijaya
PROSIDING SERINA Vol. 2 No. 1 (2022): PROSIDING SERINA IV 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.702 KB) | DOI: 10.24912/pserina.v2i1.18546

Abstract

Terjadinya pelecehan seksual tidak hanya terjadi ditempat-tempat private saja, melainkan dapat terjadi ditempat kerja, sekolah atau universitas, transportasi umum serta tempat hiburan yaitu festival musik, bioskop dan sebagainya. Akan tetapi dalam hal ini korban kesulitan untuk mendapatkan perlindungan karena orang di sekitarnya tidak ada yang bertindak langsung untuk membantu korban melaporkan hal tersebut serta korban dianggap telah mencemarkan nama baik pelakuĀ  karena telah menyuarakan apa yang terjadi kepada dirinya di media social. Seperti yang terjadi dalam kasus yang terjadi pada korban pelecehan seksual yang diduga mencemarkan nama baik pelaku di media social twitter sehingga menimbulkan pertanyaan. Pertama, bagaimana penerapan teori keadilan bermatabat dalam kasus korban pelecehan seksual yang melakukan pencemaran nama baik di media sosial?. Kedua, bagaimana penerapan teori victim precipitation sebagai alasan penghapus pidana dalam kasus korban pelecehan seksuan yang melakukan pencemaran nama baik di media social?. Hasil analisa penulis dengan menggunakan metode penelitian Normatif dengan bantuan wawancara hingga mendapatkan kesimpulan yaitu Pertama, penerapannya ketika terduga pelaku pencemaran nama baik yang juga korban pelecehan seksual dilaporkan dengan dasar Pasal 27 ayat (3) UU ITE maka harus dilihat terlebih dahulu apakah dirinya mampu bertanggung jawab secara akal dengan dampak psikologis yang berpengaruh di dalam dirinya. Kedua, penerapannya ketika terduga pelaku pencemaran nama baik yang awalnya adalah korban pelecehan seksual yang memiliki dampak psikologis serta menjadi alasan penghapus pidana agar terduga pelaku pencemaran nama baik dihapuskan dari segala hukuman.